NovelToon NovelToon

Pilihan Hidup Diana

Masa Kecil Bernan

Bernan adalah lelaki yang terlahir dari keluarga sangat sederhana, ayahnya bernama Tiong dan Ibunya bernama Lince.

Kehidupan mereka yang serba kekurangan, membuat Tiong pergi meninggalkan Lince saat Bernan berusia satu bulan. Tiong bekerja serabutan. Tiong pergi karena tidak tahan hidup dalam kemiskinan.

"Izinkan aku pergi dari kota Medan ini, untuk kehidupan kita ke depan yang lebih baik." Ucap Tiong pada Lince. Lince tidak menjawab tetapi menangis.

"Kamu mau cari kerja kemana Tiong? jelaskan pada istrimu, apa tidak ada lagi tempat kerja di kota Medan ini, hingga kamu pergi mencari kerja ke kota lain, ingat anak dan istrimu." Kata Ibu Lince sedikit kesal dengan keputusan Tiong meninggalkan istri dan anaknya.

Tiong tidak menjawab pertanyaan Ibu mertuanya. Tiong bingung karena belum tau kota mana yang akan ditujunya.

~Satu bulan kemudian~

Sudah satu bulan Tiong meninggalkan Bernan bersama Lince dan Ibu mertuanya, tanpa ada kabar berita.

Lince tidak mau lagi duduk diruang tengah. Lince suka mengurung diri di dalam kamar.

Ibu Lince tidak tahan melihat Lince setiap hari mengurung diri di dalam kamar, maka Ibunya memberi izin Lince untuk mencari tau keberadaan Tiong.

Lince senang mendapat izin dari Ibunya untuk mencari Tiong.

“Bernan aku titip pada Ibu, tunggu aku kembali ya Bu." Kata Lince pada Ibunya dengan berat hati.

"Pergilah nak, cari keberadaan suamimu, dan jaga dirimu baik-baik, anakmu Bernan biar Ibu yang jaga sampai kamu kembali." Kata Ibu Lince menyemangati anaknya yang ingin mencari keberadaan suaminya.

Lince menganggukkan kepala sambil menangis. Berat hati untuk meninggalkan Ibu dan anaknya Bernan. Tapi ini tetap harus ia lakukan demi keutuhan rumah tangganya.

Lince pergi dengan langkah kaki yang lunglai, pikirannya galau untuk meninggalkan Ibu dan anaknya.

Lince tau Ibunya dalam kondisi sakit, dan sudah berusia 65 tahun. Ibu melepas Lince dengan tatapan kosong dan air mata.

Walau sakit, Ibu Lince tetap merawat cucunya Bernan.

Perjalanan Lince mencari suaminya Tiong sangat memprihatinkan, dengan langkah kaki yang tidak jelas dengan uang pas-pasan. Lince berjalan terus dengan bekal foto di tangannya.

"Maaf Pak, pernah melihat orang ini?" Tanya Lince pada setiap orang yang lewat dan mereka hanya menggelengkan kepala saja.

Lince terus berusaha sampai uang ditangannya habis dan Lince bekerja sebagai pencuci piring di warung kaki lima, untuk mempertahankan kehidupannya mencari Tiong suami yang sangat dicintainya.

Tidak berapa jauh dari rumah Ibu Lince ada rumah petak. Diantara tetangga rumah petak itu, ada seorang perempuan yang sudah berumah tangga yang selalu menolong Ibu Lince membersihkan rumah serta merawat Bernan.

Tetangga yang menolong itu bernama Jamiin dan suaminya bernama Ladoh.

Jamiin yang selalu menolong Ibu Lince membersihkan rumah serta merawat Bernan, kehidupan Jamiin sangat memprihatinkan.

"Tinggal lah di rumahku ini, ajaklah suami dan anakmu, kalian tidak perlu menyewa rumah petak lagi sampai anakku Lince pulang." Pinta Ibu Lince.

~Satu tahun kemudian~

Setahun sudah Lince pergi meninggalkan Ibu dan anaknya Bernan untuk mencari Tiong, tetapi tidak ada berita juga tentang Lince. Pada akhirnya Ibunya Lince mengidap sakit keras karena memikirkan Lince.

Kesehatan Ibu Lince semakin hari semakin menurun dan sakitnya semakin parah.

Ibunya Lince berpesan pada Jamiin dan Ladoh untuk menjaga cucunya Bernan.

"Tinggal lah dirumah ku ini sampai Lince kembali, dan beri tahu pada putriku Lince saat dia pulang kerumah ini kalau Ibu sudah tiada. Tolong kalian kembalikan Bernan pada Lince, serta katakan pada Lince ini rumah untuk Bernan dan Lince." Pinta Ibu Lince yang sedang menahan rasa sakit yang dideritanya.

Mendengar kalimat Ibu Lince, Jamiin dan Ladoh pura-pura bersedih dan hanya menganggukkan kepalanya.

Dalam pikiran jahat Jamiin dan Ladoh adalah bagaimana caranya Bernan dapat mereka ambil begitu juga dengan rumah Ibu Lince. Karena kehidupan mereka yang tidak mampu untuk menyewa rumah dan biaya kehidupan sehari-hari.

"Apa yang harus kita lakukan jika Lince Ibu kandung Bernan pulang? kita tinggal dimana Pak?" tanya Jamiin pada suaminya dengan rasa takut.

"Bagaimana kalau kita berbohong saja pada Lince Ibunya Bernan, saat nenek Bernan sudah tiada, kita bilang saja nenek Bernan sudah tiada, Bernan tidak tahu dititip dimana, rumah ini sudah dijual nenek Bernan pada kita karena beliau perlu dana." Jawab Ladoh dengan pemikiran jahatnya, sambil tersenyum sinis.

Jamiin hanya menganggukkan kepalanya, walau Jamiin tau perbuatan ini adalah tidak benar. Demi melanjutkan hidup, ketidakberdayaan Jamiin dan ketidakmampuan suaminya Ladoh untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, maka Jamiin menyetujui saran suaminya.

Jamiin harus mengorbankan naluri ke Ibuannya. Jamiin gelisah, hatinya menentang tapi dia tidak berdaya untuk menolak keinginan suaminya.

Jamiin melihat bahwa Ladoh tidak bisa banyak berbuat untuk menghidupi rumah tangganya, keterbatasan kemampuan Ladoh yang hanya tamatan sekolah rakyat, karena dari kalangan keluarga ekonomi lemah, membuat rumah tangganya selalu kekurangan.

Jika pulang ke kampung itu tidak mungkin, karena merasa malu akan ditertawakan oleh keluarga besar mereka.

Karena orang tua Ladoh hanya petani, dan untuk menambah menghidupi keluarga, orang tua Ladoh bekerja di kebun orang. Begitu juga dengan Jamiin.

Kondisi Ibu Lince semakin memburuk dan akhirnya menutup mata untuk selamanya sebelum Lince kembali pulang kerumah.

~Dua tahun kemudian~

Dua tahun kemudian Lince yang sudah tidak tahan hidup sebagai pencuci piring di warung makan kaki lima, berharap dapat bertemu dengan suaminya, tetapi semua sia-sia.

Maka ia berfikir lebih baik pulang merawat anak dan menjaga Ibunya. Dengan langkah lemas, Lince kembali pulang mencari Bernan dan Ibunya. Lince kaget karena dirumah tidak ada Ibunya dan Bernan.

"Mana Ibu dan anak saya?" tanya Lince panik.

"Nenek Bernan sudah meninggal dunia, keberadaan Bernan kami tidak tahu, rumah ini beserta tanahnya sudah dijual nenek Bernan kepada kami, karena beliau sakit keras dan tidak punya biaya untuk berobat." Jawab Jamiin tanpa rasa bersalah.

Lince tersentak kaget mendengar keterangan Jamiin. Badan Lince remuk, serta ia tidak ingat lagi mau menanyakan yang lainnya.

Lince larut dengan kesedihan, tanpa bicara sepatah katapun, Lince keluar dari rumah Ibunya sambil menangis karena semua orang-orang yang sangat dicintainya sudah pergi dari kehidupannya.

Lince tidak tau mau melangkah kemana lagi, karena Lince sebatang kara tidak punya saudara. Ayahnya sudah tiada, saudara ayah dan Ibunya semua tidak berada di negara ini.

Kepergian Lince dari rumah Ibunya membuat Jamiin dan Ladoh merasa senang dan menang. Ladoh merasa kemalasan dan kesengsaraan kehidupan keluarganya dapat terselamatkan.

Jamiin dan Ladoh sebenarnya berbohong berkata pada Lince, mereka menyembunyikan Bernan, dimana saat itu Bernan sedang tidur dikamar.

Lince meninggalkan rumah dengan sedih, ternyata ada seorang tetangga didepan rumahnya melihat Lince dan memanggil-manggil Lince. Karena kesedihan yang mendalam, Lince tidak menghiraukan panggilan tetangga depan rumahnya.

Jika Lince mau menghiraukan panggilan tetangga tersebut Lince masih dapat menemukan anaknya Bernan.

Lince tenggelam dalam pikiran dan kesedihannya akan kehilangan orang-orang yang sangat berarti dalam hidupnya. Lince terus berjalan sambil menangis, tanpa menghiraukan sapaan tetangga dan orang-orang yang menyapanya saat berpas-pasan dijalan.

Lince berjalan terus sampai ke ujung jalan besar, lalu Lince naik angkot tidak tau kemana arahnya.

Jamiin mengikuti Lince sampai naik angkot. Jamiin pulang sambil berlari-lari kecil dan tidak sabar memberitahu Ladoh bahwa Lince sudah pergi naik angkot entah kemana perginya.

Mendengar informasi Jamiin, Ladoh merasa senang karena kebohongan mereka pada Lince Ibunya Bernan berhasil.

Hawa dan Nafsu

Jamiin dan Ladoh senang Bernan tetap tinggal bersama mereka, serta rumah Lince dapat mereka miliki.

Ladoh senang karena sebagai kepala rumah tangga, Ladoh tidak perlu lagi memikirkan pembayaran sewa rumah petak setiap bulan, dan memikirkan membeli rumah. Karena rumah dari kebohongan sudah dia dapati dengan mudahnya.

Ladoh hanya memikirkan perut dan masa depan keluarga dan anak-anaknya. Jamiin dan Ladoh memiliki tiga orang anak, satu putra bernama Palom, dua putri bernama Itet, dan Ena.

Jamiin dan Ladoh mulai berfikir untuk mengisi perut ketiga orang anak mereka dan Bernan.

Jamiin kembali beraktivitas, kesehariannya bekerja sebagai pedagang kaki lima di pasar tradisional.

Sementara Ladoh bekerja serabutan sebagai kuli bangunan, tukang parkir, bantu-bantu pekerjaan yang dipinta orang asal bisa untuk menafkahi istri, anak-anaknya dan Bernan.

Jamiin dan Ladoh semakin hari semakin kesulitan ekonomi dalam memenuhi kebutuhan hidup, sehingga membuat Bernan kekurangan asupan gizi yang layak dalam masa pertumbuhannya.

Bernan tidak pernah dibawa imunisasi dan makanannya tidak bergizi. Bernan suka menangis, sakit demam tinggi, kejang karena kurang makan dan kurang gizi, akibat dari kesulitan ekonomi Jamiin dan Ladoh.

Saat Bernan sering sakit demam tinggi dan kejang, Jamiin hanya mampu membawa Bernan ke paranormal. Bukannya sembuh, sakit Bernan malah semakin parah.

Bernan sering sakit, Jamiin merasa bersalah melihat kondisi Bernan yang selalu menangis, sakit demam tinggi, dan kejang.

Sebagai seorang Ibu, Jamiin dapat merasakan yang dibutuhkan Bernan bukan dirinya tetapi sentuhan tangan dan dekapan Lince Ibu kandungnya.

Jamiin selalu merasa bersalah dalam menjalankan kehidupan rumah tangganya.

"Tuhan aku bersalah dan berdosa padamu Tuhan, demi kepentingan pribadi keluargaku, aku mampu membohongi diriku, naluri baik dan jiwa keibuanku. Aku salah Tuhan, sudah memisahkan antara anak dan Ibunya demi kepentingan pribadiku, hukumlah aku Tuhan." Jamiin berdo'a sambil menangis tersedu-sedu.

"Kenapa kau menangis Jamiin?" Tanya Ladoh.

Jamiin diam saja karena dia menyimpan rasa sedih, takut dan rasa bersalah pada dirinya terhadap apa yang sudah dilakukannya terhadap Bernan, Lince dan mengabaikan pesan nenek Bernan.

Jamiin sering melamun, menangis menyesali diri, karena takut suaminya Ladoh marah. Jamiin terus bekerja keras supaya dapat menolong biaya berobat Bernan dan kehidupan mereka sehari-hari untuk makan.

Jamiin tetap berusaha keras melanjutkan hidup bersama suaminya, membesarkan ketiga anak mereka serta Bernan.

Jamiin sangat menyayangi Bernan, karena rasa bersalah pada diri sendiri dan Lince. Jamiin selalu menampakkan kasih sayang yang berlebihan pada Bernan hingga membuat ketiga anaknya iri.

~Tujuh tahun kemudian~

Tujuh tahun kemudian, Jamiin hamil anak yang ke empat. Walaupun sedang kondisi hamil, Jamiin tetap beraktivitas seperti biasanya. Jamiin tetap bekerja keras jualan di pasar tradisional.

Saat ini, Bernan sudah masuk Sekolah Dasar (SD). Bernan tumbuh menjadi lelaki yang tampan, berbeda dengan anak kandung Jamiin dan Ladoh.

Bernan berkulit putih, berparas ganteng, hidung mancung, dan bibir merah. Ladoh sangat menyayangi Bernan, serta selalu mengajak Bernan pergi dihari libur ketempat kerjanya.

Ladoh selalu bangga memperkenalkan Bernan pada teman-teman kerjanya, karena Bernan anak yang baik selalu membantu Ladoh bekerja semampu tenaganya. Bernan juga disayang oleh kedua orang tua, dan sanak saudara Jamiin dan Ladoh.

Ibu Ladoh adalah seorang dukun ilmu hitam yang terkenal. Ibu Ladoh sangat menyayangi Bernan daripada cucu kandungnya sendiri yaitu anak Ladoh dan Jamiin.

Ibu Ladoh selalu meminta Bernan setiap libur dibawa ke kampungnya. Ladoh sering membawa Bernan ke kampung, sesuai permintaan Ibunya. Ladoh berharap Ibunya dapat membantu mengobati Bernan.

"Mak, aku minta tolong bantulah obati si Bernan ini, karena aku tidak punya uang untuk mengobatinya." Ucap Ladoh, memohon pada ibunya untuk kesembuhan Bernan.

"Bawalah Bernan ke kampung biar mamak obati, Bernan itu cucu kesayanganku." Jawab Ibu Ladoh.

Ladoh tersenyum mendengarkan kata Ibunya.

"Terimakasih Tuhan engkau sudah bantu melepaskan kesusahan ku untuk biaya berobat Bernan." Kata Ladoh dalam hati.

Setiap hari Sabtu, Bernan diantar Ladoh ke kampungnya. Minggu sore Bernan diantar Ibu Ladoh ke rumah Jamiin dan Ladoh.

Selama di rumah Ladoh, Ibu Ladoh mengantar Bernan ke sekolah walau berjalan kaki. Ibunya Ladoh dengan senang hati mengantar dan menjemput Bernan sekolah.

Ibu Ladoh selalu memberi Bernan Jajan ke sekolah dari uang yang dikumpulnya dari pendapatan orang berobat padanya.

Ibu Ladoh selalu membawa Bernan untuk mencari obat-obat yang dibutuhkannya untuk mengobati orang.

"Aku menyayangimu karena kau cucuku yang ganteng, rajin, patuh, baik hati tidak seperti cucuku yang lain." Puji Ibu Ladoh pada Bernan, cucu kesayangannya.

"Aku juga menyayangi nenek, karena nenek baik kepadaku, selalu memberiku jajan, dan mau mengantarku sekolah dan menjemput ku pulang sekolah." Jawab Bernan.

"Aku akan ikut denganmu kemana saja Bernan. Saat aku hilang dari muka bumi ini, aku akan menumpang dalam dirimu, jasad ku akan hilang dan tidak bisa di kuburkan di bumi ini, karena aku penganut ilmu hitam." Ucap Ibu Ladoh dalam hati.

Suatu hari, Ibu Ladoh sakit keras. Usia Ibu Ladoh adalah 115 tahun. Ilmu hitam Ibu Ladoh sudah diturunkan pada kakak Ladoh yang merawat Ibu Ladoh di kampung, yang bernama Darma.

"Darma mamak sudah tua, karena kau sudah merawat mamak, mamak hanya dapat memberikan kau ilmu mamak supaya kau yang meneruskan ilmu mamak ini untuk dapat menolong kehidupan rumah tanggamu." Pesan Ibu Ladoh pada anaknya yang bernama Darma.

Darma menganggukkan kepala tanda setuju.

Beberapa hari kemudian Ibu Ladoh meminta abang Ladoh untuk menjemput Ladoh.

Sesampainya dirumah Ladoh.

"Dek ikutlah dengan ku, hari ini kita pulang karena Ibu sakit keras. Ibu selalu memanggil-manggil namamu. Lalu Ibu menyuruhku menjemputmu dan Ibu juga minta Bernan juga dibawa." Pinta Darma pada Ladoh.

Ladoh langsung berkemas, dan pamit pada Jamiin untuk membawa Bernan menjumpai Ibunya bersama Darma.

Sampai di kampung, Ibu Ladoh senang melihat Ladoh dan Bernan datang.

"Ladoh mendekat lah bantu mamak, mamak mau duduk," pinta Ibu Ladoh yang sudah kesusahan untuk duduk.

"Baik Mak," kata Ladoh langsung mendekati Ibunya dan menolong Ibunya untuk duduk.

Kemudian Bernan mendekati neneknya, lalu mamak Ladoh mencium kedua pipi Bernan.

"Bernan, benarkah kau sayang pada nenek? nenek akan selalu ikut bersamamu kemana saja kau pergi karena nenek tidak mau jauh darimu nak. Bawalah aku selalu nak." Ucap Ibu Ladoh memohon pada Bernan.

"Nenek jangan tinggalkan aku, aku mau nenek selalu ada di dekatku, aku sayang nenek." Ucap Bernan sambil menangis.

Tidak lama pembicaraan Ibu Ladoh dan Bernan. Nafas Ibu Ladoh sesak. Ladoh memeluk Ibunya, memberi seteguk air kemudian Ibu Ladoh bersin tiga kali dan menghembuskan nafas terakhirnya.

Semua saudara Ladoh menjerit dan menangis termasuk Bernan. Pada hari ketiga, saat jasad Ibunya Ladoh mau dimasukan ke peti, dan akan diantar ke pemakaman, setelah dilihat ternyata mayatnya tidak ada.

Kejadian tersebut menggegerkan orang yang hadir.

Saat mayatnya Ibu Ladoh hilang, sakitnya Bernan kambuh. Bernan teriak-teriak seperti orang kemasukan, semua yang hadir ketakutan melihat Bernan.

Empat jam kemudian Bernan sadar, Bernan tidak bisa menggerakkan badannya. Semua badannya kaku dan sakit, Bernan tidak bisa berdiri, dan jalan.

Esok paginya, setelah Bernan sehat lagi, Ladoh segera kembali membawa Bernan pulang, karena Jamiin selalu menanyakan Bernan dan Jamiin juga mau melahirkan anak ke empatnya.

Penderitaan Bernan

Saat Jamiin melahirkan anak mereka yang ke empat, Ladoh panik karena tidak ada uang untuk Jamiin melahirkan anaknya di rumah sakit.

Ladoh buru-buru pergi menjemput dukun beranak, tak lama kemudian Jamiin sudah melahirkan anak ke empatnya dengan selamat.

Anak keempat Jamiin dan Ladoh yang lahir adalah perempuan yang diberi nama Cristin. Sikap Jamiin tidak berubah pada Bernan, Jamiin tetap saja peduli dengan Bernan, di hati Jamiin Bernan selalu ada tempat khusus untuknya.

Perhatian Jamiin tercurah penuh pada Bernan, Jamiin menanyakan Bernan terus pada suaminya. Jamiin khawatir dengan kesehatan Bernan, karena Bernan selalu sakit demam tinggi, kejang, dan muntah darah.

Selama ini Bernan mengidap penyakit yang mengerikan. Penyakit yang tiba-tiba membuat Bernan terjatuh, teriak-teriak, melolong seperti serigala, mengaum seperti harimau, tangan mencakar seperti binatang.

Mendengus mengeluarkan suara seperti babi, mengeluarkan air kencing yang banyak, terbang dengan gerakan kepala miring ke kanan lalu  membenturkan kepala kearah sasaran yang keras, seperti dinding tembok ruangan, sudut lemari dan plafon ruangan.

Lalu muntah darah yang banyak, menjilatnya kembali, membuka pakaian yang ada pada tubuhnya, hingga tidak ada satupun pakaian yang melekat pada tubuhnya.

Menggigil kedinginan, menggulung badan dengan kain seprai, tidak mau dipasangkan pakaiannya kembali, ketika dipasangkan pakaiannya melawan kedua kakinya menendang, dan berteriak.

"Maaaaaak, aduh maaaaaak." Teriak Bernan sambil memegang kemaluannya.

Setelah itu matanya melihat ada sesosok makhluk yang datang dimana semua ruangan mengeluarkan aroma bau harimau yang menyengat.

Kemudian Bernan tertidur pulas sampai enam jam setelah sadar tidak bisa bangun. Semua anggota tubuhnya sakit, bangun dibangunkan, jalan dipapah, berdiri lama tidak sanggup, seluruh anggota tubuh kaku, hingga tidak bisa dilepas sendiri dan harus selalu didampingi sampai Bernan pulih.

Penyakit Bernan ini datang tidak melihat waktu, kadang sedang tidur nyenyak Bernan bisa terbang ke plafon rumah lalu jatuh terhempas dan terluka. Kejang-kejang, tidak sadarkan diri, setelah sadar Bernan lumpuh selama dua sampai enam hari.

Kambuhnya sakit Bernan ini tidak tentu, bisa waktu sedang tidur, duduk, berdiri dan dalam mobil juga bisa kambuh.

Jamiin tidak mampu membawa Bernan ke rumah sakit. Setiap Bernan sakit Jamiin selalu membawa Bernan berobat ke paranormal.

Hasil dari pengobatan dengan paranormal, dukun, alternatif tidak lama waktu sembuhnya. Sehingga Jamiin dan Ladoh kewalahan dengan biaya berobat Bernan yang sangat tinggi.

Karena tidak punya biaya lagi untuk mengobati Bernan, Jamiin dan Ladoh pasrah, membiarkan Bernan dengan sakit mengerikannya.

Penyakit Bernan semakin hari semakin parah dan tidak ada tanda-tanda kesembuhan. Walau keadaan Bernan sakit yang menyiksa dirinya lahir dan bathin, Bernan tetap berusaha terus untuk bisa sembuh.

Bernan anak yang gigih dan selalu tegar menjalani hidup layaknya seperti anak kebanyakan seusianya.

Walau Bernan tertekan sering diejek teman-teman disekolah, begitu juga dengan anak-anak Ibu Jamiin dan Pak Ladoh yang suka mengejek Bernan.

"Bernan penyakitan," ejek teman dan anak-anak Jamiin.

Bernan tetap tegar, tidak peduli siapapun yang mengejek dan menertawakannya.

Waktu terus berjalan tanpa terasa Bernan sudah duduk dibangku kelas tiga SD.

Untuk memenuhi kebutuhan sekolahnya, Bernan sekolah sambil bekerja serabutan. Tanpa rasa malu, Bernan bekerja sebagai tukang sapu tempat ibadah, semir sepatu, tukang parkir, membersihkan kandang bebek, kandang babi dan kuli bangunan.

Semua itu Bernan kerjakan untuk dapat membeli buku, obat, ongkos naik becak ke sekolah, jajan dan beli beras 1-2 kg untuk membantu Jamiin dan Ladoh.

Bernan sering tidak jajan disekolah supaya bisa membeli lauk untuk makan dirumah, karena Bernan suka menemukan Jamiin memberinya makan nasi dengan garam dan makan nasi dengan kecap.

Oleh karena itu, Bernan rajin bekerja, membatu keluarga Jamiin dan Ladoh untuk bisa membeli beras sekilo atau dua kilo untuk di makan.

Berbeda dengan anak Jamiin dan Ladoh yang suka bersenang-senang saat pulang sekolah dan tidak mau membantu orang tuanya.

Bagi Bernan apa saja yang bisa dilakukan selama itu bisa menghasilkan uang yang halal. Bernan selalu senang, walau sakit yang menyiksa lahir dan batinnya selalu mengganggunya.

Bernan tetap tenang dan selalu berdoa.

"Tuhan sembuhkanlah aku dari sakit ini," ucap Bernan dalam hati sambil menangis.

Pada suatu hari, ada lelaki paruh baya yang menemukan Bernan dalam keadaan bersimbah darah, tertidur di depan tempat berdoa.

Karena sudah beberapa kali lelaki tersebut melihat Bernan bersimbah darah, badan sosial tempat ibadah tersebut membantu biaya pengobatan Bernan, serta membawa Bernan ke rumah sakit.

Hasil dari pemeriksaan dokter, Bernan di vonis terkena penyakit kanker otak. Dokter menyarankan untuk melanjutkan tindakan operasi, tapi dana bantuan sosial tidak mencukupi untuk biaya operasi.

Bernan tetap semangat dan tegar, selalu bersyukur dengan bantuan yang diterima dari tempat ibadah.

Sakit yang menyerang Bernan tetap saja tidak ada perubahan. Bernan semakin hari, semakin parah sakitnya. Setiap sakit, Bernan selalu berperilaku aneh, menakutkan bagi yang melihatnya.

Mata bersinar merah terbelalak ketarik keatas, mulut ketarik kesamping dengan melolong seperti serigala, muntah darah, menjilat kembali muntah darah yang keluar dari mulutnya yang berserakan dilantai. Merangkak, mengaum seperti harimau, melolong, menggigil kedinginan, sambil kencing di celana, membuka baju tanpa sehelai benang pun badan merasa kepanasan semua itu terjadi dalam keadaan Bernan tidak sadar.

Waktu penyakit ini datang, Bernan tidak pernah tau, setelah sadar seluruh tubuh Bernan lemas seperti tidak punya kekuatan.

Bernan menjalani hidup tanpa mengeluh. Bernan anak yang kreatif, pintar, dan sabar.

Pulang sekolah Bernan selalu mencari kegiatan yang dapat menghasilkan uang. Untuk biaya kebutuhan sekolahnya menolong Jamiin dan Ladoh.

Bernan membagi waktu belajar dan bekerja. Bernan bekerja serabutan yang halal, menghasilkan uang untuk membeli beras, lauk, memenuhi kebutuhan sekolah dan membantu kebutuhan dirumah Jamiin dan Ladoh.

Selama di SLTP Bernan disayang oleh guru, teman juara disekolah. Bernan memiliki banyak teman semasa SLTP karena Bernan anak yang berprestasi.

Selama di SLTP Bernan sering sakit, dan libur sekolah. Jamiin selalu membawa pengobatan Bernan ke paranormal.

Semua usaha Jamiin dan Ladoh belum berhasil. Bernan semakin sakit parah. Sakit Bernan ini pernah kambuh disekolah hingga guru, teman-teman Bernan heran melihat Bernan sakit aneh.

Bernan yang berparas, ganteng, tinggi, kulit putih bersih semula sering dilirik para gadis remaja di sekolahnya, berubah menjadi pembicaraan para teman-teman perempuannya.

"Ganteng tapi sayang penyakitan," ejek teman-teman sekolahnya.

Bernan tetap tegar tidak menghiraukan kata-kata dan ejekan teman-temannya. Bernan berhasil menyelesaikan sekolah di SLTP dengan nilai yang sangat memuaskan dan berprestasi walau sakit yang mengerikan membebaninya lahir dan batin.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!