NovelToon NovelToon

Bosku Pembalap Posesif

Bab 1 : Kemenangan Pertama

Letta menatap ke atas sana, tangan perempuan cantik berusia akhir empat puluhan tahun itu tak berhenti menengadah ke atas.

Di depan sana, anak keduanya Kanaka Harvey sedang bersiap memutar gas dan melakukan balapan profesionalnya untuk pertama kalinya.

Sudah jadi kesepakatan bersama dengan Devano suaminya untuk membebaskan semua anak-anak nya memilih masa depan sesuai impian mereka masing-masing.

Kanaka melihat ke arah tribun, menatap keluarganya yang duduk disana memberi dukungan kepadanya.

Sejak Naka masuk ke garis start, ia sudah melihat Mimo nya mengangkat tangan memohon perlindungan dari Yang Maha Kuasa untuknya.

Satu anugerah terbesar untuk mereka memiliki orang tua sehebat Pipo dan Mimo, mereka.... mengerti keinginan anak-anaknya.

Pemimpin balapan sudah memberi sinyal bahwa balapan segera akan dimulai, om Ali selaku pelatih dan juga managernya pun sudah memberi aba-aba melalui mic wireless yang terpasang di telinganya untuk alat komunikasi mereka.

Kanaka menegang, lampu tanda start sudah dinyalakan dan wusss.... Kanaka melesat menunggangi kendaraannya dengan kecepatan maksimal.

Kali ini dia harus menyelesaikan lima belas putaran untuk sampai ke garis finish dan Kanaka bertekad akan membuktikan diri ke Mimo nya bahwa ia tak salah memilih jalan.

Putaran terakhir dan Kanaka masih berada di posisi ketiga, dua lawannya hanya berjarak beberapa meter di depannya.

Kanaka menatap kedepan dan sekali lagi dia menarik gasnya dan melesat cepat bahkan melewati kedua pembalap senior yang berada di depannya itu.

Wussss.... dan Kanaka jadi pembalap pertama yang memasuki garis finish, dia mengangkat ban depan motornya dan melakukan selebrasi kemenangan.

"Yes.... yes, good job son." Suara Ali terdengar di wireless yang Kanaka pakai.

"Amazing om, amazing!" balas Kanaka dengan suara penuh euforia.

Yah sejak menjejakkan kaki di dunia balap selama dua tahun, baru kali ini Kanaka meraih kemenangannya, memang di kelas amatir Kanaka sudah membuktikan diri, tapi disini? Ia akhirnya membuktikan diri sebagai yang tercepat.

Di tribun, Devano memeluk sang istri dengan bahagia karena kemenangan Kanaka, Letta dan Keiko bahkan sudah jingkrak-jingkrak karena torehan prestasi ini.

Sedang Kenzo si kakak pertama yang irit bicara itu hanya bertepuk tangan dan menatap adiknya yang sedang melakukan selebrasi itu dengan menggelengkan kepala dan..... kagum tentu saja.

Tak lama setelah semua pembalap memasuki pit, Kanaka dan kedua pembalap yang finish sebagai terdepan itu, berdiri di atas panggung dan menerima piala.

"Mo... mas Naka keren!" teriak Keiko melihat kakak kesayangannya itu sedang mengangkat pialanya tinggi-tinggi.

Sekali lagi Letta terharu, ibu tiga anak itu sampai meneteskan airmata melihat keberhasilan Kanaka.

Malam harinya, keluarga Devano merayakan kemenangan Kanaka dengan makan malam bersama.

"Mimo bangga sama kamu mas," puji Letta menatap anak keduanya itu dengan tatapan bangga.

"Thanks ya Mo, udah mendoakan Naka sejak Naka start tadi," ucap Kanaka tulus.

Mimo hanya tersenyum tipis, dia pasti mendoakan keselamatan keluarganya apalagi karier yang diambil Kanaka adalah jalan ini, meskipun Letta juga tahu bahwa Kanaka diperlengkapi dengan perlengkapan keselamatan tapi tetap saja sebagai ibu, Letta tentu khawatir.

"Sekarang mas Kenzo ada saingannya," ledek Keiko kepada si kakak kedua.

"Saingan apa?" tanya Kenzo datar.

"Ada yang nyaingin mas Kenzo naruh piala di lemari Mimo," jawab Keiko santai.

"Cckk apaan sih nggak jelas!" omel Kenzo kesal, pasalnya dia kan memang tak berniat memperoleh piala terus, maklumlah otaknya memang seencer itu hingga membuat dia menang lomba cerdas tangkas terus.

"Gimana mas, masih enjoy di dunia ini, belum mau bergeser ke dunia bisnis?" tanya Letta mengalihkan pembicaraan.

"Nanti ya Mo, setelah aku lulus kuliah, aku baru join ke perusahaan peninggalan opa, sekarang pengen puas-puasin di balap dulu," jawab Kanaka diplomatis.

"Ya asal jangan keterusan aja ya mas," sahut Letta cepat.

Devano hanya bisa menipiskan bibir melihat Letta mulai menagih janji kepada Kanaka saat dulu anak keduanya itu menyediakan diri untuk masuk ke perusahaan opanya.

Kanaka hanya mengulas senyum manis, tentu ingat akan janjinya dulu kepada orang tuanya.

Jika nanti tiba saatnya dia akan bergabung di perusahaan itu tapi bukan saat ini, saat ini dia ingin puas-puasin balapan dulu.

***

Pagi ini di kampus tempat Kanaka menimba ilmu, kabar tentang Kanaka Harvey yang kemarin memenangkan perlombaan balap tingkat nasional itu telah menyebar.

Kalau biasanya saat Kanaka belumlah se terkenal sekarang saja, dia sudah jadi primadona di kampus ini, lalu bagaimana dengan sekarang saat dia sudah jadi juara?

Lihat saja orang-orang yang bergelar 'mahkluk Tuhan paling seksi' itu sontak menatap kemanapun kaki Kanaka melangkah.

"Ash* berasa jadi artis gue!" umpat Sensen emosi melihat teman-teman perempuan di kampusnya menatap penuh pemujaan terhadap Kanaka.

"Anggep aja patung yang ngeliatin kita, santuy!" sahut Kanaka santai.

"Bangsa*! Enak banget ngomongnya Ka, patung mana ada yang kecentilan kayak gitu!" sahut Aldi emosi melihat betapa cuek dan santainya Kanaka itu sambil menunjuk gestur adik kelas yang blingsatan kayak cacing kepanasan.

"Terus mesti gimana? Namanya juga hak asasi manusia mas, masak kita larang mereka ngeliatin pakai mata mereka sendiri?" tanya Kanaka sambil menautkan alis, tak peduli meski dia jadi bahan omongan orang-orang itu.

"Susah kalo ngomong sama orang ganteng yak?!" ketus Arlan.

"Makanya Lan, kita kudu sering-sering ke salon agar kita nggak kebanting sama temen kita yang satu itu," ucap Sensen kemudian.

"Biar nggak kebanting mending kita oplas aja nyok?" ajak Aldi membuat dia dianiaya oleh teman-teman nya karena ke-absurd-tan nya itu.

Brug.... kopi di tangan Kanaka terjatuh karena disenggol seseorang.

"Eh maaf, maaf nggak sengaja," ucap cewek dengan dandanan sederhana dan rambutnya dicepol tinggi, agaknya dia buru-buru hingga menabrak Kanaka.

"Woi mata kalo jalan dipakai dong!" ketus Aldi kesal.

"Sorry, gue buru-buru mau ketemu pembimbing, nanti gue ganti ya." Lalu cewek itu melesat pergi meninggalkan mereka.

"Woi.... Woi.... jangan kabur lo!" teriak Arlan yang tidak dipedulikan oleh cewek itu.

"Udahlah, timbang kopi doang kok," tegur Kanaka pelan.

"Halah, pura-pura aja sih dia, palingan emang disengaja biar besok bisa nemuin lo lagi!"

"Udah ah biarin aja!"

Kanaka melihat ke arah cewek tadi menghilang, rasanya tuh..... um, aneh saja!

_________

Hai-hai semua, nih aku terbitin cerita khusus Kanaka Harvey ya guys.

Semoga saja ceritanya lebih menarik dari novel ku sebelumnya.

Thanks untuk semua yang sudah mengikuti aku di IG, di novel toon, pokoknya kalian the best deh.

Salah sayang buat kalian semuanya yah.....

Bab 2 : Pemuja setia

"Re.....!" goncangan itu semakin keras Rere rasakan di badannya.

Rere menguap, berniat kembali memejamkan mata, saat suara sang ibu mengingatkan janji temu dengan seseorang.

"Katanya mau ketemu mas Damar buat ngajuin persetujuan magang."

Serta merta Rere loncat dari atas tempat tidurnya, nyaris terjerembab karena kakinya tersangkut selimutnya.

"Astaga anak ini, kenapa sih ceroboh mulu kerjaannya!" omel ibu sambil pergi keluar dari kamar putri semata wayangnya itu.

Rere melirik jam yang ada di atas nakas, jam sembilan lebih beberapa menit, kalau ia buru-buru pasti ia bisa mengejar dosen pembimbing sekaligus kakak sahabatnya yang terkenal sibuk karena sekarang juga mengampu mata kuliah untuk mahasiswa S2.

Tak ingin melewatkan kesempatan ini, Rere buru-buru membasuh badannya tanpa mempedulikan rambutnya yang lengket akibat tersiram hujan semalam, kalau ia keramas sudah pasti ia akan telat, yang terpenting sekarang dia harus mendapat tanda tangan dari pak Damar, yang lain gampanglah.

Rere melajukan motor matic nya dengan ugal-ugalan, sesampainya di kampus ia memarkirkan motornya sembarangan, tinggal lima menit waktu yang tersisa atau dia akan kehilangan kesempatan lagi.

Brug........ Rere menabrak seseorang.

'Bangsa*! ' makinya dalam hati, sedang buru-buru dan selalu ada halangan, sialan memang.

Rere mendongak menatap sosok jangkung yang baru saja dia tabrak dan ia tumpahkan kopi di tangannya itu.

"Woi... kalo jalan pakai mata dong!" Biasa antek-antek Kanaka lebih galak dari bosnya yang terkenal dingin dan irit bicara itu.

Tak ingin membuang waktu karena memang waktu yang ia miliki hampir habis, Rere tak menanggapi panggilan antek-antek tersebut dan terus berlari.

Sampai di depan ruang pak Damar, Rere mengatur nafasnya pelan lalu mendorong pintunya.

Rere membeku, di depan Damar sekarang duduk salah satu teman Rere yang sedang meminta bimbingan kepada Damar.

'Damn it!' lagi-lagi Rere kalah cepat dengan teman yang lain.

Tepat jam 9.30 pintu di depannya terbuka, dan tanpa permisi Rere langsung merangsek masuk untuk melakukan konsultasi.

Damar menatap horor ke arah Rere yang melemparkan senyum manisnya kepada Damar.

"Bang.... maksud saya pak Damar, saya mau konsultasi," ucap Rere sopan sambil duduk di depan Damar.

Dengan gerakan yang sengaja di dramatisir, Damar melihat jam yang melingkar di tangannya.

"Please lah bang, aku udah nungguin abang dari kapan tahu buat konsul loh," rayu Rere melepaskan bahasa formalitas untuk menunjukkan kedekatan mereka.

"Aku heran sih sama kamu, kayak nggak niat aja buat kuliah, masih niat lulus nggak sih?!" omel Damar pelan.

"Ya masihlah bang, pengen buru-buru malah, biar cepat lulus terus kerja bantuin ibu cari nafkah," jawab Rere serius.

Kalau sudah begini Damar hanya bisa menghela nafas panjang, kenyataannya memang hidup Rere tak mudah sejak ayahnya meninggal dunia beberapa tahun silam.

Tapi Damar juga tak ingin memberikan kemudahan kepada mahasiswanya meski dia kenal dekat dengan orang itu.

Damar meraih surat persetujuan magang yang disodorkan oleh Rere, lalu membacanya dengan seksama.

"Nggak salah ngajuin magang ke Aurora Persada company? Bukannya susah nembus kesana?" tanya Damar sambil menatap intens ke Rere.

"Dicoba dulu pak," jawab Rere memakai bahasa formal lagi.

"Bukannya wasting time Re, kalo ditolak kamu harus mulai lagi dari nol lho," ucap Damar memberi masukan.

"Tapi kalau diterima, kans untuk jadi karyawan tetap besar juga lho pak," sahut Rere keras kepala.

"Yang penting saya udah kasih masukan ya, jangan salahin saya kalo kamu ditolak oleh mereka dan bakalan kesulitan menemui saya, karena saya mau sekolah lagi ambil doctor."

Glek..... Rere menelan ludahnya kasar, tapi dia tak ingin mundur, bayang-bayang bekerja di perusahaan itu yang jaminan kesejahteraan karyawannya sangat memuaskan menari-nari di depan matanya.

"Saya optimis pak!" sahut Rere tegas.

"Ya sudahlah kalau kamu optimis, saya harap sih kamu keterima, apalagi melihat nilai-nilai kamu yang sangat memuaskan itu," ucap Damar lalu membubuhkan tanda tangan di kertas proposal yang Rere ajukan.

Setelah mengucapkan terimakasih berulang kali, Rere pun keluar dari ruangan dosen pembimbingnya itu.

Di depan ruang tersebut, Dewinta sudah menunggu dan melemparkan senyum lebarnya menyambut Rere.

"Gimana? Di acc ama abang gue nggak?" tanya Dewinta penasaran.

"Um.... Um.... " jawab Rere sekedar memberi teka teki agar Dewinta penasaran.

"Nggak diacc ya, sini biar gue yang maju!" ketus Dewinta kesal.

"Lagak lo kayak pahlawan aja! Nilai lo aja cuman C plus di matkul nya dia, sok-sok an mau bantuin maju, yang ada lo digibeng! Hahaha." ledek Rere bikin Dewinta cemberut.

"Beneran ih, ditanyain juga!"

"Acc Dew, Acc!" sahut Rere sambil jingkrak-jingkrak.

Dewinta menutup mulutnya surprise banget kakaknya tidak banyak komplain seperti terhadap mahasiswa lainnya apabila menurutnya proposal yang diajukan tak sesuai.

Dengan perasaan membuncah Rere dan Dewinta berjalan bergandengan.

Tujuan utamanya datang ke kampus pagi-pagi sudah tercapai, Rere tiba-tiba teringat harus membelikan kopi gantinya kopi Kanaka yang tadi dia tumpahkan tanpa sengaja.

"Ke kedai kopi dulu Dew," ucap Rere sambil menyeret langkah Dewinta memasuki kedai kopi kekinian yang hanya ada satu-satunya di kampus mereka.

"Tumben lo jajan kopi mehong?" tanya Dewinta kepo.

"Mau gantiin kopinya Kanaka yang tadi gue tumpahin," jawab Rere santai.

"Hah! Lo numpahin kopinya Kanaka? Kok bisa?" jerit Dewinta panik membuat hampir semua penghuni kafe itu menoleh ke mereka.

"Bacot kecilin Dew! Hampir semua mahkluk di kampus ini pemuja setianya Kanaka," bisik Rere sambil memelototkan mata jengah.

"Ups sorry, kelepasan, hehehe," sahut Dewinta cengengesan.

Rere merotasi matanya jengah, sudah bukan rahasia umum lagi kalau sahabatnya ini suka bicara tanpa filter.

Setelah pesanan mereka selesai, Rere dan Dewinta berjalan keluar dari kafe sambil menenteng kopi untuk Kanaka.

Demi menghemat pengeluaran, Rere sengaja membeli kopi untuk Kanaka dan Dewinta, dirinya? Cukup kopi sachetan saja.

Disana di depan ruangan kelas yang paling ujung, Kanaka dan teman-temannya sedang asyik nongkrong sambil tertawa-tawa, Rere mendekat bukan ingin menarik perhatian Kanaka seperti teman-temannya yang lain, Rere bermaksud mengganti kopi yang ia tumpahkan tadi.

"Um Kanaka," panggil Rere ragu-ragu.

Kanaka mendongak, menatap Rere dengan alis bertaut, Kanaka menunggu kalimat lanjutan yang akan diucapkan oleh Rere.

"Ini gantinya kopi lo yang tadi kesenggol gue." Rere menyodorkan kopi ke Kanaka.

Kanaka menatap malas kopi yang disodorkan oleh Rere, tak ada dalam kamusnya menerima pemberian cewek yang tidak ia kenal.

"Ini." Rere kembali menyodorkan kopi itu ke Kanaka yang tak digubris oleh cowok itu.

Bukan kali pertama, kedua atau entah keberapa kali Kanaka menolak pemberian penggemarnya yang kadang diluar nalar itu.

Rere melongo karena pemberiannya diabaikan oleh Kanaka, sampai semua perhatian orang teralihkan oleh suara perempuan yang memanggil Kanaka dari arah fakultas lain.

______

Hohoho.... updatenya slowly ya guys, sambil ngetik sambil mikir mau dibawa kemana mereka hahaha.

Betewe makasih banget kalian membuat semangat ku yang awalnya mlempem jadi kriuk lagi.

Enjoy this novel ya.... muahhhh

Bab 3 : High Quality Jomblo

Keiko berlari menghampiri Kanaka yang sedang nongkrong di depan kelasnya.

Dia berjalan cepat menghampiri sang kakak tanpa mempedulikan tatapan penasaran dari penghuni kampus ini.

Sengaja? Iya memang Keiko sengaja membuat cemburu makhluk sejenis dirinya yang iri atas kedekatan mereka, mumpung orang-orang belum tahu kalau mereka bersaudara kan, jadi manfaatkan momen ini sebaik-baiknya.

Dengan posesif Keiko memeluk lengan sang kakak, melirik perempuan di dekat kakaknya yang tampak kikuk sambil memegang cup kopi di tangannya.

Dewinta menarik lengan Rere untuk mejauh dari hadapan Kanaka, merasa dirinya dan sahabatnya hanya seperti butiran debu di mata Kanaka dan teman-temannya.

"Siapa yang bisa nyaingin ceweknya Kanaka yang high quality itu ya Re, gitu aja masih pada berebut perhatian darinya," bisik Dewinta sambil menyesap rakus kopinya, haus? Ya Dewinta kehausan melihat penampakan Keiko yang wow itu.

Rere bergeming, membiarkan sahabatnya itu mengoceh sesuka hati, mungkin Dewinta sedang mengadu karena tak pernah sekalipun dilirik oleh Kanaka.

Rere sendiri memilih tak menaruh hatinya pada apapun atau siapapun yang berada jauh dari jangkauannya, bagi Rere sendiri prioritas utamanya adalah secepatnya lulus kuliah dan bekerja untuk membantu menopang perekonomian keluarganya yang rapuh sejak ayahnya meninggal dunia.

"Lo denger omongan gue nggak sih Re?!" tanya Dewinta ketus.

"Denger Dew, kuping gue nggak budek!" jawab Rere tak kalah ketus, capek sih mendengar Dewinta yang terus memuja-muja Kanaka seperti tak ada cowok lain selain cowok itu di muka dunia ini.

"Tapi mulai sekarang gue harus realistis Re, gue harus mengubur semua impian gue," ucap Dewinta membuat Rere mendengus frustasi, pasalnya janji itu hanyalah janji yang tak akan Dewinta tepati, karena Kanaka terlalu indah untuk dilupakan, hahahaha.

Sementara Kanaka yang melihat adek perempuannya menempel seperti itu, hanya menggusah nafas pasrah, pasalnya memang sebagai anak bungsu, Keiko terbiasa dimanja oleh semua orang.

"Ngapain nyamperin mas kesini?" tanya Kanaka lembut.

"Mas Naka masih ada kelas nggak?" Keiko balik bertanya.

"Ditanya malah balik tanya lagi," ketus Kanaka jengah.

"Kei.... Kamu jangan mesra-mesra sama Naka lho, dijambak sama penggemarnya dia nanti," celetuk Arlan sambil tersenyum manis.

"Kalo ada yang berani jambak aku, langsung aku coret merah dari daftar calonnya kakakku wek," balas Keiko santai.

"Kamu nggak pulang dek?" tanya Kanaka.

"Mau bareng mas Naka, Mimo tiba-tiba ada urusan sama kak Vio ngurusin pameran katanya," jawab Keiko.

"Ya udah yuk kita pulang, jangan kebanyakan bergaul sama mereka-mereka ini, takutnya kamu ketularan rusak," ucap Kanaka santai sambil membenahi bawaan Keiko dan menggandeng sang adik bersiap pergi dari sana.

"Kacrut lo Ka, gitu amat ngatain kitanya," celetuk Sensen kesal, pasalnya dia ingin pedekate sama Keiko, tapi Kanaka posesif habis sama adiknya itu, semua kudu di screening sama dia dan Kenzo dulu.

"Gue balik!" pamit Kanaka sambil menarik tangan Keiko pergi dari sana.

"Mass.... " panggil Keiko.

"Hmmm.... "

"Cewek tadi siapa?"

"Yang mana?"

"Yang tadi ngasih kopi ke mas tadi," jawab Keiko gemas sendiri.

"Nggak tahu, nggak peduli juga, banyak yang begituan jadi udah nggak kaget."

"Oh... " Keiko manggut-manggut mengerti bahwa kakak-kakak nya masuk ke high quality jomblo, banyak yang merebutkan tapi tak ada yang kecantol satu pun dengan mereka.

"Calista titip salam," ucap Keiko lagi saat sudah ada di boncengan sang kakak.

"Kasih ke mas Kenzo aja," sahut Kanaka sambil sedikit menolehkan kepala agar Keiko mendengar suaranya.

"Naksirnya sama kamu mas, bukan sama mas Kenzo!" dengus Keiko kesal.

"Aku belum minat pacaran dek, males aja harus direpotin sama cewek," tolak Kanaka lembut.

"TTM man dulu aja mas,"

"Huh nggak ah!"

***

Pagi ini Kanaka sudah rapi dengan baju lengan panjangnya dipadukan dengan celana bahan, siap menghadap Vetsa di Aurora Persada.

Meski enggan untuk segera masuk ke perusahaan tersebut, tapi mau tidak mau Kanaka harus masuk kesana, semua demi tugas magang dari kampusnya.

Sebenarnya selain di Aurora pun, Kanaka bisa magang di perusahaan Piponya, tapi Kanaka pikir lebih baik langsung terjun ke tempat dimana nanti dia berkarir.

"Sarapan dulu mas." Mimo terlihat sedang mondar-mandir ke dapur dan ke meja makan, sekedar untuk menata sarapan untuk keluarganya.

"Yang lain mana Mo?" tanya Kanaka sambil duduk dan mengambil piring untuk diisi nasi goreng.

"Pipo udah jalan pagi-pagi ama mas Kenzo, mau ke Bandung katanya," jawab Letta sambil menemani Kanaka sarapan.

"Kei?" tanya Kanaka karena adiknya yang berisik itu belum menampakkan batang hidungnya.

"Masih tidur, nggak ada kuliah pagi katanya," jawab Mimo.

Kanaka manggut-manggut sambil menyendok sarapannya.

"Emang kamu pacaran ama Calista mas?"

"Uhuk.... uhuk... " Kanaka mengambil air putih di depannya dan meneguknya dengan rakus.

"Mimo jangan dengerin Keiko!" sahut Kanaka setelah tenggorokannya tak terasa panas lagi.

"Mimo sih setuju lho kamu sama Calista, anaknya baik, dari keluarga baik, pinter pula," kata Letta santai.

"Mas Kenzo dulu lah Mo, aku belum tertarik sama yang begituan," sahut Kanaka dengan mendengus pelan karena perempuan modelan Calista itu bukan tipenya banget, cerewet, kecentilan, ash tidak minat banget pokoknya.

"Aku berangkat dulu ya Mo." Buru-buru Kanaka menyelesaikan sarapannya dan berniat berlalu dari depan Mimo nya.

"Salamin ke uncle Vetsa!" teriak Letta saat melihat anaknya cepat-cepat pergi kalau diajak membicarakan perempuan.

Kanaka menarik gasnya dan pergi menuju ke gedung Aurora corp yang menjulang tinggi, disana seperti kebanyakan tamu, Kanaka harus menukar ID cardnya dengan kartu akses untuk masuk ke area gedung tersebut.

Tanpa sengaja Kanaka melihat penampakan perempuan yang beberapa hari yang lalu menumpahkan kopi di tangannya.

"Ngapain dia disini?!" tanya Kanaka sambil mengeryitkan kening bingung.

Tapi pada dasarnya memang Kanaka bukan tipe cowok yang kepo dengan urusan orang lain, Kanaka memilih melangkah menuju lantai dimana ruangan uncle nya berada.

Baru masuk ke dalam lift, tapi suara berisik perempuan yang ada di dalam lift itu membuat Kanaka menebalkan kuping.

Agaknya perempuan-perempuan itu mengenali Kanaka sebagai salah satu pembalap yang cukup tersohor di kota ini.

Tak ingin ambil pusing dengan ghibahan tak bermanfaat cewek-cewek di belakangnya itu, Kanaka tetap cuek dan tak mempedulikan suara berisik yang menganggu pendengarannya.

"Namanya juga high quality jomblo, kita mah kayak butiran debu di matanya, nggak bakalan dilirik deh!"

Kanaka menatap horor ke belakang, mencari orang yang sembarangan melemparkan kalimat tak mengenakan tadi.

____________

Kira-kira siapa yang berani mengatain Kanaka seperti itu ya?

Seneng banget bisa berkarya lagi....

Makasih buat semua yang selalu support aku.

Muachh.... muach

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!