BAB 1_Aplikasi Online Dating
“Oliv! Olivia! Ol! Bantu aku dong……”
Berat sekali rasanya membuka mata setelah semalaman begadang. Suara panik dengan bed yang bergoyang mengharuskan Olivia membuka matanya. Mei, teman sekamar Olivia ini tiba-tiba datang dari luar dan mengguncang lengan Olivia.
“Ufff……. Hm…? Kenapa, Mei? Hari ini aku gak ada jadwal training,” Olivia menguap lebar dengan satu mata masih mengatup. Dia menarik kembali selimut yang sudah ditarik oleh temannya itu.
“Yeah, I know--- Bangun bentar dong Oliv. Urgent nih… Lagi butuh bantuan. Buka matanya dong Oliv…… Please……” Mei masih berlanjut mengguncang lengan Olivia sampai Olivia membuka kedua matanya.
“Kenapa sih, Mei? Jam berapa sekarang?” menengok jam weker yang menunjukan pukul 10 pagi. Berlanjut mengucek mata sampai penglihatannya jelas. Layar ponsel yang dipegang oleh Mei itu rupanya ada video call yang menyala. Seorang laki-laki sedang memperhatikannya dengan senyuman lebar. “Itu siapa?” tanya Olivia menujukan pandangannya ke layar ponselnya Mei.
“Ini--- Dante,” Mei mengangkat ponselnya agar bisa lebih dilihat oleh Olivia. “Say Hi to Dante, Oliv!” Mei membujuk dengan senyuman yang dipaksakan, matanya membulat semakin memaksa Olivia agar keingingannya diikuti Olivia. Tapi masih saja Olivia dalam mode wajah mengumpulkan nyawa. “Em--- Dante, This is Olivia. Olivia is my friend. She will come to see you,” ucap Mei membuat Olivia mengrenyitkan kedua alisnya.
“Maksudnya?” tanya Olivia dengan nada pelan. Mei seakan menghiraukan pertanyaan Olivia. Mei sedang berfokus memperhatikan ekspresi Dante yang nampak tersenyum lebar.
“What do you think about my friend? Do you agree? If yes…… I will arrange, so you can meet up with her.” Semakin tidak jelas apa yg diucap Mei bagi Olivia.
“What meet up? Siapa yang mau ketemu?” Kesadaran Olivia sedikit demi sedikit mulai terkumpul. “Siapa laki-laki ini?” tanya Olivia berlanjut menarik nafas panjang.
“Yes! Agree. She is beautiful,” ucap laki-laki pada saluran video call itu.
“Super! Thank you, Dante! I will call you soon. I have to explain to my friend. See you……! Bye Byeeee!” ucap Mei melambaikan tangan dan berlanjut mematikan video call itu. Mei sangat senang dan menjadi lega. Akhirnya sesuatu yang dia rencanakan akan membuahkan hasil.
“Siapa itu tadi?” tanya Olivia lebih intens. Masih dengan tanggapan yang sama, Mei cekikian membayangkan sesuatu.
“Dia Dante. Gimana menurutmu? Keren kan? Good looking kan?” sambung Mei memburu pertanyaan.
“---Not bad---” Olivia mengingat wajah laki-laki di ponsel barusan.
PROK! “Super!”Mei bertepuk tangan semakin semangat dengan rencananya.
“Apa? Super apaan? Pasti ada yang kamu rencanakan. Aku bisa merasakan pasti hal-hal yang gak bagus nih, ya kan?” menebak sesuka hati karena Olivia merasa terganggu sejak dirinya dipaksa bangun. Tangannya mulai bersilang menunggu jawaban dari Mei.
“Kakak Olivia yang manis… aku kenal Dante dari aplikasi online dating. Hihihihiiiii……” Mei menekuk kaki agar bisa duduk lebih nyaman. “Jadi, aku sama penghuni kamar sebelah si kakak karyawan-karyawan disini kenal sama Dante lewat aplikasi itu. Tadinya untuk iseng-iseng biar hari libur kita enggak bengong guling – guling di kamar aja. Jadi kita coba main aplikasi itu!” Mei nenarik nafas panjang karena kelelahan dan terlalu bersemangat. “Tapi--- singkat cerita kita ngobrol dengan Dante dan dia mau dikenalkan ke salah satu penghuni kos disini. Penghuni kamar sebelah nyoba mengenalkan Dante ke beberapa temen mereka, tapi Dante gak suka. Terus… aku kan ingat kalau kamu lagi gak ada cowok. Jadi karena-----” Mei menelisik ekspresi wajah Olivia. Dia harus berhati – hati dalam menjelaskan ke Olivia.
“Yeah, karena apa?” Tanya Olivia masih disambut bibir Mei mengatup bungkam. “Lanjut,” pinta Olivia.
“Aku taruhan sama penghuni sebelah kalau aku bisa minta kamu ketemu sama Dante,” jawab Mei yang kemudian mengatupkan kedua tangannya. 🙏. Ekspresi judes Olivia kalau dirinya tidak setuju bisa dibaca Mei.
“Gak usah minta maaf. Kamu gak bikin aku rugi. Aku gak akan datang nemuin si--- siapa namanya? Dan-Te? Yeah, aku gak mau ketemu sama dia. Lagi gak mood buat ketemu orang asing. Jadi kamu gak perlu minta maaf, Mei,” ucap Olivia tegas. Tangannya mencoba meraih selimut lagi untuk mencoba tidur. Tapi dihalau oleh Mei.
“🙏Ini bukan permohonan maaf, Oliv. Ini permohonan supaya kamu mau ketemu Dante🙏. Please……” Mei memasang muka memelas. “Taruhannya gak main-main angkanya…” Mata Olivia mendelik begitu mendengar kalimat Mei barusan. “Aku belom bayar kuliah semester akhir. Please… 40 juta, Ol. Kita bisa bagi dua.”
Lumayan juga. Begitulah pikir Olivia setelah mendengar angka 40 juta. Kalau dibagi 2 pun masih 20 juta.
“Emang beneran kamu belom bayar semester akhir? Papa mu kan punya franchise ayam geprek dimana – mana…” tanya Olivia menelisik.
“Em, Iya. Tapi sebagian uangnya aku pakai buat liburan ke Thailand kemarin. Sudah ku geprek setengah uang semesternya. Jadi…… BANTUIN AKU DONG O-LIIIIVVVV Pleaseeeee!” Memohon dengan paksaan. Jeritan yang melengking itu membuat bising kamar mereka. “Tolongin aku, Oliv. Aku butuh 20 juta itu,” pinta Mei tidak mau berhenti berjuang membujuk Olivia.
“Biar aku pikir dulu. OK?” Balas Olivia menggerakan bola matanya ke samping. Bagaimanapun dia harus memikirkan matang – matang.
“Apa yang mau dipikir lagi…? Dante orangnya baik. Aku sama penghuni kamar sebelah udah ngobrol panjang kali lebar sama dia. Dia super super baik. Kamu pasti gak nyesel. Siapa tahu kamu bakal berjodoh sama Dante! Dia seorang Chef! Jago masak. Paket komplit deh! Good looking kan kata mu… Jangan dipikir – pikir lagi… Pokoknya harus Iya!”
“Ini sebenarnya yang paling diuntungkan siapa sih? Demi 20 juta aku harus ketemuan sama orang asing yang belum aku kenal. Temanya ‘dating’ lagi! Enak di kamu dong gak ngapa – ngapain terima bersih 20 juta. Kenapa gak kamu aja yang ketemuan sama tuw cowok?” balas Olivia tidak mau kalah.
“Enggak gitu juga Oliv… Kan kamu tahu, aku udah ada cowok Thailand itu. Ayolah… Orangnya baik kok. Dia seorang Chef di salah satu Resort di Labuan Bajo,” jelas Mei lebih tenang membujuk Olivia. “Kata kamu training ke-dua mau pilih Resort atau Hotel di Labuan Bajo. Pas tuw dah! Kamu bisa tanya-tanya sama Dante. Siapa tahu Dante bisa bantu kamu untuk cari Resort yang bagus buat training. Ya kan…? Ide bagus kan…” Mei merayu dengan segala cara demi 20 juta.
Beberapa detik Olivia terdiam. Setelah selesai program training hotel di Bali, Olivia memang ingin bisa training di salah satu hotel di Labuan Bajo. Pulau Padar, Pink Beach, Manta Point dan masih banyak tempat – tempat wisata daerah Labuan Bajo yang ingin Olivia lihat.
“Terus kalau aku iyakan, dia mau ketemu dimana? Disini? Di Bali?” Olivia bertanya sedikit penasaran dengan tawaran Mei.
“Ke Bajo! Labuan Bajoh! Dante bilang dia akan tanggung mulai dari pesawat, hotel, makan dan semua---- semuanya! Gimana…? Super baik kan? Mau yah?!” bibir Mei tersenyum tipis semakin mengguncang pikiran Olivia.
“Yah… cukup menarik. Terus kapan ketemuannya? Berapa hari? Kamar aku sama dia pisahkan?” Olivia menelisik sorot mata Mei untuk memastikan hal-hal penting kalau dirinya setuju menemui Dante.
To Be Continued…
Like, Comment, Masukan ke Favorite dan Vote nya ya kakak - kakak... Ini sangat membantu author. Terimakasih 😘
Author POV: Enaknya kamarnya dipisah atau sekamar ajah ya……?
Visual Olivia
Visual Chef Dante Alexander
Bab 2_Bumbu Bumbu Menipu
“Iyessss! Akhirnya kamu mau juga aaaa hahaha!” Suara di kamar semakin gaduh dengan tepukan tangan Mei yang kegirangan.
“Eitssssss, tunggu dulu… Siapa bilang aku mengiyakan?”
Kalimat Oliv itu disambut gelak tawa dari luar kamarnya.
“Huahahahaa!”
Mei segera mencubit paha Olivia dari balik selimut. Mulutnya menganga kesakitan. “Auuu?”
“Jangan maju mundur gini, dong Ol! Hangus ntar 40 juta kita. Mereka nguping obrolan kita nih. Tuw lihat kelihatan bayangannya dari jendela,” bisik Mei kembali mencubit Olivia. Wajah Mei kembali frustasi menghadapi Olivia.
“Auw! Iya Iya… Jangan nyubit terus dong. Ntar kalau memar memar terus Dante ill feel lihat aku gimana…?” Oliv bersikap sok jual mahal menggoda Mei. Keduanya melirik ke arah jendela memastikan gerak-gerik orang-orang di luar kamar yang sedang menguping.
“Hihihi… Iya Iya… sorry. Tapi udah setuju kan kalau kamu mau ketemu Dante?” Mei memastikan agar dirinya tidak dikelabuhi.
“I-Yes! Jangan kuatir,” Olivia menyenggol lengan Mei dengan lengannya. Senyum Olivia yang merekah itu menenagkan pikiran Mei. “Setelah dapat uangnya segera kamu bayar uang semesternya tuh. Kegeprek lagi tuh ntar kamu khilaf buat jalan ke Thailand,” pinta Olivia menasihati. Mei hanya mengangguk angguk menanggapi ucapan Olivia.
Akhirnya…… IPhone keluaran terbaru bisa terbeli juga…… Harus segera ku atur penerbangan Oliv ke Labuan Bajo. Semakin cepat aku atur, semakin cepat aku dapat uang taruhan. Yes! Oh God… Sorry Oliv. Maafin temen mu ini yang butuh handphone baru. Hihihii… batin Mei tersenyum lebar penuh kepalsuan.
Keduanya berlanjut mengobrol tentang penerbangan ke Labuan Bajo. Daftar barang yang harus dibawa pun keduanya diskusikan dan dicatat. Olivia yang tidak tahu niat asli Mei menggunakan hasil uang taruhan, cukup bersemangat karena dia berfikir ke arah positif membantu temannya itu demi membayar kuliah.
“Sunblock aku yang 50spf udah habis. Harus beli nih sebelum ke Bajo. Apalagi ya perlengkapan penting yang harus dibawa?” tanya Olivia mengetuk-etuk penanya.
“Kalau sunblock beli aja disana. Minta Dante beliin buat kamu. Mungkin Dante juga akan bawa. Kan kalian bisa sharing. Cuma 3 malam 4 hari kan… Gak akan butuh banyak-banyak amat,” menasihati tanpa mau dibuat ribet karena Mei tahu dirinya harus membatu Olivia untuk mempacking.
“Em… Kan gak nyaman minta-minta sama orang yang belum aku kenal, Mei…” sambung Oliv. “Flight ticket, hotel, makan udah dia yang tanggung. Masa skincare dia juga harus nanggung? Kan kasihan, Mei...”
“Nanti aku chat Dante. Don’t worry. Soal skincare, body care, face care… Yang berhubungan dengan itu, Dante will take care! Okay Oliv…… Pokoknya jangan kuatir,” sambung Mei memberi saran tanpa memberi solusi.
Drttt Drrttt Drrrttt… Ponsel Olivia bergetar. Panggilan masuk dari kakaknya. Karena lagi tidak mood setelah obrolan terakhir dengan kakaknya, Olivia hanya membiarkan ponselnya itu bergetar.
“Kok gak diangkat?” tanya Mei.
“Lagi capek aku, Mei. Ending obrolan aku sama kak Vivi itu pasti saling memojokkan. Jadi kapan flight ticketnya dikirim sama Dante?” tanya Olivia mengganti topik obrolan.
“Besok,” jawab Mei mengejutkan Olivia. “Terus lusa kamu terbang deh.” Semakin syok Olivia dibuat oleh Mei. Tapi bagi Mei, semakin cepat Olivia ketemu dengan Dante, semakin cepat uangnya ditransfer ke rekeningnya. “Yang ngatur libur kita kan karyawan penghuni sebelah. Mereka kan senior dan supervisor kita. Hehehee…” sambung Mei cekikikan. Olivia masih terbengong – bengong kalau rencana temannya itu akan segera terlaksana.
_____________
Akhirnya setelah persiapan yang serba dadakan, Olivia sampai juga menginjak bandara Labuan Bajo. Dirinya dijemput oleh mobil hotel tempat dirinya akan menginap selama 4 hari ke depan bersama Dante.
“Huft… kenapa aku gugup ya?? Apa aku balik aja ya? Kayanya ini gak bener deh ketemu orang dari kenalan online sampai check in ke kamar hotel---" Gumam Olivia dengan dirinya saat dirinya sudah berada di dalam lift hotel.
Tiiinnggg! Pintu lift terbuka. Tepat di hadapannya kamar nomor 405 membuat Olivia menarik nafas dalam. Dirinya tidak habis pikir bisa sampai bertindak sejauh ini menemui laki-laki yang dikenalkan temannya lewat salah satu aplikasi online dating. Banyak pertanyaan bermunculan di kepalanya.
“Tapi kalau aku balik… Mau pakai tiket apa coba? Flight tiket nya kan dibelikan sama dia--- Hmmm Kenapa jadi nervous gini sih?”
Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Olivia menarik tas kopernya keluar dari lift. Dia berdiri menatap kamar nomor 405 itu. Segudang pertanyaan terus menghantam benaknya.
Kamu pikir gampang nyari laki-laki yang mau diajak nikah diusia ku yang udah kepala 3 ini? Oliv… Oliv… Kamu ngatain kakak cari sana cari sono cari sini… Emangnya gampang? Kamu aja masih belom laku setelah putus sama ex kamu tuh! Padahal udah hampir 3 tahun!... Ingat--- Tahun ini kamu masuk usia 26 tahun, Oliv. Ibarat lampu trotoar di Indonesia, itu udah warna kuning. Diharapkan hati-hati. Kamu juga harus cari pengganti mantan kamu itu… Emangnya kamu mau nanti kalau ketemu papasan sama dia masih sendiri dan dia udah sama orang baru?? Dikira gak bisa move on loh sama dia nanti. Ucapan kak Vivi melintas dibenak Oliva.
“Dasar kak Vivi! Dia pikir semuanya bisa dibandingin sama lampu trotoar? Lampu trotoar saja kadang ada yang error atau rusak! Hmm…. Positive thinking aja--- Siapa bilang aku belum move on? Masih single bukan berarti belum move on sama sonoh! Laki-laki gak punya pendirian itu! Aku cuma lebih selective dalam memilih! Okaayyy tenang… Gak boleh banyak mikir aneh aneh… Enjoy!” Wajah tegang Olivia mulai tersenyum sambil menatap kamar di depannya.
“By the way… Kamar Dante apa di sebelahku ini ya?” Gumam Olivia dengan perasaan lebih tenang. Dia menatap nomor kamar di sebelahnya. “Semoga orangnya sebaik dan semanis kayak yang dibilang Mei.”
Tanpa ragu lagi, Olivia membuka kamar nomor 405 itu. Kamarnya cukup luas dengan pemandangan laut biru dengan beberapa kapal. Sinar matahari nampak cerah menembus dinding kaca kamar itu. Rasa tegang dalam diri Olivia semakin mereda. Dirinya tersenyum lebar sambil berjalan ke teras menikmati hembusan angin.
“Labuan Bajo... Gak nyangka aku bisa sampai sini. Di hotel Bintang 5. Seluxury ini… Secantik ini… Thanks God… I’m so happy! Semoga ini awal yang baik bersama Dante,” ucap Olivia mulai menutup matanya. Lebih tenang. Bau air laut itu membuat Olivia menghirup dalam dalam. Segar! Tidak ada polusi “Surga bagian Timur Indonesia. Wish me luck" ucap Olivia mengangkat kedua tangan dan menyilangkan jari telunjuk dan tengah🤞yang berarti semoga harapannya terkabul.
Selagi menunggu laki-laki yang belum pernah dia tatap secara langsung itu, Olivia membuka kopernya dan menata di lemari. Tidak banyak baju. Dirinya hanya akan menginap 3 malam, setelah itu dia akan kembali dengan kesibukannya. Sepatu, sandal, make up, baju dan peralatan mandi sudah tertata rapi di tempatnya. Saatnya mandi untuk menghilangkan rasa lelah setelah perjalanan jauh.
Tung Ting Tung…… Tung Ting Tung……
Baru saja selesai mumbuka baju dan melilitkan handuk, ponselnya berbunyi. Rupanya kak Vivi.
“Tumben dia nelpon jam segini? Video call lagi? Biasanya kalau nelpon jam – jam malam,” gumam Oliv. “Ya, Halo, kak?” sapa Olivia mendudukan pantatnya di ujung bed
“Hallo Liv… Dimana nih? Gak ada jadwal training ya? Libur?” tanya kak Vivi memperhatikan pemandangan di belakang Olivia. Seperti bukan kamar yang biasanya Olivia tempati.
“Em... Iya. Liburan sama Mei,” Olive berfikir cepat. Kalau mau menipu kakaknya itu pasti ujung-ujungnya akan ketahuan. “Mei ajak aku liburan ke Labuan Bajo. Cuma 4 hari disini. Sambil cari refrensi tempat training selanjutnya, kak. Kan tempat training ke-dua setelah Bali, aku mau ke Bajo. Kebetulan banget kan si Mei ajak aku ke sini,” mencoba menjelaskan dengan bumbu bumbu menipu.
To Be Continued...
Belum juga ketemu Chef Dante, Oliv udah menebar bumbu-bumbu tipu menipu duluan. Duh!
Like, Comment, Masukan ke Favorite dan Vote nya ya kakak - kakak... Ini sangat membantu author. Terimakasih 😘
Bab 3_Sangat Menghipnotis
“Beruntung kali kamu punya temen Mei itu. Jadi pingin ke Bajo juga buat liburan. Capek di Singapore lihat bangunan aja,” celetuk kak Vivi membuat Olivia tenang kalau ucapannya itu dipercayai oleh kak Vivi.
“Ngomong ngomong kakak nelpon aku ada keperluan apa?”
“Owh..... Cuma mau call kamu aja. Sama mau bilang sorry. . .” Olivia mengrenyit kan alis dengan senyum kecilnya menatap wajah kak Vivi. “Obrolan terakhir kita waktu liburan di Bali kemarin kan kita agak... cek-cok bahas soal jodoh. Aku tahu, kamu udah move on dari ex kamu orang Morroco itu. Sorry ya. Suka ungkit ungkit itu,” terlihat tulus ucapan maaf itu. Olivia pun menanggapinya dengan hati yang terbuka.
“Iya..... No worries kakak ku sayang. I’m totally fine. Meski kemarin sempat kesal juga, sih. Hehehee... Jujur nih aku. Tapi gak mungkin dong aku ngambek lama lama juga. Secara aku masih butuh bantuan kakak buat bantu bayar kuliah aku. HaHaHaaaa! Kalau kak Vivi gak nelpon duluan, aku pasti yang nelpon duluan. Secara aku yang lebih butuh kak Vivi. Apa – apa masih minta kak Vivi. Tapi kemarin aku lihat angka di rekening aku masih aman. Hahaha... Ya udah deh nanti aku call kak Vivi seminggu lagi, gitu pikirku. Maunya kan hidup mandiri macam di film film atau novel novel jadi wonder woman yang tahan banting meski gak punya keluarga lengkap. Tapi kan aku gak hidup di wonderland seperti di film cartoon disney. Aku masih butuh kakak untuk support financial dan membimbing aku.” Kak Vivi merasa ucapan Olivia itu terlalu berlebihan memuji dirinya. Tapi reality hidup kedua nya memang seperti itu. Saling bergantungan membutuhkan satu sama lain. “Untuk masalah jodoh, aku tidak butuh dibimbing. Karena kakak masih belom ketemu sama pujaan hati kakak.” Olivia berlanjut mengatupkan tangannya ke mulut. Dia menahan tawa memandang ekspresi kak Vivi.
“Gini nih...... Kebiasaan kamu. Habis memuji orang, beberapa detik kemudian melempar kalimat mengejek kayak ngedorong ke jurang,” balas kak Vivi tersenyum lepas bisa bercanda kembali dengan Olivia.
“Hahahaaa! Itulah salah satunya yang aku pelajari dari kakak,” kembali mengejek kakak Vivi dan keduanya berlanjut membahas topik yang lain sampai Olivia mengajak kak Vivi berkeliling melihat kamar yang dia tempati dengan video call.
“Kamarnya bagus. View nya juga super keren. Laut di Bajo masih biru jernih. Nanti kalau kamu jadi training di Labuan Bajo, aku sempatin liburan ke sana. Keliling snorkling deh kita berdua sampai puas.” Terlihat bersemangat kak Vivi ingin menyusul Olivia.
“Iya! Pokoknya nanti kita berdua harus ikut trip kapal. Banyak yang nawarin trip dengan kapal waktu aku lewat dari bandara sampai hotel. Pokoknya kakak harus kesini! View kamar hotel ini aja bikin suasana pikiran tenang. Cocok banget buat healing.” Olivia menghirup udara dalam dalam dengan salah satu tangan terlentang. Matanya tertutup semakin menarik perhatian kak Vivi ingin segera terbang ke Labuan Bajo.
“Liv, by the way si Mei dimana? Kok dari tadi gak kelihatan? Suaranya juga enggak kedengaran?”
Olivia tersentak kaget membelalakan matanya menatap lautan.
“Em... kemana ya si Mei? Dia bilang mau beli sesuatu. Tapi enggak tahu juga kok belum balik. Aku cari dia dulu ya, kak. Mau mandi juga nih. Nanti aku call lagi,” Olivia melambaikan tangannya. “See you, kak...” segera memutus panggilan itu karena tidak mau semakin membohongi kakaknya. “Huuufftt. . . Sorry ya, kak. Gak mungkin dong aku cerita semuanya. Maafkan adikmu yang nakal ini. Bagaimanapun aku juga belajar dari kamu. Hihihiii. . .”
Seperti ritual mandi biasa, ditemani alunan musik, Olivia hanya butuh 5 menit untuk mengguyur tubuhnya. Rambutnya yang sedikit basah dia keringkan dengan hair dryer. Sedikit melakukan peregangan, Olivia berjoget dengan memakai bathrobe. Kakinya sedikit berjinjit menggoyangkan pinggul dan tangan ke kanan dan ke kiri. Sangat menikmati setiap hentakan. Baru selesai mengeringkan rambut, Olivia dikejutkan dengan bunyi bel di kamarnya.
Olivia segera mengecilkan volume speaker dari musiknya. Dengan masih memakai bathrobe dan memegang sisir di tangan kanan, Olivia mengintip pengunjung yang memencet bel kamarnya.
“Itu kan si abang yang bantu aku check in tadi. Mau ngapain ya? Apa musik ku terlalu keras...? Harusnya kan gak mungkin kedengaran sampai luar atau kamar sebelah kan?” bertanya pada diri sendiri keheranan.
Ceklek! Pintu pun akhirnya dibuka. Olivia hanya menunjukan mukanya karena merasa masih berantakan memakai bathrobe.
“Non, ini ada Mr. Dante,” ucap laki-laki itu berlanjut melangkah mundur memberi sela agar Dante bisa segera masuk.
“Oh?” Olivia bingung harus bersikap seperti apa. Setahu Olivia, Dante akan mengajaknya makan malam. Jadi dia berfikir Dante akan menemui nya nanti malam.
“Hai Olivia. Boleh saya masuk?” tanya Dante memberi senyuman lebar. Dia menarik tas kopernya dari tangan karyawan hotel yang mengantarnya. “Thank you, sir. Have a good day,” ucap Dante mulai masuk dan menutup pintu kamar.
DugDug...DugDug...DugDug... Detak jantung Olivia bekerja lebih cepat. Dirinya bingung harus bagaimana? Banyaknya pertanyaan yang bermunculan di benaknya sampai mengunci mulutnya tidak bisa berkata apa.
“How are you?... Saya Dante.” Suara bariton itu semakin membuyarkan pikiran Olivia. Olivia terdiam sesaat memandang wajah Dante.
Sikap Olivia yang kaku dan canggung itu nampak jelas bisa dilihat Dante.
Duh! Kok beda ya di foto dan aslinya? Di foto kelihatan sedikit cupu. Tapi kalau modelannya kayak gini, bisa jadi aku yang kelihatan cupu disamping dia. Gimana sih ini? Mana badannya kekar lagi! Serem deh! ...Uwhhh... Rasanya pingin teriak. MEI JEMPUT AKUUUUU! Hanya dalam khayalan Olivia. Dirinya berharap bisa lari dari kenyataan yang tidak dia harapkan.
Lagian ngapain dia kesini? Kan menurut rencana, kita ketemuannya nanti malam... Ini koper kenapa juga dibawa masuk ke sini. . .??? Oh Noooo Ini gak mungkin! Ini gak boleh terjadi. Si Mei bilang kamarnya sendiri sendiri. Ini ngapain bawa koper ke sini? Terus... bed disini kan cuma satu... Pikiran Olivia melalang buana menoleh ke arah bed. Tangannya meremas bagian dada agar bathrobe nya tetap tertutup.
“Hei... Are you okay?” tanya Dante menarik lengan Olivia yang kaku mematung. “Olivia? Kamu gak suka bertemu dengan aku?” tanya Dante masih mengusap kedua lengan Olivia dengan tangannya.
“Enggak. Bukan... Maksud saya bukan gitu. I’m okay. Em... Kamu kenapa datang kesini?” Olivia kebingungan harus memulai pembicaraan darimana. “Sorry. . . Aku pikir--- kita akan bertemu saat dinner. Kata Mei, temen saya seperti itu,” jelas Olivia terbata bata.
Dante tersenyum tipis menanggapi sikap Olivia yang canggung.
“Yeah, kita pasti akan dinner. Nanti,” masih tersenyum tipis memandangi wajah Olivia yang kaku. “Kamu tidak apa-apa kan? Kamu terlihat tegang saat ini. Boleh saya kasih peluk? Supaya kamu lebih rileks.”
Kalau mau menolak pun, jarak keduanya hanya lima centi. Laki-laki bertubuh tegap itu tanpa menunggu jawaban Olivia, dia meraih tubuh Olivia kedalam pelukannya.
Pikiran Olivia semakin berkecambuk saja berada dalam pelukan Dante. Harum. Aroma khas laki-laki. Sangat menghipnotis.
Habis ini! Habis aku bentar lagi. Oliv...... sadar Oliv...... Pikir gimana caranya lari dari sini. OH! Aku ada ide. Uang 20 juta itu udah di transfer belum ya? Aku kan bisa kabur pakai uang itu! Batin Olivia berlanjut mendongak ke wajah Dante. Senyuman tipis dari bibir Olivia itu membuat Dante tidak ingin melepaskan Olivia.
To Be Continued
Si Olivia mikir kabur... Si Dante mikirnya sudah lain...☺
Like, Comment, Masukan ke Favorite dan Vote nya ya kakak - kakak... Ini sangat membantu author. Terimakasih 😘
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!