Prolog
Pesan: segala kesamaan nama, tempat, organisasi, alur yang ada di novel ini hanyalah fiksi atau karangan cerita belaka yang di halu oleh author.
“Papa yakin?” Tanya seorang gadis kepada pria paruh baya di depannya.
Raut wajah khawatir tidak dapat disembunyikan. Perasaannya tidak enak saat papanya mengatakan akan melakukan investasi.
“Papa yakin, kemarin papa sudah coba di angka kecil dan lihat hasilnya” jawabnya.
“Tapi kan pa, banyak penipuan kayak gitu. Awalnya dapat hasil lalu kalo main lagi dengan jumlah uang lebih besar itu pasti hasilnya zonk” jelas gadis itu tidak mau kalah.
“Kamu ini banyak berita gak bener, sudah yakin sama papa”
“Pa dipikir lagi lah”
“Udah pokoknya kamu percaya, nanti kalo sudah dapat hasil kamu langsung lunasi upp kamu”
“Papa korbanin uang kuliah ku juga!!”Gadis itu terkejut bukan main.
Bagaimana bisa sang papa menggunakan uang kuliahnya untuk main investasi yang belum jelas keasliannya.
“Papa!”
“Sudah biarin aja papa mu, lagian uang kuliah mu tuh besar. Dukung papa mu apa salahnya” celetuk seorang wanita.
Mendengar perkataan itu justru emosi nya semakin terpancing.
Gadis itu menghela nafasnya lelah.
“Mama mikir gak sih kalo ini tuh bahaya!” kesalnya.
“Ya kalo bahaya bukannya dari awal papa mu inves sudah ketipu, kamu berlebihan!”
“Berlebihan?”
“Mama pikir itu berlebihan? Ma ini gak jelas asal perusahaannya, gak jelas SOP nya!”
“Dan lagi, uang kuliah ku di pakai. Kalo ada masalah kuliah ku gimana?”
Mendengar kalimat terakhir putrinya, wanita tersebut meletakan alat masaknya dan membalikkan badannya. Keduanya saling berhadapan dengan saling menatap dengan tajam.
Gadis itu tak gentar menatap mamanya.
“Cuman kuliah, kuliah yang kamu pedulikan. Papa kamu selalu dukung kamu, tapi kamu? Enggak sekalipun dukung papa mu!”
“Ma! Aku peduli dengan papa dan aku kasih tahu karena sayang enggak mau papa kejebak”
“Serah kalian, aku capek!” putus gadis itu meninggalkan kedua orang tua nya.
Dia tidak memperdulikan teriakan dari sang papa yang memanggilnya.
___
Gadis dengan menenteng tas ransel miliknya masuk ke dalam rumah, hal pertama yang dia lihat adalah sang mama yang sedang menangis dan papanya terlihat berantakan.
Tanpa memperdulikan kedua orang tuanya, gadis itu langsung masuk setelah melepas sepatunya.
Terhitung sudah dua minggu dirinya tidak bertegur sapa dengan kedua orang tua nya.
Bukan perkara investasi yang dilakukan papanya, tetapi uang kuliahnya yang beneran di korbankan untuk itu.
“Bella!” panggil papanya.
“Bella capek, besok aja” jawab singkat gadis itu tanpa memandang atau membalik badannya.
“Kamu cuti kuliah aja” celetuk mamanya.
Langkah Bella terhenti, jantungnya terasa berdetak dengan cepat.
“Maksud mama?” Bella membalikkan badannya dan menatap nanar kedua orang tuanya.
Dia berharap ini semua hanya mimpi semata, yang setelah ini dia akan bangkit.
“Papa gagal investasi, uang kuliah kamu termasuk disana. Kamu cuti kuliah dulu ya nak?” ucap papanya dengan senyuman yang dipaksa.
Air mata Bella seketika jatuh menetes.
“Setelah kejadian, kalian cuman bisa mengatakan itu?”
“Bella kecewa sama papa”
Tanpa mengucapkan apapun lagi Bella memilih keluar dari rumah, dia enggan untuk mendengarkan semua pembelaan.
Dia tahu kemana dan apa yang orang tuanya akan katakan. Alih-alih mengaku bersalah dan meminta maaf kepada anaknya.
Yang dilakukan justru pembelaan, menyalahkan dan menyudutkan. Gengsi untuk meminta maaf kepada anak, dan berprinsip orang tua tidak memiliki harga diri di depan anak jika melakukannya -maaf, terimakasih-.
“Anak durhaka! Papa mu habis terkena musibah kamu justru egois!” Teriak mamanya.
“Sejak awal Bella sudah peduli dan kasih tahu sebelum terjadi, tapi apa yang mama katakan? Bella gak mendukung papa”
“Bella durhaka? Lalu apa yang mama lakuin ke Bella itu baik gitu?” kesal Bella. Air matanya sudah mengalir sejak tadi.
“Kalo emang kalian dukung Bella, harusnya sejak awal tidak ada drama kuliah dan uang kuliah Bella nggak dipakai untuk hal yang nggak jelas!” bentak Bella.
Setelah itu Bella memilih meninggalkan rumahnya. Hal yang sudah biasa yang dia lakukan saat berdebat dengan orang tua nya, terutama dengan mamanya.
Terkadang Bella merasa jika mamanya adalah mama tiri yang papanya nikahi untuk menjaga dirinya disaat kecil.
Tujuannya saat ini kerumah yang selalu menjadi tempatnya untuk mengeluh dan menginap jika terjadi masalah di rumah.
“OM DION!!!
“OM DION!! INI BELLAAAA!!!” teriak Bella dari depan pagar.
Dan tak lama orang yang dia cari muncul dengan wajah kesalnya.
“Tinggal masuk Bella kenapa harus teriak- teriak!”
Melihat mata bengkak dan hidung merah dari gadis di depannya, seketika raut wajah pria itu menjadi khawatir.
“Kamu kenapa nak?” dengan cepat pria itu langsung membukakan pagar dan menarik Bella untuk masuk ke dalam.
“Kamu kenapa Bel?”
“Habis tengkar sama mama” jawab Bella.
“Masalah apa sekarang?” seakan sudah hal biasa mendengar jika anak dan ibu ini bertengkar dan beradu mulut.
“Papa main investasi dan itu ada uang kuliahnya Bella”
“Terus?”
“Investasinya gagal dan semua uang papa hilang” mendengar itu pria itu terkejut.
“Kamu gak bercanda kan Bel?” tanya nya.
“Ya kali Bella kayak gini bercanda!” kesal Bella.
Kepalanya seketika pening.
“Dari awal om sudah peringati papa kamu untuk tidak kalap dan pakai semua uang tabungan. Terus sekarang gimana?”
“Itu yang juga Bella larang om! Bella sudah kasih tahu kalo jangan pakai semua uang. Bella katanya gak mendukung papa dan egois” jelas Bella.
“Uang kuliah kamu kepakai, terus kuliah kamu gimana?”
“Mama suruh cuti kuliah” jawab Bella.
“Sudah kamu tidur sini aja, tenangkan dirimu. Besok om akan bicara sama papa kamu apa yang sebenarnya terjadi”
Bella menganggukan kepala, dia melangkahkan kakinya menuju kamar yang biasa dia gunakan jika menginap disini.
Bella melempar tasnya secara asal. Lalu merebahkan tubuhnya di kasur, air matanya kembali menetes.
Perasaannya sungguh sakit, sesakit itu saat kata- kata meluncur dengan mudah dari bibir mama nya.
Dia memang bukan anak baik yang selalu menurut perkataan orang tua. Dia selalu memiliki tujuan dan rencana dalam hidup.
Gagal dalam ujian masuk universitas adalah titik gagal yang membuatnya untuk ditertawakan oleh mamanya. Dan dia masih ingat perkataan yang mamanya lontarkan.
Bella akan tunjukan kepada mamanya, bahwa pilihannya adalah terbaik dan dia akan sukses.
Matanya terpejam seraya air mata yang masih mengalir dengan deras. Dan dia yakin esok hari matanya akan bertambah bengkak.
Bella tidak siap untuk menghadapi kenyataan besok, dan dia berharap ini cuman mimpi. Esok hari akan kembali seperti hari sebelumnya, tidak ada drama seperti in.
[mohon dukungan jangan lupa like dan beri bintang, saran dan kritik dengan bahasa yang baik.] Instagram @madebytatasya.
Chapters 1
NOTE: cerita hanya karangan belaka nama, tempat, kejadian yang sama tidak disengaaja oleh penulis.
Bela menghela nafasnya dengan berat. Dia berada di depan ruang tunggu Papanya. Menengadahkan kepalanya ke atas, menatap atap rumah sakit. Lalu menundukkan badannya, lalu menyisir rambutnya dengan kedua tangannya kebelakang.
Hingga tanpa sadar air matanya menetes begitu saja. Bella terisak dalam diam, mengabaikan sekelilingnya yang mulai melirik ke arahnya.
Bagaimana tidak, saat dia sedang bekerja lalu mendapat panggilan dan itu dari rumah sakit yang mengatakan bahwa Papa tersayangnya terkena serangan jantung.
Seperti tidakkah cukup semua penderitaannya selama ini.
“Bella!”
Bella mendongakan kepalanya menatap ke arah kiri. Seorang wanita paruh baya dengan seragam merah khas restoran di Indonesia sedang berlari mendekat ke arah Bella.
“Gimana Papa mu nak?” Tanya nya.
“Bella masih belum tahu ma, Bella juga baru datang”
Sedari tadi dia duduk di ruang tunggu Unit Gawat Darurat belum menemukan orang dia cari. Orang yang membawa papa nya ke rumah sakit. Pikirannya benar- benar bercabang, banyak masalah yang sedang ada di pundak kecilnya.
Semua terjadi begitu cepat.
Satu tahun yang lalu papa nya dengan percaya diri mengikuti investasi yang tidak jelas SOP nya dan kontraknya. Tanpa berpikir panjang papa mengorbankan semua uang tabungan bahkan uang kuliahnya.
Dan hasilnya seperti yang semua tahu, bahwa investasi itu berujung penipuan. Uang ratusan juta itu hilang tidak pernah kembali. Korbanya tidak hanya satu atau dua orang, tetapi ratusan.
Total kerugian yang dialami keluarganya menyentuh angka tiga ratus juta rupiah. Itu bukan nominal yang sedikit, semua hasil kerja keras kedua orang tuanya dan uang pensiun papanya harus ikut lenyap.
Ratusan orang yang memiliki harapan besar untuk mendapat untung dari hasil investasi, justru buntung karena penipu. Melapor kepada pihak berwajib hanya menghukum pelaku, tapi tidak membuat uang korbannya kembali.
Kehidupan yang awalnya serba kecukupan, senang dan damai. Berubah dalam semalam, papa mengalami serangan jantung untuk pertama kali ya dan asma mama yang sudah lama tidak kambuh kembali muncul.
Kedua orang tua nya harus kembali mencari kerja untuk memenuhi kebutuhan sehari- hari.
Sedangkan kehidupan Bella?
Tentu saja hancur dan lenyap dalam detik itu juga. Uang kuliahnya yang seharusnya bisa membuat dirinya dapat melanjutkan semester 5, berujung dia mengajukan cuti kuliah.
Kesehariannya yang biasa diisi dengan berangkat pagi untuk kuliah, tugas dan jurnal. Berubah menjadi mencari pekerjaan dari pagi hingga malam hari. Terhitung dia memiliki 2 pekerjaan di satu hari, bahkan di sabtu dan minggunya Bella memiliki pekerjaan sebagai pelayan restoran.
“Bella!”
“Om Dion!” Sapa Bella.
Orang yang sedari tadi dia cari akhirnya datang. Om Dion adalah manager di perusahaan, sedangkan papanya adalah anggota tim biasa. Tentu gaji yang didapat tidak sebanding dengan pekerjaan papa dahulu.
Hanya om Dion yang menolong papa saat terpuruk.
“Gimana kabar kamu nak?” Tanya Dion.
“Baik om, terima kasih sudah menolong papa” jawab Bella.
Om Dion tersenyum lalu menepuk pundak kanan Bella.
“Sudah sewajarnya kita saling menolong”
“Apa papa sering kambuh seperti ini om?” Tanya Bella.
“Hanya terkadang sakit di dada, dan papa mu itu tidak pernah mau jujur. Kalo ditanya jawabnya tidak apa-apa, tapi tiba- tiba pingsan” jelas Dion.
Dia tahu khawatirnya Bella kepada kawannya itu, meski hubungan mereka renggang sejak delapan bulan lalu.
Masalahnya?
Tentu saja karena investasi itu. Yang Dion tahu Bella adalah anak yang menjunjung tinggi pendidikan, mendapat kenyataan dia harus cuti kuliah karena hal yang sejak awal dia tidak sukai dan setujui membuat emosi Bella naik.
Dion paham perasaan Bella.
“Bella sudah makan nak?” Tanya Dion.
“Belum om, tadi Bella langsung ke sini” jawab Bella.
Mendengar hal itu, dengan cepat Dion mengeluarkan selembar uang dari dompetnya dan memberikan kepada Bella.
“Makan dulu nak!” Itu seperti sebuah perintah seorang ayah kepada anak. Tidak terbantahkan.
“Nanti saja-”
“Sekarang Bella, kamu punya maag!”
Bella tersenyum kecut lalu menerima uang itu dan beranjak dari duduknya. Dia sempat melirik sebentar ke arah seorang paruh baya yang keluar dari ruangan.
Mamanya.
Bella tidak ingin membuang tenaga untuk menyapa sang ibu. Sejak dahulu hubungan mereka jarang akur, sudah hal terbiasa jika seperti ini.
Dia lebih memilih mengisi perutnya yang kosong sejak tadi pagi belum diisi oleh makanan.
____
Bella berjalan sepanjang lorong rumah sakit untuk mencari kantin atau warung yang menjual makanan, perutnya sudah mulai berbunyi.
Melihat mesin minuman dan minuman kaleng kesukaannya ada disana, dia berjalan mendekat. Namun langkahnya terhenti saat seseorang dengan perawakan besar berdiri di mesin minuman itu.
Ingin rasanya dia menjitak pundak orang yang menyela antrian, namun tenaganya sudah habis untuk berdebat. Bella menghela nafasnya dan memilih untuk mengantri.
Berdiri cukup lama karena orang di depannya tak kunjung memilih dan pergi. Bella mengintip dari samping apa yang dilakukan orang di depannya.
“Gila lama banget, borong apa gimana sih nih orang”
“Masih lama gak sih!?” Tanya Bella dengan nada ngegasnya.
Tak kunjung mendapatkan jawaban dari orang yang membelakanginya, dengan tidak sabaran. Bella maju dan mendorong tubuh pria jangkung itu untuk mingir.
“Mending saya dulu deh mas! Lama banget kayak antri masuk neraka!”
Tanpa protes pria itu hanya melihat dengan tamat wajah Bella, sedangkan Bella dengan cepat memasukkan uang dan memilih minuman kesukaannya. Setelah sudah dia pergi tanpa mengucapkan apapun.
“Dia bahkan tidak melihat wajah tampan ku” gumam pria itu.
Wajahnya tersenyum cerah saat melihat kantin rumah sakit di ujung sana, dengan langkah lebar Bella langsung mendekat dan matanya tertuju pada nasi bento.
“Bu paket bento 4 satu ya!” Ucap Bella dengan senang.
Hal yang selalu membuatnya tersenyum adalah makanan.
___
Bella membuka handphone nya untuk melihat apakah pesan yang masuk atau tidak. Nyata nya tidak ada satupun pesan yang ditunggu dari seseorang.
Bella menghela nafasnya.
“Bella” panggil seseorang.
Bella mendongakan kepalanya lalu tersenyum.
“Gimana keadaan papa, om?” Tanya Bella.
Dion menghela nafasnya sebelum menjawab, dan Bella tahu itu bukan hal baik.
“Papa kamu harus rawat inap, setidaknya untuk satu bulan kedepan dan harus berhenti melakukan aktivitas berat” jelas Dion.
Mendengar itu Bella kembali kecewa dengan kenyataan.
Bulan depan adalah kesempatan dia untuk bisa kembali kuliah setelah cuti selama satu semester.
Semua itu dia lakukan untuk bisa kuliah kembali. Menurutnya pendidikan adalah hal terpenting dalam hidup dan harus diperjuangkan.
“Apa harus satu bulan om? Seminggu aja bisa ndak?” Tawar Bella.
“Kamu kira ini toko kelontong bisa nawar, ada- ada saja kamu” Dion menggelengkan kepalanya. Dia tidak paham dengan jalan pikir Bella.
“Biaya rumah sakit gak murah om, Bella mau cari uang kemana!” Ujar kesal Bella.
“Bella kan juga mau kuliah lagi” lanjutnya dengan nada pelan.
Dion yang mendengarkan keluh kesah Bella hanya diam mendengarkan. Dia tahu apa yang dirasakan Bella saat ini.
“Kamu mau lanjut kuliah lagi bulan depan?” Tanya Dion.
Bella hanya menganggukan kepalanya, seraya menundukan kepalanya. Rasanya beban yang ada di pundaknya memaksa dirinya untuk menunduk.
Berat.
Itu yang dia rasakan saat ini.
Jika ada orang yang mengatakan uang bukanlah segalanya. Maka Bella akan menentang hal itu.
Bagi dirinya uang bukanlah segalanya, tapi segalanya membutuhkan uang. Saat ini yang dia butuhkan uang untuk mengangkat sedikit beban di punggungnya.
“Berapa UPP kamu Bel?” Tanya Dion.
“Enam belas”
“Juta” ucap Bella dengan ringgisan mendengar nominal yang cukup besar untuk satu semester nya.
Dion menganggukan kepalanya.
“Uang kerja kamu, kamu tabungkan?” Tanya Dion lagi.
“Bella tabung kok om”
“Mama kamu masih belum memberi uang bulanan?” kali ini nada tanya Dion sedikit pelan. Dia tidak mau menyakiti perasaan Bella meski itu adalah kenyataan.
“Boro- boro kasih uang bulanan, tanya udah makan belum nak. Aja enggak!” jawab Bella dengan menggebu- gebu seraya menirukan gaya bicara mama nya.
Dion tertawa melihat itu.
“Kamu kuliah lagi bulan depan, om bayar UPP kamu” ucap Dion.
Tidak langsung menjawab, Bella terdiam sebentar.
Mencerna apa yang baru saja dia dengar.
“Om mau Bella jadi sugar baby nya om?” Tanya Bella.
To be continue…
Chapters 2
NOTE: cerita hanya karangan belaka nama, tempat, kejadian yang sama tidak disengaja oleh penulis.
___ Chapter sebelumnya__
“Berapa UPP kamu Bel?” Tanya Dion.
“Enam belas”
“Juta” ucap Bella dengan ringgisan mendengar nominal yang cukup besar untuk satu semester nya.
Dion menganggukan kepalanya.
“Uang kerja kamu, kamu tabungkan?” Tanya Dion lagi.
“Bella tabung kok om”
“Mama kamu masih belum memberi uang bulanan?” kali ini nada tanya Dion sedikit pelan. Dia tidak mau menyakiti perasaan Bella meski itu adalah kenyataan.
“Boro- boro kasih uang bulanan, tanya udah makan belum nak. Aja enggak!” jawab Bella dengan menggebu- gebu seraya menirukan gaya bicara mama nya.
Dion tertawa melihat itu.
“Kamu kuliah lagi bulan depan, om bayar UPP kamu” ucap Dion.
Tidak langsung menjawab, Bella terdiam sebentar.
Mencerna apa yang baru saja dia dengar.
“Om mau Bella jadi sugar baby ya?” Tanya Bella.
_______
Plak!
“Sembarangan ya kamu!” ucap Dion dengan kesal.
Putri kawan nya ini sudah dia anggap seperti anaknya juga. Dia tidak ada niatan untuk suka dengan anak kecil.
Atau sugar baby.
“Ya terus apa?” Tanya Bella tanpa dosa.
Dion menghela nafas.
“Saya sudah anggap kamu putri saya Bella, saya tahu kamu memiliki tekad dan bakat. Saya mau kamu lanjutkan kuliah kamu hingga lulus, soal biaya saya yang tanggung” jelas Dion.
Bella terdiam sejenak.
Apa yang dikatakan oleh om Dion adalah kebenaran. Tentang dia yang semangat untuk mengejar mimpi nya.
Bella sadar, dia bukan anak cerdas yang hanya mendengarkan lalu paham. Dia harus extra belajar untuk mengerti dan memahami sesuatu.
Kegagalannya dalam masuk universitas negeri adalah tamparan baginya.
Dan sekarang dia harus memikul beban yang berat.
Universitas swasta bukan berarti tidak terbaik, dia justru bersyukur dapat kuliah dan menempuh pendidikan di Universitas yang unggul dan keren.
Dia senang mendengar kata dapat kuliah kembali, namun bukan dari mulut orang tua nya. Melainkan orang lain yang menganggapnya anak.
Disatu sisi Bella juga tidak ingin memiliki hutang budi. Suatu saat jika terjadi hal, itu akan menjadi bumerang baginya. Dia tidak ingin.
“Bella senang dapat tawaran itu, dan terima kasih sudah mau membantu Bella, om. Tapi Bella-” ucapan Bella terputus.
“Om tahu kamu tidak mudah untuk menerimanya, dan sebagai gantinya kamu harus mengurus kostan yang om punya.”
Bella mendongakan kepalanya, menatap om Dion.
“Maksud om?” Tanya Bella.
“Om punya kontrakan dan akan jadi kost bagi mahasiswa atau pekerja, kebetulan lokasi ada di dekat kampus mu. Dan om tidak percaya orang untuk mengurus dan menjaga kostan itu…” jelas Dion.
“Jadi kamu urus keperluan kost itu dan om bayar kamu setiap enam bulan seharga UPP kamu. Gimana?” tawar Dion.
Sejujurnya kostan miliknya sudah ada satpam yang menjaga 24 jam dan satu orang untuk membayar keperluan kost. Hanya saja Dion tidak ingin membuat putri di depannya merasa hutang budi.
Baginya apa yang dia lakukan sekarang adalah balas budi karena kebaikan papa Bella dahulu.
“Beneran om?” Tanya Bella memastikan.
Dion menganggukan kepalanya.
“Untuk uang jajan kamu ada tabungan kan?”
Jawab Bella cepat dengan anggukan.
“Om akan kasih dua juta perbulan buat keperluan kuliah kamu” jelas Dion.
Melihat Bella yang hendak proses Dion segara memotongnya.
“Gantinya, kamu jaga diri dengan baik Bella” kali ini nada dan tatapan Dion berbeda.
Dia berbicara seperti seorang ayah yang sangat sayang serta khawatir kepada anak perempuannya.
“Terima kasih banyak om” ucap Bella dengan tulus.
Dia bersyukur papanya di pertemukan dengan orang sebaik om Dion. Dan kali ini Bella tidak akan menyia- nyiakan kesempatan ini.
“Om harus balik ke kantor, jangan begadang!” ucap Dion.
Bella mencium punggung tangan Dion lalu memeluknya. Rasa lelahnya karena seharian bekerja rasanya lenyap sudah.
Rasa bahagia dan semangat untuk memulai jalannya kembali bangkit.
Bella berjalan menuju Unit Gawat Darurat untuk melihat keadaan papanya. Namun saat disana dia tidak menemukan keberadaan papanya.
“Permisi suster” sapa Bella.
“Ya! Ada yang bisa saya bantu kak?” ujar sang perawat.
“Pasien yang tadi disini dimana ya?” tanya Bella seraya menunjuk kasur yang tadi di tempati papanya tadi.
“Sebentar ya kak saya check lebih dahulu, sepertinya sudah masuk kamar” setelah mengucapkan itu.
Suster berjalan menuju meja dan mulai mencari data pada komputernya. Bella disana menunggu dan melihat sekelilingnya.
“Pasien atas nama bapak Freddy, sudah masuk kamar wirata empat lantai tiga” ucap sang perawat.
Setelah mengucapkan terima kasih, Bella segara menuju lift.
“Tunggu!” teriak seseorang saat pintu lift hampir tertutup.
Bella dengan sigap menahan pintu itu dan terbukalah pintu lift.
Pria berbadan tegap itu masuk dan menekan tombol lantai lima.
“Terima kasih” ucapanya kepada Bella.
Bella tidak menanggapi hanya menganggukan kepalanya. Pintu lift tertutup dan mulai naik, tak berlangsung lama pintu terbuka dan dengan segera Bella keluar.
Selain memiliki mulut yang pedas dan ceplas ceplos dalam berbicara, Bella juga orang yang cuek.
Saat melihat ke atas untuk mencari nomor kamar papanya dirawat tanpa sengaja dia melihat box bayi yang akan dibawa entah kemana.
Sudut bibirnya terangkat, dia tersenyum.
“Uang dari mana?”
“Kita keluarkan Bella dari kampus!”
Seketika senyum di wajah Bella luntur, dia tahu akan mendengar ini tapi mohon jangan sekarang.
Perasaannya sedang bahagia, namun jatuh seketika.
___flashback___
“Ma, Bella mau ikut SBMPTN yaa!” ucap Bella dengan senang.
Gadis itu baru saja pulang sekolah dengan membawa buku tebal yang berisi kumpulan soal-soal untuk masuk perguruan tinggi.
Maharani yang berada di dapur dan membelakangi anaknya itu, terdiam. Menghentikan kegiatannya sejenak, lalu meletakan alat masaknya dan membalikkan badannya.
Yang dia lihat adalah wajah bahagia anak satu-satu nya.
“Ini Bella sudah beli bukunya, pakai uang jajan Bella” lanjut gadis itu.
“Buat apa Bel?”
Pertanyaan itu membuat gadis itu terdiam, mencoba untuk berpikir dengan baik tentang pertanyaan mamanya itu.
“Buat bantu Bella nanti ngerjain ujian tulisnya” jelas Bella.
“Bella yakin kok bisa ikut ujian tulis dan keterima di kampus impian Bella” ujar Bella meyakinkan mamanya.
“Buat apa kuliah Bella?”
Senyum di wajah gadis itu luntur seketika.
“Ma..maksud mama?” Tanya Bella.
“Buat apa kuliah Bella! Kamu bisa kerja dan dapat uang” ucap Maharani.
“Setelah lulus apa? Menikah? Kuliah cuman buang- buang uang Bella!!” kali ini nada Maharani lebih tinggi.
“Kamu akan jadi ibu! Tinggal di rumah, gak perlu ijazah!”
“MAMA!!” bentak Bella.
“Justru karena Bella akan di rumah, Bella mau semua urusan rumah Bella yang mengurus! Anak biar Bella yang kasih pendidikan penuh!”
“Kuliah gak cuman tentang menjadi ibu atau kerja ma!” Bentak Bella.
“Bella gak mau jadi ibu kayak mama yang egois!” ucapan yang tajam disela tangisannya.
“Bluebella!!” Bentak Maharani
Bella langsung meninggalkan mama nya seraya mengambil tas dan buku miliknya. Gadis itu memilih keluar rumah, berada di rumah hanya akan membuatnya sakit hati.
“Bella, sudah pulang nak?” sapa sang papa.
Tanpa memperdulikan itu Bella bergegas pergi seraya sedikit berlari.
“Bella! Mau kemana nak?” Teriak Freddy.
“Bella!!” Teriaknya lebih kencang.
Namun tetap saja, anak gadisnya tidak memperdulikan itu. Bella terus berlari dan menjauh dari rumah.
Freddy segera masuk dan menemukan istri nya sedang berada di dapur dengan beberapa peralatan jatuh ke lantai.
“Kali ini apa lagi?” Tanya Freddy dengan nada lelah nya.
Melihat respon istrinya yang diam saja, membuat darahnya naik seketika.
“Aku tanya Maharani! Kali ini kenapa lagi!!”
“Putrimu ingin kuliah dan dia tidak ingin menjadi egois seperti ku!” jawab Rani.
“Lalu masalahnya dimana?” Tanya Freddy.
“Masalahnya dimana? Kamu serius menanyakan itu Freddy Hermawan!”
Freddy memijat keningnya, dia pusing dengan semua ini.
“Bella tidak akan menyebutmu egois jika kau mendengarkannya, aku yang akan menyekolahkannya!” Putus Freddy.
Setelah mengucapkan itu Freddy memilih keluar rumah, dia harus mencari putri kesayangannya. Dia tidak ingin terjadi sesuatu pada gadis kecilnya.
Dan Freddy tahu kemana tempat putrinya pergi.
Sedangkan di tengah bus kota, Bella dengan tangisannya yang belum berhenti dan menjadi pusat perhatian. Tentu saja, siapa gadis menangis di tengah angkutan umum pasti habis putus dengan pacar.
Tujuan Bella adalah rumah sahabatnya.
“Bella! Lo kenapa?” Tanya seorang gadis dengan piyama biru laut.
Gadis itu terkejut bukan main melihat sahabatnya dengan penampilan seperti gelandangan. Seragam sekolah yang lusuh dan wajah yang sudah memerah, jangan lupakan air mata yang masih mengalir.
“Ayo masuk!” Tanpa bertanya lagi gadis itu membawa masuk Bella dan langsung menuju kamarnya.
“Nih!” gadis itu memberikan sebox tissue untuk sahabatnya.
“Mama gua..hiks gk kasih izin kuliah!”
“Hiks.. katanya kuliah cuman… buang-buang uang!”
“Gua..capek!”
“Gua muak sama keadaan!!”
Gadis di samping Bella menepuk pundak sahabatnya.
Dia tahu semua drama dan kejadian yang terjadi di kehidupan Bella, dan dirinya bersyukur sekaligus sedih.
Bersyukur memiliki ibu yang cerewet tetapi selalu mendukung semua keinginannya dan pencapaiannya.
Sedih karena ada seorang ibu seperti itu. Apa salahnya kuliah dan menuntut ilmu lebih tinggi.
Baginya kuliah bukan sekedar mencari ilmu atau gelar, tetapi mengubah pola pikir dan memandang dunia dari arah yang berbeda dan lebih luas.
“Gua harus gimana!! Gua benci itu dia!” isak tangis Bella.
“Bella! Gua gak bisa kasih semangat. Gua cuman berpesan, apa yang menurut lo itu baik selagi benar kejar Bel. Gua sahabat lo dan bakal dukung lo”
Bella memeluk tubuh sahabatnya dengan erat.
Bella tidak memiliki banyak teman atau bahasa gaulnya social butterfly. Dia hanya memiliki satu teman dan merasa cukup akan hal itu.
“Apa gua cari beasiswa ya wak?’
“Gua gak tahu jenis beasiswa, dan kalo kita pisah kampus gua pesan aja jangan cari musuh!”
“Sialan lo!!”
“Gua gak ikut sbm, gua udah daftar ke kampus swasta. Lo kalo mau masuk sana aja!” ucapnya dengan nada tengil.
Hal itu membuat Bella melempar bantal pada sahabatnya.
“Apa salahnya?”
“Mau kampus negeri atau swasta, yang penting ilmu dan pengalaman yang lo dapat” jawabnya.
“Ini tentang hidup begek!” sentak Bella.
“Ya coba aja ajuin ke kampus Nusa Bangsa, sapa tau upp lo kepotong”
“Mayankan kita satu sekolah lagi” ucapnya dengan alir yang naik turun.
“Demi apapun gua bosen sekolah sama lo wa! Dari TK kita bareng njir!”
“Ya kenapa sih! Berarti kita sahabat til jannah”
“Kita kristen, begek!” ucap Bella dengan polosnya.
“Nak, apa kamu tahu Bella dimana!!” Teriak seorang wanita paruh baya.
Clek.
“Kapan masuk nak?” Tanyanya pada Bella.
“Hehe..dari tadi bun” jawab Bella.
“Dicari papa dibawah”
Tubuh Bella langsung mematung.
“Temuin dulu, sapa tahu bokap lo malah acc kuliah loh!” ejeknya.
Bella yang kesal dengan sahabatnya itu melempar dengan buku yang tebal, dan hal itu berhasil mengeluarkan auman yang keras.
Bella langsung lari, dia tidak ingin mendapat umpatan dan amukan dari sahabatnya.
“Bunda! Ayah! Bella pulang!!” teriak Bella dengan tidak sopannya.
Dua orang paruh baya itu hanya bisa tertawa melihat Bella dan anak mereka seperti Tom and Jerry yang akur hanya sebentar.
Saat berada di dalam mobil, keadaan menjadi sunyi. Senyuman dan tawa Bella menghilang begitu saja.
Sejujurnya dia malas untuk pulang dan bertemu mamanya.
“Bella” panggil Freddy.
“Bella papa manggil kamu nak” panggil sekali lagi dengan nada yang lembut.
“Hmm”
“Papa”
“Kalo papa datang cuman buat bujuk Bella biar enggak kuliah, mending papa pulang. Bella malas di rumah!” sungut Bella.
“Papa mohon sama kamu, dengerin papa kali ini”
Air mata Bella tidak dapat dibendung lagi, dia tahu kemana arah pembicaraan ini. Dan hal itu membuatnya semakin membenci rumah.
TBC…
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!