NovelToon NovelToon

The Trash Prince 10th Re : Life

Chapter 1

“Panggil Arthur kesini.” Teriak seorang raja.

“Blak.” Seorang pelayan masuk ke dalam ruang singgasana dan langsung mendekati baginda raja yang duduk di tahtanya. Dia memberikan sepucuk surat kepada sang raja, langsung saja sang raja membacanya. Wajahnya mendadak menjadi geram dan dia meremas suratnya,

“Kurang ajar, cari dia, bawa dia ke hadapanku, sekaraaang.” Teriak sang raja.

“Ba..baik yang mulia.” Balas pelayan.

Tanpa menunda lagi, sang pelayan lari keluar dari ruang singgasana untuk melaksanakan titah sang raja. Dengan wajah berantakan, sang raja berusaha keras menahan amarahnya, dia meletakkan siku di gagang kursi singgasana untuk menopang kepalanya, dia melirik kembali surat yang sudah kucel di tangannya, isi surat itu,

“Halo yang mulia raja atau papa, maaf aku malas menemuimu karena aku tahu aku akan di usir dari kerajaan, jadi sebelum terjadi, aku pergi dulu ya dan jangan cari aku, aku ada urusan di kekaisaran Orthus. bye bye.”

“Anak kurang ajar, benar benar keterlaluan, kerjanya hanya bermalas malasan setiap hari, apa dia tidak tahu semua orang menjuluki nya apa ? tujuan ku mengusirnya supaya dia melihat dunia dan kembali menjadi dewasa karena dia bilang dia tidak mau ke akademi untuk belajar dan menolak mati matian, tapi kenapa sekarang dia malah kesana, apa sih maunya tuh anak, bikin kepala orang tua pusing saja.” Ujar sang raja dalam hati.

******

Halo, namaku Arthur Larsen Fredonia, aku pangeran kedua dari kerajaan Fredonia dan juga dikenal sebagai pangeran sampah, usia ku 15 tahun, tapi sekarang namaku Art saja, alasan aku pergi karena, semua ini sudah pernah ku lalui, aku sudah mengulang hidup sebanyak 9 kali. Di kehidupan pertama, aku sangat merana karena diusir oleh ayahku keluar istana, aku marah, aku kesal dan aku mendendam pada kerajaan Fredonia tanpa tahu maksud ayahku yang sebenarnya. Akhirnya aku bergabung dengan fraksi pemberontak dan mati di bunuh oleh seorang putri ksatria kekaisaran Orthus yang kebetulan sedang bertamu dan terancam bahaya ketika fraksi pemberontak menyerang. Saat itu umur ku 31 tahun, aku bertarung satu lawan satu dengannya dan terbunuh dengan sukses.

Setelah meninggal, aku kembali terbangun di masa lalu, tepat sehari sebelum aku diusir dari istana, aku berpikir saat itu aku hanya mimpi, tapi ketika keesokan harinya aku menghadap ayah dan dia mengusirku, aku langsung yakin apa yang aku alami bukanlah mimpi, tapi tetap saja aku masih sakit hati, walau pada akhirnya aku  memutuskan tidak mau bergabung dengan fraksi pemberontak karena aku akan berumur pendek jika aku bergabung dengan mereka. Lalu aku pergi ke kerajaan kecil yang agak jauh di timur, bernama kerajaan Ateras, ketika sampai di sana, aku bertemu seorang pedagang bernama Reese, dia mengajari ku bagaimana cara berdagang dan berbisnis. Dia juga mengajari ku bela diri aneh yang baru pernah ku lihat.

Selama 15 tahun aku akhirnya berhasil menjadi pedagang besar yang handal, sayangnya aku terjebak di dalam peperangan antara kekaisaran Orthus dan  pasukan bar bar di pusat benua setahun kemudian, di umur 31, aku di bunuh lagi oleh putri ksatria yang sama di medan perang sesaat sebelum dia pergi ke kerajaan Fredonia. Lalu aku terbangun lagi di satu hari sebelum aku di usir. Keesokan harinya aku hanya iya iya saja menanggapi papaku supaya aku bisa cepat keluar dari istana. Jadi pedagang di kerajaan Ateras memang menyenangkan tapi aku tidak berumur panjang, sekarang aku keselatan, ke kerajaan kecil di selatan yang terletak di sebelah pantai bernama Durnhill. Aku di terima baik di sana dan di ajari melaut sebagai nelayan.

Aku menetap di sana, memiliki kekasih dan hidup nyaman juga tenang tanpa beban, tapi ketika usiaku menginjak 31 tahun dan punya rencana untuk menikahi pacarku, ketika melaut, kapal ku karam karena tertabrak sebuah kapal besar yang menyebrang dari kekaisaran Orthus ke benua tengah dan yang paling membuatku kesal adalah sang putri ada di atas kapal itu. Gila, aku sudah tiga kali di bunuh di umur 31 tahun oleh orang yang sama, yang benar saja, begitulah isi pikiran ku ketika aku bangun kembali sehari sebelum di usir. Kehidupan ke empat ku sama saja, aku di culik bandit ketika di perjalanan dan di bebaskan oleh suku bar bar, kemudian tinggal bersama mereka dan aku di bunuh sang putri bersamaan dengan suku bar bar.

Kehidupan ke lima ku juga sama, aku menjadi petualang rank S dan ketika berumur 31 tahun tak sengaja aku bertemu pasukan kekaisaran yang sedang berbaris menuju ke kerajaan Fredonia, aku di anggap bandit dan di bunuh di tempat oleh sang putri setelah berhasil merubuhkan sebagian pasukannya. Kehidupan ke enamku, aku mengganti nama dan menjadi ksatria di kerajaan tetangga Fredonia yaitu kerajaan Rellios, tapi ternyata tujuan sang putri merapat ke benua tengah adalah menyerang kerajaan Rellios, tentunya sebagai ksatria aku langsung mati di tangan putri itu dan umurku 31 tahun.

Saking kesalnya aku dengan putri itu, di kehidupan ke tujuh aku langsung kekaisaran Orthus dan hidup sebagai asisten koki di sana. Aku juga belajar sihir dan alchemy di ibukota kekaisaran Orthus dari seorang sage bernama Mirea. Dia mengajari ku bagaimana meracik potion, elixir dan antidote untuk mengatasi segala macam penyakit, dia juga mengajari sihir dimensional box untuk menyimpan barang di dimensi lain dan sihir sehari hari, selain itu, Art juga belajar sihir penyembuhan berelemen holy juga sihir untuk mengangkat kutukan dan mengusir arwah jahat yang merasuki manusia sisa dari kerajaan demon yang sudah tidak ada di dunia menggunakan sihir holyjuga sihir untuk mengangkat kutukan dan mengusir arwah jahat yang merasuki manusia sisa dari kerajaan demon yang sudah tidak ada di dunia menggunakan sihir holy, untuk bertempur aku di ajari sihir perkuatan tubuh dan sihir berelemen api.

Tapi di usia 31 ada insiden tragis, restoran tempat ku bekerja di hancurkan sang putri karena bawahannya meninggal setelah makan di sana, akhirnya seluruhnya di hukum mati di tempat termasuk aku, tepat sesaat sebelum sang putri berangkat. Kehidupan ke delapan, aku muak dengan putri itu, aku tetap ke kekaisaran Orthus dan tinggal di desa pesisir dengan tenang dan nyaman, di sana aku bercocok tanam, tapi akhirnya tetap sama, pasukan sang putri datang untuk mengambil jatah hasil panen milik warga desa dan menyelidiki pasukan pemberontak yang bermarkas di desa, aku pikir tidak mungkin ada kebetulan seperti ini, tapi ternyata kebetulan benar benar terjadi dan aku mati lagi di tangan pasukan ksatria pribadi sang putri karena ternyata teman teman ku adalah pemberontak.

“Waaaaaaaaaa.” Ketika bangun kembali di kehidupan ke sembilan, aku langsung berteriak, kepalaku pusing, aku hampir menyerah, apakah aku memang di takdirkan hidup hanya sampai umur 31 dan mati di tangan putri itu ? Kali ini aku berpikir aku tidak akan pergi meninggalkan istana, akhirnya ketika ayah mengusirku, aku mengatakan aku akan berbakti pada kerajaan dan tidak hidup semena mena lagi walau tidak perlu masuk ke dalam akademi. Diluar dugaan ternyata ayah berubah pikiran dan disinilah aku tahu apa tujuan dan niat dia mengusirku. Akhirnya kehidupan ku menjadi normal sebagai pangeran di kerajaan Fredonia, aku berusaha memakmurkan kerajaan ku di segala sektor dengan seluruh pengetahuan yang aku punya dari pengalaman hidupku sebanyak 8 kali. Predikatku pun berubah, dari pangeran sampah menjadi pangeran jenius, jauh melebihi ekspektasi ayahku. Aku sudah merasa aku berada di jalan yang benar dan memang inilah tujuan kenapa aku mengulang ngulang hidupku, tapi rupanya aku salah.

Awalnya aku sudah berpikir, “Datang saja kesini putri, aku sambut dirimu sekarang.” dan benar, di umur 31 dia datang tapi karena kerajaan Fredonia sekarang menjadi jauh lebih maju, lebih makmur dan lebih sejahtera di banding kerajaan tetangga yaitu Rellios, sasaran sang putri yang aku baru tahu kalau sekarang dia sudah jadi empress adalah kerajaan Fredonia, awalnya dia mengajak kerja sama tapi karena hanya menguntungkan sepihak dan dia ingin menggali situs keramat di kerajaan, tentu saja ayahku menolaknya, namun setelah itu dia mengobarkan pemberontakan yang sudah ku hapus sebelumnya dan tentu saja dia menangkapku, sebelum aku di hukum mati, aku mendengar cerita tentang sang putri dari para penjaga yang berusia sudah senior kalau sebenarnya ada tragedi ketika sang putri di akademi yang merubah perangainya menjadi ratu terkejam di dunia.

Ketika di gelandang menuju tempat hukuman, tentu saja rasa takut hinggap di hatiku, berbeda dengan sebelum sebelumnya, kali ini aku tahu aku pasti mati dan setelah ini aku takut aku tidak bangkit lagi, aku hanya berdoa kepada para dewa supaya di beri kesempatan sekali lagi dan tujuan ku kali ini adalah menolong sang putri sehingga aku bisa hidup sampai tua lebih dari umur 31 tahun dan tidak perjaka lagi, ketika kepala ku sudah di pasang di guilotine, aku sempat melihat wajah sang putri yang nampak sedih. Guilotine pun jatuh dan kepalaku terpental, aku mati dan bangun kembali di saat aku berumur 15 tahun. Aku bersyukur masih di beri kesempatan dan kali ini aku tidak boleh gagal.

Aku langsung membuat rencana dan persiapan, kemudian menulis surat pada ayahku kalau aku pergi dari istana menuju kekaisaran Orthus, tapi aku tidak mau menyebutkan kalau aku kesana untuk masuk ke dalam akademi karena percuma masuk akademi jika menggunakan namaku yang sudah tekenal sebagai pangeran sampah dari Fredonia, untuk itu aku membutuhkan identitas baru, bukan sebagai pangeran melainkan sebagai anak bangsawan untuk bersekolah di sana. Aku melarikan diri dari istana dan keesokan harinya aku sudah berada di kapal untuk menyebrang ke kekaisaran Orthus.

Chapter 2

“Teng...teng...” Lonceng kapal berbunyi, Art menoleh melihat ke depan dari dek, kota pelabuhan sudah terlihat. Wajah Art terlihat ceria, tapi tatapan matanya sedikit berbeda, kali ini dia bertekad untuk menolong sang putri

“Ok, sekarang ketemu count Olaf dulu....” Ujar Art dalam hati.

Di kehidupan ke delapan, count Olaf adalah penguasa wilayah di bagian timur kekaisaran tempat desa sewaktu Art tinggal dan bercocok tanam di sana, count Olaf sangat baik pada rakyatnya dan ingin memajukan daerahnya, dia juga bersedia menyekolahkan anak anak berbakat di akademi ibukota menggunakan namanya. Itu sebabnya Art sekarang berniat menemuinya terlebih dahulu sebelum ke ibukota.

Setelah kapal berlabuh, tanpa menunda lagi, Art langsung naik kereta yang biasanya mengarah ke desa untuk mengambil hasil panen yang akan di jual oleh mereka. Di perjalanan, Art tersenyum karena dia memang menyukai suasana pedesaan dan kota di kekaisaran yang ramai dan penduduk nya yang ramah kepada semua orang walau orang itu adalah pendatang sekalipun. Setelah melewati desa dekat pelabuhan, kereta mulai memasuki wilayah yang di kelola oleh count Olaf.

“Yo niichan (mas), ada rencana apa mau ke desa terpencil itu ?” Tanya seorang penumpang kereta berwajah seram tapi tampan di depan Art.

“Hanya berkunjung saja, aku mau menemui seseorang di sana.” Jawab Art santai.

“Hah berkunjung kok ke daerah sana, ada ada saja, di sana banyak bandit yang suka menyerang karavan seperti kita ini.” Balas pria itu.

Art mengamati wajah pria itu, rupanya dialah pemimpin pemberontak yang akan di basmi oleh pasukan ksatria pribadi sang putri di masa depan termasuk dirinya, Art sangat tahu kalau pria di depannya ini adalah seorang pendekar pedang yang kuat dan sebenarnya baik, karena mengalami nasib tragis di kehidupannya, dia jadi jahat dan berniat menyakiti orang lain, dia kenal baik dengan Art dan sering menceritakan tentang dirinya dulu kepada Art di kehidupannya yang kedelapan ketika desa sudah berhasil di kuasai oleh dirinya. Nama pria itu adalah Gerard Broman, pria yang suatu hari nanti menjadi duri dalam tubuh kekaisaran yang sulit sekali di basmi dan saat ini dia berniat bergabung dengan pasukan bandit. Art tersenyum sinis,“Daripada dia hidup seperti ini yang akan berakhir tragis, lebih baik dia ikut bersamaku sekarang.” Ujar Art dalam hati.

“Bukankah anda juga bandit ?” Tanya Art.

“Hahahahaha tentu saja, itulah alasan aku ikut kereta ini niichan.” Jawab Gerard santai.

“Waw hebat.” Balas Art.

Dalam hati, Art tidak akan membiarkan masa depan kembali terulang, dia tahu kalau sebentar lagi pasukan bandit menghadang dan Gerard yang ingin bergabung dengan mereka beraksi dengan membunuh pengemudi kereta dan para penumpang di dalam. Dia menyisakan para wanita sebagai upeti untuk pemimpin bandit tanda dia akan bergabung. Di kehidupan ke delapan, setelah tiba di pelabuhan, Art sempat menginap dulu di kota pelabuhan selama dua hari dan mendengar insiden karavan yang mengarah ke desa sebelum dia pergi ke desa tempat dia menetap selanjutnya. Dia baru bertemu Gerard saat berusia 25 tahun, namun sekarang berbeda.

Perkiraan Art benar, begitu memasuki wilayah count Olaf, karavan langsung di hadang dari depan dan di kepung dari belakang. Senyum lebar menyerigai di wajah Gerard dia bersiap mencabut pedangnya, tapi tangannya di tahan oleh Art,

“Hei, aku punya tawaran menarik untuk mu daripada sekedar bergabung dengan para bandit ini.” Ujar Art tersenyum.

“Hoo...ok aku dengarkan.”

Art membuka identitasnya kepada Gerard dan mengajak Gerard untuk menghadap count Olaf sebagai asisten pribadinya, Art juga akan menjadikan Gerard sebagai pendamping ketika dia masuk ke dalam akademi dan menjajikan Gerard gaji yang banyak. Lalu ketika Art kembali ke kerajaan Fredonia, dia menjanjikan Gerard akan di angkat menjadi bangsawan di sana dan di beri kedudukan yang layak.

“Wah wah memang menarik, tapi apa bukti kalau kamu adalah pangeran dari Fredonia ?” Tanya Gerard.

“Sebentar....dimensional box.”

Sebuah lubang hitam muncul di depan Art, dia memasukkan tangannya ke dalam lubang hitam dan mengambil sekantung uang emas Fredonia yang terbilang cukup banyak yang dia ambil sebelum pergi untuk kehidupannya. Art mengambil telapak tangan Gerard yang sangat kasar itu dan membukanya, kemudian dia meletakkan kantungnya di atas tangan Gerard.

“Hohoho...lalu sekarang gimana niichan ?” Tanya Gerard tersenyum bengis.

“Kamu jago berpedang, ayo lawan mereka bersamaku dan rahasiakan identitasku dari siapapun.” Jawab Art.

“Heheh baiklah Art-sama.” Balas Gerard.

Keduanya langsung turun, Gerard langsung berjalan ke belakang kereta untuk menghajar bandit yang mengepung kereta, sementara Art mengeluarkan dua bola api dari telapaknya dan tersenyum bengis melihat pasukan bandit di depan. Tapi sasaran utamanya adalah pemimpin bandit yang memakai helm bertanduk rusa di atas kuda.

“Hehehe walau penyihir kami tidak takut...semuanya seran.....”

Belum selesai kepala bandit bicara, kepalanya sudah hangus terbakar dan jatuh dari kuda, para bandit yang takut langsung lari tunggang langgang meninggalkan karavan, tapi Art tidak membiarkannnya, dia mengangkat tangannya, ratusan lingkaran sihir muncul di udara dan menembakkan bola bola api ke arah para bandit, tidak ada satupun bandit yang lolos karena bola bola api itu terus mengikuti sasarannya sampai sasarannya kena.

Art menepuk nepuk tangannya dan berjalan kembali ke belakang untuk naik ke karavan, dia belihat banjir darah dan tumpukan mayat di belakang sementara Gerard duduk di atasnya dan menancapkan pedangnya di tanah.

“Bagaimana Art-sama ? hasil kerjaku bagus kan ?” Tanya Gerard bangga.

Art tidak menjawab, dia mengacungkan jempolnya dan menyuruh Gerard kembali masuk ke dalam kereta. Tapi ketika pengemudi kereta berterima kasih dan berniat meneruskan perjalanan nya,

“Tunggu dulu ossan (paman), kita di sini saja dulu, sebentar lagi pasukan count Olaf akan datang.” Ujar Art.

Dia tahu karena dua hari setelah terjadinya pembantaian oleh Gerard di karavan, pasukan count Olaf masih berada di lokasi untuk mencari petunjuk, Art mengetahui kejadiannya karena mendengar cerita salah satu ksatria yang mencegat keretanya. Sesuai dengan perkiraan Art, satu jam kemudian, pasukan ksatria count Olaf datang ke lokasi, mereka melihat tumpukan mayat hangus dan mayat terpotong. Setelah memeriksa tumpukan mayat itu, seorang komandan wanita turun dari kuda menghampiri kereta yang berada di paling depan,

“Maaf, tapi siapa yang membunuh mereka ?” Tanya komandan itu.

Pengemudi menceritakan semua yang terjadi dan langsung menunjuk Art dan Gerard yang berada di kereta belakang. Sang komandan langsung berjalan pergi ke kereta belakang menemui Art dan Gerard.

“Benarkah kalian yang membasmi mereka ?” Tanya komandan wanita yang berambut pirang, bermata biru dan seksi.

“Benar, kami berdua yang membasmi mereka, namaku Art dan dia Gerard.” Jawab Art.

“Baiklah, bisa kalian ikut dengan ku menemui count Olaf ?” Tanya komandan.

“Tentu saja bisa.” Jawab Art tersenyum lebar karena memang bertemu count Olaf itulah tujuan utamanya.

Setelah itu, Art yang di bonceng Gerard di atas kuda berjalan bersama komandan wanita menuju ke kediaman count Olaf dan di jaga ketat oleh para pasukan ksatria yang mengikuti mereka di belakang. Wajah Art terlihat ceria karena semua berjalan sesuai dengan rencananya,

“Putri Julia Ignisia Orthus, tunggu aku ya, aku akan datang menemui mu.” Ujar Art dalam hati.

Chapter 3

Setelah sampai di mansion kediaman count Olaf, Art dan Gerard di antar masuk ke dalam oleh sang komandan yang bernama Helena untuk bertemu langsung dengan count Olaf. Di dalam ruang kerja, Helena menceritakan apa yang pengemudi karavan ceritakan kepada seorang pria paruh baya yang bertubuh tegap hanya saja memiliki kaki kayu di salah satu kakinya. Count Olaf berdiri dan menghampiri Art.

“Terima kasih, penduduk desa dan para bangsawan sekitar mengeluh karena kegiatan para bandit itu, apa yang bisa ku hadiahkan untuk mu ?” Tanya count Olaf kepada Art.

“Ijinkan aku melihat kondisi putrimu.” Jawab Art.

Count Olaf langsung kaget mendengar ucapan Art. Tentu saja Art tahu apa yang terjadi di kehidupan ke delapannya, alasan count Olaf mau menyekolahkan anak anak berbakat itu karena dia kehilangan putri semata wayangnya tepat ketika Art tiba di desa dua hari kemudian karena penyakit yang di deritanya. Art mengetahui penyakit yang sebenarnya adalah kutukan yang di sebabkan oleh arwah jahat yang di temui putri count Olaf setahun lalu di dormitory (asrama) akademi, dia mempelajarinya  di kehidupan ke tujuh di bawah naungan sage Mirea dan dia terlambat datang di kehidupan ke delapan. Count Olaf berjalan kembali duduk di kursinya, dia memperhatikan Art yang berpakaian seadanya dan Gerard yang terlihat bengis di hadapannya.

“Darimana kamu tahu kalau putriku sedang sakit ? aku tidak pernah memberitahu siapapun soal ini dan secara rahasia mencari obatnya.” Ujar count Olaf curiga.

“Aku mendengar pesan dari dewa.” Balas Art berbohong.

“Hahahaha kamu masih muda dan pintar sekali berbohong. Begini saja, aku akan memberi kamu hadiah atas keberhasilan mu membasmi para bandit itu dan memperbolehkan mu tinggal di desa.” Ujar count Olaf.

“Bagaimana kalau aku berhasil membuktikan kalau aku bisa menyembuhkan putri anda ? apa anda lebih memilih putri anda kehilangan nyawanya ketimbang percaya padaku ?” Tanya Art.

“Hei, jaga bicara mu, count sudah memberikan hadiah untuk mu kan.” Teriak Helena sang komandan wanita dengan tangan sudah menempel di pedangnya yang berada di pinggang.

Melihat itu Gerard juga menempelkan tangannya di pedang miliknya dan bersiap menghadang serangan Helena. Tapi count Olaf mengangkat tangannya dan menggelengkan kepalanya kepada Helena,

“Penyakit putriku tidak bisa di sembuhkan, banyak tabib yang mencoba nya dan gagal..”

“Itu karena putri anda tidak mengidap penyakit melainkan dia terkena kutukan, tubuhnya terus di gerogoti oleh arwah jahat yang berada di dalam dirinya sampai akhirnya dia tidak bisa bangun dari tempat tidur. Benar ?” Tanya Art memotong ucapan sang count.

Wajah count Olaf langsung berubah, dia berdiri dan berjalan menghampiri Art, setelah berdiri di depan Art,

“Begini saja, silahkan kalau kamu memang bisa menyembuhkannya, tapi kalau ternyata kamu bohong dan hanya bicara, aku akan memenggal kepalamu, bagaimana ?” Tanya count Olaf dengan tatapan mengancam kepada Art.

“Baik, aku terima tantangannya.” Jawab Art yakin.

Count Olaf menoleh melihat Helena dan mengangguk, kemudian Helena mengantar Art dan Gerard ke kamar putri semata wayang count Olaf. Ketika sudah di depan kamar,

“Silahkan masuk.” Ujar Helena sambil menatap tajam ke arah Art.

“Gerard, kamu tunggu di sini saja, biar aku yang masuk sendiri.” Ujar Art.

“Baik Art-sama.” Balas Gerard.

Art mendorong pintunya dan masuk ke dalam, setelah menutup pintu, dia melihat seorang gadis remaja yang mungkin usianya sekitar 17 tahun, terkulai lemah di tempat tidur dan tertidur pulas. Art menghampirinya dan melihat kondisinya sangat buruk, putri itu terlihat sangat kurus sampai seluruh tulangnya terlihat, wajahnya sudah mirip seperti tengkorak. Art membuka pakaiannya dan melihat ada noda hitam di bawah lehernya.

“Rupanya di sini dia bersembunyi. Untung aku sudah duga sebelumnya dan menyiapkan elixir sebelum berangkat kesini sebab bahan pembuatan elixir itu banyak di Fredonia.” Ujar Art dalam hati.

“Si..siapa ?” Tanya sang putri menoleh perlahan dan melihat Art dengan matanya yang biru.

“Namaku Art, aku akan menyembuhkanmu. Percayalah padaku.” Ujar Art tersenyum.

“Baiklah...aku sudah pasrah, lakukan apa saja terhadap diriku.” Ujar sang putri yang kembali menoleh dan memejamkan matanya dengan kedua tangan di perutnya.

Art membuka dimensional boxnya dan mengambil sebuah botol berisi cairan berwarna hijau kebiruan, dia duduk di sisi tempat tidur dan membantu sang putri berdiri, dengan perlahan dia menaruh ujung botol ke mulut putri yang sulit sekali membuka mulutnya. Dia menuang cairannya ke dalam mulut putri itu dan membaringkannya kembali dengan perlahan. Tubuh sang putri mengeluarkan asap putih dan tubuh yang kurus mulai terisi kembali, tapi noda hitam berbentuk mahatari itu semakin membesar dan terlihat bergerak seperti senang mendapatkan makanan.

Art langsung menaruh tapaknya di dada sang putri tepat di noda hitam itu dan menggunakan sihirnya,

“Exorsis Light.”

Telapak tangan Art mengeluarkan sinar putih terang dan noda hitam di dada putri itu mulai bergerak berubah ubah bentuk seperti sedang memberontak. Art menarik tangannya dan noda hitam yang sebenarnya adalah arwah jahat tertarik keluar bersamaan dengan telapaknya. “Gyaaaaaah.” Bayangan hitam itu berteriak dan menghilang perlahan lahan di tangan Art. Mendengar ada suara teriakan mengerikan dari dalam, Helena dan Gerard menerobos masuk ke dalam kamar, keduanya kaget karena melihat sang putri sudah duduk membuka mata, kulitnya yang pucat sudah kembali merona dan tubuhnya yang kurus kering seperti tulang terbungkus kulit sekarang sudah berisi dan padat kembali, wajahnya juga kembali cantik dengan rambut pirang bergelombang dan mata yang berwarna biru.

Art berdiri dan menyimpan botolnya di dalam dimensional box, sang putri menoleh melihat Art yang berdiri di sebelahnya.

“Siapa namamu penyelamatku ?” Tanya putri itu.

“Namaku Art, putri....” Jawab Art.

“Aku Doria, Doria Von Olaf, terima kasih Art-sama.” Balas Doria menunduk.

“Aku hanya membantu Doria-sama.” Balas Art menunduk dan meletakkan tangan di perutnya memberi salam gaya bangsawan.

Helena langsung menghampiri Art dan merampas pakaiannya, dia menghadapkan wajah Art ke wajahnya. Gerard bersiap ingin mencabut pedangnya tapi tangan Art terangkat dan mencegahnya.

“Apa yang kamu lakukan, kenapa Doria-sama sehat mendadak seperti ini, ilmu apa yang kamu pakai ?” Teriak Helena.

“Aku tidak pakai ilmu apa apa, untuk memulihkan kondisi tubuhnya aku hanya memberinya elixir buatanku dan menghapus kutukannya dengan sihir ku....” Ujar Art menjelaskan.

“Benarkah itu Doria-sama ?” Tanya Helena.

“Um...benar sih, dia memang memberiku minum obat kemudian membuka kancing ku dan meletakkan tangan di dada ku hehe.” Ujar Doria sambil memegang dadanya dan tersipu malu.

“Apaaaaa...kamu kurang ajar pada putri ?” Teriak Helena.

“Loh mau gimana lagi, kutukannya ada di dada Doria-sama.” Teriak Art membela diri.

“Blak.” Pintu di buka kencang, count Olaf berdiri didepan pintu, melihat putri Doria sudah duduk di tempat tidurnya dan dalam keadaan sehat, dia langsung berlari dan memeluk putri semata wayangnya. Helena melepaskan cengkramannya dan Art membetulkan pakaiannya, mereka melihat pertemuan haru antara ayah dan putrinya.

Setelah cukup lama count Olaf menangis memeluk putrinya Doria yang juga menangis deras, dia berdiri dan langsung menghampiri Art, tanpa melihat siapa diri Art yang berpenampilan seperti rakyat jelata, dia langsung memeluk Art dan mengatakan terima kasih berkali kali. Art tersenyum karena dia merasa senang sekali bisa membantu walau sebenarnya dia memiliki tujuan khusus demi dirinya sendiri. Helena dan Gerard hanya bisa melihat saja tanpa bisa berkata apa apa.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!