Pupil merah terangnya terlihat begitu mempesona ketika laki-laki berkemeja hitam itu bercermin. Bulu mata lentik dengan tatapan redup menambahkan kesan cool pada si pemilik mata.
Dengan sekejap tatapan redup itu berubah menjadi tatapan tajam. Ingatan-ingatan masalalu nya kini bermunculan satu persatu. Ketraumaan yang selalu Ia pendam kini bermunculan dalam pikirannya.
Suara-suara itu, makian-makian itu, semua terdengar berulang di otaknya bak boomerang yang di lempar dan kembali kepada si pelempar.
"Jangan temenan sama Viktor dia aneh"
"Ada vampir lari"
"Matanya Viktor serem kaya iblis"
"Katanya Viktor itu jelmaan iblis ya. Liat aja matanya"
"Aku gak mau sekelompok sama Viktor, dia serem"
"Aku gak mau deket-deket sama Viktor nanti di hisap lagi darah Ku"
"Biarin aja vampir duduk sendirian"
"Vampir"
"Iblis"
"Vampir"
"Iblis"
"Vampir"
"Iblis"
"Vampir"
"Aaaaaaaaaa......." Ia menjerit histeris sambil memegangi telinganya. Suara-suara itu terus saja bersemayam di kepalanya.
Clek...
"Viktor" seorang wanita berdres merah menghampiri laki-laki itu dan langsung memeluknya erat.
Nampak laki-laki itu masih menjerit-jerit dan memegangi kepalanya. Tak lama kemudian, salah seorang pelayan pun datang sambil membawakan sebuah pil dan segelas air minum.
"Minum minum" perintah wanita itu menuntun puteranya untuk meminum pil tersebut.
Laki-laki itupun meraih pil tersebut dan dengan terburu-buru memasukan kedalam mulutnya di susul dengan meneguk air yang ada di dalam gelas.
Perlahan tapi pasti, laki-laki itu mulai berhenti berontak dan perlahan mulai bisa mengatur nafasnya. Wanita ber dress merah itupun membangunkan puteranya untuk berdiri dan menuntunnya menuju ke arah kasur.
Ia pun membantu membaringkan tubuh kecil puteranya seraya menyelimutinya dengan selimut yang paling hangat. Pemuda itupun perlahan tertidur dengan tenang.
Wanita ber dress merah itupun mengukir senyuman prihatinnya sambil mengelus pucuk kepala puteranya sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar.
****
"Tuan muda" panggilan itu membuat seorang laki-laki yang sedang tertidur pulas di atas kasurnya nampak terganggu hingga akhirnya terbangun.
"Mamah" teriaknya seraya celingukan ke sekitar.
2 orang pelayan yang tadi membangunkan nya nampak saling memandang dengan wajah prihatin.
"Maaf, tuan muda harus sekolah hari ini" ujar sang pelayan dengan hati-hati.
Laki-laki itu berdecak malas dan tanpa membalas ucapan sang pelayan, Ia langsung turun dari atas tempat tidurnya menuju ke kamar mandi untuk membersihkan diri.
Selang beberapa menit akhirnya laki-laki itupun selesai mandi. Dengan ogah-ogahan Ia mengambil baju sekolahnya di dalam lemari dan memakainya asal tanpa memperdulikan kerapihan.
Setelah selesai pada pakainya, Ia lanjut menyisir rambutnya dan menguncir jagung rambut gondrongnya dengan karet hitam. Tak lupa Ia memakai lensa kontak berwarna hitam untuk menutupi pupil merah nya.
Ia berdiam cukup lama memperhatikan pantulan wajahnya di dalam cermin. Pupil merah yang kini sudah menjadi hitam itu, nampak memancarkan harapan yang cukup besar. Tangan putih kekarnya menyentuh cermin di depannya.
"Mamah kapan pulang Mah, udah 1 bulan Mamah di luar negeri. Viktor sendirian Mah. Andai Papah ada disini, pasti Mamah gak perlu capek-capek kerja" Gumamnya lirih.
****
Seorang gadis berambut kuncir kuda dengan headphone yang Ia gantungkan di lehernya, nampak sedang berjalan di koridor sekolah dengan santai. Tatapan matanya menatap ke arah depan dengan tatapan redup.
Ia merupakan siswi paling acuh seantero sekolah. Ia tak memiliki teman dan tak mau berteman dengan siapapun. Selama Ia sekolah di SMA ini, Ia tak pernah memiliki teman dekat satupun. Paling hanya sebatas kenal saja.
Ia bukannya tak mau berteman, hanya saja Ia minder dengan para orang-orang berkasta tinggi di sekolahnya sedangkan Ia hanyalah seorang rakyat biasa yang tidak memiliki uang banyak seperti mereka. Sekolah yang Ia tempati sekarang merupakan sekolah terfavorit di kota, Ia pun bisa masuk ke sekolah favorit ini karena beasiswa.
Tak terasa, langkah kakinya kini sudah sampai di depan pintu kelas. Ia pun masuk dan menempati tempat duduknya. Ia memasang headphone nya ke telinga seraya menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan.
Masih cukup pagi, jadi menurutnya tidur beberapa menit mungkin bisa mengurangi kebosanannya menunggu kelas di mulai.
****
Atensi semua orang yang ada di parkiran seketika teralihkan saat seorang pemilik motor sport hitam datang untuk memarkirkan motornya.
Cowok pemilik motor sport itupun membuka helm membuat para gadis-gadis menjerit kecil. Ia pun turun dari motor sambil menyugar rambutnya.
"Huuu.... Gerald"
"Gerald....."
Para gadis-gadis berteriak memanggil namanya dengan bersemangat. Dia adalah Gerald Xavier. Seorang most wanted boy plus play boy SMA yang paling di segani para kaum hawa. Dia tampan, kaya raya dan jangan lupa keahliannya dalam bergombal.
Siapapun gadis yang mendapatkan gombalan maut dari Gerald mustahil cewek itu akan menolak. Siapapun gadis yang menurut Gerald menarik dan dirinya suka pasti Gerald tak pernah gagal untuk mendapatkannya.
Dengan diiringi sorakan fans dan pujian-pujian maut dari para gadis-gadis, Gerald berjalan memasuki koridor sekolah sambil menebar pesona tampannya.
Bruk...
Semua orang langsung terdiam saat tiba-tiba ada seorang laki-laki yang tak sengaja menabrak pundak Gerald.
"Ati-ati dong bro" tegur Gerald sambil memegang pundaknya yang terasa nyut-nyutan.
Laki-laki yang tadi menabrak Gerald menatap Gerald dengan mata redup dan ekspresi dinginnya. Gerald menelan ludah tegang. Entah kenapa walaupun menurutnya laki-laki di depannya ini berwajah tidak menyeramkan bahkan menurutnya seperti anak kecil namun, tatapan matanya sungguh menusuk dan mampu mengintimidasinya.
Tapi, bagaimanapun Gerald harus stay cool karena di sekelilingnya ada fans-fans base nya. Jangan sampai mereka meremehkannya gara-gara laki-laki berwajah lucu ini.
"Muka lo imut banget bro" Gerald menepuk pundak laki-laki itu sambil tersenyum sok-sok akrab.
laki-laki itu menyingkirkan tangan Gerald dengan kasar dan tanpa berucap apapun langsung pergi dengan wajah datarnya. Semua orang pun mulai berbisik-bisik membicarakan laki-laki yang tadi menabrak Gerald.
"Itu Zega kan cowok yang kiyowo itu, kalo gak salah dia dari kelas 12 IPA-2"
"The Mysterious Bunny kuuuu"
"Aaaaa Mysterious Bunny...."
"Gila dia gak ada minta maaf nya udah nabrak Gerald. Tapi yah, orang ganteng mah bebas"
"Walaupun mukanya cute tapi serem juga dia ya"
"Gue kadang ngeliat dia main basket sama tim nya Eris. Beuh keren banget, keknya muka dia deh yang paling bercahaya di lapangan"
"Gue kemaren nonton dia tanding basket. Gila si, keren banget mainnya. Tapi sayang, paling cuma sesekali dia gabung main"
Gerald berdecak saat mendengar obrolan para gadis-gadis yang kini jadi beralih membicarakan Zega laki-laki yang tadi menabraknya. Ia pun memilih lanjut berjalan dengan malas menuju kelasnya.
*****
Seorang guru memasuki ruang kelas sambil membawa buku-buku tebal di lipatan tangannya. Ia pun duduk dan meletakkan buku-buku tersebut ke atas meja.
"Baik anak-anak untuk pelajaran hari ini kita praktek di luar. Silahkan kalian ambil buku tulis kalian dan keluar kelas secara berkelompok 3 orang" instruksi sang guru.
Semua siswa pun dengan cepat memilih kelompok mereka masing-masing dan mulai berhamburan keluar dengan membawa alat tulis mereka.
Namun, ada satu orang yang nampak diam saja karena bingung harus memilih kelompok yang mana sedangkan Ia sama sekali tak akrab dengan teman sekelasnya.
Badannya mengejut saat tiba-tiba ada seseorang yang menepuk pundaknya. Ia pun menoleh ke belakang untuk mengecek.
"Ayo gabung bareng kita" ajak salah satu teman sekelasnya sambil tersenyum simpul ke arah Briana.
Briana masih terdiam dan bingung harus menanggapi bagaimana. Ia tak terbiasa berteman dengan orang lain jadi rasanya agak sedikit aneh dan kaku.
"Gue__"
"Udah Ayo!" Karena Briana tak kunjung menjawab akhirnya Viona dan Kelly pun menarik tangan Briana dan mengajaknya keluar.
Terpaksa akhirnya Briana pun mengikuti langkah mereka walaupun rasanya Ia masih ragu-ragu.
Semua kelompok pun di perintahkan untuk mencari cenderamata yang sudah di letakkan random oleh sang guru. Mereka semua pun dengan serius mencari cenderamata tersebut di rerumputan dan pepohonan-pepohonan yang mereka rasa mungkin saja berada di sana.
Begitu pula dengan kelompok Briana yang kini sedang berusaha keras mencarinya.
"Gimana kalo kita berpencar aja?" Ide Kelly.
"Boleh. Gue kesana ya" Viona pun berlari mengambil jalan kanan.
"Kalo gitu gue ke sana" putus Briana dan berjalan gontai ke arah kiri.
Briana mulai mencari di sekitar lapangan olahraga yang jaraknya tak jauh dari tempat terakhirnya tadi. Ia mulai menelusuri pinggiran-pinggiran lapangan dengan hati-hati takut Ia melewatkan sesuatu.
Lapangan tersebut nampak sedang di gunakan untuk kelas olahraga juga. Briana pun tak tau pasti itu kelas apa tapi yang jelas sepertinya mereka adalah Kakak kelasnya.
"Mana ya" kesal Briana karena tak kunjung menemukan benda sesuai clue di bukunya.
Terlihat dari ujung lapangan sana, 3 orang laki-laki nampak sedang beristirahat seusai pelajaran olahraga selesai.
"Rald, cantik tuh" Dimas menyenggol lengan Gerald sambil menunjuk ke arah Briana yang nampak sedang berdiri sambil mengipas-ngipas tangannya di depan sana.
"Wuih, siapa tuh kok gue baru liat dia ya? Anak baru?" Gerald melebarkan matanya memperhatikan Briana dengan tatapan kagum.
"Kayaknya anak kelas 10 deh. Gue juga baru liat si sama" balas Dimas.
"Target baru lo keknya nih" Gerald mengangguk-angguk sambil memajukan bibir bawahnya.
"Gue bakalan jadiin dia pacar gue selanjutnya" tekad Gerald.
"Inget, Risya putusin dulu! Nanti mereka berantem jambak-jambakan lagi gara-gara ngerebutin lo" Gerald menepuk jidatnya teringat bahwa Ia masih punya pacar.
"Siap, nanti malem gue bakalan nelvon dia dan bilang putus"
"Hari ini Risya gak sekolah ya?"
"Enggak dia masih di luar negeri semenjak hari senin kemaren" Dimas dan Ardi pun mengangguk-angguk faham.
"Taruhan?" Tawar Ardi.
"Boleh, siapa takut" sombong Gerald.
Bagi Gerald tak masalah mau taruhan berapa juta pun, toh Ia selalu menang. Tak pernah ada satu cewek pun yang bisa menolak pesonanya dan Ia pun yakin 100% cewek incarannya kali ini pasti akan kelepek-kelepek juga melihat pesona wajahnya dan pasti dia pun akan langsung menerimanya dengan senang hati.
Setara Ia terkenal dengan ketampanan dan kekayaannya, semua orang tau tentang nya dan keistimewaan menjadi pacarnya.
"Ar, tolong lo cari tau tentang cewek itu dulu deh biar gue gak malu-maluin bidik target"
"Siap Ral. Asal ada ininya aja" Ardi mengisyaratkan sarangeo bergesek.
*****
Jam pulang sekolah pun tiba. Namun, Briana gadis itu nampaknya tak langsung pulang ke rumahnya melainkan Ia kini sedang menunggu angkutan umum di jalur yang berbeda dari arah rumah nya, entah mau kemana dia.
Ia menatap jam tangan di pergelangan tangannya. Sudah menunjukan pukul 14:00. Ia sudah hampir telat namun bus jurusan yang ingin Ia naiki tak kunjung datang juga. Halte pun sudah semakin sepi karena para siswa SMA yang tadi sempat menunggu jemputan di halte satu persatu sudah di jemput oleh orang tua ataupun supir mereka.
"Duh mana si" gumamnya sudah tak sabar.
Bugh...
Briana mengerutkan kening saat indera pendengarannya mendengar suara aneh. Ia celingukan mencari arah sumber suara yang Ia yakini bahwa itu adalah suara orang di pukul. Namun, anehnya Ia tak mendapati kejadian apapun yang berhubungan dengan yang Ia dengar. Briana pun menggeleng dan menghilangkan pikiran halunya.
Ia pasti hanya salah dengar saja. Ia berfikir mungkin itu hanya bunyi ban kendaraan yang lewat saja. Briana pun fokus kembali pada penantian bus nya.
Bugh...
"Argh..."
Kali ini suara itu terdengar lagi bahkan lebih jelas di barengi dengan teriakan kesakitan seseorang. Briana pun langsung panik. Ia akhirnya memilih untuk meninggalkan halte dan mencari sumber suara itu.
Briana menyelusuri tempat sekitar. Dan tak berapa lama akhirnya Ia dapat menemukan sumber suara itu. Di depan sana terlihat seorang laki-laki berseragam SMA yang sama seperti nya nampak sedang di keroyok beberapa orang berjaket hitam.
Tanpa pikir panjang, Briana langsung berlari maju dan menendang orang-orang berjaket hitam itu. Melihat ada seorang gadis yang datang menyelamatkannya, laki-laki yang nampak sedang terduduk lemah dengan luka memar di ujung bibirnya itupun menatapnya intens namun datar di ekspresi.
"Pergi atau gue lapor polisi" ancam Briana sudah bersiap sambil menunjukan nomor darurat yang bisa kapan saja Ia pencet.
"Cabut!" Instruksi salah satu dari ketiga laki-laki berjaket hitam itu dan akhirnya mereka semua pun pergi dengan tergesa-gesa.
Briana menoleh ke arah laki-laki yang sempat di pukuli oleh ketiga orang tadi. Laki-laki itu pun nampak sedang menatapnya juga dengan tatapan datar.
"Gak papa?" Tanya Briana tanpa intonasi.
"Hmm" balas laki-laki itu sambil mengusap ujung bibirnya yang nampak mengalirkan darah segar.
Sebenarnya Briana kesal dengan balasan laki-laki itu. Sudah di tolong tapi tak ada terimakasihnya. Namun, tak apa lah, lagian Ia pun tak mau ikut campur terlalu dalam dengan urusan laki-laki kaya ini. Ia ikhlas menolongnya dan tak mau jika cowok itu sok sokan ingin balas budi.
Ia pun maklum, memang seperti itu kan sikap para konglomerat ataupun bangsawan. Sombong dan tak tau terimakasih mentang-mentang pemegang kasta tinggi.
Briana yang merasa laki-laki itu sudah aman dan ketiga laki-laki yang tadi mengkroyoknya sudah benar-benar pergi, tanpa basa-basi Briana langsung pergi begitu saja meninggalkan cowok itu.
Ia pun kembali berdiri di depan halte dan kebetulan sekali tak berselang lama bus selanjutnya pun berhenti. Tanpa lama Briana pun langsung buru-buru masuk karena dirasa Ia sudah sangat telat.
****
Zega menunduk sambil menatap telapak tangannya yang nampak terdapat banyak luka gores dan terasa sangat perih. Sungguh bitch 3 laki-laki tadi! Menyerangnya saat Ia sedang lemah.
Matanya terpejam kuat, nafasnya turun naik tak teratur karena menahan gejolak amarah di dalam dadanya. Ia sungguh marah dan rasanya ingin membalas perbuatan mereka. Namun, sepertinya saat ini Ia hanya bisa bersabar karena waktunya tidak pas dan Ia pun tak boleh gegabah.
"Cewek tadi siapa ya?" gumam Zega mengingat wajah seorang gadis yang tadi telah menendang ke 3 cowok itu.
Zega menggeleng tak peduli. Toh Ia tak kenal juga dengan gadis tadi dan walaupun seragam gadis tadi sama seperti yang Ia kenakan tapi rasanya Zega belum pernah melihatnya di lingkungan sekolah.
*****
Seragam sekolah nya kini sudah tergantikan dengan kaos putih khusus pegawai cafe yang telah di berikan untuk setiap pegawai di tempat Briana kerja.
Yah, Ia kerja paruh waktu di salah satu cafe yang letaknya cukup jauh dari jarak sekolahnya. Ia sengaja memilih cafe yang letaknya jauh dari area sekolahnya supaya tak ada teman-teman sekolahnya yang melihat.
Jujur Ia terpaksa mengambil pekerjaan ini. Ia hidup sebatang kara sejak kedua orangtuanya meninggal. Ia begitu bersyukur dapat bersekolah di salah satu SMA favorit melalui jalur beasiswa.
Namun, Ia begitu minder dan cukup takut untuk berteman dengan siswa siswi di sana. Ia tau pasti mereka semuanya orang-orang kaya dan terpandang yang di mana pasti mereka tak pernah ragu mengeluarkan uang untuk membeli apapun yang mereka suka, tidak seperti dirinya yang harus berpikir berulangkali untuk mengeluarkan uang untuk membeli barang yang menurutnya tidak penting-penting sekali.
Briana memulai pekerjaannya dengan senyuman ramah kepada pengunjung yang datang. Ia setiap hari selalu berusaha memberikan kinerja yang baik agar tak mengecewakan managernya walaupun Ia bekerja hanya paruh waktu.
"Briana" Briana menoleh ketika salah satu temannya memanggil.
"Iya?" Balas Briana seraya menoleh.
"Liat nih" Chika menunjukan sebuah foto di layar handphonenya kepada Briana.
"Ganteng banget Briiii..." pekik Chika girang.
"Oh dia bangsawan ya?"
"Iya. Andai gue bangsawan juga pasti gue bisa ngeraih dia. Kenapa si nasib gue harus jadi rakyat jelata gini" dumel Chika merutuki nasib nya.
"Udah gak usah banyak ngeluh, sana anterin pesenan ke meja nomor lima. Kasian tuh dari tadi udah nungguin" perintah Briana yang sudah muak dengan obsesi Chika terhadap tokoh publik di handphone sahabatnya itu.
"Iya-iya" dengan ogah-ogahan Chika pun mengambil nampan berisi makanan itu dan membawanya ke meja nomor lima.
Waktu berjalan begitu cepat, tak terasa udara semakin dingin dan langit semakin menggelap. Akhirnya tiba dimana waktunya para pegawai cafe untuk beres-beres dan menutup toko sebelum mereka pulang.
Setelah selesai dengan pekerjaannya, Briana dan Chika pun pamit kepada yang lain untuk pulang duluan. Keduanya berjalan bersamaan melewati trotoar jalan sambil mengobrol.
"Bri, gimana ya kalo semisalnya gue kenal sama prince Garvi. Gak usah kenal deh liat dia secara langsung aja. Aaah... Pasti gue seneng banget" Chika memejamkan matanya sambil membayangkan idolanya itu.
"Gue bingung sama lo. Sebenarnya apa si yang lo liat dari si Garvi Garvi itu. Cuma numpang nama sama ayahnya doang! kek nya dia nya ma gak punya effort apa-apa" Chika mendelik tak terima dengan kecaman Briana.
"Dia itu ganteng loh Bri, coba kalo lo ketemu sama dia pasti lo juga bakalan terpesona kaya Gue. Kalo di tanya effort... Effort dia banyak kok. Kayak contohnya dia pinter publik speaking___"
"Manipulatif speaking lebih tepatnya" potong Briana mengkritik.
"Eh sembarangan banget si"
"Gue tuh gak suka sama anak-anak bangsawan. Mereka itu cenderung egois, sombong dan selalu menghambur-hamburkan uang.
Udahlah gak usah mengagung-agungkan bangsawan. Mereka aja gak peduli sama rakyat jelata kaya kita ngapain kita ngurusin mereka" setelah mengatakan itu, Briana pun berjalan lebih cepat meninggalkan Chika.
Chika nampak terdiam dengan ekspresi anehnya. Ia menggaruk tengkuknya bingung dan akhirnya berlari menyusul langkah Briana.
"Bri tunggu"
Di sebuah kamar yang gelap tanpa cahaya penerangan lampu, seorang laki-laki yang memanfaatkan kelebihan magic pupil merahnya nampak sedang serius mengamati layar laptopnya, entah apa yang sedang di fokusinya pada benda elektronik itu.
Tiba-tiba saja ekspresi nya berubah menjadi frustasi. Ia menutup laptopnya dengan kasar dan meletakannya di atas nakas.
“Viktor” seseorang memanggil namanya sambil memasuki kamar gelapnya itu.
“Astaga, kamar apaan nih gelap kek kuburan gini? Mau cosplay jadi mayat lo?” ocehnya sambil meraba-raba tembok mencari saklar lampu, dan setelah menemukannya Ia pun langsung memencetnya hingga akhirnya kamar yang semula gelap kini menjadi terang.
“Mau apa lo kesini?” Tanya Zega dengan nada malas.
Laki-laki yang memasuki kamar itupun duduk di samping Zega seraya menyentil jidatnya membuat Zega memekik dan seketika menepis tangannya kasar.
“Tuan muda yang sensian” ledek nya dengan senyuman smirk.
“Cepetan mau apa? Gue ngantuk!” Tekan Zega yang merasa sudah sangat kesal dengan kedatangan manusia satu ini.
“Lo sekolah di SMA Dimitri kan?” Zega membalas dengan dekheman.
“Gue ada info penyelidikan” Laki-laki itu mendekati Zega seraya membisikan sesuatu ke telinganya.
***
Seperti kebiasaan Briana, Ia pagi-pagi sudah bersiap dengan seragam sekolahnya dan langsung pergi tanpa sarapan. Karena Briana tinggal sendirian, jadi Ia tak pernah mau repot-repot masak untuk sarapan pagi, paling Ia hanya akan membeli roti di kantin sekolah untuk mengganjal perut.
Ia mengamati jalanan sekitar dari kaca jendela bus yang di naiki nya sekarang. Karena Ia berangkat lumayan pagi jadi manfaatnya Ia dapat terhindar dari kemacetan jalan karena waktu belum memasuki jam sibuk.
Setelah beberapa menit perjalanan, akhirnya bus yang Briana tumpangi pun sampai di halte pemberhentian dekat sekolahnya. Briana pun bergegas turun dan memasuki gerbang sekolahnya.
Seperti biasa, sekolah masih cukup sepi hanya ada beberapa siswa saja yang baru datang. Dan Briana rasa mereka merupakan siswa yang namanya sering di panggil karena kepintaran mereka.
Walaupun Briana juga sebenarnya pintar tapi Ia tak pernah ikut campur dalam kompetisi juara di sekolah. Ia tak mau namanya jadi terkenal sedangkan Ia bukan siapa-siapa dan bukanlah berasal dari keluarga bangsawan maupun konglomerat. Baginya dapat mempertahankan beasiswa nya saja Ia sudah sangat bersyukur.
Tanpa Briana sadari, atensi seorang laki-laki diam-diam sedang mengintai gerak geriknya dari balik tembok sana. Laki-laki itu tersenyum penuh arti.
“Briana Nathalia Abigail, cewek paling acuh dan gak punya teman sama sekali. Cuma murid beasiswa yang gue yakin gue bisa dapetin lo dengan mudah. Humh, murid beasiswa. Betapa bangganya dia dapetin gue, untung cantik”
****
Kriiing....
Kriiing...
Bel istirahat berbunyi nyaring hingga terdengar ke seluruh penjuru sekolah. Semua siswa yang awalnya sedang terduduk murung di kelas pun seketika langsung bersemangat kembali.
“Briana, tolong bawakan buku-buku ini ke ruang guru ya” Briana yang mendapat panggilan perintah dari sang guru pun mengangguk seraya berdiri dan mengambil buku yang di perintahkan untuk di bawa.
Briana keluar kelas sambil membawa buku-buku itu mengikuti sang guru. Di tengah jalan, Ia tak sengaja berpapasan dengan seorang laki-laki yang Ia rasa Ia pernah melihat wajah laki-laki itu sebelumnya. Tapi di mana?
Oh iya, Briana ingat! Dia adalah laki-laki yang kemaren Ia tolong waktu di keroyok oleh 3 orang berjaket hitam itu. Laki-laki itu nampak menatap Briana sekilas dengan tatapan datarnya dan setelahnya lanjut berjalan lagi.
“Bri, ayo masuk” mendengar sang guru memanggil, Briana pun membuyarkan lamunannya dan buru-buru berjalan masuk untuk meletakkan buku-buku yang di bawanya.
Selesai meletakkan buku-buku itu, Briana pun keluar dari ruang guru dan bergegas untuk kembali ke kelasnya. Namun, baru setengah jalan, Briana sudah di hadang oleh seorang laki-laki. Sekilas info yang Ia tau, laki-laki ini adalah most wanted boy yang sering jadi topik pembicaraan anak-anak.
“Would you like to be my girlfriend? ” Gerald mengatakan itu sambil berjongkok di hadapan Briana dan menyodorkan bunga di tangannya.
Sontak mendapat perlakuan seperti ini dari Gerald membuat Briana merasa kikuk dan bingung harus bagaimana. Tidak pernah kenal, tidak pernah berbicara tiba-tiba nekad ingin menjadikannya pacar. Laki-laki macam apa dia ini?
"Ck, pake ketinggalan segala lagi" Seorang laki-laki berhoodie ping yang sedang berjalan terburu-buru di sepanjang koridor pun menghentikan langkahnya ketika atensinya tak sengaja mendapati wajah seorang gadis yang sepertinya familiar di matanya, dia nampak sedang di tembak oleh seorang most wanted boy yang jujur Zega tak menyukainya karena sifat tamak laki-laki itu.
Zega menggunakan kekuatan matanya agar Ia dapat melihat ekspresi Briana lebih dekat karena dari jarak Zega sekarang Ia tidak bisa melihat dengan jelas ekspresi wajah dari orang-orang di depan sana.
Dahi Zega mengernyit heran melihat ekspresi meringis dan tak nyaman yang gadis itu tunjukkan. Ia pikir matanya akan menemukan sebuah ekspresi bahagia dan semacamnya tapi ini tidak.
“Sorry gue gak bisa” balas Briana dingin seraya pergi begitu saja meninggalkan Gerald.
Zega melebarkan matanya mendengar itu. Dia menolak Gerald? Apakah Ia tak salah dengar? Walaupun Gerald itu sombong dan Zega rasa songong juga tapi, sepertinya tidak ada satupun gadis yang pernah menolak cintanya.
Malahan gadis-gadis lain sangat berharap selanjutnya mereka-lah yang akan menjadi pacar Gerald.
Melihat Briana pergi begitu saja tentunya membuat beberapa orang yang menyaksikan termasuk Zega, merasa tercengang dengan gadis itu. Terutama sang penembak dan kedua temannya.
Gerald mengepal kuat telapak tangannya. Ia benar-benar marah karena harga dirinya telah di injak-injak oleh gadis itu. Dia bukan siapa-siapa namun, berani-beraninya dia menolak pernyataan cintanya di depan orang banyak.
“Untuk pertamakalinya dalam sejarah lo di tolak cewek Rald” heboh Ardi.
“Gue gak terima!” Gerald membuang bunga di tangannya asal.
Dengan sekejap, para gadis-gadis langsung berlari merebutkan bunga yang Gerald buang tersebut.
“Kalian lihat? Tanpa gue kasih, mereka malah mungut sendiri bunga yang gue buang. Harusnya cewek tadi beruntung gue ngasihnya secara sopan” Gerald menatap kedua temannya dengan emosi.
Kedua temannya hanya mengangguk-angguk dan memegang pundak Gerald untuk menenangkannya.
Dari kejauhan, Zega nampak memperlihatkan tatapan ilfilnya dan decihan pelan. Ia benar-benar merasa jijik dengan kesombongan laki-laki bernama Gerald itu. Dia benar-benar keterlaluan.
Gadis-gadis itu juga, kenapa mereka rela menurunkan harga dirinya hanya untuk laki-laki bajingan seperti Gerald? Apa hebatnya si laki-laki itu? Hanya menang ganteng dan kaya saja selebihnya tidak ada bakat apapun.
“Benar-benar spesies hewan berkaki dua” monolog Zega seraya memutar bola matanya malas dan pergi dari tempatnya berdiri.
****
Setelah drama Gerald menembaknya yang membuat Briana merasa pusing dan malas berada di lingkungan sekolah, di tambah lagi Ia kini sedang terkena cibiran pedas sana sini membuatnya ingin cepat-cepat pulang. Akhirnya drama-drama itupun kelar juga setelah mapel terakhirnya selesai.
Saat bus sudah datang, Ia pun langsung duduk di salah satu jok yang kosong. Matanya menatap jalanan sekitar dari jendela bus dengan tatapan lirihnya.
Tak lama kemudian seorang gadis yang seragamnya sama seperti Briana duduk di jok sampingnya yang masih kosong.
“Briana” sapa nya dan Briana pun tersenyum tipis sambil mengangguk. Ternyata dia adalah teman sekelas Briana yang pernah satu kelompok dengannya, yaitu Viona.
“Ada gila-gilanya lo ya Bri, di kasih Kak Gerald malah di tolak ck,ck,ck” Viona geleng-geleng kepala heran namun, Ia pun mengapresiasi keberanian temannya itu.
“Emangnya kenapa si? Orang gue gak suka sama dia” acuhnya. Ia benar-benar sudah kesal dengan omongan orang-orang yang membuat kupingnya panas.
“Ya.... Padahalkan Kak Gerald itu most wanted boy loh di SMA kita masa lo gak mau jadi pacarnya. Dia juga terkenal sering gonta-ganti pacar tapi sejauh ini cuma lo yang rela nolak dia. Biasanya cewek-cewek itu walaupun tau Kak Gerald Cuma jadiin mereka pacar satu minggu doang atau bahkan ada yang dua hari, tiga hari, sehari bosen tapi mereka gak pernah rela nolak ajakan ngedate cowok seganteng Kak Gerald. Gak cuma ganteng aja, tapi kaya dan royal juga” jelas Viona menggebu-gebu.
“Oh gitu” Briana menunduk memikirkan ucapan Viona.
“Dan satu lagi, cewek yang pacaran sama dia itu biasanya bakalan jadi terkenal seantero sekolah” timpal Viona. Briana hanya terdiam bingung, jika menolaknya saja sudah di benci satu sekolah seperti ini apalagi jika Ia menerimanya?
“Eh bus nya udah nyampe, gue duluan ya” Viona menepuk pundak Briana seraya beranjak dan bergegas turun dari bus duluan.
“Kenapa lo dari tadi bengang bengong begitu?” Briana membuyarkan lamunannya ketika Chika datang dan menyenggol tubuhnya.
Briana mengerjap dan menggeleng.
“E__enggak gak papa, Gue Cuma agak ngantuk aja” alibinya.
“Istirahat aja dulu sana” Briana menggeleng tak mau.
“Gak ih, lagi banyak pengunjung gini masa istirahat nanti ngerepotin yang lain tau” Chika menghela nafas dan akhirnya pasrah. Ia tau bahwa Briana memang tak bisa di tentang jika sudah berkeputusan.
Lonceng pintu berbunyi dan menampilkan sosok laki-laki ber-style rapih dengan hoodie putih dan celana jogernya, memasuki cafe tersebut.
“Selamat datang ada yang bisa saya bantu?” Sapa Briana ramah.
Laki-laki itu tersenyum tipis ke arah Briana dan mulai membaca daftar menu cafe.
“Americano sama moccacino satu ya di bungkus”
“Baik atas nama siapa?”
“Eris” balas laki-laki itu singkat.
“Baik silahkan di tunggu pesanannya” laki-laki itu mengangguk seraya menduduki kursi penungguan.
Setelah menunggu beberapa saat, akhirnya minuman yang laki-laki itu pesan selesai di buat juga. Briana pun memanggil namanya untuk memberitahu bahwa minumannya telah siap.
“Atas nama Eris dengan pesanan americano dan moccacino coffee”
Laki-laki itupun bangun dari duduknya untuk mengambil pesanannya. Briana pun menyodorkan tangannya untuk memberikan pesanan milik laki-laki itu.
Laki-laki itupun menerimanya namun, tak sengaja tangan laki-laki itu bersentuhan dengan tangan Briana hingga membuatnya terdiam karena merasakan sesuatu yang aneh.
Mata Eris tiba-tiba menajam dan kepalanya memunculkan memori-memori flashback aneh yang Ia pun tak tau itu kejadian apa karena bukan Ia yang mengalami.
Seorang anak kecil yang menangis di dalam gendongan seorang wanita dan tiba-tiba saja tubuh anak kecil tersebut di lempar oleh wanita tersebut ke sebuah laut biru. Dan yang membuat Eris tercengang adalah wajah si wanita itu adalah wajah Ibunya, Ibu kandung Eris waktu muda! Apa maksud dari bayangan di otaknya ini?
Apakah memori flashback itu benar? Ataukah hanya ngawur dan kejadian abstrak saja? Ngomong-ngomong dari mana Ia mendapatkan sepotong memori flashback abstrak itu?
Apakah mungkin karena kantong plastik kopi ini? Tidak mungkin, kan dari si pelayan cafe di depannya ini? Mana mungkin ibunya ada hubungan dengan seorang pelayan cafe, sungguh tidak masuk akal.
“Mau pake card atau cash?” Laki-laki itu mengerjap ketika Briana menanyakan pembayaran.
“Card aja” balasnya dengan kikuk.
****
Eris berjalan memasuki istana mewahnya sambil melamun, entah apa yang Ia pikirkan sebenarnya.
“Hey” Eris mengejut saat tiba-tiba kakaknya datang dan menyenggol tubuhnya.
“Baru pulang kok ngelamun. Kenapa? Di putusin pacarnya ya?” Ledek Garvi sang Kakak.
“Ck, apaan si Kak aku gak punya pacar kali” decak Eris kesal.
“Yang bener? Ganteng-ganteng kok jomblo” goda Garvi sambil terkekeh.
“Prince mah bebas”
“Emang temen-temen kamu di sekolah tau kalo kamu itu Prince?”
“Enggak si” Eris menggaruk tengkuknya kikuk.
“Eris gak mau terkenal kaya Kakak, ribet Kak. Nanti orang-orang pas lewat gini gini lagi” Eris memperagakan tundukkan kehormatan dengan tingkah lucunya membuat Garvi terkekeh.
“Ayo makan malam” ajak Garvi seraya merangkul pundak adiknya dan membawanya pergi menuju ruang makan.
Kedua Kakak beradik itupun mulai duduk di salah satu kursi yang memang sudah di khususkan untuk mereka setiap kali makan bersama.
“Ibu” Queen Anastasia pun menoleh ketika putra bungsunya memanggil.
“Iya sayang?”
“Eris mau nanya sesuatu sama Ibu” Queen Anastasia tersenyum dan menatap Eris teduh.
“Tanya apa hmm? Soal kerajaan? Pemerintahan? Atau apa pun, boleh kamu tanyakan kepada ibu”
“Apakah Ibu punya anak perempuan?”
“Ukhuk...” Sontak mendengar pertanyaan dari putranya membuat Queen Anastasia terkejut hingga tersedak makanan yang hendak di telannya.
Queen Anastasia langsung meraih gelas berisi air putih di atas meja dan meminumnya sedikit.
“Eris, apa yang kamu tanyakan? Kamu ini ngawur sekali pertanyaannya. Sudah jelas-jelas anak Ibu dan Ayah hanya kamu dan Kakak mu Garvi, tidak ada anak lain selain kalian, apalagi perempuan” sahut King Charles yang merasa tak nyaman dengan pertanyaan Eris.
“M__maaf Ayah” Eris menundukkan kepalanya merasa bersalah.
“Sudah sudah, tidak papa kok. Mungkin, Eris menginginkan seorang adik perempuan hmm?” Eris menegakkan kepalanya kembali seraya menatap ke arah Ibunya dan tersenyum tipis tanpa berkata apapun.
***
“Ah, lelah sekali rasanya setelah seharian bekerja” Briana mendudukkan dirinya di atas sofa sambil memejamkan mata.
Ting...
Mata Briana memicing saat melihat DM Instagram di bar notifikasi atas layar. Briana merasa heran karena tak biasanya ada orang yang mengirim DM kepadanya.
Briana pun membukanya dan mengecek akun Instagram yang mengirimkannya DM tersebut.
Gerald_Jee
Hay calon pacar, jangan lupa follback ya.
“Oh, jadi dia cowok gak jelas yang tiba-tiba nembak tadi” monolognya mengingat sosok Gerald.
“Dia tau akun Instagram gue dari mana?” Bingungnya.
“Gue lupa dia anak orang kaya, apapun bisa dia lakukan. Cuma nemuin akun Instagram gue doang mah bukan apa-apa buat dia”
“Sebenernya nih cowok yang konon katanya paling beruntung kalo pacaran sama dia, kenapa nargetin gue? Gue bukan siapa-siapa di SMA. Gue Cuma murid beasiswa yang hidup pas pasan bahkan harus bekerja paruh waktu biar gue bisa makan.
Gue males berhubungan sama anak orang kaya apalagi si Gerald Gerald ini populer. Gue gak mau jadi pusat perhatian seluruh SMA, gue gak mau dapet masalah di SMA sedangkan gue bukan siapa-siapa. Bukan anak bangsawan, bukan anak konglomerat, bukan anak CEO.
Hidup gue selama ini tenang-tenang aja dan gak pernah ada yang ngusik gue di sekolah. Jangan sampe gara-gara nih cowok gue jadi punya musuh. Apalagi musuh gue keturunan bangsawan”
Briana membanting handphonenya ke atas kasur seraya menenggelamkan wajahnya di antara dua bantal.
***
Mata merah terang itu memancarkan cerminan hati si pemilik mata yang kini sedang merasakan sebuah kehampaan yang mendalam. Setiap hari hidupnya hanya sendiri, sendiri, dan sendiri tiada akhir.
Mamah, Papah semuanya pergi. Mamah pulang hanya 2 bulan sekali dan Papah nya tak pernah pulang sama sekali.
Laki-laki itu terbangun dari duduknya sambil menatap langit malam tanpa bintang itu dengan lirih. “I hate this life” teriaknya.
“Arrrgh....”
Sebuah batu besar yang terletak di depan sana dengan jarak sekitar 8 meter lebih pecah ketika laki-laki itu berteriak.
“Kenapa gue terlahir dalam keadaan kesepian? Kenapa gue terlahir berbeda? Sebenarnya gue ini apa? Manusia atau... Vampir kaya yang di bilang temen-temen kecil gue?”
Zega memegang kepalanya sambil meremas kuat rambutnya.
“Gak mungkin gue vampir, gue gak takut matahari, gue gak suka darah dan... Kulit gue enggak dingin”
“Tapi di pikir-pikir ada untungnya juga gue punya magic. Karena magic yang gue punya, bisa gue bisa gunain buat nyari tau tentang keluarga Prince Garvi. Hanya keluarga kerajaan yang bisa gue manfaatkan untuk mencari tahu tentang hilangnya Papah” Zega mengepal kedua tangannya erat.
Dreet... Dreet...
Zega meraih handphonenya ketika terdengar suara dering dari benda pipih tersebut.
“Eris?” Zega mengernyitkan dahinya saat melihat nama kontak yang tertera di layar handphonenya.
Ia pun menarik tombol hijau untuk mengangkat telepon masuk tersebut.
“Hallo”
“......”
“Tandingnya pagi?”
“.....”
“Heem”
Zega pun kembali mengantongi handphonenya seraya menghela nafas. Basket adalah hobi nya namun, karena sifat introver nya, terkadang membuat Zega merasa malas untuk bermain di lapangan dan menjadi pusat perhatian para siswa terutama gadis-gadis di SMA nya.
Karena menjadi seorang pemain basket tentunya harus siap untuk menjadi pusat perhatian para orang-orang yang menontonnya.
Apalagi Ia gabung ke timnya Eris yang merupakan tim basket paling terkenal di SMA. Tim basket pimpinan Eris juga merupakan tim inti SMA yang sering di pertandingkan dengan SMA luar.
Tapi, terkadang pun Zega memilih untuk memaksakan apabila keinginannya sudah cukup besar. Karena baginya menekan hobi itu tidak baik juga untuk kesehatan mentalnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!