NovelToon NovelToon

GADIS 20RIBU

1

"Kembalikan bajuku...!!"

Bagai disambar petir, makhluk bermata sayu itu membungkukkan badannya yang setengah telanjang, dan meringkuk di bawah meja. Sorak Sorai tiga orang pria membahana, memekakkan telinga. Bagaimana tidak, saat mereka sedang sibuk membuat foto hasil jepretan tuannya, gadis itu membuka pintu yang tidak terkunci, dan langsung berlari ke arah mereka. Dalam hitungan detik, botol air yang tengah ditenggak salah satu pria tertumpah di atas meja, membuat pria itu marah dan membuka baju kaos yang dikenakan gadis itu, lalu menjadikannya lap untuk mengeringkan meja.

"Ah, kau lagi. Selalu saja begini." Seorang pria muncul dari dalam, dan mengangkat meja yang menjadi penolong bagi gadis kecil di bawah meja." Bawa dia...!" Dua orang pria yang dari tadi hanya berdiri diam, berjalan mendekati gadis tersebut, dan membopong tubuhnya. "Lepaskan aku, tuan...!! Aku lebih baik mati saja..!" Gerakan meronta gadis itu hanyalah usaha yang sia-sia.

Tuan muda Tria melangkah mengikuti dua pengawalnya yang membopong gadis itu. Bukan tanpa sebab, ini kali ke dua gadis itu masuk dan bersembunyi di dalam studio milik tuan Tria.

Flashback.

Wanita tua berpenampilan menor, terlihat menyeret seorang gadis. Dia memasuki apartemennya, dan menendang bawaannya itu dengan keras, hingga tubuh gadis itu menghantam pintu. "Kamu harus menuruti semua perintahku. Nanti malam mereka akan datang, jadi usahakanlah agar pelayananmu maksimal." Gina sesenggukan di samping pintu. Ya, gadis mungil itu bernama Gina. Setelah usianya menginjak tujuh belas tahun, tantenya dengan sadis mau menjadikannya pemuas nafsu bagi teman-teman bisnisnya.

Beruntung, gadis itu berhasil kabur dari apartemen. Sudah beberapa kali dia kabur, tapi selalu saja ditemukan oleh wanita yang tak lain adalah tante kandungnya itu. Kali ini, dia bersembunyi lagi di sebuah studio yang tak jauh dari apartemen tantenya. Pernah satu kali dia kabur dan masuk ke studio tersebut, namun berhasil di temukan oleh anak buah wanita tua itu. Kini, dia masuk lagi ke tempat yang sama.

Disinilah Gina sekarang. Dia dikurung di sebuah kamar kecil di dalam studio tersebut.

Sementara Wanita tua bernama Ranti itu sangat kesal. Saat dia kembali dari toilet, Gina tak tampak sama sekali. Hal itu membuatnya marah besar, dan langsung menelpon tiga orang anak buahnya, untuk mencari keberadaan Gina.

"Jangan dekati aku..!" Gina meraih gunting kecil di atas lantai, dan mengacungkannya pada pria brewok yang berjalan ke arahnya.

Pria itu tertawa terbahak-bahak. Dia melempar piring yang dipegangnya hingga melayang ke kepala Gina.

"Seharusnya aku membiarkan kau mati kelaparan. Ini perintah tuan. Kau pikir aku sudi memberimu makan.....!?" Si brewok sangat emosi saat Gina mengancamnya dengan gunting. Pri itu pun keluar meninggalkan gadis yang minta dilepas itu.

"Aaah....!!! Biarkan aku pergi.. Kembalikan bajuku...!! Gina menghapus kasar darah di pelipisnya dengan telapak tangan. Gadis itu menangis semakin kencang. Hari semakin malam, dan dia sama sekali belum membersihkan tubuhnya.

"Hei, Lu.Sini...!? Tria mengembuskan asap rokoknya ke arah si brewok. Pria tinggi itu mendekati boss-nya, dan menatapnya segan.

Tak lama, Brewok pun pergi, diikuti temannya. Rupanya Tria menyuruhnya untuk membelikan pakaian buat Gina.

Tria sendiri adalah pria keturunan Indo Belanda. Tampangnya yang gagah tertutupi oleh perangainya yang galak. Waktunya dia habiskan untuk hidup di Indonesia, menjauhi keluarganya yang tinggal di Belanda. Kekayaannya orang tuanya yang tidak akan habis tujuh turunan, dia hamburkan untuk membuka bisnis di mana-mana sesuai maunya.

Beberapa saat kemudian, Brewok dan temannya telah kembali. Mereka membawa satu buah paperbag yang berisi baju couple.

"Aku mau keluar sebentar. Ingat..!! Kalian cukup memberinya makan dan pakaian. Selebihnya, jangan sampai kalian mengganggunya.!" Tria pergi mengendarai mobilnya, sementara Brewok dan temannya tersenyum penuh kemenangan.

"Bro, ini saatnya kamu dan gue keluarin beban berat kita. Hahahaha...." Keduanya berlari masuk ke kamar, dimana Gina dikurung.

Gina memeluk lututnya, saat dua pria itu masuk. Pria itu menatap Gina sangat lama, dalam diam. Ada sesuatu yang membuat mereka tak bisa berpikir lagi. Muncul niat jahat untuk memperkosa gadis itu. Dengan penuh napsu, keduanya mendekati Gina, dan menariknya. " Jangan macam-macam sama aku, tuan..!! Atau, aku akan menusuk mu!" Gina memperlihatkan guntingnya, dan hal itu membuat keduanya semakin bernafsu. Brewok menendang kepala Gina, hingga nasib malang kembali menimpa gadis itu. Kepalanya berkunang-kunang, kemudian jatuh pingsan.

"Bro, jangan kelewatan. Nanti kita dipecat, Boss." Si kumis tipis mengingatkan brewok.

"Ya, benar juga kata lu. Tapi mumpung boss belum kembali, kita cicipi dulu, dia. Apalagi dia sedang pingsan. Ini kesempatan bagus."

"Giliran gue duluan, ya." Brewok mengusir temannya untuk keluar, kemudian mengunci pintu dari dalam. Sementara itu, Tria yang ketinggalan tabletnya di studio, berputar arah dan melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi. Dalam hitungan lima menit, dia sudah sampai. " Hei, buka pintu kamarnya...!!!"

Tria emosi dan menendang pintu. Sejak masuk ke studio, dia tak melihat kedua anak buahnya. Sementara itu, Brewok bersiap-siap menanggalkan celana Gina. Karena mendengar bunyi keras di Pintu, dia emosi dan mengira itu ulah temannya. Dengan sekali gerakan, dia membuka pintu sambil tangan sebelahnya menghalangi bagian pahanya yang telanjang.

"Mau lu a...!?"

Belum sempat dia selesai, tuan Tria melayangkan pukulan ke wajahnya, hingga brewok terhuyung ke belakang.

"Berani benar lu melanggar perintahku..!" Mulai detik ini, lu aku pecat." Tria menjewer kuping Brewok, dan menariknya keluar dari kamar. Dia kemudian mendekati Gina, dan membangunkan gadis itu. Tak lama kemudian, kesadaran Gina telah kembali. Dia berdiri, dan berusaha menghalangi tubuh telanjangnya.

Tria merasa iba, dan memberitahu letak kamar mandi. Gina pergi dan masuk ke sana, sambil menenteng paperbag yang dikasih Tria. Rupanya si brengsek itu sudah membelinya pakaian" Tria geleng-geleng kepala dan keluar mencari keberadaan si kumis tipis. Dua pria itu ternyata belum pergi. Mereka duduk di kursi, menunggu tuannya.

Tiba-tiba dari depan pintu, anak buah Ranti mengetuk. Tria berjalan ke sana dan membuka pintu.

"Anda cari siapa..!.? Saya nggak kenal dengan kalian." Tria menatap tiga orang lelaki itu dengan sinis.

"Maaf, tuan. Kami mencari seorang gadis. Apa anda melihatnya?" Mereka mengamati bagian dalam studio. Saat bersamaan, Gina keluar dari kamar mandi dengan berpakaian rapih. Seharusnya orang yang suruhan Ranti mau pergi karena diusir sama Tria. Sayang, mereka terlanjur melihat keberadaan Gina.

"Ha, itu tuan...itu gadis yang kami maksud." Mereka berlari masuk ke dalam studio, tanpa ijin si pemilik. Hal itu membuat Tria sedikit kesal. Dia dengan cepat mengunci pintu studio dari dalam.

Sedangkan Gina mulai ketakutan lagi. Dia berlari dan menyembunyikan tubuhnya di belakang badan Tria yang tinggi dan atletis.

"Tolong aku, tuan..! Aku mohon..!! Tanteku ingin menjadikan aku budak nafsu rekan-rekan bisnisnya...hiks.. tolong aku, tuan...!" Tria terpaku mendengar ucapan Gina. Di hatinya muncul rasa iba. Dia kemudian mengamati wajah tiga orang pria itu, kemudian memanggil kedua anak buahnya yang masih duduk menunduk dan belum juga pergi, setelah dipecat.

"Aku akan membayar kalian dua kali lipat, asalkan kalian mau menutup mulut soal keberadaan Gina." Tria membuka dompetnya, dan memperlihatkan black card di depan mata tiga orang itu. Mereka menelan Saliva, pertanda tergiur dengan tawaran pria itu.

"Baik, lah. Kalian silakan duduk dulu. Anak buahku akan segera mengurus pembayarannya." Tria memasukkan kembali black card ke dalam dompet, lalu masuk ke kamar rahasia yang berada di studio tersebut. Kamar itu terdapat di belakang studio, dan hanya dirinyalah yang tahu. Tak lama, dia kembali sambil memegang tumpukan uang yang sangat tebal. Brewok kemudian dipanggil Tria untuk menghitung uang-uang tersebut.

"Urusan kita selesai, ya. Ini bayaran kalian. Jangan pernah lagi mencari ataupun memberitahu keberadaan Gina." Tria menyuruh Brewok menyerahkan tumpukan uang tersebut kepada mereka.

2

"Malam ini aku mau menginap di sini. Kalian, awasi terus gadis ini, dan ingat, jangan sampai kalian menyentuh dia!" Tria berlalu ke kamar utama dalam studio besar tersebut.

Sementara Brewok dan si kumis tipis kegirangan sebab tak jadi dipecat boss-nya. Mereka tahu jika tuan Tria sudah masuk kamar, berarti dirinya sudah mengantuk berat, dan pastinya akan langsung tertidur.

Mereka kemudian beranjak ke kamar di mana Gina berada. Saat mereka masuk, gadis itu meringkuk di sudut ruangan. "Otak jahat Brewok Mulai beraksi, sampai dia lupa barusan hampir dipecat tuan Tria. Dengan senyum miring, dihampirinya Gina.

"Jangan sentuh aku...!!" Teriakan Gina tak mereka hiraukan.

"Bro, ajaklah dia bermain-main sebentar. Aku mau ke toilet sebentar." Brewok pun berlalu. Kini tinggallah si kumis tipis. Dia membuka seluruh pakaiannya dan mulai mendekati Gina. Gadis manis yang sudah mandi bersih itu pun segera bangkit dari duduknya. "Aku harus keluar dari sini." Bisiknya sambil berdiri.

Si kumis tipis semakin mendekat, dan entah mendapatkan kekuatan dari mana, Gina mengerahkan seluruh tenaganya. Dengan sekali melompat, dia menendang pria itu tepat di tengah-tengah pangkal pahanya. Seketika dia meringis kesakitan. Gina segera berlari keluar dari kamar. Sangat beruntung pintu depan belum dikunci dua pria itu, akhirnya Gina berhasil melarikan diri. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Gina terus berlari, dan sesekali dia menengok ke belakang. Sementara Brewok dan temannya panik. Mereka berlari keluar dari studio, dan mengejar gadis itu. Aksi kejar mengejar pun tak terelakkan lagi. Dua pria itu tentu saja lebih unggul dari Gina. Mereka semakin mendekat. Gina semakin ketakutan. Dia berlari masuk ke sebuah halaman ruko, lalu mobil-mobil yang terparkir di sana, dia manfaatkan untuk bersembunyi. Gadis itu masuk ke salah satu mobil yang sedang terbuka. Seorang pria tua memandangi Gina.

"Hei, bocah. Lu siapa..!? Kalau mau mengemis, jangan di sini.."

"Tolong saya, pak ..! Ada orang jahat yang mengejar saya." Gina terus menunduk. Bapak tua tadi pun menjalankan mobilnya tanpa menanggapi ucapan Gina. Otak tuanya bermain, memikirkan sesuatu.

"Baik, lah. Kamu sepertinya cukup manis. Ikutlah ke rumahku." Dalam hitungan menit, mereka tiba tiba di sebuah rumah yang sangat besar. Gina terkagum-kagum melihatnya. Dia menatap sekeliling, bahkan sampai-sampai gadis itu menabrak pintu masuk.

setelah pria itu mengunci pintu, dia menarik tangan Gina dan membawanya ke kamar. "Pak, saya mau diapain? Tolong tangan saya dilepas!" Pria itu menatap Gina sebentar, lalu tertawa. "Kamu aman di sini, bocah. Siapa namamu?"

"Saya Gina, Pak."

" Baik, lah. Tidurlah di kamarku. Besok kamu saya kasih kerjaan." pria itu melangkah ke luar. Karena penasaran, Gina ikut keluar, dan menguntit pria tua itu. Rumah sebesar ini kosong, dan sejak tadi tak ada satu pun orang yang terlihat. Pria tadi tampak berjalan ke dapur, lalu menuangkan air putih ke dalam dua buah gelas. Gina memperhatikan dari balik pintu. Bapak itu lalu membuka sesuatu berbentuk bubuk, dan menuangkannya ke dalam salah satu gelas. Gina yang melihat itu, segera berlari masuk ke kamar, sebelum ketahuan bapak tersebut.

Bunyi langkah kaki kembali memasuki kamar.

"Hei, lu.. Sini..! Minum air ini. Lu pasti haus, kan?" Bapak tadi menaruh dua gelas tadi di meja, dan duduk di sofa kamar itu.

"Terimakasih, pak. Aku sangat kehausan." Gina ikut duduk, dan berusaha melakukan sesuatu. Sesaat, gadis itu sengaja menjatuhkan vas bunga di atas meja. Bapak tua itu kaget dan menunduk, ingin memungut vas bunga tersebut. Kesempatan itu Gina gunakan untuk menukar minuman mereka.

"Maaf, nggak sengaja." Gina menunjukkan wajah bersalah.

"Nggak masalah. silakan, diminum..!" Raut wajah pria itu begitu tegang. Sepertinya dia sedang menahan amarahnya. Gina mengambil gelas, lalu sebelum meneguknya, dia meminta pria itu untuk ikut minum. Mereka pun. Dalam hitungan detik, pria tadi menguap... lagi....dan lagi...Lama kelamaan, tubuh besar itu jatuh di atas sofa dan tertidur.

"Gue harus pergi dari sini. Ternyata semua pria sama saja." Bisiknya sambil berlari keluar. Beruntung kunci pintu depan masih tergantung. Gadis Malang ini pun berlari lagi. Kali ini dia merasa agak santai, karena dia yakin pria tua tadi pasti sedang menikmati efek dari obat tidur itu.

Gina terus berjalan, dan dia melihat seorang wanita paruh baya tengah membereskan barang jualannya. Ia mendatangi wanita tersebut. Jam sudah menunjukkan pukul sebelas malam. Udara semakin dingin saja.

"Bu, tolong saya, Bu. Saya dijahatin sama orang. Saya tak tahu mau tidur di mana. Saya janji besok akan membantu ibu berjualan." Ibanya sambil menatap mata wanita itu.

"Gue nggak kenal sama lu, tapi baik, lah. Gue sepertinya butuh tenaga lu." Ujar ibu tadi, sambil menyuruh Gina memasukkan barang-barang ke dalam pondok jualannya.

*

*

Pukul lima pagi, Gina terbangun. Gadis itu membuka matanya, sayup-sayup didengarnya suara orang sedang menelepon.

"Nanti siang, aku akan membawanya kepadamu. Tunggu sampai kami datang.". Kalimat tersebut terngiang-ngiang di ingatan Gina. Dia merasa Ibu tersebut membicarakan dirinya. Namun, pikiran buruk tersebut dia buang jauh-jauh. Pukul enam pagi, ibu tadi memberi makan Gina. "Makan yang banyak, nak. Kamu ibu sudah anggap anak sendiri." Ucapnya berbohong. Sebenarnya ada rencana besar yang akan dia lakukan, yaitu menjual Gina kepada temannya yang mempekerjakan para wanita malam.

Di tempat berbeda, tuan Tria menampar Brewok dan langsung memecatnya tanpa ampun. Hal serupa dialami oleh si kumis tipis. Dua pria itu kini berjalan keluar dari studio, tanpa sepeser pun bayaran. Tria marah besar. Bagaimana tidak. Dia menemukan kedamaian di bola mata gadis bernama Gina itu. Walaupun dia selalu bersikap galak sama orang-orang di sekitarnya, namun, dia masih lah lelaki yang memiliki hati nurani. Gina mengingatkan dirinya akan mantan kekasih yang sudah berbeda alam. Sudah menjelang tiga tahun ini, sikap tuan Tria berubah jadi galak. Bukan tanpa sebab, dia merasa hidupnya tak lagi memiliki arti. Wanita yang dicintainya mati tertabrak mobil musuhnya. Tak bisa dipungkiri, banyak kenalan dekat yang memusuhi Tria, oleh sebab kesuksesannya di dunia bisnis.

Tria menekan kontak di tabletnya, dan menghubungi seseorang.

"Cari gadis itu sampai dapat.!" Tria mematikan sambungan, dan mengirim gambar Gina yang sempat dia potret semalam. Hampir jam tujuh, Tria mengunci studionya dan memutuskan untuk pulang ke apartemen. Dia merindukan masakan Bi Uni, wanita tua yang mengurus apartemennya. Wanita itu sudah dia anggap sebagai ibi sendiri.

"Cepat, ganti pakaianmu!"

Teriakan keras itu membuat Gina ketakutan. Mau tak mau, dia menuruti permintaan orang yang semalam memberinya tumpangan.

3

Pukul sebelas, menjelang tengah hari. Gina dibawa seseorang memasuki ruangan khusus, yang berada dalam sebuah bangunan besar. Celana dan baju kaos ketat yang dipakainya menempel ketat, memamerkan lekuk tubuh Gina. Penampilannya tersebut membuatnya sedikit risih, namun untuk saat ini, dia tak bisa melawan. Wanita yang semalam, sudah dia anggap akan menjaganya, malah membawanya ke tempat asing dan aneh. Di dalam ruangan tersebut, seorang wanita menor duduk di sebuah kursi goyang sambil membakar rokok di tangannya.

"Meti, ini anak yang aku maksud."

Ibu itu melepaskan tangan Gina, dan mengunci pintu ruangan itu.

"Wah, kamu memang bukan kaleng-kaleng. Aku suka dengan bawaanmu." Wanita yang disebut Meti itu terlihat mengeluarkan dompetnya, lalu memberikannya lembaran uang yang sangat banyak kepada ibu penjual makanan itu "Pulang, lah! Sisanya akan ku transfer." wanita itu membuka pintu dan pergi, lalu masuklah seorang waria yang berjalan lenggak-lenggok.

"Kalian siapa? Tolong bukakan pintunya, aku mau pulang!" Gina berteriak, ingin keluar.

"Hah, berani sekali lu meneriaki boss gue..!! Mau cari mampus, lu?" Waria itu mendekati Gina dan menamparnya.

"Aaauuhh...!!" Gina memegangi pipinya yang terasa panas."

"Panggil anak-anak, dan bawa dia ke ruangan untuk bergabung dengan gadis-gadis itu..! Meti menghisap rokoknya, lalu melemparnya puntungnya ke arah si waria tadi.

Tak lama setelah si waria memutuskan sambungan telepon, masuklah dua orang pria, dan memegangi kedua tangan Gina. Mereka membawanya pergi, diiringi tawa renyah si Meti. Di bangunan yang sama, namun di ruangan berbeda. Disinilah Gina sekarang. Ada sebelas orang gadis yang sedang duduk di atas lantai, sembari sibuk dengan ponselnya masing-masing. Penampilan mereka begitu terbuka, membuat Gina semakin jelas jijik. Dia sebagai gadis yang mulai menginjak usia dewasa, sedikit-sedikit mulai mengerti apa yang sedang terjadi dengan dirinya. "Aku harus keluar dari tempat terkutuk ini..!" Bisiknya sambil meneteskan air mata.

"Heh, Lu...anak baru.. Ngapain menangis? lu pikir air mata lu bisa menghasilkan uang, hah...!? Mending kayak kita kita, nih. Woles aja, bocah..woles... Iya, nggak, man teman?" Wanita-wanita tadi tertawa cekikikan, membuat Gina semakin geram bercampur takut.

Di sebuah rumah besar tempat gadis-gadis tadi ditampung, terdapat sebuah hotel mewah yang bersebelahan. Di hotel itulah para wanita malam ini dipaksa melayani para lelaki hidung belang. Terlihat dari sikap mereka, sepertinya wanita-wanita itu menikmati hal ini. Hanya Gina lah yang masih menunjukkan wajah panik. Tak lama, makan siang diantar masuk oleh dua orang waria yang cukup dekat dengan Meti. Mereka diikuti oleh dua pria berbadan kekar dan tinggi. Melihat penampilan mereka, membuat nyali Gina menciut, dan tak berani untuk memberontak.

"Ayo, semuanya.. waktunya makan." Seorang waria membagikan beberapa bungkus makanan untuk para perempuan itu. Mereka makan dengan sangat lahap, kecuali Gina. Meskipun perutnya begitu lapar, tapi ketakutan yang dia rasakan lebih besar ketimbang rasa laparnya.

"Dengar-dengar, malam ini ada tamu spesial di hotel. Sayangnya, Bocah baru ini yang akan disuruh menemani tuan itu. Brengsek...padahal aku tahu betul bagaimana tampangnya tamu spesial itu. Dia pernah menginap di hotel soalnya." Wanita yang terlihat lebih tua, menatap Gina tak senang.

"Apa...!? Jadi gue mau disuruh melayani tamu hotel!?" Gina bergidik sendiri. Gadis ini sekali lagi meneteskan air mata."

Sementara itu, Tria tak tinggal diam. Keberadaan Gina untuk saat ini sudah dia ketahui. Beberapa orang kepercayaan yang dia suruh telah berhasil menemukan keberadaan gadis itu. Tria tahu bagaimana dunia malam. Dia tersenyum miring, dan berjanji akan menghancurkan orang yang berani menjual Gina.

Hari semakin sore, Gina disuruh untuk tidur siang. Tenaganya sangat dibutuhkan nanti malam, begitu kata Meti.

Jam setengah tujuh malam, Gina masih menutup matanya. Sebenarnya gadis malang itu sudah bangun, hanya saja sedang berpura-pura.

Meti masuk ke dalan ruangan itu, sambil menenteng paperbag. "Heh, bangun! ambil pakaian ini, dan masuklah ke kamar mandi. Persiapkan dirimu, segera!" Meti memberi kode untuk dua orang pria berbadan tinggi besar itu, agar tetap menjaga di depan pintu keluar kamar mandi.

Untuk saat ini, Gina tak bisa berbuat apa-apa. Dia menuruti perintah Meti, dan masuk ke dalam untuk mandi dan bersiap-siap.

Sementara di tempat lain, tuan Tria menghidupkan mobilnya dan mendatangi sebuah hotel mewah. Pria tampan dan berkharisma tersebut keluar dari mobil, dan melangkah masuk dengan penuh keyakinan. Bukan sekedar bertamu ke hotel, namun ada tujuan penting di balik itu. Setelah berada di meja resepsionis untuk beberapa saat, kini Tria berjalan masuk ke kamar yang sudah dipesannya.

"Ayo, jalan! Kenapa lu susah sekali diomongin, hah ..!?" Si waria menjewer telinga Gina, dan membawanya masuk ke hotel, diikuti dua orang pria dari belakang.

"Aku tidak mau masuk ke sana..! Lepaskan aku..! Buk..!" Gina berhasil menendang waria itu, dan berlari sekencang mungkin.

Dua pria yang ikut dari belakang, saling menatap lalu tertawa. "Tangkap dia..!" Perintah salah satu pria, dan dalam sekejap, pria satunya berhasil meraih tangan Mungil Gina. Dia meronta-ronta ingin melepaskan diri, tapi gagal. Gadis malang itu dipaksa masuk, dan waria tadi membawanya ke sebuah kamar. Disana sudah ada seorang pria tua, yang tengah meneguk minuman keras. Sementaranya di tempat lain, Tria kebingungan. Gadis yang berada di kamarnya bukanlah Gina yang dia cari.

"Ah, aku tunggu kamu dari tadi. Kenapa lama sekali, hah..!?" pria tua itu mendekati Gina, dan meraih bibirnya, dan langsung melumatnya.

"Kurang ajar...!" Gina melepaskan pagutan pria tua itu, dan meludahi wajahnya.

" Ciiih....dasar manusia iblis...! Aku bahkan tak sudi dipandangi oleh mata mesum mu itu..!"

Gina mengelap bibirnya, dan meraih air mineral di atas meja, lalu berkumur dan membuang air kumurnya begitu saja ke lantai kamar hotel.

Pria tua itu marah besar. Dia mengambil uang kertas dua puluh ribu, dan melemparkannya ke wajah Gina.

"Dasar bocah murahan...! Aku pun tak sudi membayar mu..!" Pria ini sangat marah. Dia manarik tubuh kecil Gina, dan melemparkannya ke atas kasur.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!