Yogyakarta, tahun 1905
"Mas Haryo ! Mas Haryo ! Panjengan Bade tindak pundi ( anda mau pergi kemana )?" tanya seorang pelayan yang lari tergopoh gopoh karena memakai jarik, baju lurik dan blankon.
Seorang pria Jawa tampan tampak sedang membawa sepedanya hendak keluar dari pintu belakang istana, menoleh ke arah orang yang lari-lari mengejarnya.
"Opo tho Gito? Aku meh mlaku-mlaku ( aku mau jalan-jalan ). Kowe kok ribut?" jawab pria yang dipanggil 'Mas Haryo' itu.
"Mas, mbok ngentosi Kulo ( tunggu saya ). Mangke Kulo salah ( nanti saya salah )..." jawab Gito dengan nafas terengah-engah.
"Lha mung keliling alun-alun wae. Wis aku Iki gek preinan, mumpung durung diundang nyambut gawe Ning Den Haag ( aku ini lagi liburan, mumpung belum dipanggil kerja ke Den Haag ). Tak nikmati kotaku sek ..." senyum Haryo yang pagi itu memakai baju lurik, celana hitam, kain batik yang diikat di pinggang dan sandal kulit. Tak lupa blankon supaya tidak panas.
"Tapi mas ..." protes Sugito yang biasa dipanggil Gito.
"Uwis ora popo. Kowe Ning kene wae..." Haryo mengeluarkan sepeda onthel merek Steyr Waffenradnya lalu menaikinya dan mengayuh meninggalkan istana Ngayogyakarta.
Sugito pun bergegas mengambil sepeda onthel nya guna mengejar ndoronya yang memang rada antik dan seenaknya sendiri.
***
Namanya Gusti Kanjeng Raden Mas Haryo Pratomo, lahir tahun 1880 adalah salah satu kerabat dari Sultan Hamengku Buwono VIII. Di usianya yang masuk ke 25, Haryo belum tertarik untuk berumah tangga meskipun ayahnya sudah minta dia segera menikah. Bahkan para gadis-gadis ningrat baik yang dari Jogja maupun Solo, tidak ada yang menarik perhatiannya.
Berbeda dari para pangeran dan keluarga ningrat yang sekolah ke Belanda, Haryo paling nyeleneh sendiri. Dia memilih Inggris sebagai tempatnya menempuh pendidikannya di University of Oxford, kampus yang sudah berdiri dari tahun 1096. Entah kenapa, Haryo tidak tertarik sekolah di Belanda.
Haryo masuk ke fakultas arsitektur Oxford dan menempuh pendidikannya cukup lama, sekitar tujuh tahun karena sekalian mengambil gelar master disana. Pria ganteng itu memang sangat menyukai bidang arsitektur dan ingin membuat karya atau rekonstruksi bangunan hingga menjadi lebih kuat dan indah. Haryo lulus di usia 24 tahun dan magang di di London selama enam bulan.
Haryo harus pulang ke Jogja karena ibunya sakit keras dan dia menunggu hingga beliau meninggal dunia. Sebagai anak dari istri pertama, dirinya dan kakaknya, Surtini, sudah terbiasa melihat drama perebutan kekuasaan di istana. Apalagi ayahnya punya tiga istri yang untungnya istri kedua tidak bisa memiliki keturunan tapi istri ketiga, adalah yang paling celutak kalau dia dan Surti bilang.
Kakaknya Surtini, sudah menikah dengan seorang rakyat biasa, pegawai pemerintahan dan dikaruniai anak laki-laki yang diberi nama Atmaja. Mereka tinggal di Sleman, tempat suami Surtini bertugas.
Mbak Tini enak sudah out dari istana. Lha aku? Mana bapak nggak kasih ijin aku tinggal di luar.
Haryo mengayuh sepedanya hingga ke sebuah taman dengan adanya kolam buatan Belanda disana. Haryo paling suka suasana di taman ini yang letaknya agak pinggir kota. Tidak banyak orang yang datang kemari karena daerah ini kebanyakan dipakai khusus orang-orang Belanda dan orang ningrat Jawa.
Sepeda onthel merek Steyr Waffenradnya ada lambang kesultanan Ngayogyakarta jadi dia bisa masuk ke sana. Haryo memarkirkan sepedanya di bawah sebuah pohon beringin dan melepaskan blankonnya lalu mengipasi wajahnya.
Haryo baru sadar jika dia bersepeda cukup lumayan jauh dari rumahnya tapi sangat worth it. Pria itu pun duduk di bawah pohon beringin itu dan menikmati semilir angin yang menerpa wajahnya.
"Dawet, ndoro?"
Haryo membuka matanya dan melihat seorang bapak berjualan dawet keliling.
"Boleh pak. Setunggal njih ( satu ya )" ucap Haryo sambil mengambil uang dari kantong uangnya lalu memberikan 1 gulden ke penjual dawet itu.
"Katah sanget, ndoro ( banyak sekali tuan )" jawab penjual dawet itu sambil menyerahkan gelas berisikan dawet.
"Rejeki nggo sampeyan ( rejeki buat kamu )" senyum Haryo sambil menikmati dawetnya. "Enak tenan. Nganggo gulo jowo?"
"Leres, ndoro ( benar tuan )" jawab Penjual itu.
"Sedap !" Haryo menghabiskan dawetnya dan mengembalikan gelas itu ke penjualnya yang kemudian berpamitan karena hendak berjualan keliling lagi.
Haryo memejamkan matanya lagi namun kali ini dia terbangun akibat kepalanya tertimpa sepatu. Haryo memegang kepalanya dan melihat bahwa sepatu itu adalah sepatu wanita.
Sepatu siapa ini?
Haryo mendongakkan wajahnya dan melihat seorang gadis Belanda sedang berada diatas pohon mengenakan gaun panjang khas Nonik Belanda.
"Wat doe jij hierboven ( apa yang kamu lakukan diatas )?" teriak Haryo ke gadis itu.
"Heb je een witte kat gezien ( apakah kamu melihat seekor kucing putih )?" jawab gadis itu.
"Nee. Ik zag net een meisje in een witte jurk worstelen in een boom ( Tidak. Aku hanya melihat seorang gadis yang kesulitan diatas pohon )" jawab Haryo.
Gadis itu akhirnya bisa duduk diatas dahan dan Haryo bisa melihat wajah cantik itu.
"Ben je een mens of een geest ( apakah kamu manusia atau hantu )?" goda Haryo ke gadis cantik yang tampak berpikir bagaimana caranya turun dari pohon.
"Waar is er een geest die schoenen draagt en je hoofd raakt ( mana ada hantu pakai sepatu yang menimpa kepala kamu )?" Gadis cantik itu tersenyum ke Haryo yang terpesona dengan wajahnya. "Zul je me opvangen als ik val ( maukah kamu menangkap aku kalau jatuh )?"
"Kom naar beneden, dan vang ik je op ( turunlah dan aku akan menangkapmu )." Haryo merentangkan kedua tangannya ke arah gadis yang berusaha turun dari pohon itu dan benar, kakinya terpeleset hingga Haryo berusaha menangkapnya. Namun posisi Haryo tidak siap hingga gadis itu jatuh dalam pelukannya tapi membuat pria tersebut terjatuh di atas rumput taman dengan si cantik diatasnya.
"Hai ... Matur nuwun sudah menolong aku" senyum gadis itu.
"Kamu bisa bahasa Indonesia?" tanya Haryo.
"Belanda, Jerman, Inggris, Indonesia dan sedikit Jawa, aku bisa. Oh namaku Carlotta von Hoover by the way. Kamu siapa, ganteng?" Entah kenapa keduanya tampak nyaman dengan posisi seperti ini.
"Haryo... Haryo Pratomo..."
"Nice to meet you, mas Haryo ..." cengir Carlotta membuat Haryo sekali lagi terpesona dengan wajah cantik tapi usil itu.
"Nice to meet you, Mevrouw Carlotta" balas Haryo. "Ehem... Bisakah kamu berdiri... Berat ..."
Carlotta cemberut tapi langsung berdiri. "Gaunku yang berat, aku langsing !"
Haryo tertawa tapi langsung ikut berdiri.
"Sepatuku?" Carlotta menatap Haryo dengan sedikit mendongak.
"Give me your feet, Cinderella..." senyum Haryo yang kemudian memasangkan sepatunya.
"Thank you my prince charming..." kerling Carlotta saat Haryo selesai memasangkan sepatunya. "Ternyata untuk ukuran orang Jawa, kamu tinggi juga ya ... Berapa tinggimu?"
"182 mungkin.."
Carlotta mendekat ke arah Haryo. "Aku suka pria tinggi..."
Haryo tertawa kecil. "Kamu iseng banget..."
"Iseng itu nama tengahku..." jawab Carlotta.
***
Yuhuuuu generasi awal klan Pratomo launching ya. Ini novel santai ... Tidak banyak chapter tapi isinya Membagongkan. Semoga suka.
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Yogyakarta 1905
Haryo mengajak Carlotta duduk di bawah pohon beringin itu setelah acara Membagongkan dengan godaan gadis Belanda itu.
"So, miss von Hoover apa yang membuat anda naik pohon macam monyet?" goda Haryo ke gadis cantik.
"Aku tadi lihat ada kucing putih naik ke atas pohon ini dan ingin menangkapnya... Tapi ternyata dia turun, akunya terjebak. Lagian bodoh juga aku pakai gaun ini..." jawab Carlotta.
"Kalau tidak ada aku?"
Carlotta mengerlingkan matanya. "Mungkin aku jadi teman penghuni pohon beringin?"
Haryo tertawa geli mendengar argumen dari gadis cantik ini. "Kamu tidak takut hantu?"
"No. Hantu berhak kok tinggal disini, selama tidak mengganggu. Saling menghormati itu sudah pas menurut aku ..." jawab Carlotta.
"Kamu tinggal di Yogyakarta sudah lama?"
"Baru lima tahun."
"Sebelumnya?"
"Di Batavia."
"Kenapa pindah?"
"Papa minta pindah karena Batavia banyak peristiwa menyakitkan. Papa kan insinyur dan sedang mengurus jalur kereta..." Carlotta tampak mendung. "Adik perempuan aku dibunuh oleh salah pekerja kami..."
"Innalilahi wa innailaihi Raji'un... Umur berapa?" tanya Haryo yang tidak habis pikir ada yang tega membunuh anak kecil.
"Sepuluh tahun..." jawab Carlotta sambil mengusap air matanya. "Chelsea masih kecil..."
"Apakah pelakunya tertangkap?" tanya Haryo sambil menatap prihatin ke Carlotta.
Carlotta menggelengkan kepalanya. "Dia sudah kabur."
Haryo mengumpat dengan bahasa Belanda. "Tidak selamat dunia akhirat dia !"
Carlotta menoleh ke wajah keras Haryo. "Mas Haryo kok jadi marah-marah. Chelsea sudah lama meninggalnya kok.."
"Dengar Mevrouw Carlotta, aku tidak suka dengan orang yang jahat ... Itu kalau ada di hadapan aku, sudah aku pecut dia !" geram Haryo.
"Mas Haryo, memang kuda dipecut."
"Lha apa harus ditendang ke jurang?"
Carlotta mengeplak bahu Haryo. "Malah semakin kemana-mana..."
Haryo tertawa. "Lebih pantas kan?"
Carlotta tertawa. "So, kamu sekolah dimana? HIS ( Hollands Inlandse School ) Batavia ?"
"Tidak. Sekolah disini saja lalu bertekad ke Oxford. Sudah lulus. Kamu?"
"Maisjes Vakschool ( sekolah kejuruan wanita ). Sudah lulus juga." Carlotta tersenyum. "Terus di Oxford ambil jurusan apa?"
"Arsitektur."
"Wah Meneer ingenieur ( tuan insinyur ). Lalu, akan bekerja disini?" tanya Carlotta.
Haryo menggelengkan kepalanya. "Tidak. Aku sudah mendapatkan penawaran di Den Haag tapi masih menunggu panggilan kerja. Mungkin beberapa bulan lagi."
Carlotta menatap Haryo serius. "Ikut dong ke Den Haag."
Haryo terkejut "Eh? Kenapa ?"
"Aku ingin pulang ke Den Haag tapi papa tidak kasih ijin aku pulang sendirian. Kalau ada temannya kan bagus..."
Haryo menggelengkan kepalanya. "Mevrouw Carlotta, kita baru bertemu hari ini ... Bagaimana bisa kamu meminta berangkat ke Den Haag dengan aku yang notabene pribumi? Apa kata papa kamu?"
Carlotta mengibaskan tangannya seolah bukan masalah. "Papa pasti suka padamu. Tapi jadi pertanyaan, bagaimana dengan keluarga kamu? Apakah kasultanan Ngayogyakarta mengijinkan?"
"Bagaimana kamu tahu soal keluarga aku?"
Carlotta menunjuk ke arah sepeda onthel Haryo. "Itu logo keluarga kamu kan mas Haryo?"
Haryo hanya terdiam.
"Mas Haryo ! Mas Haryo ! Ealah lho kok sareng Nonik ( kok sama Nonik )?" Sugito menatap ndoronya yang asyik duduk berdua bersama seorang gadis Belanda. Duh alamat ndoro sepuh bisa marah ini !
"Mevrouw Carlotta, perkenalkan ini Gito, tukang cari orang..." ucap Haryo. Carlotta menganggukkan kepalanya sopan yang dibalas oleh Sugito. "Ono opo Gito?"
"Mas, yuk wangsul ( mari pulang ). Ndoro sepuh mangke bingung ( bapak nanti bingung )."
Haryo hanya tersenyum tipis. Bingung apanya? Wong ada dua istri juga !
"Yo Wis. Yuk mulih..." Haryo pun berdiri lalu membantu Carlotta untuk berdiri. "Mevrouw Carlotta, maafkan saya yang harus pulang karena dicari bapak saya ..." ucap Haryo dengan gaya sok formal membuat Carlotta cekikikan.
"Baik Mas Haryo... Bagaimana kalau lusa kita bertemu di alun-alun? Aku ada acara di tengah kota."
Haryo mengangguk. "Boleh. Jam berapa?"
"Setelah makan siang?"
"Okay."
Carlotta menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju balik pohon beringin itu lalu keluar dengan membawa sepeda onthel nya juga. "See you lusa."
"See you lusa" jawab Haryo.
Carlotta menaiki sepeda onthelnya dan keluar dari taman itu. Haryo menatap kepergian gadis itu dengan perasaan senang bisa mendapatkan teman mengobrol yang menyenangkan.
"Mas... Mas Haryo. Panjengan kenapa ( anda kenapa )?"
"Cah ayu Kuwi pintar lan nyenengke..." gumam Haryo.
"Mas Haryo ngesir ( naksir )?" goda Gito.
"Wong blo'on sing ora ngesir cah ayu koyok ngono ( orang bodoh yang tidak naksir anak cantik macam itu )."
Gito menepuk bahu Haryo. "Mas, kene Kuwi pribumi, inlander..."
Haryo menoleh ke arah Gito. "Kowe rumongso inlander ( kamu merasa inlander )? Aku ora ! Aku Kuwi wong Jowo asli ( aku itu orang Jawa asli )! Ora Sudi dianggap inlander!"
"Tapi ... "
"Wis Ndang mulih ( ayo pulang ) ! Seneb aku ( kesal aku )!" Haryo mengambil sepeda onthelnya dan menaikinya. Diikuti Gito, keduanya beriringan kembali ke istana.
***
Kediaman Keluarga Von Hoover di dekat Malioboro
Carlotta memarkirkan sepedanya di sebuah garasi tempat kereta kuda dan motor ayahnya diparkir di sana. Dua motor dari Royal Enfield dan Harley Davidson yang dibeli ayahnya dan diimpor langsung dari Inggris dan Amerika, berada dalam garasi rumah keluarga von Hoover.
Sebagai anggota keluarga Kerajaan Belanda, ayah Carlotta memiliki privilege bisa mendapatkan barang-barang impor. Apalagi jabatan ayahnya sebagai kepala stasiun Yogyakarta, terus tuan tanah di Lembang dan Bantul.
Tapi memang ada harga yang dibayar karena ada Chelsea yang menjadi korban ketidaksukaan meskipun Carlotta dan keluarganya sudah berbuat baik. Namanya saja aku dari negara penjajah, pasti pribumi tidak suka !
Carlotta masuk ke dalam rumahnya yang asri dan sangat khas Belanda dengan jendela besar hingga sirkulasi udara terasa segar.
"Sudah pulang ndoro ayu?" sapa Mbok Mar pelayan setia Carlotta.
"Sudah mbok."
"Duh, ndoro ... Kok roknya kotor?" Mbok Mar langsung panik melihat rok cantik ndoro ayunya kotor.
"Tadi naik pohon aku mbok."
"Ya Allah Gusti !" Mbok Mar menepuk jidatnya.
Carlotta tersenyum. Tapi gara-gara itu aku bertemu Mas Haryo yang ganteng ...
***
Yuhuuuu Up Siang Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Yogyakarta 1905
Haryo dan Gito sampai di paviliun sayap kiri tempat keluarga Pratomo tinggal, termasuk dengan dua istri tersisa ayah Haryo. Haryo dan Surtini memiliki dua adik tiri dari istri ketiga yang masih sekolah di sekolah rakyat. Hubungan Haryo dan kedua ibu tirinya boleh dibilang hubungan basa basi asal hormat. Bahkan Surtini terang-terangan membawa pergi semua peninggalan ibu kandung mereka agar tidak dirampas dua madunya termasuk perhiasan dan jarik tulis khas Solo.
Ya, ibu Surtini dan Haryo adalah salah satu putri keraton Solo, jadi tidak heran jika Kedua anak itu benar-benar keturunan ningrat, darah biru dari dua kerajaan di Jawa Tengah. Dua ibu tiri Surtini dan Haryo adalah seorang penari dan seorang pesinden yang bertemu dengan ayah Haryo di sela-sela pekerjaannya sebagai pemimpin usaha batik.
Haryo dan Surtini tahu bagaimana tertekannya sang ibu dengan dua madunya hingga sakit dan meninggal dunia. Surtini hari itu juga ibunya meninggal, langsung membungkus semua harta benda ibunya dan bagian Haryo, dia bawa sekalian karena tahu, di rumah mereka tidak aman. Haryo dan Surtini saling percaya satu sama lain karena sejak ayah mereka menikah lagi, keduanya sudah sepakat akan saling mendukung.
Feeling Surtini benar karena ayahnya meminta agar ibu tirinya mendapatkan bagian dari warisan sang ibu. Tentu saja Surtini dan Haryo menolak mentah-mentah karena mau dilihat dari hukum manapun, hanya anak kandung yang berhak! Suami ataupun madu, tidak memiliki hak apapun ! Pertengkaran terjadi dan Surtini bersumpah tidak akan menginjakkan kaki ke keratonan Ngayogyakarta sampai kapanpun bahkan jika ayahnya meninggal sekalipun.
Kemarahan Surtini yang selama ini dia pendam, akhirnya keluar semua dan baru kali ayah dan dua ibu tirinya bisa melihat wajah garang wanita yang biasanya santun meskipun sedikit ketus. Haryo pun mendukung sikap kakak perempuannya karena tahu, sebagai anak perempuan pasti ikut merasakan sakitnya sang ibu yang harus berbagi suami.
Karena melihat sikap ayahnya yang tidak bisa adil, Haryo bersumpah dalam hati jika dia sudah jatuh cinta dengan seorang wanita, maka dia akan setia selamanya. Haryo juga sudah memohon doa agar pada anak turunannya kelak, diharamkan untuk berpoligami dan berselingkuh ! Meskipun Haryo seorang muslim tapi sebagai anggota keluarga keraton, masih kental nuansa kejawennya dan ucapan itu sebagai doa agar anak turunannya tidak mengalami apa yang dia alami.
Sore ini Haryo pun masuk ke paviliun tempat dia tinggal dan langsung melihat pemandangan dua ibu tirinya pamer batik terbaru. Haryo hanya menyapa seperlunya karena baginya, tidak patut berandai-andai dengan orang yang tidak patut dipanggilnya 'Ibu'. Surtini dan Haryo memilih memanggil Bulik ke dua madu ibunya meskipun ayahnya sudah meminta agar mereka memanggil keduanya 'Ibu'.
"Ibuku mung setunggal ( ibuku cuma satu ). Ibu ingkang nglairaken kula lan adhik Haryo ( ibu yang melahirkan aku dan dik Haryo ). Tiyang kalih meniko sanea ibu kita ( Orang dua ini, bukan ibu kita )" jawab Surtini judes ke ayahnya.
Surtini nyaris kena gampar sang ayah kalau saja Haryo tidak menahan tangan pria paruh baya itu.
"Papa durft mevrouw Tini te slaan, dus ik ga papa zelf slaan ( Ayah berani memukul mbak Tini, maka aku sendiri yang akan menghajar ayah )!" ancam Haryo dengan bahasa Belanda dan ayah Haryo bisa melihat kesungguhan putra bungsunya dari istri pertama.
Kejadian itu terjadi saat dirinya belum berangkat ke Inggris dan selama dia di negara Ratu Victoria, ibunya lah yang selalu melindungi Surtini dan setelah Surtini menikah, suaminya lah yang selalu melindungi. Kakaknya sangat beruntung mendapatkan suami yang baik meskipun dari kalangan biasa.
"Haryo, maem sek .. Selak sore ( Haryo, makan dulu, keburu sore )" panggil Wati, istri kedua Ayahnya.
"Gampil ( gampang )" jawab Haryo sambil ngeloyor ke dalam kamarnya.
"Sakjane bocah Kuwi luwih bagus timbang bapake ... Sayang, kok aku tiban ibu tiri Yo ( sebenarnya anak itu lebih ganteng dari bapaknya. Sayang, kok aku jatuhnya jadi ibu tiri ya )" gumam Lastri yang hanya sepuluh tahun lebih tua dari Haryo.
"Hush ! Nek mas Tomo krungu, iso gegeran ( kalau mas Tomo dengar, bisa gegeran )" desis Wati.
"Lha piye, wis umur slawe kok rak gelem rabi ( mau gimana, sudah umur dua puluh lima kok belum mau nikah )" ucap Lastri sambil memajukan bibirnya macam emak-emak gosip di pasar.
Wati hanya diam saja karena tidak mau ada konfrontasi di rumah ini lagi.
***
Haryo masuk ke dalam kamarnya dan menguncinya. Kamar yang selalu rapih lengkap dengan tempat tidur dari besi dan kelambu yang memiliki jendela besar dan membuat Haryo suka membuka saat hendak shalat subuh karena udaranya yang segar.
Kamar yang dimilikinya sejak dirinya akhil baligh dan hanya tiga orang yang diijinkan masuk. Ibunya, kakaknya dan pembantu setianya, Gito. Selama Haryo di Inggris, ibunya lah yang selalu membersihkan kamarnya dan membawa kuncinya kemanapun.
Sekarang dirinyalah yang selalu membawa kunci kamarnya kemanapun. Haryo lalu duduk di meja tulisnya yang terdapat foto ibunya dan foto dirinya bertiga dengan ibu serta kakaknya saat jalan-jalan ke studio foto naik dokar sebelum dirinya pergi ke Inggris.
Foto terakhir bersama ibunya.
Entah mengapa Haryo tidak ingin ada ayahnya disana meskipun dia tahu, tanpa peran ayahnya, Surtini dan dirinya tidak akan lahir ke dunia ini. Tapi sikap ayahnya yang menyakiti ibunya, membuat Haryo, membenci ayahnya meskipun di publik dia seolah menghormatinya tapi di rumah, ada perang dingin disana.
Haryo mulai mengambil kertas dan menuliskan surat untuk gadis yang membuatnya gemas tadi. Sudah tahu pakai gaun belibet seperti itu, malah naik pohon macam monyet. Haryo tersenyum sendiri mengingat bagaimana wajah jahil Carlotta saat berlagak menjadi Cinderella yang minta dipasangkan sepatunya.
Untuk pertama kalinya dalam sejarah, Haryo berlutut di bawah orang Belanda untuk memasangkan sepatu ! Haryo tertawa kecil mengingat kejadian tadi. Sangat-sangat diluar logika.
Entah mengapa, dirinya semakin penasaran dengan gadis yang cerdas, menggemaskan tapi juga usil. Haryo mengambil penanya dan mulai mengisi dengan tinta yang harus dia aduk dulu agar tidak menggumpal.
Pria itu lalu mulai menulis surat untuk Carlotta.
***
Kediaman Keluarga Von Hoover
Daniel von Hoover dan istrinya, Caroline, menatap wajah putri sulungnya yang makan tampak tidak bersemangat seperti ada yang dipikirkan.
"Mijn dochter, waarom heb je geen eetlust ( putriku, kenapa kamu tidak selera makan )?" tanya Daniel.
"Papa, ik denk na ( aku sedang berpikir )..." jawab Carlotta.
"Wat is dat ( apa itu )?"
"Geloven papa en mama in liefde op het eerste gezicht ( apakah papa dan mama percaya cinta pada pandangan pertama )?" tanya Carlotta.
Daniel dan Caroline saling berpandangan. "Wie is die man? Soldaten van welk bataljon ( siapa pria itu ? Dari batalyon mana)?" tanya Daniel.
"Hij is een nobele Javaanse man... Zijn naam is Haryo Pratomo ( Dia pria ningrat Jawa, namanya Haryo Pratomo )" jawab Carlotta dengan wajah memerah.
Daniel dan Caroline melongo.
"Je wordt verliefd op een inboorling ( kamu jatuh cinta dengan pribumi )? Inlander ?" bentak Daniel terkejut.
***
Yuhuuuu Up Sore Yaaaaaa
Thank you for reading and support author
Don't forget to like vote and gift
Tararengkyu ❤️🙂❤️
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!