Biru sedang berdiri memandangi pohon maple yang ada di taman tengah sekolah, ia menghela napasnya berat beberapa kali.
"Taman disini keren ya, ada pohon maple juga. Tanaman berbagai musim di budidayakan disini ya" celetuk seseorang berjalan mendekati Biru.
"Iya begitulah" jawab Biru singkat.
"Loe tau gak apa makna daun maple ini?"
"Apa?"
"Kebanyakan orang percaya kalau daun maple itu simbol kebanggaan, keberanian dan kesetiaan"
Mendengar hal itu tiba-tiba saja Biru tertawa terbahak-bahak. Ia membuat lawan bicaranya mengerutkan kening tak mengerti.
"Loe kelihatan sedih, seakan hanya loe yang punya masalah. Kita semua juga punya masalah, apa yang lebih menyedihkan dari di selingkuhi oleh sahabat loe sendiri" curhat pemuda itu dengan tawanya.
"Mau adu nasib sama gue? Simbol Kesetiaan, kemarin cowok gue minta putus, tau gak alasannya apa? Karena gue memergoki dia ciuman sama cewek lain. Simbol Keberanian, gue gagal dalam ujian, padahal Papa bilang kalau nilai gue jelek lagi, gue gak dikasih uang jajan, sekarang gimana gue mau hadapi Papa gue coba. Simbol kebanggaan, gue ketua club radio sekolah, tapi hari ini guru kasih gue kesempatan dua minggu sebelum bubarin club radio jika masih tidak ada pendengar nya. Padahal club radio adalah club yang paling gue cintai dan gue banggakan. Mungkin karena itu kenapa gue berdiri di depan pohon Maple ini" jelas Biru dengan tawanya. Ia tersenyum lebar melihat pemuda yang terdiam usai mendengarkan ceritanya.
"Gue Langit, murid pindahan. Anak kelas sebelas empat" ucap Langit sembari mengulurkan tangannya.
"Gue Biru, sebelas dua" jawab Biru membalas uluran tangan Langit.
Xabiru Mikaila, biasa dipanggil Biru, murid kelas dua SMA Angkasa. Biru terkenal ramah dan ceria, dia tidak terlalu pandai dalam pelajaran, namun Biru bisa menjadi seorang pemimpin yang handal. Ia adalah seorang ketua kelas dari kelas sebelas dua. Biru juga merupakan seorang ketua club radio sekolah yang tidak memiliki banyak penggemar. Padahal para murid sudah meminta Biru merelakan club itu, namun Biru masih kukuh ingin mempertahankannya.
Tak hanya masalah club, Biru juga lelah saat pulang ke rumah sebab Papa akan mengomelinya karena nilainya yang jelek. Papa pikir Biru terlalu main-main dan tak pernah belajar. Biru juga merasa sesak saat selalu dibandingkan dengan sang adik yang selalu juara.
"Loe gak apa-apa?" Tanya Langit saat melihat Biru memegangi kepalanya.
"Hehehe gak apa-apa kok, cuma sedikit pusing, belum makan nih"
"Yuk ke kantin, gue traktir"
"Baik banget sih loe, padahal kita baru pertamakali ketemu, thanks deh cowok baik"
"Loe juga teman pertama gue disini" jawab Langit dengan senyumannya.
Langit dan Biru berjalan beriringan menuju kantin, Biru menunjukkan tempat-tempat yang mereka lewati dengan bersemangat. Anehnya, di sepanjang jalan para siswi terus menatap mereka kedua sambil berbisik-bisik. Biru merasa sedikit aneh, namun tidak dengan Langit yang tampak biasa saja. Saat sampai di kantin, seorang siswi langsung mendekati Biru dan memarahinya sebab pergi begitu saja saat jam istirahat.
"Tata, udah ah diem, malu di dengerin banyak orang" ucap Biru membungkam mulut Tata.
"Loe mau makan apa? Biar gue yang pesan" sela Langit.
"Bakso aja deh, es jeruk ya minumnya"
Tata menarik Biru untuk duduk usai melihat Langit pergi menjauh. Ia memandangi Langit dan memuji betapa tampannya murid baru itu. Biru mengerutkan keningnya, ia tidak tau jika berita tentang Langit ternyata sudah menyebar.
"Loe gak kenal dia? Dia Langit, followers sosmednya banyak tau. Kalian kok bisa kenal sih?" Cecar Tata curiga.
"Jangan ngaco, tadi gak sengaja ketemu di taman. Tapi dia bilang gue teman pertamanya disini, tapi kok loe juga udah tau dia sih?"
"Jelas tau lah gila loe, dia baru masuk hari ini tapi nih ya, kemarin ada yang lihat dia disekolah. Jadi ya kalau cowok ganteng kan beritanya cepat nyebar Bundaaa" jelas Tata kegirangan. Ia beranjak dari duduknya untuk segera memesan makanan sebelum bel masuk berbunyi.
Kini Biru mengerti alasan semua siswi menatapnya, jika seperti itu Langit adalah pilihan yang bagus untuknya masuk kedalam club Radionya. Tapi tidak mungkin anak sepopuler Langit mau masuk kedalam club Radionya.
"Mikirin apa sih?" Tanya Langit datang menghampiri Biru dengan dua mangkok bakso.
"Mikirin loe"
"Apa?"
"Hmm.... Loe mau gak gabung club radio gue? Gue dengar fans loe banyak, tadi juga anak-anak lihatin loe. Kalau loe gabung, gue yakin club radio gue bakal banyak pendengar nya"
"Gue pikirin dulu ya, soalnya gue gak suka ikut-ikutan ekskul yang ribet" ucap Langit.
Biru tersenyum sambil mengangguk, setidaknya Langit tidak menolak. Tapi jika dilihat Langit memang tampan, baik, dan ramah. Dia friendly sekali, buktinya langsung berteman akrab dengan Biru yang baru ia lihat hari ini.
...****************...
Sepulang sekolah......
Biru turun dari bus di depan kompleks perumahannya. Ia menyebrangi jalan raya lalu berjalan masuk usai menyapa penjaga kompleks. Setelah beberapa langkah, sebuah klakson motor berbunyi dan motor itu menghadang jalan Biru. Gadis itu diam memandangi pemotor yang mengenakan seragam sekolah sama dengannya.
"Langit, kok loe disini?" Tanya Biru.
"Rumah gue disini, naik, gue antar loe pulang" jawab Langit.
"Gak usah deh, udah dekat kok" tolak Biru.
"Naik!!! Rumah kita searah kok, buruan"
Mendengar hal itu, Biru pun naik ke atas motor Langit. Pemuda itu melajukan motornya perlahan, ia lalu berhenti di depan rumah Biru padahal gadis itu belum memintanya berhenti. Biru turun dari atas motor dengan tawa canggung, ia merasa aneh sebab Langit mengetahui rumahnya.
"Udah kenal ya ternyata" celetuk seseorang keluar dari rumah yang ada di depan rumah Biru.
"Kak Argo, eh bukannya mau keluar negeri ya Kak?" sahut Biru.
"Gak jadi, nih adik gue tiba-tiba minta tinggal disini dan pindah sekolah. Tau gak karena apa? Putus cinta, payah ya dia" ejek Argo dengan tawanya. Ia menepuk pundak Langit lalu menggerakkan alisnya naik turun.
Biru tertawa kecil mendengar Argo menggoda adiknya. Ia kini tau kenapa Langit sangat baik kepadanya padahal mereka baru pertama kali bertemu.
"Jadi Kak Argo yang ceritain tentang gue ke Langit ya? Pantesan dia baik banget ke gue, pakai acara traktir segala. Hehehe, bujuk dia lagi dong buat ikut club ekskul gue Kak"
"Ngelunjak, mulai besok berangkat dan pulangnya bareng Langit aja ya. Oh iya, kan gue gak jadi kuliah di luar negeri nih, loe sama Jingga jadwal lesnya tetap ya jam enam. Kalau pun nanti gue sibuk kuliah, ada Langit kok, dia bahkan lebih pinter loh daripada gue. Ntar gue bilang Papa sama Mama loe" jelas Argo.
Gadis itu melirik ke arah Langit yang tak menentangnya sama sekali. Sepertinya Langit sangat menurut pada apapun perkataan Argo. Biru mengucapkan terimakasih kemudian berpamitan masuk kedalam rumahnya.
Esok harinya....
Biru keluar rumahnya dan hendak berangkat ke sekolah. Ia berdiri di samping mobil Papa dan Mamanya.
"Ingat ya, Papa gak mau nilai kamu jelek lagi. Kalau nilai kamu masih jelek, Papa gak akan kasih kamu uang saku. Bini malu saja" sentak Papa.
"Kami berangkat dulu, jangan buat ulah di sekolah" timpal Mama lalu menyusul Papa masuk kedalam mobil.
Gadis itu melambaikan tangannya dengan senyuman. Di kejauhan Argo dan Langit memandangi Biru yang tampak sedih.
"Mereka kenapa gak antar Biru juga? Kenapa hanya Jingga?" Tanya Langit.
"Gue juga gak tau, tapi memang sejak dulu Biru selalu naik bus. Padahal Biru anak yang baik, selalu nurut, cuma agak bodoh aja sih hehehe" jawab Argo.
"Dia anak tiri?"
"Kandung kok, tapi kayak anak tiri ya. Udah sono berangkat, nanti telat loh!!" usir Argo.
Langit berdehem lalu melajukan motornya menghampiri Biru. Gadis itu tersenyum ke arah Langit dan melambaikan tangannya pada Argo yang memandangi mereka dari rumahnya. Biru menolak ajakan Langit, ia berkata akan berangkat dan pulang sekolah dengan naik bus.
"Kenapa? Dilarang Papa dan Mama loe? Nanti gue ijin ke mereka deh, ayo sekarang naik nanti telat loh"
"Bukan gitu, helm gue udah gue buang ke bawah jembatan. Ya soalnya waktu itu emosi banget gara-gara di putusin cowok brengsek itu" jelas Biru.
"Oh, kita kan bisa beli, ayo naik!! Kita beli helm dulu"
Biru naik ke motor Langit, ia memegangi tas pemuda itu dan memandangi jalanan. Langit memperhatikan Biru dari spion, gadis itu tampak sedih dan gelisah. Saat melihat toko helm, Langit langsung membelokkan motornya ke toko tersebut. Ia melihat-lihat helm untuk cewek dan mencari warna yang cocok untuk Biru.
"Warna biru langit aja Pak, iya yang itu" pinta Langit.
"Makasih ya, ntar gue ganti kalau ada duwit lebih hehehe" celetuk Biru.
"Iya, santai aja" ucap Langit lalu memakaikan helmnya pada Biru.
Pemuda itu membayarnya kemudian melajukan motornya menuju sekolah. Kehadiran mereka membuat semua murid menatapnya dengan curiga. Biru tak terbiasa dengan popularitas ini, ia berjalan lebih dulu dan sedikit menjauh dari Langit. Rasanya sangat aneh saat menjadi sepopuler ini padahal hanya berteman dengan Langit.
"Ckck, ada mantan nih" celetuk seorang siswi menghadang jalan Biru. Ia bergelayut manja di lengan seorang pemuda yang memandangi Biru.
"Selamat" ucap Biru dengan senyumannya.
"Oh oh, kasihan banget sih. Masih sayang banget ya sama mantannya, berharap kembali? Jangan mimpi deh, dia punya gue sekarang"
Biru berdehem dan tak peduli, ia melanjutkan jalannya tapi siswi itu menahan lengannya. Mantan pacar Biru mencoba menghentikan pertikaian kedua gadis itu. Ia meminta Biru untuk pergi menjauh melanjutkan jalannya. Sedangkan sang mantan pacar dan kekasih barunya tengah berdebat.
"Kamu masih suka sama Biru? Terus kenapa selingkuhin dia ha?" Sentak gadis bernama Kelly.
"Udah ah, jangan usik dia lagi. Kan sekarang cuma kamu pacar aku, udah cukup gangguin Biru" mohon Ragil.
"Kamu tuh ya, jawab!!! Kamu masih suka kan sama Biru?"
Suara deheman seseorang menghentikan pertikaian kedua orang tersebut. Langit memandangi Kelly yang tertegun menatapnya. Pemuda itu memuji betapa cantiknya Kelly dan memberinya sebungkus coklat. Ia menatap Ragil sambil tersenyum menyeringai lalu pergi meninggalkan pasangan itu.
"Aahhh, dia anak baru itu ya? Ganteng banget sih, so sweet juga. Gue ke kelas dulu ya Kak" pamit Kelly pada Ragil.
"Shit, sialan tuh anak" umpat Ragil kesal.
...----------------...
Jam istirahat.....
Biru tengah berada di ruang club radio, ia memandangi forum radionya yang sepi tanpa ada penggemar. Gadis itu berpamitan pergi keluar sejenak untuk mencari udara segar. Ia pergi keliling sekolah seorang diri sambil melihat-lihat jika saja ada topik berita yang hot. Saat melintasi taman, Biru berhenti sejenak memandangi Langit yang berdiri sambil menatap pohon maple.
"La...." panggilan Biru berhenti kala melihat Kelly mendekati Langit.
"Hai Langit, kamu lagi apa disini? Nih jus buah buat kamu" tanya Kelly sembari memberikan jus pada Langit.
Pemuda itu menoleh, ia menatap Kelly sejenak dan berterimakasih atas minumannya. Langit melirik ke arah lain, ia melihat Biru yang menatap mereka dengan sedih. Ia mengembalikan minuman dari Kelly dan langsung berlari menghampiri Biru.
"Mau ke kantin? Makan yuk, laper nih" ajak Langit seraya menggandeng tangan Biru pergi ke kantin.
"Loe dekat sama Kelly? Kalian kelihatan akrab" celetuk Biru di tengah perjalanan menuju kantin.
"Gak kok, gue kan akrabnya cuma sama loe. Mau makan apa? Bakso? Soto? Atau Ayam geprek?" Tawar Langit.
"Hmm.... Soto, minumnya es teh ya"
Langit tertawa lalu pergi memesankan makanan untuk mereka berdua. Ia sesekali menatap Biru yang memainkan jemarinya duduk seorang diri. Ada sesuatu yang membuat Langit penasaran, alasan sang Kakak begitu baik pada Biru. Selagi menunggu pesanannya, ada banyak siswi yang mendatangi Langit sili berganti. Mereka mengajak pemuda itu berkenalan dan berbincang ringan untuk basa-basi.
"He Biru, dimarahin lagi sama bokap loe?" Celetuk Tata.
"Iya, tapi kan emang salah gue yang bodoh. Papa sama Mama pasti bangga banget punya Jingga, kayaknya gue cuma beban deh" curhat Biru sedih.
"Kita kan bisa belajar bareng, lagipula tetangga loe gak jadi pindah kan? Loe jadi bisa les tuh disana, gue yakin loe pasti bisa dapat nilai bagus"
"Iya, makasih ya udah selalu ada buat gue. Cuma loe dan Kak Argo yang gue punya saat ini, kalau gak ada kalian gue mungkin udah..."
"Kok cuma mereka? Kan sekarang ada gue juga, gue bakal selalu ada buat loe juga kok" sela Langit sembari memberikan makanan pesanan Biru.
Tata tersenyum sambil berdehem, ia pergi untuk memesan makanannya. Biru tertawa kecil sambil menatap Langit, ia tak bisa mengatakan apapun mengenai kebaikan Langit dan Argo. Mereka berdua sangat baik, Biru merasa jika Argo lebih seperti saudara kandungnya.
......................
Pulang sekolah.....
Sebelum pulang Biru mengajak Langit pergi ke suatu tempat lebih dulu. Sebuah taman yang memiliki danau, tempat ini terletak tak jauh dari kompleks perumahan mereka.
"Loe sama Kak Argo kok bisa dekat banget sih?" Tanya Langit sembari memandangi Biru yang melemparkan batu ke danau.
"Gue pernah coba bunuh diri, tapi Kak Argo malah nolongin gue. Dua kali percobaan, dan dua kali Kak Argo nyelametin nyawa gue. Dia bilang, ada banyak hal yang belum gue ketahui di dunia ini. Sampai akhirnya gue ketemu Kak Ragil terus kami pacaran dan ya, memang ada banyak hal yang belum gue ketahui"
"Loe cinta banget ya sama Ragil?"
"Karena dia selalu ada buat gue, saat ada yang nyakitin gue disekolah, Kak Ragil selalu belain gue. Padahal dia sebaik itu, tapi gue ngerti kok, gue memang cewek membosankan"
Biru menoleh menatap ke arah Langit, pemuda itu sedang memandangi dirinya dengan seksama.
"Kalau loe? Massa di selingkuhin aja sampai pindah sekolah, orang kaya emang beda ya"
"Hm... Dia selingkuh dengan sahabat baik gue, parahnya gue tau perselingkuhan itu dari video sex mereka yang nyebar. Gue pingin lari dari dunia, gue ngerasa dunia gak adil sama gue.Tapi setelah ketemu loe, kayaknya masalah gue gak ada apa-apanya deh"
"Hahahaha sialan loe, udah yuk cabut, harus les nih nanti Kak Argo marah kalau kita terlambat"
Langit berdehem dan berdiri mengikuti Biru, ia tersenyum kecil memandangi Biru yang tampak lebih rileks.
Di rumah Argo....
Biru dan Langit sudah duduk sambil membuka bukunya, mereka membahas pelajaran yang hari ini dipelajari dikelas Biru. Selagi menunggu Argo yang belum pulang dari kuliahnya, mereka hanya membahas materi ringan saja.
"Lang, gue dengar loe selebgram, YouTubers atau apalah itu. Dapat uang banyak Lang?"
"Lumayan dari endorse, lebih banyak dari uang saku gue selama ini. Kenapa? Loe mau jadi seleb juga?" Tanya Langit.
"Enggak sih, tapi gue juga mau punya uang saku tambahan. Kerja apa ya buat anak sekolah kayak gue? Gue kan gak sepintar Kak Argo yang bisa ngajarin les" gumam Biru sedih.
"Jadi editor gue aja, gue lihat oke juga editing loe. Loe yang buat video promosi kegiatan sekolah kan di sosmed? Bayarannya gede loh, kalau gue makin banyak endorse gaji loh bisa lebih besar dari orangtua loe yang kerja kantoran"
Gadis itu tertawa mendengar penuturan Langit yang berlebihan. Biru sebenarnya tentu saja ingin mendapatkan uang saku lebih, tapi jika nilainya semakin turun Papa dan Mama akan memarahinya lagi.
"Tenang aja Biru, gue bakal ajarin loe biar nilai loe gak turun. Lagian kan pasti lebih mudah buat loe belajar bareng gue daripada bareng Kak Argo"
"Janji? Tapi Loe jangan marah ya kalau gue lemot"
"Iya Biru, gue tau kok kalau loe bego"
"Sialan loe Lang"
"Biru, loe gak harus pintar kok dalam pelajaran. Loe juga bisa berhasil meskipun tidak pintar, kan loe punya sesuatu yang loe kuasai"
Kedua remaja itu saling berpandangan lalu tertawa. Tak lama bel pintu rumah berbunyi, Biru beranjak dari duduknya dan membukakan pintu rumah. Ia melihat dua orang pemuda dan sang adik yang berdiri di depan pintu. Biru meminta mereka semua masuk, ia membuka pintu dengan lebar sembari menunggu Argo pulang.
"Kalian berdua satu kelas dengan Langit kan? Jingga, ini Langit, adiknya Kak Argo" ujar Biru mengenalkan Langit.
"Ohh, adiknya Kak Argo" seru Surya.
"Kalian tuh harusnya kan temani dia, lagian kan kita teman satu kompleks. Dasar kalian" gerutu Biru.
Langit hanya tersenyum dan kembali mengajari Biru, Jingga sesekali melirik ke arah Langit. Ia mengotak-atik ponselnya dan mengatakan jika dirinya adalah followers Langit. Jingga meminta Langit mem-follow balik akun sosmednya. Sejenak Langit mengambil ponselnya untuk mengecek, ia menatap akun sosmed Jingga sambil mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Banyak juga followers loe" celetuk Langit.
"Iyalah kan gue cantik, pinter, gue juga mau jadi selebgram" ujar Jingga dengan senyumannya.
"Dih sok cantik" cetus Bima.
"Sok pinter juga" timpal Surya.
Biru menendang kaki kedua pemuda itu sambil melotot. Selalu saja Surya dan Bima menggoda Jingga dengan ketus. Biru tak suka saat ada seseorang yang mengutarakan kebencian pada sang adik. Langit memandangi Biru, ia ingin tau bagaimana pikiran gadis ini bekerja.
Argo akhirnya pulang, Biru pergi ke dapur untuk membuatkan minuman. Melihat Biru pergi, Jingga mengemasi barang-barangnya dan duduk di samping Langit. Ia memindahkan barang-barang Biru ke sisi meja lainnya. Selalu saja seperti ini, dulu juga saat Jingga menyukai Argo, ia berusaha menggeser Biru bagaimana pun caranya. Meskipun melihat semuanya, Biru tak pernah sekalipun mengatakan hal kasar pada sang adik.
"Biru, gimana radio loe? Udah ramai belum?" Tanya Argo.
"Belum, habisnya Langit gak mau ikut gabung sih Kak"
"Soalnya radionya ngebosenin, orangnya juga" sela Langit sambil mengejek Biru.
"Tuh kan ngeselin banget sih nih orang, hissh" gerutu Biru kesal.
"Beranda mulu, harusnya kan belajar" ketus Jingga menyela.
Biru menghentikan tawanya dan kembali mengerjakan tugas sekolahnya. Ia menunjukkan hasil kerjanya pada Argo, tak pernah sekalipun Biru tak mendapatkan jeweran dari Argo sebab jawabannya selalu salah. Meski salah, Biru tak pernah berhenti mencoba, ia akan mengerjakannya lagi dan lagi hingga Argo berhenti menjewer nya.
Jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, keempat remaja itu berpamitan pergi pulang ke rumah masing-masing. Setelah semuanya pergi, Langit rebahan diatas sofa sambil memainkan ponselnya.
"Kakak tidak kekurangan uang, kenapa membuka jasa les?" Tanya Langit.
"Gue suka sama Biru" jawab Argo.
"Seriusan?"
"Bercanda hehehe, habisnya bosan dirumah sendirian. Loe kan dulu gak mau tinggal bareng gue tuh, maunya tinggal di apartemen sendirian. Disini tuh asik, gue gak pernah kesepian karena ada mereka. Ada banyak kegiatan positif"
"Tapi kan sekarang ada gue, kenapa masih ngajar les? Loe beneran suka ya sama Biru?"
Argo terdiam sejenak, ia berjalan menuju jendela dan memperhatikan rumah Biru. Ia mengatakan jika dirinya dulu memiliki seseorang yang sangat ia cintai. Mereka selalu bersaing saat SMA, untuk mendapatkan peringkat tertinggi. Tanpa Argo ketahui jika gadis yang ia cintai itu justru tertekan sebab tuntutan keluarganya untuk menjadi murid terbaik. Kini gadis yang Argo cintai sudah tiada, ia memilih mengakhiri hidupnya karena tekanan itu. Saat melihat Biru, bayangan gadis itu terus menghantuinya. Jika Argo tak bisa menyelamatkan gadis yang ia cintai, setidaknya ia harus bisa menjaga Biru agar tak melakukan hal bodoh.
"Tapi loe beneran gak suka Biru kan Kak?"
"Kenapa memangnya? Loe suka sama Biru? Hahahaha, bukannya si Jingga suka sama loe ya"
"Dih pick me girl tuh anak, gue laper Kak"
"Oh iya gue lupa belum pesan makanan, bentar gue pesan dulu"
Langit berdehem dan memandangi sang Kakak yang duduk di sampingnya. Haruskah ia percaya jika kebaikan sang Kakak karena Biru mirip orang yang ia cintai. Ataukah memang sebenarnya Argo sudah menaruh hati pada Biru. Langit tak mau membuat masalah diantara mereka, jika memang sang Kakak suka Biru, Langit akan menjauh dari gadis itu. Sebab ia tak mau Biru malah jatuh cinta padanya.
Argo tiba-tiba saja tertawa karena merasa Langit terus memperhatikannya.
"Gue gak suka Biru, dia udah gue anggap adik sendiri. Lagian, loe mau taruhan? Gue yakin Biru gak akan suka sama cowok kayak loe. Kepedean loe Lang, gak berubah" cetus Argo dengan tawanya.
"Apa? Lihat aja, gue bisa kok bikin Biru suka ke gue. Loe mau taruhan Kak?"
"Setuju, tapi jangan sakiti dia ya, awas loe" ancam Argo dengan tawanya.
Pemuda itu mendengus usai mendengarkan ancaman sang Kakak. Langit kembali memainkan ponselnya sembari menunggu makanan mereka datang. Kedua pemuda itu memang tak bisa memasak, mereka selalu membeli makanan jadi dan memanggil tukang bersih-bersih setiap seminggu dua kali. Sebenarnya keduanya memang berasal dari keluarga kaya, namun kedua orangtuanya tinggal diluar negeri.
Tak lama Langit mendengar suara bel berbunyi, ia bergegas keluar untuk mengambil makanannya. Ketika hendak masuk kedalam, pemuda itu melihat Biru yang keluar rumah dengan sepedanya.
"Biru, mau kemana?" Teriak Langit seraya berlari menghampiri Biru.
"Mau beli pulpen"
"Pulpen? Gue anterin ya, tunggu bentar gue ambil motor"
"Gak perlu Lang, gue bisa sendiri kok"
"Gue juga mau beli pulpen, tunggu bentar ya jangan kemana-mana!!!" Pinta Langit lalu berlari masuk kedalam rumahnya.
Biru memasukkan kembali sepedanya kedalam rumah, ia berdebat sejenak dengan Jingga karena tidak segera berangkat membeli pulpennya. Gadis itu hanya diam dan tersenyum tak ingin berdebat, Biru segera keluar rumah dan menutup pagarnya. Langit menghampiri Biru dan memberikan helm padanya, mereka berdua segera pergi sebelum Jingga menyadari situasinya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!