***____*** 🏘️
"Jangan!"
Teriak seluruh keluarga saat Della mengancam akan memotong nadinya sendiri.
Dia adalah Istri Mario, putra tunggal dari keluarga Okto Jaya.
Walau menjadi menantu di keluarga Okto Jaya dan mendapatkan semua perhatian dari keluarga Mario, Della tidak pernah mendapatkan cinta dari sang suami.
"Nggak, lebih baik aku mati!"
Della masih tetap mengarahkan benda tajam itu ke arah nadinya, Ia berderai air mata memikirkan Mario yang terus abai pada dirinya. Della juga sudah berusaha menghubungi Mario ratusan kali.
"Nak, jangan seperti ini sayang."
Seorang wanita baya maju untuk mencegah Della melakukan hal nekat.
"Mama berani maju, Della akan potong tangan Della," gertak nya pada Ratna, ibu Della sendiri.
Mereka tengah berkumpul di sana untuk merayakan ulang tahun Della. Semua keluarga hadir, tapi suami nya sendiri tidak sudi untuk sekedar datang lalu pergi.
Della tahu Mario sibuk dan banyak pekerjaan, tapi tidak bisakah menghadiri acara istrinya sebentar saja.
Semua orang sangat tegang dengan apa yang di tampilkan oleh Della, mereka tidak kalah takut nya dari Ratna.
"Della sayang. Jangan lakukan itu, kasian anak dalam kandungan mu, Nak."
Laily ibu Mario ikut bersuara, bukan hanya menantunya yang ia khawatirkan. tapi juga calon cucu yang tengah Della kandung.
"Dalam 5 menit suruh Mario ke sini. Aku tidak main-main jika dia berani tidak datang," kata Della sambil menangis.
Saat mengatakan itu, Della selalu terbayang-bayang oleh pesan yang Monica kirim kan padanya.
Della tidak rela jika Mario lebih mementingkan Monica ketimbang dirinya dan calon anak mereka. Hatinya begitu sakit jika membayangkan suaminya sendiri tengah bersama wanita lain.
***____*** 🏢
Ceklek
Seorang wanita memasuki pintu ruangan sang CEO di sebuah perusahaan.
Tik.
Wanita itu juga mengunci pintu dari dalam agar tidak ada yang berani masuk mengganggu kebersamaan nya dengan sang kekasih.
Tap
Tap
Tap
Langkah kakinya terdengar anggun.
Ia adalah Monika, kekasih serta wanita yang sangat Mario cintai.
"Sayang...," panggil Monika dengan suara lembutnya dan membelai punggung Mario dari belakang.
"Monika, sejak kapan kamu masuk?" tanya Mario kaget begitu merasakan ada tangan yang berada di punggung nya.
Monika kesal saat Mario tidak menyadari keberadaan nya karena terlalu fokus bekerja.
Monika segera duduk di atas pangkuan Mario dengan wajah cemberut.
"Kamu tidak menyadari kehadiran ku lagi! Mungkin karena cinta mu sudah pudar untuk ku."
Monika menatap kesal wajah Mario sembari kedua tangan nya menggantung pada leher pria itu agar tidak terjatuh.
"Jangan berkata begitu."
Mario segera meraih pinggang Monika dan menutup mulut wanita itu dengan sebelah tangan nya yang lain.
"Hanya kamu wanita yang ada di hatiku, Monika. Jangan meragukannya," kata Mario.
Ia tidak suka mendengar kata-kata Monika, yang menganggapnya sudah tidak mencintai Monika lagi.
Bagi Mario, Monika adalah segala nya. Ia yakin tentang itu karena Mario bahkan rela melakukan apa saja yang Monika inginkan.
Termasuk hal bodoh saat Monika meminta nya untuk mendekati Della dan menikahinya, setelah itu menceraikan wanita malang tersebut.
"Aku tidak pernah ragu, tapi sekarang keraguan itu selalu hadir," kata Monika dengan raut sedih.
"Hey, aku bersumpah tidak akan pernah menaruh hati pada siapapun selain dirimu."
Mario meraih dagu Monika yang telah menunduk, Ia tidak suka jika Monika berwajah sedih, apalagi karena dirinya.
"Janji?" tanya Monika.
Ia ingin mendengar sendiri lelaki yang telah mengisi hatinya itu berjanji, dengan demikian Monika akan sedikit lebih tenang.
Ya, sedikit. Ia akan tenang sepenuhnya sampai Della musnah dari dunia ini.
Monika mulai takut jika Mario malah berpaling darinya, apalagi Della sedang mengandung yang mungkin bisa dimanfaatkan oleh wanita tidak tahu diri itu.
Bukan tanpa alasan Monika merasa was-was, karena Ia melihat sendiri Mario sangat menantikan anak yang tengah Della kandung.
Walau tercipta nya anak itu karena rencana jahat Della yang menjebak Mario, tapi Monika sadari Mario mulai berbeda setelah mengetahui akan memiliki seorang ayah.
"Aku berjanji," janji Mario.
"Sayang..., kapan kalian bercerai? Aku sudah tidak sabar menjadi Nyonya Mario," tanya Monika berseru manja.
Ia sedikit lega setelah mendengar janji Mario.
"Setelah anak itu lahir, aku akan bercerai dengan Della. Lalu kita akan membesarkannya bersama," kata Mario sungguh-sungguh.
Monika dapat melihat kesungguhan yang di pancarkan oleh mata Mario, Ia mengangguk bahagia dan tidak sabar menunggu hari itu datang.
"Terimakasih," kata Monika dan beralih memeluk Mario yang di balas dendam pelukan hangat dari pria itu.
Ddrrtttt....
Saat mereka tengah berpelukan, tiba-tiba ponsel Mario yang ada di atas meja berbunyi, memaksa mereka untuk terlepas dari pelukan itu namun Monika tetap pada tempat duduknya.
"Della," ujar Monika ikut melirik siapa yang menghubungi Mario.
Sedangkan Mario, ia hanya abai dengan panggilan tersebut.
"Kenapa tidak di angkat?" tanya Monika.
"Biarkan saja, paling dia mau bertanya kenapa aku tidak menghadiri acara di rumah," kata Mario malas tahu.
"Tidak apa-apa, kamu pergi saja jika mau," kata Monika tidak memperlihatkan ekspresi apapun pada wajahnya.
"Tidak sayang, menghadiri hal tidak penting itu hanya membuang waktuku," ujar Mario sambil tersenyum menatap wajah sang kekasih, dan di balas senyuman bahagia dari Monika.
Ddrrtttt....
Ponsel Mario kembali berbunyi, Monika melihat benda tersebut namun langsung di cegah oleh Mario.
"Biarkan saja," kata Mario membuat Monika kembali beralih padanya.
"Sudah makan siang?" tanya Mario.
"Aku kesini agar kita bisa makan bersama," ujar Monika sambil tersenyum dan memperbaiki dasi Mario yang sebelumnya ia mainkan.
"Kalau begitu kita langsung pergi makan, aku tidak mau kamu sakit karena belum makan."
Mario sangat perhatian pada Monika, hal inilah yang membuat Monika tidak rela jika Mario harus berpindah hati.
"Handphone nya," kata Monika saat mereka sudah berada di pintu untuk keluar makan.
"Biarkan saja, aku tidak mau kebersamaan kita di ganggu," balas Mario tidak peduli dengan Ponsel tersebut.
Della pasti akan terus menghubungi sampai ia menjawab panggilan dari wanita itu.
***____*** 🏘️
"Deri, cepat hubungi Mario, dan Suruh dia cepat pulang!"
Laily berkata pada Deri. Deri adalah anak dari Abas adik Okto, Ayah Mario. Itu artinya Deri adalah saudara sepupu Mario. Deri juga punya adik perempuan.
"Baik Tante."
Deri langsung menghubungi Mario tanpa pikir panjang, ia juga tidak habis pikir dengan kelakuan Mario.
Apa susah nya cuti sehari saja untuk sekedar hadir di acara itu. Ia saja menyempatkan hadir walau Mario tidak memberikan nya izin untuk meninggalkan pekerjaan di kantor, tapi Deri segera pulang saat jam istirahat dan tidak tahunya ada kejadian buruk ini di rumah.
"Della, berikan pisau itu pada mama sayang. Deri sudah menelepon Mario. Mario pasti akan segera datang."
Laily mencoba meminta pisau yang Della pegang, ia tahu menantunya itu sangat tersiksa dengan tingkah dan kelakuan putranya Mario.
"Tidak, Mario harus datang dulu," kata Della yang masih dengan posisi tangan nya yang sama.
"Deri, bagaimana?"
Laily sudah tidak sabar menunggu Mario datang dan menyelesaikan hal Berbahaya ini.
"Aku sudah menelepon beberapa kali, Tante. Mario tidak menjawab," kata Deri.
ia juga sudah menghubungi kantor namun kata nya tidak ada Mario di tempat, mereka juga mengatakan bahwa Mario pergi dengan Monika. Deri tidak mengatakan hal itu takut jika Laily marah saat mengetahui nya.
"Mario memang tidak akan datang, lebih baik aku mati saja!" teriak Della yang bisa mendengar ucapan Deri.
Ia langsung menancapkan benda tajam itu tepat di pergelangan tangannya.
Krak.
Prang!
Pisau langsung terjatuh dari tangannya setelah Della berhasil memutuskan nadinya.
"Della!"
__________
Kenapa para pembaca, Apakah kita lanjut ke episode berikutnya?
Author bertanya ini supaya bisa tahu jika cerita di atas cukup menarik atau tidak untuk di lanjutkan.
Jika tidak ada yang jawab lanjut berarti cerita ini tidak cukup menarik, saya takut akan seperti karya sebelumnya 🥺
Wassalamu'alaikum 🙏
**___** 🤗🤗🤗
"Dokter! Dokter!"
Yang berteriak itu adalah Rasyid, ayah Della.
Mereka tengah beriringan sembari mendorong tandu ambulans bersama para perawat.
"Papa. Anak kita, Pah," kata Ratna sedih dan khawatir dengan kondisi Della.
"Sabar, Ma. Della tidak akan Kenapa-napa," ucap Rasyid menenangkan sang istri, walau ia sendiri juga tidak bisa tenang.
"Di mana Dokternya?!" teriak Rasyid lagi kala tidak menemukan seorang Dokter yang menghampiri tandu ambulans tersebut.
"Pak, Dokter sudah menunggu di ruang gawat darurat," ucap salah satu perawat yang ikut mengiringi tandu tersebut.
Rasyid tidak bersuara lagi, ia terus melangkahkan kakinya dengan cepat dan hanya memandangi Della yang tengah berbaring tidak sadarkan diri.
"Maaf, Bapak, Ibu. Selain pasien di larang masuk," ucap seorang perawat perempuan yang tadi sudah menunggu pasien bersama para perawat dan juga Dokter yang akan menangani.
Dia adalah Ananda, belum lama ini ia berhasil di terima kerja di sebuah rumah sakit tersebut.
"Saya Mamanya, Sus. Izinkan saya ikut masuk," ucap Ratna yang masih kekeuh untuk ikut masuk dalam ruangan tersebut setelah tandu yang membawa Della sudah tidak terlihat.
Hanya tinggal Ananda lah yang masih tetap ada di pintu tempat di mintai nya itu.
"Maaf, Dokter harus fokus bekerja. Mohon kerjasama nya agar pasien cepat di tangani."
Ananda berujar cepat dan langsung menutup pintu IGD itu dari dalam serta tidak mengizinkan keluarga ikut masuk.
"Pah, Della Pah."
Ratna hanya bisa mengadu pada Rasyid yang juga sedang tidak berdaya dengan keadaan Della saat ini, Ia hanya bisa menenangkan sang Istri dengan memeluknya karena dia juga membutuhkan pelukan.
"Deri, kamu coba hubungi Mario lagi."
Laily juga serta beberapa keluarga turut hadir mengikuti Ambulans yang membawa Della.
Ia tidak mau menantu dan calon cucunya kenapa-napa, sedangkan Mario penyebab semua ini malah tidak bisa di hubungi.
"Tetap tidak bisa Tante, Mario tidak menjawab panggilan. Aku sudah mencoba puluhan kali," kata Deri.
Entah sudah berapa banyak ia mencoba untuk menghubungi Mario, tetapi hasilnya tetap sama dan tidak ada jawaban dari sebrang.
"Kak. Kakak pergi ke Kantor aja kasih tahu Kak Mario. Mungkin dia sedang membisukan telepon nya," usul Cerry.
Cerry adalah adik perempuan Deri yang juga turut ikut ke rumah sakit.
"Kamu benar, Dek."
Tanpa menunggu lagi, Deri segera pergi untuk mencari sendiri Mario dan Monica berada di mana.
Semoga saja mereka segera kembali ke kantor agar Deri tidak bersusah payah mencari ke tempat lain.
Deri tidak mungkin mengatakan jika Mario sedang bersama Monika, karena pasti Laily akan mengamuk pada Mario jika mengetahui hal tersebut. Jalan terbaik memang Deri pergi berbicara langsung dengan Mario.
Deri sudah mencari ke kantor dan tidak menemukan keberadaan mereka.
Sekarang ia sedang berada dalam mobil untuk kembali mencari, tapi niatnya terhenti saat teringat sesuatu. Ia segera mengeluarkan Handphone dan menelepon Monika.
"Angkat...," pinta Deri saat panggilan hampir berakhir.
"Ada apa menghubungi ku, Der?" tanya wanita di balik telepon.
Deri mencoba membuang nafas kasar nya agar tidak mengeluarkan kata kasar pada Monika. Bagaimana pun, Monika adalah perempuan.
"Monika, cepat berikan teleponnya pada Mario," kata Deri.
"Memang nya ada apa?" tanya Monika acuh tak acuh.
Sebenarnya ia malas berbicara dengan Deri, tetapi hal penting apa sampai Deri tidak sabar menunggu Mario kembali ke kantor.
"Monika....! Aku tidak punya banyak waktu berbicara dengan mu," kata Deri nampak terdengar marah.
"Ya sudah."
Mendengar itu Monika langsung mematikan sambungan telepon dari Deri begitu saja, jika tidak mau bicara padanya mengapa meneleponnya? Aneh!
Mereka baru saja selesai makan di sebuah restoran, tetapi Deri malah membuat mood Monika yang baru saja terisi, malah rusak karena kelakuan Deri yang membuat nya kesal.
"Ada apa?" tanya Mario melihat wajah Monika yang nampak kesal.
"Deri menelepon ku, tapi tidak mau bicara dengan ku. Ya sudah, panggilan nya aku bunuh saja," kata Monika kesal namun sedikit manja saat berbicara pada Mario.
Mario hanya menanggapi nya dengan gelengan kepala mendengar apa yang Monika katakan.
Ddrrtttt....
Ponsel Monika kembali berbunyi saat Mario ingin menanyakan alasan dari Deri tidak mau berbicara dengan Monika. Karena Mario tahu seperti apa sepupunya itu, walau ia membenci orang lain tetapi tidak akan mengatakan jika ia tidak menyukai orang tersebut.
"Tunggu, jangan di bunuh dulu. Biar aku yang coba berbicara," cegah Mario saat Monika hendak mematikan panggilan masuk tersebut.
"Der, Ini aku Mario. Ada apa kamu menghubungi Monika?" tanya Mario setelah mengangkat panggilan tersebut.
"Apa?! Aku pulang sekarang."
Kata Mario begitu mendengar apa yang Deri sampai kan, tetapi Mario tidak mendengar sampai selesai dan langsung memutuskan sambungan untuk kembali pulang ke rumah.
Deri masih ingin memberi tahunya, jika Della telah memotong nadinya sendiri karena Mario tidak kunjung datang, dan sudah di bawa ke rumah sakit. Tetapi Mario malah langsung memutuskan sambungan tanpa mendengarkan sampai selesai.
~~~~~~~~🤗🤗🤗
"Dilla akan menikah dengan Mario. Saya tidak mau cucu kami berada di tangan orang lain."
Tiba-tiba Rasyid bersuara setelah sunyi menerpa dalam ruangan itu. Mereka baru saja dari pemakaman Della. Saat ini mereka tengah berkumpul di kediaman Rasyid dan para pelayat telah pulang menyisakan keluarga.
Untuk pihak Mario, hanya Tinggal Laily yang menemani. Sebagian telah pulang dan juga ada yang pergi ke rumah sakit.
Ya, Della tidak bisa tertolong. Niatnya begitu kuat sampai maut pun tetap mengambil nyawa nya walau telah di lakukan penyelamatan.
Della meninggalkan malaikat kecil yang bahkan harus lahir dengan prematur karena Della sudah tidak bernyawa. Untungnya sang janin masih bisa bertahan di dalam tubuh yang sudah tidak bernafas.
"Pah, bisakah kita membicarakan ini nanti. Della bahkan baru di kebumikan, tapi kalian sudah merencanakan hal yang akan sangat menyakitkan bagi Della."
Ratna yang masih merasakan duka tidak terima dengan apa yang Rasyid, suaminya utarakan.
"Ma, Papa nglakuin itu supaya anak Della tidak di celakai orang jahat."
Dilla ikut menimpali tanggapan Ratna. Ia tentu sangat senang mendengar apa yang Rasyid, Papanya sampaikan.
Mendengar apa yang Dilla katakan, Ratna hanya bisa diam dan masih berwajah sedih mengingat putri sulungnya.
"Tidak bisa, Mario akan menikah dengan Ananda," ujar Laily.
Laily tidak mau bila Mario menikah dengan Dilla, saudari Della. Walau mereka nampak baik, tapi Laily tidak mau jika Mario kembali terikat dengan keluarga mereka.
Ia juga sangat kaget begitu mendengar ucapan Rasyid tadi, begitupun dengan Mario yang juga saat ini berada di sana dan dalam kondisi menyayangkan. Wajah nya masih membiru karena mendapat pukulan dari Rasyid kemarin.
"Ananda, siapa orang itu? Saya tidak bersedia. Sebaiknya kami saja yang mengambil bayi itu jika kalian tidak menyetujui kemauan ini," kata Rasyid tegas.
Laily menghela nafas mendengar ucapan Rasyid, Mario juga tidak menyahut karena mungkin sudut bibirnya terasa sakit bila berbicara.
"Kelvin, namanya Kelvin," kata Mario yang membuka sedikit mulutnya.
"Sudah sayang. Biar Mama yang bicara."
Laily mencegah Mario untuk kembali bersuara, Ia kasihan bila Mario menahan sakit begitu.
"Besan. Ananda itu adalah seorang perawat, dia bisa menjaga Kelvin dengan baik. Saya tentu juga tidak mau bila cucuku kenapa-napa. Untuk itu Ananda adalah pilihan yang tepat. Kalian tentu tahu jika Kelvin seperti apa kondisinya."
"Dokter bilang mungkin saja akan memerlukan waktu sampai Kelvin tumbuh seperti anak lainnya. Apakah Dilla bisa memberikan jaminan, bisa merawat Kelvin dengan baik melebihi seorang yang berpengalaman?" lanjut Laily panjang lebar dan memberikan pertanyaan itu.
"Tante, kita bisa menyewa perawat tanpa perlu menikahinya," kata Dilla cepat bahkan melebih Rasyid yang ingin membalas ucapan Laily.
Dilla tidak mau jika kesempatan nya menikah dengan Mario hilang begitu saja, hanya kerena perawat bernama Ananda itu.
Laily menggeleng,
"Bagi saya, itulah yang bisa menjamin keselamatan Kelvin. Perawatan itu tidak akan berani macam-macam jika Mario menikahinya."
Keluarga Rasyid tidak bisa bersuara mendengar ucapan Laily
Dilla juga tentu tidak bisa memberikan jaminan, karena itu bukanlah bidang nya. Jadi diapun hanya bisa diam dengan semua ini.
Tapi dia pasti akan tetap berharap agar bisa menjadi Nyonya Mario
~~~~~~~🤗🤗🤗
1 Minggu berlalu. Hari ini, di sebuah restoran yang ramai pengunjung, sepasang Insan tengah duduk berdua setelah mengisi perut mereka.
"Sayang," panggil Monika.
Wanita cantik itu meraih kedua tangan Mario dengan kedua tangannya, mereka saling menatap dan memberikan senyuman simpul.
"Bukan kah Della sudah tidak ada?" tanya Monika malu-malu.
"Lalu? kenapa kalau Della sudah tidak ada."
Mario tersenyum dan mengelus tangan Monika dengan jempolnya.
"Kapan kita menikah? Bukan kah sudah tidak ada halangan untuk kita menikah."
Monika sangat menantikan hari dimana ia bisa bersama dengan Mario selamanya, Ia sudah merasa puas karena Della sudah mati.
Monika bahkan tidak menyangka jika semudah itu Della bunuh diri.
"Monika, apakah kamu masih mencintai ku?" tanya Mario.
Mendengar itu Monika langsung mengangguk cepat.
"Tentu saja. Aku sangat mencintaimu, Mario. Kenapa kamu bertanya begitu?"
Monika seperti menangkap hal lain dari pertanyaan Mario.
"Bisakah kamu menunggu lebih lama lagi."
Genggaman Monika mengendor, namun Mario tetap setia menahan tangan Monika.
"Kenapa? Kamu juga mencintaiku, untuk apa kita menunda lagi," ujar Monika.
Mario membawa salah satu punggung tangan itu ke bibirnya dan mengecup.
"Mama belum merestui, dan dia akan merestui jika aku mengabulkan syarat nya."
Wajah tanya Monika nampak jelas setelah mendengar ucapan Mario.
"Keluarga Della ingin mengambil Kelvin, anakku. Mereka mau menyerahkan nya jika aku menikahi Dilla."
Monika langsung menarik tangan nya mendengar apa yang Mario sampaikan.
"Lalu kamu mau menikahi nya!" Marah Monika.
Ia tentu tahu siapa Dilla, Dilla saudari kembar Della. Walau Monika tidak membenci Dilla seperti pada Della, tapi tetap saja. Monika tidak akan pernah melepaskan Mario untuk siapapun.
"Tidak. Aku tentu tidak mau, mama juga demikian. Makanya Mama memintaku menikahi seorang perawat selama 5 tahun. Waktu itu sudah cukup agar Kelvin bisa sehat dan baik seperti anak lain."
Monika membeku mendengar hal itu, mendengar apa yang Mario sampaikan, sudah jelas pria ini menyetujui hal tersebut.
"Lalu aku? Bagaimana dengan hubungan kita?" tanya Monika pelan. Perasaan nya campur aduk akan kenyataan ini.
Mario kembali meraih tangan Monika dan menggenggam nya erat.
"Kumohon untuk bersabar. Aku hanya meminta waktu 5 tahun."
"Siapa wanita itu?" tanya Monika.
Ia harus menemui wanita itu secara langsung.
"Aku belum pernah melihatnya, Mama bilang namanya Ananda."
~~~~🙏🙏🙏🙏
Mohon maaf, Untuk suatu dan lain hal sehingga Kontrak 5 tahun baru bisa di lanjutkan.
In sya Allah mulai sekarang akan giat untuk mengupdate 🥰
"Anna, apa kamu yakin dan sudah memikirkan nya dengan matang?"
Mendengar perkataan Desi, teman baik Ananda. Walau belum lama mengenal nya, tapi Ananda sangat mempercayai serta bisa menceritakan semua kisah hidupnya kepada Desi. Mereka sama-sama perawat di Rumah Sakit yang sama.
"Bismillah..., Siap. Semua ini juga demi Ibuku. Desi, kamu juga tahu mengapa Aku harus siap."
Ananda menatap pantulan dirinya dalam cermin, serta melihat Desi yang juga masuk dalam cermin tersebut.
Dalam kamar yang memiliki luas 2×3 itulah biasa Ananda menghilangkan lelah, sekarang juga Ia sedang di temani oleh Desi yang membantunya bersiap.
"Kamu sangat cantik, Anna. Padahal kamu tidak memakai Makeup seperti pengantin pada umumnya," puji Desi.
Desi malah masih lebih baik dari Ananda, Ia masih menambahkan gincu pink pada bibir mawar nya.
Sedangkan Ananda, wanita itu bahkan hanya mengandalkan bibir merona aslinya serta wajah glow tanpa makeup. Tidak ketinggalan alis hitam dan tebal yang tertata rapi dengan sendirinya, di tambah dengan hidung kecil manis, serta mata bulat bersama bulu lentik atas bawah.
Haah.... 😮💨
Ananda hanya menghela nafas mendengar pujian dari Desi tersebut, wajah cantiknya memang membuat banyak pria sering mengutarakan cinta padanya.
"Desi, terimakasih," ucap Ananda sambil tersenyum setelah menghela nafas.
"Kamu juga cantik."
Desi menunduk malu, karena ia juga memanglah cantik.
"Apa tidak ada cara lain lagi selain pernikahan ini, Ann?"
Desi kembali bertanya mengenai apa pertanyaan sebelumnya.
Ananda menggeleng pelan, setelah itu ia berdiri dari duduknya dan meneliti penampilan nya sendiri di depan cermin.
Ananda mengenakan kebaya putih yang sangat sederhana.
Setelah puas meneliti tubuhnya, Ananda menatap wajahnya sendiri di depan cermin dengan lekat.
"Tidak ada lagi, Des. Ibu sudah menjalankan operasi," jawab Ananda bersama pikiran nya yang berkelana pada kejadian beberapa pekan lalu.
"Sus, apa saya bisa masuk?" tanya Laily dengan sangat penuh harap agar bisa masuk dalam ruangan yang baru saja Ananda masuki.
"Maaf, Bu. Untuk sekarang belum bisa. mohon tunggu kabar dari Dokter kapan kelurga bisa melihat lebih dekat," ujar Ananda dengan sabar.
Mungkin wanita yang bertanya ini adalah nenek dari bayi yang baru saja di lahirkan sebelum waktunya itu, ia juga nampak kasihan pada Bayi tersebut karena sudah tidak memiliki Ibu.
"Terimakasih."
Laily tidak bisa berkata lagi, ia hanya bisa menatap sang cucu yang masih memerah itu dari balik kaca luar.
Ananda hendak pergi dari sana setelah memastikan pintu tertutup dengan baik, tapi tiba-tiba Ia di hampiri oleh Dokter yang menangani Salma, Ibu Ananda.
"Suster Ananda."
Ananda menoleh pada Dokter tersebut saat mendengar namanya di panggil.
"Ia, Dok?"
"Saya harus membicarakan hal serius mengenai Ibu Anda," kata Dokter tersebut.
"Bagaimana, Dok?" tanya Ananda.
Ia harap-harap cemas. Karena Ananda dari ruangan Sang Ibu, tapi Salma belum juga menunjukkan tanda-tanda untuk perkembangan yang bagus.
"Kita harus segera melakukan Operasi agar Ibu Anda tidak semakin kesakitan. Kondisi nya sekarang ini sudah sangat mengkhawatirkan."
Ananda terdiam mendengar hal tersebut, Dokter memang sudah dari bulan lalu menyarankan untuk mengambil tindakan operasi, tapi Ananda terhalang biaya.
"Dok, bisakah melakukan operasi dulu. Saya akan terus mengabdi di sini sampai bisa melunasi biaya administrasi nya."
Ananda tahu, pasti itu tidak bisa di lakukan, tapi jika saja bisa, Ananda tidak main-main untuk tetap bekerja di sana.
"Suster Ananda, Anda pasti tahu seperti apa prosedur yang berlaku. Semoga Anda bisa segera mendapatkan dananya ya."
Sang Dokter menghibur Ananda sebelum meninggalkan wanita itu. Ia juga tidak bisa berbuat banyak karena peraturan tidak bisa di langgar begitu saja.
"Iya, Dok. Terimakasih."
Ananda berjalan lemah menuju kursi tunggu yang tersedia, kesedihan serta cemas terlihat jelas di wajahnya.
"Sus," panggil Laily setelah duduk di samping Ananda.
Ananda menoleh pada asal suara tersebut dan berusaha menghilangkan raut sedihnya.
"Saya mendengar semua yang tadi kalian bicarakan. Saya akan melunasi semua biaya rumah sakit, jika Suster bersedia."
Ananda terkejut mendengar yang Laily katakan.
"Benarkah? Tolong bantuannya, Bu. Saya akan mengembalikan semuanya jika sudah ada uang," ucap Ananda sangat senang dan refleks memegang tangan Laily.
"Tidak usah pegang-pegang, kamu juga tidak perlu mengembalikan uang tersebut."
Mendengar itu, Ananda segera melepaskan tangannya dari Laily. Ia merasa tidak enak karena apa yang dilakukannya.
"Terimakasih, Bu. Tapi saya akan tetap melunasinya jika sudah ada uang," kata Ananda lagi.
Biaya operasi Salma tidak lah murah, tidak mungkin ia menerima begitu saja uang sebanyak itu tanpa ada pengembalian.
"Uang saya banyak dan tidak akan menjadi miskin hanya karena biaya operasi. Kamu cukup melakukan apa yang saya katakan."
"Saya juga tidak mau menerima uang dari orang miskin seperti kalian," lanjut Laily.
Mendengar hal tersebut, Ananda hanya bisa tersenyum canggung. Walau kata-kata yang Laily lontarkan begitu sakit terdengar, tetapi Ananda harus tetap merasa senang karena Ia mau membantu operasi Salma, Ibunya.
"Apa yang bisa saya lakukan, Bu?" tanya Ananda kemudian.
"Kamu hanya perlu merawat cucuku, dan menikah dengan anakku. Kita juga akan membuat perjanjian **Kontrak 5 Tahun**. jadi setiap bulan kamu akan mendapatkan gaji. Setelah kontak selesai juga akan ada pesangon."
Ananda mengerjap kaget mendengar hal tersebut. Mengapa juga Ia harus menikahi anak Laily, bukan kah cukup merawat cucunya saja?
Ananda ingin menolak, tapi kata-kata Dokter tadi kembali terlintas di benaknya. Hal itu membulatkan tekad Ananda untuk memilih mengiyakan.
"Saya tidak memaksa jika tidak mau."
Laily segera berdiri dan mau pergi karena Ananda hanya diam, Ia bisa mencari perawat lain yang bersedia untuk merawat cucunya.
Ananda yang tersadar dan melihat Laily telah melangkah, segera ia menyusul dan berdiri menghadang di depan Laily.
"Saya bersedia, Bu. Saya bersedia."
~~~~~~🤗🤗🤗
"Anna."
Ananda tersadar dari lamunan saat mendengar Desi memanggil nya.
"Mikirin apa? Kalau kamu enggan menikah, kita pikirkan jalan keluar nya sebelum terlambat," kata Desi.
Ananda tersenyum mendengar hal tersebut, Ia tidak berani memikirkan jalan keluar seperti yang Desi katakan. Uang 300 juta tidak lah sedikit yang bisa di dapatkan begitu saja.
"Aku cuma teringat Ibu. Dokter bilang 2 hari lagi Ibu bisa keluar dari rumah sakit. Lagipula Uang nya sudah terpakai, jadi tidak ada pilihan lain."
"Kamu benar, kalau saja aku punya uang sebanyak 300 juta. Pasti akan membantumu, Ann."
"Desi, Kamu sudah sangat membantu. Tanpa dukungan dari kamu, pasti aku tidak bisa seperti sekarang."
Ananda sudah mengambil pilihan ini, Ia juga tidak mau membebani Desi dengan masalah yang di alaminya. Ananda juga sudah siap dengan segala kemungkinan yang ada. Ia hanya cukup bersabar selama 5 Tahun.
Lagipula, Laily mengatakan bahwa Ia akan mendapatkan gaji setiap bulan. Berarti untuk 5 Tahun ke depan, Ananda tidak perlu memikirkan biaya hidup bersama Salma, Ibunya.
"Baiklah, sebaiknya kita segera ke KUA saja. Mungkin calon mu sudah menunggu di sana."
Tidak ada raut tersipu saat Ananda mendengar ucapan Desi. Jika pengantin wanita pada umumnya, pasti pipinya akan memerah bila mendengar kata godaan tersebut.
Akhirnya mereka pun keluar dari rumah sederhana Ananda. rumah kecil yang besarnya 5×6 itu menjadi tempat tinggal Ananda bersama Salma.
Hari ini Desi meminta izin satu hari tidak masuk kerja demi menemani Ananda, sedangkan Ananda sendiri sudah mengundurkan diri, karena mulai hari ini ia akan resmi bekerja hanya untuk Laily selama 5 Tahun. Namun Ia juga masih harus terus berada di rumah sakit, karena Kalvin masih belum bisa di bawa pulang.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!