Hurt First Night
“Bisa kita bicara?” suara berat itu muncul dari belakang punggung seorang gadis yang tengah duduk bersila di lantai sembari membereskan barang bawaannya. Dan lantas, panggilan itu membuatnya menoleh.
“Ya, Pak,” jawab gadis itu dan mengikuti sang pria yang berjalan ke ruang tengah.
Adhiandra, pria usia kelewat tiga puluh tahun itu resmi melepas masa lajangnya dengan seorang gadis bernama Kanaya pada pagi tadi. Padahal masing-masing dari mereka tak pernah terpikir menikahi pasangan berbeda usia dengan rentang yang jauh, hampir sepuluh tahun. Belum lagi status mereka sebagai Dosen dan Mahasiswi.
“Ini mengenai pernikahan kita, kamu tau sendiri kalau kita dijodohkan dalam waktu yang singkat dan karena itu tak memiliki waktu untuk saling mengenal diri, apalagi perasaan.”
Kanaya mengangguk singkat, membenarkan perkataan dosen pria itu yang sekaligus berstatus suaminya sekarang.
Namun sebenarnya, jauh di dalam benak gadis itu timbul pertanyaan. ‘Apakah pria itu bermaksud agar mereka saling mengenal satu sama lain? Termasuk untuk menciptakan perasaan.’
“Baik, kamu juga telah sependapat dengan saya.” Adhi menjeda sejenak bicaranya dengan menarik nafas dalam. “Karena kondisi kita yang tak saling kenal sebelumnya, otomatis kita tak pernah tau masa lalu masing-masing.”
Kanaya masih menyimak dan lagi-lagi dia membenarkan ucapan ‘sang suami’, meskipun hanya dalam benaknya.
“Dan sekarang saya mau jujur sama kamu mengenai masa lalu saya yang belum dapat saya lupakan.”
Oke~ Bapak ini –bagus mau jujur. Tapi entah kenapa Kanaya mulai dag-dig-dug-serrr~.
“Sebelumnya saya minta maaf, karena hal ini mungkin akan membuatmu tersinggung.”
Kanaya mulai merasakan firasat buruk.
“Ada seorang wanita yang masih saya cintai, karena itu saya tak memiliki cukup ruang di hati saya untuk kamu –maaf mengenai itu.”
Bolehkah Kanaya menangis? Belum genap sehari pernikahannya, tapi dia sudah patah hati (lagi) oleh pria yang merupakan suaminya. Luka sebelumnya saja belum sembuh, nelangsa banget kisah asmaranya.
“Tapi saya harap dengan pengakuan saya ini, tidak mengubah hubungan pernikahan diantara kita sebagai suami istri yang memiliki hak dan kewajiban masing-masing.”
‘Setelah mengaku memiliki wanita yang masih dicintainya, Bapak Dosen ini meminta pernikahan layaknya suami-istri pada umumnya. Tidakkah dia sangat keterlaluan?’ batin Kanaya menjerit.
“Saya berkata demikian, karena saya takut kamu merasa tidak nyaman dengan sikap saya kedepannya. Sedikit banyaknya perasaan saya yang saat ini masih mencintai wanita lain, mungkin akan mempengaruhi sikap saya ke kamu yang tak dapat melimpahkan kasih sayang.”
Perkataan Bapak Dosen memang ada benarnya, sebelum pernikahan mereka –pun Kanaya tak nyaman dengan sikap masa bodo-cuek pria itu. Lagi-lagi Kayana tak tau harus menerima atau menyanggah hingga mengumpati Dosen tersebut.
“Soal kewajiban dan hak yang saya bicarakan sebelumnya, saya akan memenuhi semua kebutuhan dan keinginan kamu –secara materiil– sebagai kompesasi tak dapat memberikan kasih sayang yang layak pada istri. Dan hak, saya tak menuntut untuk mendapatkannya –dalam hal memenuhi kebutuhan biologis. Hanya saja, tolong hargai privasi masing-masing. Kamu bisa terima semua hal itu?”
Kanaya tak lantas menjawab, dia masih menimbang-nimbang. Namun detik selanjutnya, kepalanya mendongak dan menatap langsung ke manik mata sang Dosen.
“Saya terima,” jawab Kanaya tegas sembari mengulurkan jabat tangannya.
Mendengar jawaban istri gadisnya, Adhi sedikit terkejut –ditambah reaksi gadis itu yang tak menyiratkan keraguan sedikitpun, malah terkesan menantangnya.
Adhi menyambut jabat tangan Kanaya.
“Baik, saya juga mau memberitahu … kalau saya punya seseorang yang saya sukai. Mari kita saling tak libatkan perasaan dan mengganggu privasi masing-masing. Bapak tolong juga penuhi janji Bapak sendiri, maka saya akan lakukan hal yang sama,” ujar Kanaya berani dan penuh penekanan, seperti dia telah antipati pada Dosennya itu.
Jujur, ini kali pertama bagi seorang Adhiandra menerima tanggapan di luar apa yang telah dia perkirakan seperti ini dari seorang perempuan; berani dan merasa ditantang hingga membuatnya terkejut.
Adhi pikir, gadis itu akan bermonolog, memaki hingga menangis tersedu –mungkin. Namun kenyataannya tidak demikian, baginya Kayana adalah sosok gadis dengan kepribadian dari jenis yang baru ditemukan.
Atau … jangan-jangan hidup dialah yang terlalu sering dikelilingi oleh orang-orang monoton, termasuk dirinya.
Setelah pembicaraan panjang itu, mereka kembali ke kamar masing-masing. Mereka tidur perpisah, jadi jangan harapkan yang namanya Malam Pertama bagi sepasang manusia yang telah resmi menjadi suami-istri ini.
○○○
Scary First Night
Tapi malam masih terlalu panjang untuk membawa mereka tidur dengan tenang dan mimpi indah, terutama bagi seorang gadis –Kanaya– dia perlu membereskan isi kopernya. Ya~ di hari dia menjadi seorang Istri, pria yang berstatus sebagai suaminya itu membawanya ke apartement pria itu. Alasannya? Hanya karena hal kecil, namun Kanaya ingin tertawa kalau mengingat hal itu.
Hahah ... Pak Adhi, Dosen yang dianggap keren oleh mahasiswi di kampusnya itu ternyata---.
Kanaya tak mampu melanjutkan kegembiraan sederhananya, karena dia baru saja melihat makhluk menyeramkan yang sebelumnya Pak Adhi temukan di rumahnya –lebih tepatnya di kamarnya. Kanaya bergerak menjauh dari makhluk itu.
God! Mungkinkah makhluk itu mengikutinya pindah sampai ke apartemen Pak Adhi? –Kanaya merinding.
“Aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!!!!!!!!” teriakan membahana itu terdengar nyaring saat makhluk menyeramkan itu bergerak –terbang– ke arahnya. Kanaya berlari panik keluar kamarnya dan segera menutup pintu –memastikan makhluk menyeramkan itu tetap di dalam kamar.
Bersamaan dengan itu, Pak Adhi keluar dari kamarnya –mungkin karena mendengar teriakan heboh Kanaya.
Namun dibanding makhluk menyeramkan di dalam kamar, penampilan Pak Adhi lebih membuat Kanaya syok.
“Kyaaaaaaaaaaaaaa!!!!!!”
Ya, Kanaya berteriak lagi –kali ini dia sampai menutup matanya.
Sebenarnya apa yang dia lihat dari si Bapak Dosen?
○---|♥|---○
CAST:
Kanaya Cempaka
Adhiandra Putra Darmawan
-o-
1.1 Harisdarma Kuswara (Bapak Haris)
1.2 Nurlela Faridha (Ibu Nurlela)
1.3 Anindita Maulidya (Teh Dita)
1.3.1 Mario Bagaskara (Suami Teh Dita)
1.4 Randhika Tirta Buwana (Bang Dhika)
1.5 Sofia Atta Purnama (Sofi)
-
2.1 Mahmud Efendi Darmawan
2.2 Ranti Puspita Sari
2.3 Diandra Putri Darmawan
2.4 Narendra Putra Darmawan
-
-
Kanaya’s friends :
Christine Anjani (Jani)
Adella Oktriyani (Adel)
Gevin Dirgantara (Gevin)
Adimas Rizwan Kannedy (Dimas)
○
○
○
Itu hanya sedikit tentang perkenalan (nama) cast dari cerita ini.
○
See you next chapter
XOXO
Beberapa orang mahasiswa tampak duduk berkerumun di depan ruang Administrasi sembari mengisi formulir untuk pendaftaran judul skripsi. Tak lama, salah seorang dari mereka masuk ke ruang Administrasi untuk mengumpulkan formulir yang telah mereka isi dan beberapa saat telah kembali keluar.
"Udah? Apa katanya?" tanya seorang gadis pada temannya yang baru keluar dari ruang Administrasi –Kanaya Cempaka.
"Nunggu seminggu," jawab Adel singkat. –Adella Oktriyani.
"Akh ... Sumpah! Gue penasaran banget nanti siapa Dospem (Dosen Pembimbing) gue." Jani menarik rambutnya kuat, tampaknya dia frustrasi. "Plis, jangan yang killer." Dia menangkupkan tangannya seperti orang sedang berdoa. –Christine Anjani.
"Kalo gue, cuman berharap dapet Dospem ganteng," komentar Adel sembari menampilkan deretan giginya.
"Genit loh!" Jani mencubit pinggang Adel, hingga sang empu mengaduh.
"Biar gue semangat bimbingan." Adel cekikikan.
"Ohhhh .. jadi itu motivasi loh?" komentar Kanaya. "Gue sih asal gak neko-neko aja, sama lain sekarang –lain besok ucapannya."
Dua ciri dosen yang disebutkan Naya adalah Dosen yang sering buat mahasiswanya drop hingga masuk kloter terakhir jadwal sidang.
"Udah yuk, cabut. Bentar lagi masuk," ucap Jani yang sudah nyelonong duluan.
Tiga sekawan itu berjalan meninggalkan ruang Administrasi untuk menuju ruang kelas mereka. Di saat menuju kelas, mata Adel menangkap radar keberadaan Dosen Ganteng di salah satu kelas yang mereka lewati, dia menyempatkan diri untuk parkir sejenak.
Jani yang melihat Adel mematung di depan kelas sebelah, dia segera menghampiri temannya itu dan diikuti Kanaya.
"Ngapain lo berdiri disini?" tanya Jani sembari menepuk lengan gadis itu.
"Tiga tahun gue jadi penghuni nih kampus, kok belum pernah liat tuh dosen ganteng." Adel bicara ngelantur. "Ya Tuhan, beruntung banget mereka diajar sama Dosen ganteng."
Karena ucapan Adel, dua gadis di sebelahnya jadi mengikuti arah pandang gadis itu.
Setelahnya, Jani dan Naya mengangguk setuju dengan ucapan Adel sembari menatap lurus Dosen berkemeja coklat itu.
"Gila, bisa meleleh gue kalo ditatap seintens itu sama tuh dosen," komentar Adel yang masih memperhatikan Dosen tersebut -yang sedang mengabsen mahasiswa dikelasnya.
Lagi-lagi, Jani dan Naya mengangguk setuju seakan sama terhipnotisnya dengan Adel.
Ditengah aksi mengagumi mereka, sebuah suara berat dari belakang muncul dan membuat ke tiga gadis itu terkejut. "Ngapain kalian berdiri disini? Sudah masuk jam kuliah, masih diluar!" bentak seorang Dosen paruh baya berbadan tambun yang berdiri sembari mencondongkan badannya disertai tatapan memancarkan kilat.
"Eh ... Pak Joko udah dateng, baru mau kita panggil," ucap Jani dengan suara manis sembari menunjukkan senyum Popsodent -nya lalu mencium tangan dosen itu dan diikuti Adel dan Naya.
"Kalian mau manggil saya, atau bolos kelas?" tanya Pak Joko masih nge -gas. Baru saja Jani hendak buka suara, tapi sudah di potong.
"Masuk!"
Tiga gadis itu langsung lari untuk masuk ke kelas mereka, mencari bangku untuk duduk.
"Nay, bisa gak Bapak Dosen Gantengnya biar ngajar di kelas kita aja?" tanya Adel.
"Ada juga lo yang pindah ke kelas sebelah. Ya kali, dia pindah ke kelas kita," sahut Jani ikut nimbrung.
Mendengar ucapan Jani, bagai bohlam lampu baru saja bersinar terang di atas kepalanya dan Adel tak menyia-nyiakan ide cemerlang itu. Segera dia memasukan kembali buku lalu menyampir tas jinjingnya di bahu.
"Eh ... Lo mau kemana?" tanya Kanaya heran.
"Mau memperjuangkan cinta gue, Nay. Doa'in ya."
Bodo lah, si Adel udah diambang batas kewarasannya. Tungguin aja sampai diseret sama Pak Joko, terus suruh duduk di sebelah tuh Dosen.
Tetapi belum juga Adel keluar dari deretan bangku, dia sudah duduk kembali dan segera menyembunyikan wajahnya dengan buku Kanaya.
"Gila Nay! Horror banget. Tadi gue baru aja tatapan sama Pak Joko."
Kanaya terkekeh geli sembari menggelengkan kepalanya, begitu juga dengan Jani.
Dengan begitu, aksi menjemput jodoh Adek -urung dia lakukan. Tetapi tenang, namanya nyerah itu gak ada dalam kamus Adella.
---TBC---
Jadi tipe dosen kayak gimana yang memotivasi kalian?
a. Ganteng/Cantik -semacam type Adel
b. sering absen
c. murah nilai
d. gaul
e. (isi sendiri)
Adhiandra atau akrab dipanggil Adhi, lima menit lalu dia baru saja memasuki sebuah ruang kelas untuk mengajar Matematika Statistik. Dosen kepala tiga ini, baru mengajar beberapa minggu lalu lantaran permintaan Ayahnya yang juga seorang Dosen di Universitas tersebut.
Seperti biasa, sebelum memulai perkuliahan dosen perlu mengecek kehadiran mahasiswa dan inilah yang sedang dilakukan Adhi. Namun sedikit berbeda hari ini, dia jadi sedikit lambat saat mengabsen. Itu semua karena ucapan aneh Ibunya kemarin.
---
Setiap minggu atau hari libur, Adhi selalu mengunjungi rumah orang tuanya, begitu juga dengan kemarin. Dan lagi-lagi Ibunya membicarakan hal yang sama, MANTU.
"Nak, kamu datang sendiri lagi?" ucap Bu Ranti.
Adhi sudah tau arah tujuan pembicaraan Ibunya itu, dia hanya menyunggingkan senyuman sembari mencium tangan Ibunya dan selanjutnya dia duduk dihadapan sang Ibu.
"Heh ... ditanya malah mesem," komentar Ibunya terdengar sedikit kesal.
"Abis mau gimana, Bu? Belum ada," jawabnya singkat.
"Kamu ya usahalah, Nak. Di tempatmu bekerja pastikan juga banyak wanita, rekan kerja atau ...," Ibu menjeda ucapannya, membuat sang putra sulung jadi menunggu sembari meminum teh yang baru saja dibawakan oleh seorang ART . "Mahasiswimu juga boleh," lanjut Bu Ranti.
"Uhuk!" Keterkejutan tak dapat ditahan oleh Adhi hingga membuatnya terbatuk. "Jangan ngomong aneh-aneh, Bu. Aku itu disana buat ngajar, bukan cari Istri. Apalagi mahasiswi, gak dah Bu. Gak minat aku sama yang masih piyik," sanggah Adhi.
"Ya~ apa salahnya. Sambil menyelam minum air," balas Ibu tak acuh.
"Yang ada aku bisa keselek Bu, kayak tadi," jawabnya nyeleneh.
Ditengah perbincangan Ibu dan Anak itu, seorang pria paruh baya datang dan bergabung di obrolan mereka.
"Ngeributin apa dari tadi?" tanya Pak Darmawan.
Adhi bangun dari duduknya untuk menyalim Ayahnya.
"Biasa Pak, Ibu nagih mantu lagi," jawab Adhi malas-malasan.
"Makanya, klo gak mau ditagih mulu, cepet lunasi," balas Pak Darmawan seakan bersekongkol dengan Istrinya.
"Bapak sama aja," komentar Adhi.
"Pak, gak ada apa wanita yang bisa di jadikan Istri buat si Adhi?” tanya Ibu pada suaminya.
"Bu, rekan kerja perempuan -ku udah banyak yang nikah. Sampai bulan ini aja, aku udah datang ke lima undangan," jelas Adhi.
"Terus kamu kapan ngundang? Jangan sampe kelamaan ngelajang, terus jadi Bujang Lapuk." balas Ibu.
"Kena lagi aku,” rutuk Adhi.
“Abis kamu juga diem aja sih, gimana mau dapat istri. Gak malu kamu, udah dilangkahi sama Diandra -Putri kedua- terus Narendra juga udah punya pacar -Putra bungsu- malah katanya juga abis lulus mau nikah. Lah ini, sulung, udah siap lahir batin belum juga keliatan gandeng calon." keluh Ibu panjang.
“Rendra mau nikah abis lulus, Bu?!” tanya Adhi yang terdengar kaget.
“Iya!” Tekan Ibu.
“Kuliah baru masuk satu tahun, udah mikir nikah. Anak jaman sekarang cepet banget tua –nya, dikata nikah gampang. Mau dikasih makan apa nanti istri dan anaknya,” komentar Adhi.
“He~ jangan salah ya, Rendra itu juga udah punya usaha sendiri dia,” ucap Ibu membela putra bungsunya.
Adhi yang akhirnya terus merasa di sudutkan, dia beranjak dan pergi ke kamar. “Ya udah, klo Rendra mau nikah duluan juga gak apa-apa. Aku ikhas dilangkahi lagi.”
“IBU YANG GAK IKHLAS, DHI!” teriak Bu Ranti sewot.
___
Kembali lagi saat Adhi mengabsen mahasiswa/i. Dia memanggil satu persatu nama sembari menatap cukup lama wajah mahasiswinya. Konyol, entah kenapa dia jadi mengikuti saran aneh Ibunya.
Namun setelah sadar lantaran mendengar suara keributan dari luar kelasnya, ternyata itu Pak Joko yang mengomeli mahasiswinya. Selanjutnya Adhi mengabsen seperti biasa kembali dan mulai memaparkan materi.
Ya, sekarang dia fokus saja dulu dengan pekerjaannya. Kalau sudah waktunya, jodoh bakal datang sendiri -bahkan tanpa dia sangka-sangka ya kan?
[TBC]
Kalian ...
a. in relationship
b. single
c. lagi nyari jodoh nih
d. nunggu jodoh aja deh, kayak Pak Adhi
e. (isi sendiri)
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!