NovelToon NovelToon

Rona & Senja

Prolog

Desember. Identik dengan hujan setiap hari. Begitupun hari ini. Meski hujan belum turun, awan mendung menggantung mantap di langit sore ini. Pertanda, hujan tak lama lagi hadir menyejukkan bumi.

Di salah satu koridor yang sepi, seorang mahasiswa ganteng berdiri menghadap ke tembok, menjebak seorang mahasiswi cantik disana.

"Kamu cantik," puji mahasiswa ganteng itu, sambil mendekatkan wajahnya ke wajah mahasiswi cantik itu.

"Lalu?" tanya mahasiswi cantik, wajahnya sedikit menggoda mahasiswa yang menjebaknya.

"Jalan yuk?" ajak mahasiswa ganteng.

"Bo..."

"Ceklik..." suara pintu toilet dibuka, memotong kalimat mahasiswi cantik. Seorang mahasiswi berjilbab syar'i keluar dari toilet, sambil menunduk, merasa bersalah sekaligus tak nyaman, melewati dua orang yang sedang saling melancarkan aksi pdkt.

"Jadi, gimana?" tanya mahasiswa ganteng kepada mahasiswi cantik incarannya, setelah gangguan pergi.

"Boleh. Jalan kemana?"

"Ikut aja," jawab si mahasiswa sambil langsung menggandeng tangan mahasiswi cantik itu, membawanya ke tempat dimana mereka bisa lebih leluasa bermesraan tanpa ada gangguan.

***

Gue, Rona Langit Senja, biasa dipanggil Rona. Gue mahasiswa Sastra Inggris semester 4. Orang bilang gue cakep, keren dan juga pinter. Memang. Gue nggak memungkiri kalo gue emang keren dan pinter. Prinsip gue, jangan pernah jadi cowok ganteng yang otaknya kosong!

Gue juga terkenal playboy. Masa bodo! Bukan salah gue juga kalo cewek-cewek rela jadi apa aja yang penting bisa deket sama gue. Mereka mau minta status yang jelas? Kudu jadi isteri gue dulu. Eits, tapi kalo mau jadi isteri gue, nggak bisa sembarang cewek. Dia kudu cantik, sexy, dan yang pasti smart. Masa' iya cowok pinter punya isteri otak udang? Big NO!

Udah berapa cewek yang gue pacarin? Nggak keitung! Yang gue tolak? Buanyaaak! Jangan dipikir kalo playboy itu nggak pilih-pilih. Gue playboy paling selektif yang pernah ada. Nggak sembarang cewek gue deketin atau gue terima. Tipe ideal gue yang paling jelas ya harus cantik dan sexy. Cantiknya juga nggak sembarang cantik, gue lebih suka yang cantik asli Indonesia, macem Dian Sastro, Agny Pratista, Artika Sari Devi, yang begitu lah. Kalo kelihatan ada bulenya dikit, langsung gue tolak. Kenapa? Karena di keluarga gue banyak muka-muka blasteran, so gue udah bosen ngeliat muka-muka kebule-bulean.

Well, kakek gue asli orang Inggris, nenek gue asli orang Jawa. Nyokap gue blasteran Jawa-Inggris. Bokap gue blasteran Jepang-Inggris. Bisa lo bayangin kalo gue kumpul keluarga besar. Bule semua isinya! Dari sinilah wajah cakep gue tercipta. Gen yang nggak kaleng-kaleng. Bonus otak encer dari nyokap gue yang merupakan seorang dosen di salah satu universitas bonafide dan bokap gue yang merupakan dokter bedah di rumah sakit umum terbesar di kota.

Kenapa gue playboy? Apa karena bokap nyokap nggak harmonis dan gue nyari semacam pelampiasan disitu? No! Bokap gue bisa dibilang suami paling romantis sedunia. Dia selalu ingat tanggal-tanggal penting yang kadang sering dilupain sama cowok, kek tanggal pertama kali ketemu, tanggal pertama kali pegangan tangan, tanggal pertama kali ciuman, dan lain-lain. Dan di setiap tanggal-tanggal itu, bokap gue ngasih hadiah ke nyokap. Parah kan? Penting gitu? Well, penting nggak penting, itu yang bikin nyokap gue selalu jatuh cinta sama bokap. Padahal nyokap aja nggak inget inget banget tanggal-tanggal itu.

Lalu, kenapa gue playboy? Ya, karena ada kesempatan. Itu aja. Sesederhana itu. Bukan salah gue juga kalo tiba-tiba ada yang rela jadi selingkuhan. Buat apa? Ya, karena mereka juga merasa untung bisa deket gue. Tapi, kalo udah mulai rese'. You'll know the consequence.

Pernah kepikiran buat punya pacar, lalu setia? Sering. Cuma belum ada yang klik. Rata-rata cewek ngedeketin gue karena gue ganteng dan latar belakang keluarga gue yang bisa dibilang berada. Selain itu, gue juga masih pengen kek gini. Bebas. Tanpa dikekang siapa aja.

Sekian dari gue. Selamat menikmati kisah cinta gue!

***

Rona Senja Madina. Kata ibu ku, dulu ketika umroh, langit senja di Kota Madinah sangat cantik. Karena itulah nama ku tercipta. Rona Senja Madina. Biasa dipanggil Senja. Beberapa teman berkomentar, nama itu cocok dengan ku. Katanya, setiap melihat ku mereka seperti melihat langit senja yang syahdu dan menenangkan. Alhamdulillah.

Aku seorang mahasiswi jurusan Sastra Inggris semester 4. Kenapa Sastra Inggris? Aku sangat suka belajar bahasa asing. Tidak hanya bahasa Inggris, beberapa bahasa asing seperti bahasa Prancis dan Jepang sempat aku pelajari di SMA. Dan itu sangat menyenangkan! Karena mempelajari bahasa, berarti juga mempelajari budaya dimana bahasa itu digunakan. Seakan pergi ke dunia baru dengan mempelajari bahasa dan budayanya.

Bisa dibilang aku sangat introvert. Aku hanya punya dua sahabat yang selalu setia mendengarkan ku dan menemani ku, Embun dan Violet. Berkat karakter kami yang berbeda, kami dapat saling melengkapi. Embun yang energic selalu dapat membuat suasana menjadi hangat. Violet yang blak-blakan kalau bicara, bisa membuat kami merasa lebih kuat dan tegas ketika kami mengalami keraguan. Sayangnya, kami tidak kuliah di satu jurusan. Embun di jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, dan Violet di jurusan Teknik Sipil. Meski begitu, kami selalu menyempatkan untuk berkumpul.

Banyak temen ku yang bilang aku ini religius. Mungkin karena aku selalu mengenakan baju muslim syar'i. Aku hanya mencoba untuk menjaga diri ku. Kalau itu terlihat religius, aku malah merasa beban, karena aku hanya manusia biasa yang pasti terus berusaha memperbaiki diri.

Cowok? Temen cowok? Aku tidak begitu pandai bergaul, terlebih dengan lawan jenis. Selain karena aku introvert, aku juga tidak mau melanggar aturan agama. Mungkin berteman biasa aja ada. Temen-temen kuliah. Tapi kalau yang spesial, apalagi pacar, tidak ada.

Kalian boleh menilai aku cupu. Tapi jangan menilai aku sok suci, sok agamis. Aku hanya mencoba menjaga diri ku. Lagi pula aku tidak begitu mempedulikan penilaian orang terhadapku. Yang terpenting bagaimana aku di hadapan Allah.

Untuk kisah cinta ku, aku serahkan semua kepada Yang Maha Cinta. Karena aku lebih suka jodoh yang dihadirkan oleh Allah daripada jodoh yang aku pilih sendiri. Akan seperti apa jodoh ku? Aku yakin itulah yang terbaik untuk ku.

***

Sepasang kekasih berjalan melewati seorang gadis berbusana syar'i. Mereka berpapasan tanpa mempedulikan satu sama lain. Tanpa mengetahui takdir yang akan mempertemukan mereka kembali dalam sebuah kisah yang tidak akan pernah mereka impikan sebelumnya. Kisah yang tidak pernah mereka bayangkan. Dan dari sanalah kisah mereka dimulai.

***

High Quality Playboy (part 1)

Para mahasiswa tengah nongkrong di koridor depan kelas mereka, menunggu dosen mereka tiba, ketika suara riuh beberapa cewek yang histeris menyita para mahasiswa yang sedari tadi sibuk masing-masing. Tak heran jika para cewek histeris, ketika seorang mahasiswa cakep bertampang blasteran lewat di depan mereka. Beberapa dari mereka mulai rumpi membahas makhluk paling menyilaukan di jurusan Sastra Inggris.

"Gilak! Cakep bangeeettt!!" ucap cewek berpenampilan girly, berambut sedikit keriting, berwajah manis, bernama Lena.

"Vino G. Bastian? Christian Sugiono? Adipati Dolken? Lewaaaaat..." sahut cewek berpenampilan sedikit tomboy, berambut lurus sebahu, berwajah ceria, bernama Ria.

"Ya Allah... Kok bisa sih ada makhluk sesempurna itu?" puji cewek berjilbab hitam, berwajah imut, bernama Aida.

"Mana ada makhluk yang sempurna di dunia ini?" sahut seorang cewek, berpakaian syar'i, berwajah teduh, yang tak mengalihkan pandangan dari buku yang dibacanya, yang bernama Senja.

"Ih, Senjaaa... Bisa nggak, nggak merusak kekaguman kita sama Rona?" protes Aida.

'Rona? Aku?' batin Senja, sambil memalingkan muka ke arah cowok yang baru saja lewat. Senja tak sempat melihat wajahnya karena asyik dengan buku yang dibacanya.

"Makanya, Nja, mata jangan nempel di buku mulu. Biar lo tau kalo memang ada makhluk sempurna di dunia ini," Ria menimpali.

"Sesempurna apa sih cowok yang kalian bahas sampe segitunya?" tanya Senja, kembali fokus ke bukunya.

"Dia tuh ya, udah cakep, pinter, kaya lagi!" ucap Lena.

"Hmm~ Solat nggak?" pertanyaan yang sukses meruntuhkan benteng pertahanan tiga teman Senja yang mengelu-elukan Rona, cowok paling keren di kampus.

"Kalo itu..." jawab Aida terputus.

"Kita nggak tau..." sambung Lena sambil nyengir.

Terlepas dari penampilan mereka, Lena dan Ria adalah muslim, meski memang belum berhijab. Dan sebagai muslim, mereka sadar bahwa solat tetaplah landasan paling utama dalam agama mereka.

"Percuma kalo ganteng, pinter, kaya, tapi nggak solat. Mubazir ganteng, pinter, sama kayanya," komentar Senja tanpa melihat ekspresi tiga temannya yang seakan tertampar dengan kata-katanya.

"Eh, tapi kan, kita bisa ngajak dia solat pelan-pelan, Nja," kilah Aida.

Senja menutup bukunya, "Nah, itu bagus. Buruknya, kalo malah kamu yang jadi ikut-ikutan nggak solat kek dia," ucap Senja sambil beranjak masuk ke kelas. Ternyata dosen mereka sudah datang.

"Kali ini kuliah saya gabung dengan kelas A, okay?" ucap Pak Rio, dosen translation, dosen paling cakep diantara para dosen, tapi juga paling killer. Biarpun dosen ter-killer, selera humor Pak Rio ini juga cukup tinggi. Pantas kelasnya selalu padat dengan mahasiswa yang mengambil mata kuliah translations.

"Ya, Pak," jawab para mahasiswa serempak.

"Kelas A? Itu kan kelasnya Rona. Yee~" bisik Lena kepada ketiga teman di sebelahnya.

Satu per satu mahasiswa kelas A masuk. Senja melihat ke arah pintu masuk, penasaran dengan cowok bernama Rona. Bukan karena teman-temannya bilang dia cakep, tapi karena nama mereka yang mirip. Dan begitu tangan Lena menggenggam erat tangan Senja karena rasa bahagia yang tertahan, barulah Senja tahu kalau cowok yang baru saja masuk itulah yang bernama Rona.

'Phisically, cakep,' batin Senja yang kemudian memfokuskan matanya ke Pak Rio yang sudah membuka layar LCD.

"Mampus! Gue belum ngerjain tugas," ucap Ria ketika melihat Pak Rio sudah siap mengulas tugas yang diberikan sebelumnya.

"Seperti biasa, yang belum mengerjakan tugas minggu lalu, silakan dikerjakan dulu di luar kelas," ucap Pak Rio mengawali kelasnya.

"Kenapa gue apes banget sih. Giliran ada vitamin A di kelas, gue malah yang keluar," ucap Ria sambil bersiap keluar kelas.

"Tenang aja, Ri. Ntar gue lihatin Rona sampe puas," ucap Lena sok menenangkan.

"Itu mah elu yang puas, gue nggak," lalu Ria melenggang keluar kelas, diikuti beberapa mahasiswa lain yang tidak mengerjakan tugas. Senja melihat ke arah Rona. Ternyata benar kata teman-temannya, selain cakep, dia juga pintar, terbukti dia tidak ikut keluar bersama para mahasiswa yang pelupa atau pemalas. Entah sama saja.

"Rona..." Senja sudah akan bersiap maju ketika ada suara cowok menjawab panggilan Pak Rio. Praktis Senja duduk kembali. Sadar bahwa ada Rona yang lain di kelasnya.

"Siap, Pak," Rona dengan sigap berdiri, siap mempresentasikan tugasnya di depan kelas, yang kemudian terhenti oleh ucapan Pak Rio selanjutnya.

"Oh, di kelas A juga ada yang namanya Rona, ya. Bapak lupa," Pak Rio seakan ingat kalau sedang mengampu kelas gabungan.

"Oh, nggak apa-apa, Pak. Yang dari kelas B dulu aja, kan saya cuma nebeng," ucap Rona sopan. Selain itu, Rona juga penasaran dengan Rona yang lain yang ada di kelas B. Dia tidak pernah tahu kalau ada cowok yang namanya sama dengannya. Senja memperhatikan Rona yang dengan sopan mempersilakan Pak Rio untuk memanggil dirinya.

'Cakep. Pinter. Sopan. Okay...' batin Senja menilai Rona.

"Oh gitu. Nggak apa-apa, ya?" tanya Pak Rio memastikan kepada Rona.

"Iya, Pak. Silakan," jawab Rona sambil kembali duduk.

"Rona Senja Madina, silakan presentasikan tugas Anda," Rona terkejut. Dilihat dari namanya bukan cowok. Senja berjalan menuju depan kelas, mempersiapkan materi tugas yang sudah dikerjakannya. Rona memperhatikan Senja.

'Cantik. Tapi... Terlalu tertutup,' batin Rona melihat penamiplan Senja yang syar'i.

Senja memulai presentasi tugasnya dengan ucapan salam. Rona cukup takjub ketika Senja mulai mempresentasikan tugasnya dengan bahasa Inggris yang sangat fasih. Rona tak menyangka gadis yang berbalut pakaian syar'i bisa begitu fasih berbahasa Inggris. Suaranya juga empuk dan lembut. Isi presentasinya juga terbilang bagus.

'Setidaknya dia smart,' batin Rona ketika Senja menutup presentasinya.

"Bagus sekali, Rona," puji Pak Rio.

"Senja, Pak," ucap Senja membenarkan.

"Oh iya. Senja. Kebiasaan manggil orang pake kata yang di depan," ucap Pak Rio diikuti tawa kecil. Senja hanya tersenyum.

"Bagus sekali. Kamu sudah terapkan beberapa teknik penerjemahan untuk menerjemahkan teks ini. Dan saya lihat hasil terjemahannya cukup bagus, akurat dan yang penting readable," komentar Pak Rio.

Rona yang sedari tadi menyimak presentasi Senja merasa sangat takjub dengan beberapa teknik terjemahan yang dipakai Senja untuk menerjemahkan teks itu. Rasanya, Rona ingin memberikan pujian pada gadis syar'i yang smart itu. Bukan untuk menebar luas pesonanya kepada gadis religius itu, tapi karena dia benar-benar kagum dengan kepintaran gadis itu.

"Mungkin ada yang mau menambahkan? Atau bertanya? Mengomentari presentasi Senja? Okay, silakan. Nah kalo yang ini panggilannya Rona. Sesama Rona dilarang saling menyakiti, ya?" goda Pak Rio, diikuti riuh tawa para mahasiswa di kelas. Rona dan Senja hanya tersenyum. Di balik senyumnya, Senja sedikit gugup kalau Rona menanyakan sesuatu yang rumit atau memberikan komentar yang negatif tentang presentasinya.

'Kira-kira, dia mau ngomong apa ya?' batin Senja yang masih berdiri di depan kelas.

***

High Quality Playboy (part 2)

'Kira-kira, dia mau ngomong apa ya?' batin Senja yang masih berdiri di depan kelas.

"I just want to say that you are brilliant to omit some sentences which aren't really important to translate. It makes your translations very good. Since some people will be hesitant to reduce or even omit sentence. You're doing great! Thank you," komentar Rona disambut tepuk tangan riuh seisi kelas. Senja tidak menyangka Rona akan memuji hasil terjemahannya.

"Yup. It's true. Thank you, Rona. Jadi, dalam menerjemahkan suatu teks, selain kita menggunakan teknik-teknik terjemahan yang ada, kita juga butuh yang namanya feeling. Apakah kata atau kalimat ini penting untuk diterjemahkan? Misalkan kita hilangkan, apakah akan menghilangkan akurasi dari makna keseluruhan teks? Begitu, ya? Paham?" jelas Pak Rio.

"Pahaaam~,"

"Okay. Thank you, Senja, silakan kembali duduk. Kita sudah lihat hasil terjemahan dari kelas B. Sekarang kita beralih ke Rona dari kelas A. Silakan, Rona," ucap Pak Rio mempersilakan.

Rona dengan mantap maju ke depan, mepersiapkan tugasnya untuk dipresentasikan. Dengan suara bassnya, Rona berhasil membius seluruh isi kelas. Senja melihat ke seluruh isi kelas. Tidak ada seorang cewek pun yang tidak memperhatikan Rona, kecuali dia. Senja mendengarkan penjelasan Rona dengan seksama, melihat ke arah LCD yang menampilkan hasil terjemahan milik Rona. Rona sekilas melihat ke arah Senja yang tidak melihat dirinya seperti semua cewek di kelas itu.

"That's all. Thank you," Rona menutup presentasinya.

"Good job as always, Rona! Ada yang mau menambahkan?" tanya Pak Rio kepada para mahasiswanya. Rona melihat ke arah Senja yang sibuk menulis sesuatu di bukunya.

'Dia nggak tertarik sama gue?' pikir Rona.

"Tidak ada yang mau memberi tanggapan? Kalau gitu..." kata-kata Pak Rio terputus.

"Excuse me, Sir," ucap Senja menyela Pak Rio sambil mengangkat tangan.

"Oh, ternyata Rona yang lain. Silakan," ucap Pak Rio dengan nada becandanya yang khas.

"Thank you, Sir. There are some things that I wanna ask you. First, why did you prefer to translate the second sentence partly? Is that not really important to translate? Second, why didn't you combine the fourth and the fifth sentences in the second paragraph into one sentences? I think it will be more readable if you did that. That's all. Thank you," komentar Senja, sambil membawa secarik kertas catatan.

Rona cukup terkesan dengan pertanyaan Senja. Selama ini, kalau dia mempresentasikan tugasnya di depan kelas tidak ada yang mau menanggapinya. Terlebih para cewek. Mereka hanya fokus melihatnya tanpa memperhatikan apa yang dipresentasikannya.

"Please answer her, Rona," pinta Pak Rio.

"Okay. Well, thank you for your questions. First, I only translated the second sentence partly because I think it's more readable that way. And why I didn't combine the two sentences, because I wanted to highlight the importance of the previous statement. And I think it's readable enough. That's all. Any other questions?" jawab Rona mantap.

"No, thank you," jawab Senja kemudian sibuk lagi menuliskan sesuatu di catatannya. Rona memperhatikan Senja. Dia sedikit heran, baru kali ini ada cewek yang tidak tertarik dengannya.

Sembilan puluh menit telah berlalu. Kuliah translations ditutup Pak Rio dengan memberi tugas menerjemahkan potongan novel karya Dan Brown.

"See you next week," Pak Rio menutup kelasnya kemudian berlalu dari kelas, diikuti para mahasiswa yang keluar satu per satu.

Rona terlihat masih duduk di bangkunya, asyik ngobrol dengan beberapa sahabatnya. Rona yang duduk menyamping, sesekali melirik ke arah Senja yang tengah sibuk memasukkan buku-buku ke dalam tasnya.

"Kita duluan ya, Nja," pamit Aida dan Lena yang dibalas anggukan oleh Senja yang masih sibuk dengan buku-bukunya.

Senja menutup tasnya dan membiarkan satu buku novel karya Dan Brown, berjudul The Lost Symbol, tetap di luar tasnya. Senja beranjak dari tempat duduknya sambil menenteng bukunya. Rona memperhatikan Senja sedari tadi.

"Woy, bro! Dari tadi lihatin Senja terus," komentar Nino, salah satu sahabat Rona.

"Gue pikir, cewek yang berpenampilan kek dia tuh, cupu, cuma pinter masalah agama, dan nggak tertarik hal-hal yang selain tentang agama. Ternyata nggak juga,"

"Oo... Jadi mulai suka sama cewek religius nih?" goda Ringgo.

"Bukan gitu. Ya jadi merubah penilaian gue aja," elak Rona.

"Senja tuh asyik orangnya, bro. Tapi emang dia nggak sembarang ngobrol sama cowok," kata Nino.

"Lo kenal dia?" Rona cukup terkejut mendengar perkataan Nino.

"Kenal lah. Masa-masa ospek dulu, gue duduk sebelahan sama dia," aku Nino.

"Duduk sebelahan? Kok dia mau?" tanya Rona heran.

"Emang kenapa?" Nino balik bertanya ke Rona.

"Ya kan, secara cewek berjilbab syar'i gitu, masa' duduk sebelahan sama cowok?" jelas Rona.

"Iya kan nggak berdua kan? Satu baris kan ada berapa kursi dulu tuh jaman ospek, kebetulan gue duduk sebelahan sama dia, di sebelah-sebelahnya dia cewek-cewek semua, baru dari kursi gue ke samping gue isinya cowok-cowok. Kan dulu duduk aja diatur sama panitia ospek, mana bisa nolak,"

"Oh ya waktu di ruang auditorium gedung 3 itu?" tanya Ringgo memastikan dia nggak salah momen.

"Yup. Senja tuh asyik kok. Sempet ngobrol banyak dulu," kenang Nino.

"Hmmm~" gumam Rona sambil memikirkan kira-kira apa yang dibicarakan Nino dengan Senja, sampai-sampai Nino mengatakan Senja orang yang easy going.

"Namanya sama lagi kek nama lo, bro. Cuma beda satu kata aja," komentar Ringgo.

"Iya. Gue baru inget kalo nama dia ada Rona nya juga, dan nama lo ada Senja nya juga," Nino menimpali.

"Jodoh tuuu..." goda Ringgo yang tahu kalau Senja bukan tipe Rona. Rona hanya mendengus mendengar komentar Ringgo.

"Allahuakbar... Allahuakbar..." suara adzan ashar berkumandang.

"Solat dulu, bro," ajak Nino. Rona segera beranjak berjakan menuju mushola kampus.

Rona jarang sekali solat di mushola yang ada di fakultasnya. Dia lebih sering solat di masjid kampus dimana dia tidak kelihatan terlalu mencolok. Sampai di mushola fakultas, Rona tidak langsung mengambil air wudhu. Dia masih duduk-duduk di teras mushola bersama Nino dan Ringgo.

"Hei Beb. Ntar jalan yuk!" ajak Rebecca, seorang cewek berbadan aduhai dengan pakaian yang cukup sexy untuk dipakai di kampus, kepada Rona.

"Boleh. Gue solat dulu tapi. Lo mau ikut?" ajak Rona dengan nada menggoda.

"Apaan sih, Beb. Kek nggak tau aja," jawab Rebecca. Rona tersenyum.

"Gue tunggu di kantin ya," ucap Rebecca kemudian, sambil berlalu ke kantin. Rona hanya mengangguk.

"Lo masih jalan sama Rebecca?" tanya Ringgo.

"Masih," jawab Rona santai.

"Ardiana gimana?" tanya Nino.

"Masih juga," Rona kembali menjawab dengan santai.

"Lah yang kemarin?" giliran Ringgo bertanya.

"Dona?" tanya Rona disusul anggukan dari kedua sahabatnya.

"Masih juga," jawab Rona sambil berlalu mengambil air wudhu, meninggalkan dua sahabatnya yang geleng-geleng melihatnya.

"Ganteng. Wajar," komentar Ringgo sambil menyusul mengambil air wudhu. Nino hanya cengar cengir mengekor di belakang Ringgo.

Senja yang sedari tadi khusyuk membaca novel di teras mushola tak sengaja menguping, ketika mendengar suara Rona di sana.

'Cakep, sopan, pinter, solat, tapi... Playboy? High quality playboy,' batin Senja lalu kemudian menutup novelnya dan mengambil air wudhu.

***

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!