NovelToon NovelToon

Cerita Ale

Bab 1 Aku Ale!

...Tidak ada manusia yang bisa memilih jalan hidupnya, mereka hanya bisa menerima dan terus berusaha....

...----------------...

Ale.

Udara pagi ini sangat segar, terlihat perempuan cantik dengan rambut sebahu sedang sibuk memasukkan beberapa bungkus nasi campur kedalam keranjang sepeda miliknya.

"Sudah dimasukkan semua nasinya, Ale?" tanya seorang wanita paruh baya yang mengenakan piyama biru pagi itu.

"Beres, Bunda." Jawabnya sambil memeriksa sepeda pink miliknya aman untuk dikendarai menuju sekolah.

"Adik kamu mana?"

"Aku disini Bunda," celetuk gadis kecil yang tiba-tiba muncul dari dalam rumah mengenakan baju merah putih sudah lengkap dengan dasi dan topi serta mulutnya penuh dengan roti selai coklat membuatnya susah untuk berbicara.

"Ela, kalau lagi makan itu di telen dulu. Duduk habisin jangan sambil jalan masih ngunyah mulut penuh gitu."

"Hehe iya maaf Kak, buru - buru."

"Yasudah Bunda, kami berangkat ya Assalamualaikum."

"Hati-hati, Waalaikumussalam."

Dua perempuan cantik itu kini mulai menyusuri jalanan dengan sepeda pink yang terlihat sudah 3 tahun usianya. Perempuan itu adalah aku. Namaku Aleasyaza dan Adikku Elasyaza. Aku sekarang kelas 11 SMA di salah satu SMA favorit yang terkenal sebagai sekolah anak-anak pintar dan orang kaya tapi sayangnya aku tidak kaya. Tapi kenapa aku bisa masuk ke sekolah ini karena aku cukup pintar, aku dapat beasiswa di sekolah ini.

Jadi aku sekolah gratis dengan catatan aku harus bisa terus mempertahankan juara kelas selama 3 tahun ini serta aktif mengikut lomba-lomba di luar sekolah. Beberapa juara yang pernah aku raih selama kelas 10 adalah lomba juara essay tingkat nasional di beberapa Universitas salah satunya di universitas impianku kelak. Serta berhasil memperoleh 2 atau 3 kali juara lomba melukis tingkat nasional se Kabupaten.

Aku memang suka belajar, suka melukis, hanya saja aku payah pada olahraga, benar-benar kurang. Anak perempuan manis nan cantik di belakangku, yang tengah aku bonceng ini adalah adikku Ela. Dia adik yang penurut, meski di beberapa kesempatan dia sering membuatku jengkel dengan kelakuannya. Dia menggemaskan, kalau tidak ada dia sepertinya rumah akan sepi.

Aku ingat dulu waktu dia kecil bagaimana aku menggendongnya, menggantikan bunda menyampihnya saat bunda sibuk di dapur dan mengurus warung. Adikku yang mungil, sekarang sudah tumbuh besar. Dia duduk di bangku kelas 5 Sekolah Dasar. Tumbuh terus ya sayang, Kaka akan selalu menjadi orang terdepan yang menemani setiap proses perkembanganmu.

Nah! wanita paruh baya yang super cantik tadi pagi itu adalah bundaku, namanya Bu Vivi. Beliau wanita paling hebat sepanjang masa. Membesarkan dua anak perempuan kecil sendirian bahkan dua wanita kecil tersebut tumbuh dengan rasa kasih sayang yang cukup. Tumbuh menjadi anak yang baik dan kerap membanggakan selalu. Semangatnya tidak pernah alpa setiap hari demi anak-anaknya dapat makan.

Pernah sekali aku mendapati bunda sakit tapi dia tetap bekerja. Itulah hebatnya bunda, tidak pernah menyerah dengan kehidupan ini. Siapa lagi yang belum ku ceritakan?

Oh iya! sosok ayah ya! saat membahas sosok hebat ini, aku tidak bisa biasa-biasa saja. Bagaimana bisa? terlalu banyak kenangan yang akan muncul tiap kali aku membahasnya bahkan sampai membuat air mataku tumpah. Ayahku bernama pak Azam Ali. Biasa dipanggil pak Aza. Beliau sudah meninggal saat adikku berusia 3 bulan.

Saat itu usia ku kurang lebih 5 tahun. Ayah meninggal karena sakit. Sedih rasanya, saat-saat ayah masih ada setiap malam minggu aku selalu di ajak ke pasar malam, apa yang aku mau selalu ayah berikan dengan syarat aku harus memberikan alasan manfaat dari barang yang aku inginkan.

Karena ayah selalu berpesan :

"Ale, setiap kamu ingin belanja ... kamu harus tau dulu kamu perlu atau tidak dengan barang itu. Kalau tidak diperlukan meskipun ingin dibeli, jangan dibeli. Karena itu hanya berlandaskan keinginan bukan kebutuhan dan hidup harus selalu mengutamakan kebutuhan, Sayang."

Setiap libur sekolah juga ayah selalu mengajak Aku jalan-jalan ke beberapa tempat terutama pantai. Itu sebabnya sampai sekarang aku suka sekali pantai karena saat aku kesana, aku merasa ayah hidup. Merindukan ayah membuatku selalu ingin ke pantai. Ayah itu orangnya kuat, tangguh dan sangat bertanggung jawab untuk keluarganya. Tidak heran bunda juga bisa sekuat ini karena suaminya juga tak kalah kuat nya untuk melawan kerasnya hidup. Sayang sekali, Ela tidak bisa merasakan apa yang aku rasakan dan lewati bersama ayah.

Maka dari itu, sebisa mungkin aku dan bunda akan selalu menggantikan sosok ayah untuk Ela. Meskipun tidak sesempurna sosok ayah meratukan aku di istana kecil kita dulu.

Kami tinggal di sebuah rumah kecil peninggalan alm. Ayah. Di samping rumah ada kios kecil juga, disana bunda membuka rumah makan kecil-kecilan karena kebetulan rumah kami tidak terlalu jauh dari sebuah kampus jadi banyak Mahasiswa yang mampir ke warung bunda.

Aku ke sekolah juga membantu bunda berjualan, bunda menitipkan beberapa bungkus nasi di kantin sekolah. Jadi tiap pagi saat ingin ke sekolah aktivitasku pertama adalah membantu bunda memasukkan nasi bungkus ke dalam keresek besar lalu menaikannya kedalam keranjang sepedaku. Sepeda ini adalah sepeda yang aku beli 3 tahun silam dengan uang tabunganku. Setiap membantu bunda di warung, bunda selalu memberikan uang belanja dan selalu ku tabung.

Saat masuk SMP aku terpaksa membeli sepeda karena lumayan jauh juga dari rumah. Aku menghentikan sepedaku tepat di depan gerbang sekolah yang ber cat oren itu. Perempuan kecil itu turun dari sepeda lalu menyalami Ale.

"Cepet masuk gih."

"Iya Kak, Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam, belajar yang rajin ya ... semangat adikku," kata Ale sambil mengelus kepala adik kecilnya yang kemudian dibalas anggukan serta senyum manis lalu dia berlari masuk ke dalam sekolah.

Setelah memastikan adiknya masuk sekolah, Ale segera lagi menjalankan sepedanya menuju ke sekolah.

"Astaga! Beberapa menit lagi jam masuk," katanya setelah melirik jam tangan tua yang ada di tangannya.

Dia melajukan sepedanya dua kali lebih cepat dari biasanya. Menerobos jalanan pagi itu, membuat rambut sebahunya tergerai indah di sapa angin. Rasanya dunia ini seperti hanya ada dirinya disaat - saat tergesa begini Ale masih sempat tersenyum lebar membayangkan dirinya bisa terbang dengan laju kecepatan yang tidak seperti biasa ini.

Beberapa menit setelahnya, benar saja saat Ale baru sampai parkiran, bel masuk pun berbunyi. Ale menarik napas lega.

"Huh! untung saja sudah masuk area sekolah ... kalau tidak, pak Amin akan mengusirku dan tidak mengizinkan aku untuk masuk."

Ale berjalan cepat menuju kelas, meletakkan tas beserta nasi bungkus yang ia bawa.

Bab 2 Anak Baru

...Beberapa manusia pasti akan membuatmu tersakiti, tapi kita gabisa mengontrol dia untuk tidak menyakiti kita. Bisa kita hanya tutup telinga dan membiarkannya....

...________________...

...- Ale....

Ale buru-buru berlari menuju lapangan sekolah yang sudah ramai oleh siswa. Hari ini Senin, seperti biasa Apel Bendera. Ale mulai bergabung dengan barisan IPA 2 setelah perempuan di barisan IPA 3 memanggilnya dan menunjukkan sebuah celah kosong untuk ditempati Ale.

"Ale, sini-sini."

Ale tanpa pikir panjang langsung mengikuti arahan yang diberikan oleh perempuan itu. Ya, perempuan itu adalah Karin kawan karibnya. Mereka berkenalan saat bertemu di perlombaan melukis. Karena memiliki latar belakang yang tidak jauh berbeda menyebabkan keduanya cepat akrab.

Selain itu, mereka memiliki tujuan yang sama yaitu bertahan 3 tahun dengan menjadi juara kelas agar beasiswanya tidak dicabut. Karin juga sama seperti Ale, dia tidak kaya, ayah Karin hanya seorang ojek online, mereka berdua masuk melalui jalur prestasi, dapat beasiswa dari Sekolah Menengah Pertama mereka masing-masing.

Karin perempuan yang kecil imut, tingginya hanya 147 cm, tapi dia putih, berisi namun tidak gendut. Dia juga cantik namun ale masih lebih cantik. Ale tingginya 155 cm, rambut sebahu, lesung pipi yang manis, gigi yang rata, serta matanya yang indah, membuat siapapun yang melihatnya akan terpesona. Sayangnya Ale tidak terlalu percaya diri, padahal dia begitu nyaris sempurna.

Banyak pria yang menyukainya sebenarnya, cuman sampai sekarang hanya ada satu pria yang mampu mengambil hatinya dan itu sudah kurang lebih satu tahun silam semenjak "Anda" pindah daerah. Anda adalah sahabat kecil Ale. Sebenarnya nama panggilannya bukan Anda, tapi Anda adalah nama khusus yang diberikan Ale. Nama asli anda adalah Alexanda Mahen dan biasa dipanggil Alex. Mereka dulunya bertetangga, namun Anda tidak seperti Ale. Anda itu dari seorang keluarga berada dan kaya makanya sedari kecil anda sering sekali keluar kota. Dan ketika lulus SMP Anda akhirnya pindah daerah.

Banyak hal yang Anda berikan pada Ale, banyak hal yang selalu Anda ajarkan pada Ale, perihal melukis, jago menulis, semua Anda yang mengajarkan bahkan sampe dunia khayal milik mereka berdua. Anda segalanya untuk Ale, saat-saat rindu ayahnya Anda yang selalu mengajaknya berkelana entah ke pantai, beberapa tempat nongkrong, sampai di suatu tempat yang saat ini selalu jadi tempat favorit Ale. Sebuah taman yang tidak jauh dari rumah mereka, taman tersembunyi yang tidak terlalu banyak orang yang tahu. Terakhir kali Anda pamit pada Ale adalah di taman itu. Makanya Ale selalu menjadikan taman itu sebagai tempat favoritnya selain pantai. Waktu itu Ale ingat sekali Anda pernah berkata :

"Ale, waktu itu selalu berjalan ... kadang terasa lambat, kadang juga terasa cepat. Tidak peduli kita suka atau tidak, kita mau atau tidak mau. Kalau boleh ingin sekali aku menghentikan waktu tiap-tiap kita bersama biar bisa sama-sama terus ...."

"Lah, kan bisa tiap hari sama-sama Nda. Rumah kita deket, tinggal manggil doang."

"Ga gitu Ale ku, waktu juga akan selalu membuat kita bisa berpisah. Jadi berpisah kadang bukan karena kita pengen, tapi waktu yang memaksa kita untuk benar-benar ga ketemu lagi."

"Maksudnya?"

"Ale, seminggu lagi setelah kelulusan kita ... aku akan pindah ke Jogja. Tidak lagi di lombok dan entah aku tidak tahu bisa ketemu kamu lagi kapan Ale. Maaf jika aku tiba-tiba menghilang, terimakasih untuk bahagianya selalu, Al. tapi percayalah Ale ... aku akan pulang sekali lagi, untuk kamu."

"Jadi, kamu mau pergi?" tanya Ale yang matanya sudah memerah tapi dia tidak berani menatap anda. Dia hanya, menunduk.

Anda langsung menarik dagu Ale yang spontan membuat Ale kini beralih menatap Anda. Mata mereka bertatapan. Ale melihat jelas senyum Anda yang akan selalu ia rindukan terus, alis tebal Anda yang akan selalu menjadi penghias alami pria itu. Anda tersenyum, senyum tulus yang menyesakkan.

"Aku akan kembali Ale ... entah kapan waktunya, aku tidak tahu," ucapnya sambil mengelus puncak kepala Ale.

"Benarkan? Aku akan menunggu," kata Ale.

Pria itu hanya tersenyum lalu memeluk Ale. Membuat gadis itu masuk ke dalam pelukannya. Dalam hati Pria itu (Ale aku mencintaimu, tapi tidak mungkin akan ku utarakan perasaan ini disaat kita akan berpisah entah sampai kapan). Sementara di hati Ale berbisik (Anda, Ale sayang Anda, kenapa Anda harus pergi? Ale akan nungguin Anda sampe kembali).

Perasaan mereka sebenarnya sudah menyatu, tapi tidak satu orang pun berani mengungkapkan. Mereka bersatu, dalam raga mereka masing-masing lalu tergambar dalam bentuk pelukan perpisahan.

"Woy, lo ngebengongin apa sih Le? orang udah berhenti hormat lo masih aja hormat," celetuk Karin sambil memukul bahu Ale.

"Eh," dengan sigap Ale langsung melepaskan hormatnya dan kembali seperti posisi semula.

...----------------...

Berdiri terlalu lama membuat Ale pegal - pegal dan kehausan, tapi dia lupa membawa air minum dari rumah biasanya dia membawa tumbler ke sekolah. 5 menit sebelum pembelajaran di mulai, Ale menyempatkan diri menghantarkan nasi ke kantin sembari akan membeli air untuk menghilangkan rasa hausnya.

"Bi Siti, ini nasi dari Bunda," kata gadis itu.

"Berapa bungkus Le?"

"30 bungkus Bi," kata Ale sambil menyodorkan nasi bungkus yang sudah rapi di keresek hitam besar.

Selepas itu, Ale kemudian mengambil sebuah air mineral

"Bi, Ale air mineral satu ya ..." ucap Ale sambil menyodorkan uang 3 ribu.

Saat akan menuju kelas ketika melewati ruang guru, Ale berpapasan dengan bu nila yang dibelakangnya diikuti oleh seorang pria yang sepertinya adalah murid pindahan.

"Ale." Panggil Bu Nila

"Iya Bu?"

"Sekarang ibu di IPA 2 ya ngajarnya? Di kelas kamu?"

"Iya Bu bener."

"Sekalian Le, ibu minta tolong ini teman barunya di ajak ke kelas dulu ya. Sebenarnya ibu mau masuk kelas kalian tapi ibu harus mengantar anak ibu sekolah dulu sebentar ya ... suami ibu lagi sakit. 10 atau 15 menit lagi ibu menuju kelas ya."

"Oh, iya Bu gapapa."

"Terimakasih Ale," ucap Bu Nila yang kemudian dijawab dengan anggukan dan senyum lebar serta balasan sama-sama dari Ale.

...----------------...

Ketika Bu Nila sudah tidak terlihat, Ale kemudian mengajak pria itu untuk menuju kelas.

"Ayo," kata Ale memulai obrolan dengan pria itu.

Pria itu kemudian mengikuti Ale dari belakang tanpa tertarik untuk mengobrol dengan Ale. Mereka hanya diam sampe Ale bertanya sesuatu.

"Lo pindahan dari sekolah mana?" tanya Ale.

Pria itu hanya tetap berjalan tanpa menggubris pertanyaan Ale.

Ale kemudian mengehentikan langkah lalu menoleh ke belakang. Dia mengira pertanyaannya sepertinya tidak di dengar dan berencana untuk mengulang pertanyaannya lagi.

Tapi dengan sigap pria itu kemudian berkata, "Bisa kita lanjutkan perjalanan? Pertanyaan lo ga penting nanti juga lo tau."

Ale langsung berjalan bahkan lebih cepat tak peduli pria itu bisa mengikutinya atau tidak. Terserah saja kalau dia tersesat. Orang songong kaya gitu emang pantes tersesat si. Ketusnya kesal dalam hati. Padahal apa salahnya si cuman nanya doang.

Saat akan masuk pintu kelas pria itu langsung menarik lengan Ale. "Tungguin gue."

"Lepasin!" kata Ale yang menyadari bahwa tangannya sudah di pegang oleh pria yang tidak ia kenali itu.

Tanpa sadar, mereka menjadi tatapan warga kelas. Jelas bagiamana tidak, mereka berada tepat di depan pintu masuk dengan tangan Ale yang di pegang oleh pria itu.

"Maaf spontan," kata pria itu lalu melepaskan tangannya dari lengan Ale.

"Lo cari tempat kosong Deket pria. Lo bisa duduk disana," ketus Ale sambil berjalan menuju bangkunya meninggalkan pria itu di depan kelas.

Semua orang di dalam kelas meneriaki "cie-cie" sedari tadi. Beberapa di samping bahkan di belakang meja Ale juga tak henti-hentinya mencoel-coel punggung Ale untuk bertanya

"itu siapa Le? Ganteng banget."

"Pindahan mana dia Le? Kok kalian bisa berdua ke kelas?"

Ale hanya menjawab. "Gatau gue, tadi cuman di suruh Bu nila aja ngajakin dia ke kelas."

"Ganteng Le, lo ga naksir?" kata teman sebangkunya Ale.

"Ndasmu! mana mau gue. Dia jg mana mau sama orang miskin kaya gue. Penampilannya aja kaya orang kaya ... udahlah sadar kasta aja," kata Ale males menggubris itu sebenarnya.

Sementara itu, di meja depan milik Stevy, dia menatap sinis ke arah Ale. Stevy memang tidak menyukai Ale. Karena dia menganggap Ale saingan. sedari kelas 10 Stevy tidak pernah bisa mengalahkan peringkat Ale. Itu yang membuatnya sakit hati. Stevy adalah anak orang kaya, dia putih, wajah cindo banget, dia juga pinter tapi belum bisa mengalahkan Ale, rambutnya pirang, dia punya beberapa circle juga di beberapa kelas, dia juga gaul. Sayangnya dia memang tidak terlalu banyak disukai karena sifatnya yang jutek, dan sedikit menyebalkan. Bisa dikatakan dia sebagai ketua geng anak perempuan cabe-cabean sekolah :D.

...----------------...

Bel istirahat berbunyi.

Baru Ale ingin menuju ke IPA 3 menjemput Karin lalu ke kantin atau ke perpustakaan, tapi tangan Ale lebih dulu ditarik oleh Stevy.

"Diem dulu lo!"

Ale tidak melawan. Sudah biasa Stevy seperti ini setiap Ale mendapatkan skor ujian tertinggi, atau mendapat juara satu lagi di dalam kelas. Tapi yang membuat dia bingung, ini kan minggu pertama masuk setelah libur, sedangkan kita belum ujian. Lalu kenapa Stevy menghentikannya?. Setelah ruang kelas sepi, hanya tersisa Stevy. Dia menarik tangan Ale menuju ke pojok kelas.

"Ale, lo sadar ga si lo miskin? tau posisi dong! lo tau ga tadi cowo itu siapa? Itu bagas, dia kaya, Keluarganya berada. Mana mau dia sama lo. Awas lo coba-coba deketin Bagas. Itu target gue!" kata Stevy mengeraskan genggamannya di tangan Ale yang membuat perempuan itu agak sedikit meringis kesakitan.

Stevy baru kali ini berani bermain fisik padanya. Padahal sebelum-sebelumnya hanya berani menunjuk - nunjuk dan meninggikan suara saja.

Ale langsung melepas tangannya dari genggaman Stevy

"Lepas Stev, gue tau kok gue miskin. Gue juga gapernah mau miskin. Tapi jalannya memang kaya gini terus gue harus apa? lo bisa ga si gausah sangkut pahutin ekonomi keluarga? gue tau ko lo kaya, tapi lo miskin, miskin adab! dan satu lagi, soal Bagas. Gue juga ga kenal dia siapa, gaada juga niatan gue buat ngedeketin dia. lo ambil aja silahkan. Kenal aja engga."

Selesai bicara tangan Stevy sudah ingin menampar pipi Ale tapi di urungkan karena tiba-tiba karin, dan beberapa geng Stevy masuk ke kelas.

"Ale," teriak Karin dari depan pintu masuk kelas.

Stevy kemudian menoleh dan mendapati teman-temannya juga sudah menunggunya di pintu kelas. Akhirnya dia mengepalkan tangannya yang tidak jadi memukul Ale lalu pergi meninggalkan Ale menuju temannya.

Karin yang kebingungan langsung berlari menghampiri Ale yang masih di pojok kelas sambil menunduk.

Sakit sekali rasanya, saat Ale mati- Matian menghilangkan rasa insecure nya di sekolah ini, hanya demi bertahan mendapatkan beasiswa. Dia tau diri kok kalau dia miskin, sangat berbeda dengan teman-teman sekelasnya yang lain yang berasal dari keluarga menengah ataupun berada.

"Ale? lo gapapa?" tanya Karin.

"Gapapa, ayo ke kantin," ajak Ale sambil mengambil pergelangan tangan Karin untuk ia ajak ke kantin.

Karin hanya diam mengikuti kemana Ale akan menunjukkan jalan.

Bab 3 Pertemuan Pertama

...Jika beberapa hal membuatmu sakit hati, tak perlu lari. Cukup ingat moment yang membuatmu happy dan merasa hidup lagi...

...----------------...

- Ale.

Sekolah sudah terlihat sepi. seluruh siswa sudah pulang. Hanya ada beberapa siswa yang masih stay di sekolah karena menunggu jemputan. Hari senin memang tidak ada ekstrakurikuler di sekolah. Biasa ekstrakulikuler apapun itu di hari Selasa, Rabu, Kamis, atau Sabtu. Karin juga sudah beberapa menit yang lalu dijemput oleh ayahnya. Namun tidak dengan Ale, dia masih berada di area sekolah. Ale memang begitu, sengaja pulang belakangan karena tidak suka berdesakan dan harus ke kantin dulu untuk mengambil uang nasi yang ia antar pagi tadi.

"Bi Siti, Ale mau ambil uang nasi tadi."

"Oiya ini Ale, totalnya 150 ya Le," kata Bi Siti sambil menyodorkan uang selembar seratus ribu, dua lembar dua puluh ribu, dan selembar lagi sepuluh ribu.

"Oke Bi terimakasih banyak," kata Ale sambil mengambil uang yang disodorkan Bi Siti.

"Besok nasinya di tambah aja ya Al ... jadi 35 atau berapa lah, kebetulan rame yg mau."

"Alhamdulillah. Nanti Ale kabarin bunda ya," kata Ale dan dibalas anggukan oleh Bi Siti.

Setelah mengambil uang, Ale kemudian bergegas menuju parkiran untuk mengambil sepedanya. Di parkiran dia mendapati Stevy dan geng nya yaitu Vinola dan Vanya sedang tertawa mengelilingi sepedanya. Ale yang baru saja berada di area parkir langsung kebingungan dan berlari melihat sepedanya. Dia terkejut melihat sepedanya yang rantainya sudah putus.

Tidak ada yang bisa Ale katakan. Dia benar-benar marah sebenarnya, hatinya sudah dari tadi mendidih. Tapi selalu dia tahan. Bukan karena dia tidak berani melawan tapi hanya tidak ingin memperkeruh suasana. Dia harus sebisa mungkin menjaga nama baiknya di sekolah ini. Gapapa dia yang harus menanggung lukanya, asalkan dia bisa tamat dan mendapatkan beasiswa lagi untuk melanjutkan kuliahnya. Karena engga mungkin sekali dia akan bisa kuliah apabila tidak mengandalkan beasiswa.

"Mampus lo!" ucap Stevy persis di samping telinga Ale yang sedang berjongkok sibuk membenahi rantai sepedanya yang putus.

"Makanya, lo gausah ganggu-ganggu Stevy deh ya anak miskin kalo lo ga mau di usilin," kata Vinola yang kemudian di sambut oleh Vanya.

"Bener tuh, gausah kegatelan lo!"

"Inget ya Ale, awas aja kalo gue liat lo deket-deket sama Bagas ... gue bisa bertindak lebih kejam dari ini!" tukas Stevy mengancam sambil mencoel kepala Ale.

"Stev, kan gue udah bilang ga pernah sama sekali terbesit di pikiran gue buat ngedeket-" jawab Ale membela diri.

Belum kalimatnya selesai. Sudah dipotong duluan oleh Stevy.

"Stttttt sudah cukup! tidak ada pembelaan apapun Ale! tidak ada ruang untuk orang miskin bisa berbicara dan melakukan pembelaan. Pantasnya hanya ditindas!"

Stevy n friend kemudian berlalu meninggalkan Ale dengan tertawa jahat menuju ke mobil merah yang sudah siap untuk membawa mereka pulang. Ale hanya tertunduk lemas, meremas dadanya yang sakit, dia mulai menangis dalam diam, mulai sibuk mengacak-acak rantai sepedanya.

Dari kejauhan, ternyata seorang pria tengah memperhatikan sedari tadi. Pria itu berdiri di lorong sekolah yang tidak jauh dari tempat parkir. Pria itu perlahan mendekati Ale yang sama sekali tidak menyadari dirinya diperhatikan dari tadi. Pria itu mulai berbicara saat berada persis di samping Ale.

"Mau gue bantu?"

Ale yang sedang sibuk dengan rantai sepedanya langsung sigap mengelap matanya yang basah bersiap untuk mendongakkan kepala melihat siapa pria baik hati yang bersedia menolongnya. Dia kaget melihat sosok Bagas dengan wajah datar sedang melihatnya.

"Ck, gausah gue bisa sendiri."

"Kalo lo bisa sendiri dari tadi harusnya udah kelar. Sepeda rantainya terpasang!" jawab Pria itu sambil ikut mengotak atik rantai sepeda Ale.

"Apaan si lo! mending pergi deh. Gausah sok baik. Ini juga gara-gara lo! coba aja tadi gue ga bareng sama lo ke kelas mungkin enggak akan gini nasib sepeda gue!" balas Ale namun tak dihiraukan oleh Bagas. Dia tetap sibuk memperbaiki rantai sepeda yang rusak.

"Hello, Mas Bagas sok baik! lo denger gue ga? mending pergi deh! gue gamau buat masalah sama stevy lagi!"

"Selesai," katanya singkat.

Ale langsung memeriksa rantai sepedanya.

"wah!" jawabnya spontan.

"Lo banyak omong juga ya ternyata. Mulut lo dari tadi ga berhenti ngoceh terus," kata Bagas.

"Dih mana ada. Gue ngoceh juga karena memang harusnya gitu kok," kata Ale membela diri sendiri.

"Kalo ngoceh minimal ngaca, muka lo cemong tuh! bekas rantai," kata Bagas yang kemudian berlalu meninggalkan Ale.

Ale dengan sigap langsung mengambil tisu di dalam tas nya dan mulai sibuk mengelap mukanya yang cemong tanpa peduli tentang sosok pria yang sudah membantunya tadi.

Pria itu berlalu menuju sebuah mobil putih yang terparkir persis di samping sepeda Ale. Ale tidak peduli mobil putih Bagas melewati dirinya. Dia hanya tetap sibuk membersihkan mukanya yang cemong. Dia mulai memiringkan wajah serta memonyongkan bibirnya agar noda hitam di wajahnya cepat bersih. Di dalam mobil, pria itu tersenyum getir melihat tingkah Ale yang lucu. Tanpa ia sadari, di dalam hatinya dia berkata "unik dan sangat cantik," batinnya dalam hati.

...----------------...

Tidak seperti biasanya, hari ini Ale tidak langsung pulang ke rumah. Dia masih sedikit sakit hati dengan Stevy yang memperlakukannya tidak baik. Jadi dia memutuskan untuk membeli es krim dan menuju ke taman dimana dia dan Anda selalu bertemu. Dia akan melepas segala sakit hatinya disana. Dia tidak ingin membawa sakit hati ini ke rumah, karena Anda pernah bilang :

"Ale, rumah kamu itu tempatnya bahagia, kehangatan dan penuh cinta. Jadi setiap pulang ke rumah, kamu harus dalam keadaan bahagia. Jika lelah, dan putus asa lepas dulu di luar ya biar kalau di rumah ingetnya senang terus! karena di rumah, kamu harus jadi yang paling kuat bukan Al? Jadi harus bahagia. Tapi kalau di aku, peran rumah bukan hanya untuk bahagiamu aja Al, tapi untuk menampung segala kesedihanmu juga."

Ale mulai memarkirkan sepedanya di taman. seperti biasa, taman ini memang kadang sepi sebab sudah tidak seindah dulu. Bisa dikatakan ini taman tua, layak huni memang cuman tidak layak-layak banget :D. Dia mulai mendudukkan diri di sebuah bangku panjang bercat putih yang dimana cat nya sudah memudar. Dia mulai menyeruput Ice cream coklat yang ada di tangannya.

Dia memandang gelang hitam yang terpasang di tangannya. Iya, gelang itu sangat spesial untuk Ale. Gelang dari anda untuknya. Beberapa hari ini pria itu selalu mengusik kepalanya. Ale selalu menantikan kepulangan anda yang entah sampai kapan. biasanya pulang sekolah anda akan mengajaknya ke taman, tapi serasa di dunia yang berbeda. Kenapa? karena anda akan mengajaknya berpetualangan dengan pikirannya. Di saat Ale sedih, anda akan memegang tangannya erat-erat memintanya untuk memejamkan mata dan mereka mulai berpetualang. Bagaimana tidak? mereka sama-sama berzodiak Pisces. Pantas saja dunia khayal akan lebih menyenangkan bagi mereka.

Pernah di suatu hari Ale sedang sedih karena lukisannya di robek oleh teman sekelasnya di SMP dulu. Entahlah, Ale ini anaknya baik hati hanya saja beberapa anak cabe-cabean sekolah tidak menyukainya karena parasnya yang cantik. Bisa ditebak bukan? karena laki-laki yang anak cewe itu sukai selalu menyukai Ale.

Siapa coba yang tidak suka? sederhana, cantik, pintar, dan memahami adab. Saat itu Anda meminta Ale memejamkan mata dan memegang tangannya.

"Al, pejamkan mata dan mulai bayangkan tempat indah salah satu tempat yang membuat kamu bahagia. Disana hanya ada kita berdua. Jika sudah bisa terbayangkan tarik nafas dalam-dalam, lalu hembuskan. Kamu boleh teriak di tempat itu, buang segala yang bikin kamu sedih. Di dalam hati jangan lupa istighfar Al. Sudah merasa lebih tenang? Jika sudah genggam tangan aku lebih kuat. Lalu buka mata"

Ketika Ale membuka mat, dia kaget dengan wajah Anda yang sudah berada tepat di depan wajahnya. Wajah anda di buat jelek-jelek seperti badut. Ale langsung terkejut dan mulai tertawa dengan tingkah anda yang lucu.

"Nah, Kan udh ketawa! Berarti ga sedih lagi," kata Anda tersenyum memandangnya.

Ale mengangguk lalu melihat tangannya yang masih di genggam anda.

"dih modus!" celetuknya meledek.

Anda langsung spontan melepaskan genggaman tangannya di tangan Ale. Mereka berdua kemudian tertawa lagi lebih keras.

"Nda, terus di genggam ya tangan aku biar sedihnya bisa ilang, biar ga tersesat dalam kesedihan."

"Selalu." Anda menatap Ale lamat - lamat.

Mereka kemudian menatap tajam ke arah langit yang mulai menguning jelas sekali. Saat-saat bersama anda akan selalu banyak bahagianya.

Ale yang kini tengah duduk sendirian, yang tengah melamun sedari tadi, dihentikan lamunannya ketika mendapati ice cream coklat sudah meleleh di tangannya. Ternyata tadi dia terlalu menghayati, terlalu lama memejamkan mata hingga lupa ada yang tengah ia pegang. Ini kali ke berapa untuk hari ini dia sial.

Sekolah yang hampir tutup, pergelangan tangan yang memerah karena tangan Stevy, rantai sepeda yang putus, bertemu dengan Bagas (bertemu dengan Bagas menurutnya adalah salah satu kesialan paling besar), dan sekarang ice cream malah meleleh dan jatuh ke rok nya. Sepertinya hari ini sudah cukup. Dia sudah menemukan kembali jiwanya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!