Rumah tua berukuran cukup besar bergaya kolonial dengan halamannya yang luas terlihat megah, bunga-bunga aneka warna tumbuh berderet dengan rapi didalam vas dari bahan batu marmer.
Rumah itu ditinggali oleh sepasang suami-istri Tuan Hendrik Vermeer bersama istrinya Asih, tuan hendrik adalah orang belanda pemilik dari perkebunan teh yang sukses.
Asih adalah wanita pribumi yang dijadikan istri oleh tuan hendrik, sebelum dipersunting tuan hendrik Asih hanyalah gadis biasa putri seorang mandor yang bekerja pada tuan hendrik. Asih yang memiliki paras rupawan, berkulit kuning langsat dengan lekuk tubuh yang aduhai menarik hati tuan hendrik yang diam-diam memperhatikannya disaat tuan hendrik sedang mengawasi para pekerja di kebun tehnya. Hingga tuan hendrik mendatangi Samad yang tak lain adalah ayah dari Asih untuk berniat mempersunting putrinya itu dan memboyongnya ke rumah besar miliknya dengan di iming-iming kalau Samad akan dijadikan mandor di perkebunan. Rumah tuan hendrik yang masih berdekatan dengan perkebunan, disampingnya yang tidak terlalu jauh dari rumah tuan hendrik terdapat sebuah telaga yang indah dengan airnya yang jernih, di kanan-kirinya ditumbuhi pohon-pohon dengan daunnya yang rimbun.
Suatu hari ...
"Ei ! nyai ik pergi dulu ya ik punya urusan mau ke surabaya?!" Seru tuan hendrik pada asih.
"Je, baik-baik jaga rumah ya." tambahnya lagi.
"I..iya tabik Tuan." jawab Asih menyahuti pesan tuan hendrik.
Mobil ford model T warna hitam keluaran tahun 1900an milik tuan hendrik meluncur dari halaman rumah.
Asih melepas kepergian tuan hendrik suaminya dari depan pagar halaman, melambaikan tangannya hingga mobil menghilang ditikungan jalan.
Jika malam tiba, suasana di rumah besar itu tampak sepi dan lengang karena letaknya di tengah-tengah perkebunan. Asih yang malam itu tinggal sendiri hanya di temani babu pembantu rumah tangganya dan seorang pria yang bertugas sebagai centeng untuk keluarga tuan hendrik.
Asih berbaring di pembaringan dengan memeluk bantal guling, saat itu ia memakai gaun tidur berwarna putih tanpa lengan model tali dan belahan dada rendah yang menerawang hingga memperlihatkan lekuk tubuhnya.
Malam telah larut dan hujan membasahi kawasan perkebunan sejak sore. Namun, Asih belum bisa memejamkan mata, Asih gulingkan tubuhnya ke kanan dan ke kiri.
Jam dinding berdentang satu kali yang menunjukan pukul satu dini hari. Saat itulah Asih yang masih terjaga di pembaringan mendengar bunyi gaduh seperti ada sesuatu yang jatuh di ruang tamu.
Dengan malas Asih mencoba bangun dari atas pembaringan untuk memeriksa bunyi suara yang barusan ia dengar.
Asih membuka pegangan pintu kamarnya.
"Klik."
Pintu terbuka. Asih menjulurkan kepalanya menoleh ke samping kiri-kanan. Tetapi, tak ada bunyi suara apa-apa, Asih dengan perlahan melangkah ke luar kamar menuju ruang tengah.
Langkahnya pelan dan sangat hati-hati. Pandangan Asih menyapu seluruh ruangan tamu. "Hmm, barang-barang masih ada di tempatnya dan tak ada satupun benda yang jatuh? lalu bunyi apa barusan yang aku dengar?" Asih berkata dalam hati.
Asih tertegun masih berdiri di tengah ruang tamu. Tak berapa lama.
"Hm. Ah ! Mungkin perasanku saja." Pikir Asih dalam hati.
"Lebih baik aku kembali ke kamar." Asih hanya tersenyum kemudian berbalik
Baru saja ia berkata begitu ....
"Aaaaaaaaaaaaa...............!!!!"
"Praaangggg..............!!!!"
"Jangan ..! Si - Siapa kau..!"
Suara jeritan Asih memecah keheningan malam itu.
Apa yang terjadi ...
Telaga yang terletak tak jauh dari rumah besar bergaya era kolonial itu terlihat cukup besar hanya saja di kanan-kiri tepian telaga banyak dipenuhi ilalang dan semak belukar yang tumbuh rimbun airnya jernih hanya saja air itu tampak kehijauan akibat banyaknya lumut yang tumbuh subur di dasar telaga.
Keluarga Rio baru dua bulan pindah menempati rumah besar itu sebelumnya keluarga Rio menetap di jakarta, hingga pada akhirnya memutuskan membeli rumah besar di dekat perkebunan yang saat ini ditempati keluarganya dari seorang juragan di daerah itu.
Pagi hari yang cukup cerah Rio melakukan aktivitas seperti biasa yang ia lakukan saat ketika dirinya dan keluarganya tinggal di jakarta yaitu jogging. Rio mengelilingi kawasan area perkebunan bertemu dan menyapa para penduduk sekitar hingga mentari tidak terlalu terik. Sesudah dirasa tubuhnya cukup capek karena berlari akhirnya Rio sampai di sekitar telaga.
Rio memperhatikan telaga itu dengan seksama.
"Hm, sayang sekali telaga yang indah akan pemandangannya ini kelihatan kumuh mungkin jika dibersihkan keadaan Telaga ini akan lebih bagus." pikir Rio dalam hati.
Setelah berkata begitu Rio bergegas pulang dari tepi telaga.
Ketika Rio beranjak pulang Air di telaga tampak beriak diterpa angin yang berdesir.
"Riooo ...riooooo..!" terdengar suara perempuan memanggil.
"Siapaaa .. ?!" Rio menyaut.
"Rioooo ....!" Suara itu memanggilnya lagi.
"Si..siapa ..?!" Jawab Rio, pandangannya mencari-cari suara yang berteriak memanggilnya. Suasana disekitar tempat itu gelap gulita, hanya suara riak air seperti di permainkan angin.
"Tolong aku Riooo ...?!" Suara itu terdengar kembali kali ini seperti berada dekat sekali dengannya.
Rio melangkah mencari-cari asal suara itu, hingga ia tiba di suatu tempat langkah kakinya terhenti saat menyadari jika tempat yang dia pijak di penuhi air diatas mata kaki layaknya berada di rawa-rawa. Disekeliling tempat itu ditumbuhi pohon-pohon yang sudah mati menyisakan dahan-dahan yang sudah kering kerontang. Seperti dirinya keadaan pohon itu tampak terendam air.
kabut memenuhi kawasan tempat dimana Rio saat itu berada, suatu ketika Rio sampai di sebuah bukit kecil yang tingginya hanya sebatas pinggang orang dewasa, yang membuat heran di atas bukit itu telah duduk seorang wanita dalam keadaan memunggungi dirinya.
Rio memberanikan diri menghampiri wanita itu.
"Maaf, apakah saudari yang barusan meminta tolong?"
Wanita yang sedang duduk tidak bergerak, hanya rambutnya yang riap-riapan tertiup angin malam. Pakaian yang saat itu dikenakannya terlihat asing oleh Rio. Tampak si Wanita mengenakan gaun kebaya warna putih dengan bawahan kain bermotif batik khas ala nyai-nyai jaman dulu wanita yang jadi gundik eropa era kolonial.
Rio perlahan mendekati si wanita lebih dekat, menjulurkan tangannya mencoba menyapa dengan menyentuh pundak si wanita.
"Permisi mbak, apakah mbak yang tadi meminta tolong? Dari mana mbak tahu nama saya?"
Ketika Rio berhasil menyentuh pundak si wanita, si wanita berbalik dan menoleh ke arah Rio.
"Si - Siapa. Ka - Kauu . . !!!!"
Saat menoleh karena sentuhan tangan Rio di pundaknya si wanita bergeming lalu .....
"Hiiiii..hii..hii.hhhiii.." Si wanita tertawa angker.
"Ha..ha..ha..hantuuuuuu..!!!!"
Betapa tidak wanita itu mempunyai wajah menyeramkan dengan gigi-giginya yang tak beraturan dan sorot matanya menggidikan karena kedua mata si wanita dalam keadaan berlubang tanpa bola mata.
Rio terperanjat dengan wajah penuh dengan keringat dingin bercucuran, nafasnya tersengal-sengal karena mimpi yang barusan dialaminya.
"Mimpi. A - Apa aku." nafas Rio masih memburu. Setelah beberapa saat Rio hanya bisa termenung pikirannya saat itu tidak tenang akibat kejadian mimpi yang dialaminya.
Asih hanya bisa menangis pasrah, deraian air mata membasahi pipinya yang halus, tatkala menahan siksaan yang sedang dialaminya betapa tidak, -tangan yang kuat wajah-wajah yang sangar dan tubuh-tubuh kekar yang saat itu menindih tubuh lemahnya membuat Asih tak bisa melawan, suara lenguhan disertai erangan hanya sekedar siksa bagi Asih. Gaun tidur menerawang yang dikenakannya terkoyak disana-sini tak karuan rupa. Hentakan demi hentakan dibagian bawah tubuhnya membuat Asih lambat laun tak sadarkan diri ia pingsan saat itu.
"He..he ! Ternyata Nyai ini legit juga, pantes si meneer demen. Ha..ha.!"
"Hei ! Somad ! Lihat dia sampe kejer.Ha..ha.!"
"Biarin mungkin dia ke enakan kita kerjain ampe tidur tuh ! Ha..ha..ha.!"
Begitulah suara-suara dua durjana selepas melepaskan nafsu bejatnya pada Asih, yang menyatroni rumah tuan Hendrik Vermeer suaminya.
Setelah membuat Asih tak sadarkan diri dua rampok lantas mengambil beberapa barang berharga yang ada di rumah itu, kemudian kabur, meninggalkan luka bagi Asih.
Ternyata saat dua rampok menyatroni rumah dan memperkosa Asih, dua rampok terlebih dulu membuat dua pelayan tuan hendrik sang babu dan centeng yang menjaga rumah tak berkutik sang babu tewas dengan luka di perut dan centeng yang menjaga rumah tewas dengan tubuh tergantung di pohon di samping rumah gedong itu, hal itulah yang membuat dua rampok leluasa memperdaya Asih.
Esok harinya rumah megah yang tak jauh dari telaga itu di gegerkan dengan penemuan jasad dua orang pelayan tuan hendrik yang kondisinya sangat mengenaskan, dan beberapa barang berharga di rumah itu raib digondol sang rampok.
Tuan hendrik tak kuasa menahan kesedihan atas kejadian yang menimpanya. Para petugas Polisi dari Veldpolitie menyelidiki kasus itu, hanya jasad kedua pelayan tuan hendrik yang sudah di identifikasi, sedang Asih istri dari tuan hendrik masih belum ditemukan. Polisi kesulitan untuk mengungkap terkait menghilangnya Asih. Polisi masih dalam penyelidikan dan belum bisa menyimpulkan atas raibnya Asih istri dari tuan hendrik di malam kejadian naas.
"Um, meneer Hendrik. ik saat ini belum bisa itu cari dimana Nyai, ik masih selidik itu je punya istri." Kata Inspektur Kommers.
"Dank u wel, meneer." Balas tuan Hendrik, yang masih menahan kesedihan.
Setelah para petugas Veldpolitie meninggalkan rumah kediaman tuan hendrik, tuan hendrik berusaha tegar atas tragedi pilu semalam.
"Asiiiihhhh..Waar ben je.!!"
Tuan hendrik meluapkan kepedihan yang mengiris hatinya.
"Asiiiiihhhhh......!!!!"
Tahun berganti menginjak satu tahun atas menghilangnya Asih. Tuan Hendrik lambat laun menjadi rapuh, dan suka sakitan-sakitan. Hampir tiap malam tuan hendrik akrab dan larut dengan alkohol tenggelam dalam lamunan, hingga usaha perkebunan tehnya terbengkalai tak terurus.
Petugas polisi yang menangani kasus Asih sudah tidak mampu mengungkapnya, kasusnya berjalan ditempat dan tidak ada kemajuan yang berarti.
Inspektur Kommers melaporkan hasil penyelidikannya pada tuan hendrik bahwa kasus menghilangnya Asih akan ditutup oleh pihak kepolisan.
Tuan hendrik tak bisa berbuat apa-apa lagi, ia sudah pasrah akan kenyataan pahit yang menimpa, mungkin sudah takdir untuknya.
Karena rumah itu mengingatkannya pada Asih tuan hendrik menjual semua aset yang ia punya termasuk perkebunan yang ia kelola, lalu tuan hendrik pindah ke Batavia dan tinggal disana hingga kematiannya.
***
... Setelah tersadar akhirnya Asih ..
_________________
. Waar Ben Je ? ( Kamu ada di mana ? )
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!