NovelToon NovelToon

Dragon Warrior Pair

~ARC 1 : Menembus Tradisi~ DWP 1 :Kota Yunfei

Kisah ini bermula di Benua Dataran Tengah yang merupakan salah satu dari lima benua yang ada di dunia ini.

Kisah yang berawal dari dua anak manusia yang menjadi korban kerasnya kehidupan, dimana mereka melihat kedua orang tua mereka sendiri meninggal dunia dengan cara yang mengenaskan.

Tanpa alasan yang pasti. Tanpa alasan yang jelas. Manusia saling membunuh dan saling berusaha menjatuhkan agar menjadi yang teratas.

Jauh sebelum kedua anak yang menjadi korban selamat dari pembantaian massal di Kota Yunfei itu dikenal sebagai Pasangan Pendekar Naga. Kisah ini dimulai terlebih dahulu dari seorang Laki-laki berumur lima tahun yang sedang menginap di Penginapan Rawa Indah yang berada di Kota Yunfei. Kota tempat para pendekar dari Kekaisaran Jiang berkumpul untuk menikmati keindahan alam dan kolam air panas yang ada disana.

Pemuda berumur lima tahun yang bernama Jing Yang adalah seorang anak dari pendekar bernama Jing Tian dan Tuan Putri Ketiga Kaisar Jiang yang bernama Jiang Lian. Kedua pasangan yang berbeda kasta itu sedang membawa anak semata wayang mereka yang berumur lima tahun untuk menikmati kolam air panas di Kota Yunfei.

Namun takdir berkata lain. Kota Yunfei yang menjadi kota penyedia kolam air panas terbesar di Kekaisaran Jiang itu dibumihanguskan dan rata oleh tanah beserta ceceran darah bahkan berakhir menjadi tempat reruntuhan.

Jiang Lian adalah anak dari Kaisar Jiang En. Perebutan tahta terjadi karena Jiang Lian adalah anak terakhir dari tiga bersaudara Kaisar Jiang En dan istrinya yang bernama Yi Yue. Walau Jiang Lian tidak ingin ikut urusan masalah politik semenjak menikah dengan Jing Tian, namun dua kakak kandungnya yang berambisi menguasai tahta Kekaisaran Jiang memakai segala cara untuk membunuh Jiang Lian. Walau Jiang Lian adalah adik kandung mereka sendiri.

Kakak pertama Jiang Lian adalah seorang laki-laki yang bernama Jiang Feng dan kakak kedua Jiang Lian adalah seorang perempuan bernama Jiang Nian.

Berbeda dengan Jiang Feng yang gila akan harta dan wanita. Jiang Nian adalah seorang perempuan yang menikah dengan putra mahkota dari Kekaisaran Shi yang bernama Shi Mubai.

Dua kakak kandung Jiang Lian memiliki tujuan yang sama yaitu membunuhnya. Kakak pertama yang bernama Jiang Feng memiliki hubungan kental dan sangat baik dengan sekte aliran hitam.

Bisa dibilang Jiang Feng sangat berambisi ingin menduduki tahta Kekaisaran Jiang. Dua sekte aliran hitam yang namanya tenar dan besar di Kekaisaran Jiang mendukung ambisi Jiang Feng tersebut. Dua sekte aliran hitam tersebut tak lain adalah Pulau Iblis Tengkorak dan Bulan Purnama Merah.

Kedua sekte tersebut datang ke Kota Yunfei untuk membunuh Jiang Lian, namun mereka memiliki tujuan yang lainnya karena berniat membunuh semua penduduk yang ada di Kota Yunfei setelah mengetahui khasiat dari kolam air panas yang ada di Kota Yunfei.

Sementara itu Jiang Nian yang menikah dengan putra mahkota Kekaisaran Shi memerintahkan pasukan dalam jumlah besar yang sebagian besar pasukan tersebut merupakan pendekar dari sekte yang mempunyai nama besar di Kekaisaran Shi.

Sebut saja diantaranya adalah Benteng Naga Besi, Menara Pilar Langit dan Sekte Lembah Darah.

Pertemuan dua pasukan besar di Kota Yunfei mengakibatkan pertempuran yang tidak dapat terhindarkan. Kota Yunfei yang damai dan menjadi tempat wisata, kini porak poranda dan hancur lenyap tak bersisa selain puing-puing bangunan dan kenangan yang menguap. Penduduk tak bersalah dibunuh tanpa alasan yang jelas. Anak-anak yang tak berdosa juga menjadi korban kekejian pertempuran tersebut.

Di tengah-tengah pertempuran itu ada empat pasangan suami-istri yang sedang berlibur di Kota Yunfei. Keempat orang itu tak lain adalah Jing Tian dan Jiang Lian. Sedangkan dua lainnya adalah Bing Zhen dan Xue Qiuyu.

Mereka berempat tak luput menjadi korban keganasan pendekar yang membunuh tanpa memandang bulu. Walau mencoba mempertahankan diri dan melawan, namun dari segi jumlah, kekuatan dan segala-galanya. Mereka tidak berarti apapun di mata pendekar yang sedang bertempur.

Jing Tian dan Bing Zhen saling bekerjasama. Akhirnya mereka berdua menatap satu sama lain sebelum mengangguk membulatkan tekadnya. Naluri seorang laki-laki yang sama-sama mempunyai istri dan anak. Satu hal yang harus mereka lakukan yaitu mencari celah jalan keluar untuk anak dan istri mereka.

Namun karena jumlah pendekar yang sedang bertempur sangat banyak bahkan pembantaian di Kota Yunfei bisa dibilang seperti perang besar, membuat semuanya tidak berjalan lancar.

“Sayang, tolong jaga anak kita berdua. Rawat dia dengan baik, ajari dia cinta dan kasih sayang. Agar kelak dia menjadi manusia yang berbudi luhur,” ucap Jing Tian pada Jiang Lian yang bersikeras tidak ingin meninggalkannya.

Namun Jiang Lian sadar ketika melihat raut wajah anaknya yang menangis ketakutan. Sama seperti Jing Tian yang berniat mengorbankan nyawanya. Bing Zhen juga melakukan tindakan yang serupa.

“Jaga anak kita. Apapun yang terjadi kau harus menyelamatkan Yue'er.” Bing Zhen menatap Xue Qiuyu dan anaknya yang bernama Xue Bingyue.

Ketika melihat istri dan anak mereka menangis sembari berlari. Senyuman sendu Jing Tian maupun Bing Zhen bersentuhan dengan suara senjata ribuan pendekar yang siap menerjang mereka. Kesedihan dan amarah mereka beradu dengan suara nyaring di tengah luapan api yang membara.

“Teknik Segel Langit : Ombak Naga Mengarungi Langit.”

Jing Tian menggunakan teknik rahasia dari keluarganya yang akan membuat jalan keluar untuk Jiang Lian bersama Jing Yang maupun Xue Qiuyu dan Xue Bingyue

Sebuah awan yang menjadi pijakan kaki Jiang Lian bersama yang lainnya untuk melarikan diri membuat pertempuran yang membumihanguskan Kota Yunfei sedikit tercengang. Detik itu, Jing Tian mengorbankan nyawanya dengan menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuat Jiang Lian, Jing Yang maupun Xue Qiuyu dan Xue Bingyue melarikan diri.

Jiang Lian bersama yang lainnya terbang menggunakan awan berbentuk Naga. Sementara Jing Tian sedang mengontrol aura tubuhnya agar dapat mengeluarkan istri beserta anaknya sejauh mungkin, Bing Zhen membantu Jing Tian dengan membunuh pendekar yang menghadang mereka.

Pertempuran hebat terjadi kurang lebih selama lima jam. Pada akhirnya Jing Tian dan Bing Zhen mati mengenaskan. Gagal menyelamatkan penduduk dan sampai mati mereka tidak mengetahui istri beserta anak mereka berhasil selamat atau justru terbunuh oleh pendekar aliran hitam.

Menjelang kematiannya, Bing Zhen menggunakan teknik terkuatnya.

“Musnah Dalam Satu Beku!”

Teknik yang menggunakan seluruh aura tubuhnya beserta tenaga dalamnya itu membuat sebagian besar puing-puing Kota Yunfei membeku.

Mayat-mayat penduduk yang berserakan, maupun pendekar yang membantai dan berperang juga ikut membeku. Semua yang berada di samping Bing Zhen membeku, bahkan dia sendiri dan Jing Tian yang telah meninggal terlebih dahulu.

Keesokan harinya kejadian di Kota Yunfei dengan cepat menjadi perbincangan hangat yang menyedihkan di Kekaisaran Jiang.

Berita kematian Jiang Lian tersebar dengan cepat. Bahkan tidak ada satupun penduduk Kota Yunfei yang dikabarkan selamat. Tidak ada yang tahu pastinya, namun semenjak kejadian tersebut, Kota Yunfei sudah sepi pengunjung dan tidak ada orang yang menginjakkan kaki mereka disana.

Satu minggu kemudian, Kota Yunfei kedatangan ribuan pendekar dari Pulau Iblis Tengkorak dan Bulan Pernama Merah.

Kota Yunfei sekarang berubah menjadi tempat kediaman Organisasi Air Dosa yang merupakan organisasi yang dibentuk oleh Pulau Iblis Tengkorak dan Bulan Purnama Merah untuk memenuhi ambisi dan tujuan utama mereka.

Sekarang Kota Yunfei menjadi tempat dimana pendekar aliran hitam dari kedua sekte tersebut berlatih sembari merendamkan tubuh mereka dan bermeditasi di kolam air panas. Proses penempaan sumsum, tulang bahkan pembentukan tenaga dalam lebih cepat jika berendam di kolam air panas yang ada di Kota Yunfei.

Hanya dalam kurun waktu tujuh hari itu, Kekaisaran Jiang mengalami pergejolakan yang hebat. Anak terakhir dari Kaisar Jiang En telah meninggal. Tentu pendekar yang sudah malang melintang di dunia persilatan mengetahui ada kejadian janggal dalam tragedi pembantaian malam berdarah di Kota Yunfei.

Perebutan tahta adalah hal yang terlintas di pikiran sebagian pendekar. Namun berawal dari kejadian malam berdarah di Kota Yunfei itu melahirkan dua insan manusia yang kelak namanya akan menggema di seluruh penjuru Benua Dataran Tengah. Dan mereka berdua akan dikenal dengan sebutan Pasangan Pendekar Naga.

DWP 2 : Akhir Dan Sebuah Awal

Tujuh hari yang lalu sebelum kabar kematian Jiang Lian dan Xue Qiuyu meninggal tersebar ke seluruh penjuru Kekaisaran Jiang.

Jiang Lian dan Xue Qiuyu berhasil melarikan diri dari Kota Yunfei dengan menggunakan awan berbentuk Naga yang diciptakan oleh Jing Tian.

Namun setelah mereka berdua berhasil membawa anak mereka selamat dari kematian. Penguasa Pulau Iblis Tengkorak terbang menggunakan ilmu tenaga dalamnya. Sebuah sayap hitam membentang di punggungnya yang terbentuk dari aura tubuhnya.

Penguasa Pulau Iblis Tengkorak yang bernama Mao Gang itu langsung terbang dengan cepat mengejar Jiang Lian. Sosok perempuan yang harus dia bunuh karena mendapatkan perintah dari Jiang Feng.

Kecepatan terbang Mao Gang yang begitu lincah membuat Jiang Lian dan Xue Qiuyu terkejut. Wajah cantik mereka berubah menjadi pucat pasi.

Dalam sekali tebasan pedangnya, Mao Gang tanpa keraguan menebas perut Jiang Lian. Tangisan Jing Yang pecah melihat ibunya tergeletak di tanah dan bersimbah darah.

Bahkan Xue Qiuyu tidak bisa bereaksi melihat kecepatan ayunan pedang Mao Gang, “Tuan Putri Ketiga...” Tanpa bisa berkata apapun lagi. Xue Qiuyu menurunkan Xue Bingyue dan menatap anak semata wayangnya itu sesaat sebelum menatap tajam Jing Yang.

“Kamu! Anak Tuan Putri Ketiga! Bawa anakku melarikan diri! Aku akan mencegatnya!” Teriakan Xue Qiuyu membuat Jing Yang tersentak kaget.

“Yang'er...” Dengan napas yang lemah, Jiang Lian berusaha untuk berbicara terakhir kali kepada Jing Yang, anak semata wayangnya.

“Hiduplah...” Jing Yang menangis melihat ibunya tergeletak lemah di atas tanah setelah mengatakan perkataan yang membuat hatinya tersayat.

Hidup. Sebuah kehidupan tanpa kasih sayang orang tua itu sangat menyakitkan. Walau banyak keluarga di sampingmu. Hubungan ikatan darah itu hanya sebuah kepalsuan. Itulah yang Jing Yang sadari sebagai seorang anak kecil yang memperhatikan orang-orang disekitarnya.

Mao Gang menatap sinis Jiang Lian. “Itulah takdir orang lemah. Anda tidak berhak memilih cara untuk mati, Tuan Putri Ketiga!”

Walau sudah melukai Jiang Lian dengan sangat fatal, Mao Gang tidak berniat membunuhnya dan membiarkan perempuan beranak satu itu merasakan sakitnya menjelang kematian.

Tangan Jiang Lian mencoba mengambil cincin yang melingkar di jari manisnya dan memberikannya pada Jing Yang. Air matanya mengalir dengan deras di wajahnya.

Sebuah senyuman indah menghiasi wajah cantiknya sebelum menghembuskan napas terakhirnya.

“Yang'er.... Bunda ingin melihatmu tumbuh dewasa-” Kata-kata terakhir yang belum tersampaikan sepenuhnya dan kematian sudah merenggut segalanya.

Jing Yang hanya bisa menangis dan menerima cincin pemberian ibunya. Hatinya hancur berkeping-keping seperti Kota Yunfei yang megah dan kini telah menjadi puing-puing reruntuhan.

“Tragis sekali...” Mao Gang tersenyum sinis dan mengalihkan pandangannya menatap tajam Xue Qiuyu.

“Perempuan dari Pulau Salju Rembulan, tingkatan kita berbeda. Kau memang telah mencapai tingkat Pendekar Suci, tetapi aku telah mencapai tingkat Pendekar Bumi.” Mao Gang menatap Xue Qiuyu sinis.

“Kita tidak akan pernah tahu sebelum mencobanya!” Xue Qiuyu melepaskan tenaga dalam beserta aura tubuhnya secara bersamaan.

Xue Qiuyu langsung menggunakan seluruh kekuatannya. “Cepat kalian berdua pergi! Hiduplah! Suatu saat kalian akan menemukan kebahagiaan!” Xue Qiuyu menatap anaknya yang sedang menangis bersama Jing Yang.

“Kamu laki-laki! Kamu harus hidup dan melindungi Yueyue! Jangan menangis! Angkat kepalamu! Semoga keberuntungan berada di pihak kalian berdua!” Xue Qiuyu berteriak kepada Jing Yang sekeras-kerasnya.

“Bunda...” Jing Yang memegang tangan ibunya dan menatap jelas senyuman indah ibunya sebelum ajal menjemputnya.

Dengan perasaan yang hancur, Jing Yang berlari ke arah Xue Bingyue dan menarik tangan gadis kecil cantik tersebut.

“Yueyue...” Xue Qiuyu tersenyum lembut pada Xue Bingyue, putri tercintanya, “

Ibu menyayangimu...”

Xue Bingyue menangis sejadi-jadinya. Jing Yang juga ikut menangis sembari menarik paksa tangan Xue Bingyue menuju hutan yang dekat dengan tempat kejadian.

Mao Gang dengan sinisnya tidak menunjukkan ekspresi apapun selain berkata, ”Tragis sekali...”

Xue Qiuyu memejamkan matanya dan tersenyum untuk terakhir kalinya sebelum berteriak, “Segel Es : Pembeku Jiwa!”

Dalam sekejap tubuh Mao Gang dan Xue Qiuyu membeku. Bahkan seluruh daratan di tempat kejadian tersebut juga ikut membeku.

Jing Yang menoleh ke belakang dan menangis histeris. Sementara itu Xue Bingyue hanya bisa mengikuti Jing Yang dan tak henti-hentinya menangis.

“Kita harus ikuti perkataan Bundamu!” Walau Jing Yang berusaha tersenyum pada Xue Bingyue, namun tangisan dan kesedihan yang mendalam tidak bisa disembunyikan oleh senyumannya kali ini.

Xue Bingyue berusaha untuk lebih kuat dan tegar karena melihat pemuda yang seumuran dengannya dan menjadi korban selamat sama seperti dirinya berusaha menenangkannya, tentu Xue Bingyue tersentuh melihat senyuman Jing Yang yang penuh kesenduan.

Xue Bingyue menggigit bibir bawahnya ketika melihat air mata berlinang yang terus membasahi Jing Yang.

“Bocah!” Sontak Jing Yang dan Xue Bingyue terkejut dan ketakutan.

Mao Gang datang dengan tubuh yang dipenuhi dengan es. Tatapannya sangat tajam dan geram melihat Jing Yang dan Xue Bingyue sedang berlari menjauh darinya.

“Ini kepala ibu kalian!” Telapak tangan Jing Yang menutup mata Xue Bingyue.

Kepala Jiang Lian dan Xue Qiuyu membeku karena es. Namun Jing Yang bisa melihat jelas tebasan pedang Mao Gang yang memotong es. Bongkahan es yang membekukan tubuh orang tuanya.

Jing Yang berlari dengan cepat sembari menarik tangan Xue Bingyue ke arah yang tidak jelas. Perasaan Jing Yang saat ini sangat hancur. Dia tidak menyangka orang tuanya akan meninggal dengan cara yang mengenaskan.

“Ibu!” Xue Bingyue berteriak ketika melihat kepala ibunya membeku dan tergeletak di tanah. Dengan cepat tangan Jing Yang menarik tangan Xue Bingyue secara paksa.

“Terus lari!” Hanya kata-kata itu yang bisa dia ucapkan pada gadis kecil yang cantik. Namun kecantikan itu sekarang terlihat layu karena kesedihannya yang mendalam.

Jing Yang terkejut melihat tebing di depannya. Sedangkan di belakang ada Mao Gang yang sudah berjalan mendekatinya. Situasi tidak berpihak padanya. Kematian semakin mendekatinya.

Mao Gang yang berada di belakang mereka berdua menebaskan pedangnya mengincar kepala Xue Bingyue. Sontak Jing Yang memegang tangan Xue Bingyue dengan erat lalu melemparkannya ke belakang.

Tebasan pedang Mao Gang berhasil mengenai mata kiri Jing Yang. Detik itu juga, Jing Yang harus rela mata kirinya terluka dan luka tebasan pedang terpampang jelas di wajahnya bersamaan dengan darah segar yang mengalir dengan derasnya keluar dari mata turun ke lehernya.

Xue Bingyue menangis histeris melihat Jing Yang terluka karena dirinya. Tidak berapa lama pemuda itu menghampirinya dan menarik tangannya menuju tebing.

”Apa yang ingin bocah itu lakukan?!” Mao Gang berhenti melangkah dan menatap Jing Yang yang berlari ke arah tebing.

“Jangan bilang...” Mao Gang tak habis pikir anak muda berumur lima tahun bertindak sedemikian rupa seperti Jing Yang. Anak muda yang menantang kematian.

“Jika aku membiarkan kedua bocah ini hidup, maka hanya akan ada dendam yang merepotkan di kemudian hari.” Mao Gang menyalurkan tenaga dalamnya pada bilah pedangnya hingga berwarna hitam pekat.

“Badai Iblis Hitam!”

Tebasan pedangnya menciptakan pusaran badai berwarna hitam yang mengarah pada Jing Yang dan Xue Bingyue.

“Peluk aku dan tetap berada di atas tubuhku!” Jing Yang melompat dan memeluk tubuh Xue Bingyue dengan sangat erat.

Tebing yang gelap itu akan menjadi pertaruhan besar bagi Jing Yang. Entah dia akan hancur berkeping-keping karena tidak memperkirakan kedalaman tebing tersebut atau akan ada sebuah keajaiban yang tidak terduga.

Xue Bingyue memeluk tubuh Jing Yang. Kedua tangannya memegang dada Jing Yang dan kepalanya menatap wajah Jing Yang tidak percaya.

“Kamu bisa mati?!” Xue Bingyue menangis melihat Jing Yang yang tersenyum padanya.

“Aku tidak akan mati walau harus kehilangan kaki dan tanganku!” Jing Yang menjawab dan menatap wajah Xue Bingyue penuh arti, ”Dan kamu tidak akan kubiarkan terluka!”

Jing Yang masih mengingat kata-kata terakhir Xue Bingyue. Perkataan ibu dari Xue Bingyue membuat Jing Yang tersentuh. Hanya ini yang bisa dia lakukan untuk membalas jasa Xue Qiuyu.

Tubuh Jing Yang menabrak derasnya arus sungai. Punggungnya terasa remuk. Jeritan yang menyayat hati Xue Bingyue terdengar menggema di bawah tebing. Jeritan dari Jing Yang membuat Xue Bingyue menangis histeris.

“Tidak!” Xue Bingyue menangis sejadi-jadinya sebelum tenggelam bersama Jing Yang.

DWP 3 : Menyakitkan! Perjuangan Xue Bingyue!

Di atas tebing terlihat Mao Gang menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tragis sekali...” Setelah berkata demikian, Mao Gang pergi untuk kembali menuju puing-puing reruntuhan Kota Yunfei.

Di sisi lain. Di bawah tebing. Mulut Jing Yang memuntahkan darah segar dalam jumlah yang banyak, sedangkan punggungnya terdengar suara retakan benda keras yang remuk seperti patah tulang. Kesadaran Jing Yang hampir hilang. Namun pemuda itu langsung berenang dan menyelamatkan Xue Bingyue.

Sesampainya di pinggiran sungai, Jing Yang merasakan sakit di seluruh sekujur tubuhnya. Ada pertanyaan besar dibenaknya karena ada sesuatu yang menahan tubuhnya ketika terjatuh. Entah itu apa, namun satu hal yang sekarang dirasakan Jing Yang. Rasa sakit merayapi sekujur tubuhnya, terutama punggung dan kepalanya.

Dia memang mempunyai tubuh yang lemah sedari lahir, namun Jing Yang selalu memperhatikan ayahnya yang berlatih bela diri. Dan secara diam-diam dia melatihnya.

Sedangkan cara Jing Yang mengetahui caranya berenang karena di kediaman rumahnya ada sungai yang menjadi tempat mainnya.

“Apa kamu baik-baik saja?” Jing Yang menatap Xue Bingyue sebelum dirinya pingsan sepenuhnya.

“Uhuk...” Xue Bingyue batuk. Gadis kecil cantik itu memuntahkan air sungai yang masuk ke dalam mulutnya.

“Aku baik-baik saja...” Xue Bingyue langsung menatap Jing Yang. “Seharusnya kamu...” Dia tidak menyelesaikan perkataannya. Air mata berlinang membasahi wajah Xue Bingyue.

“Jangan tinggalkan aku!” Xue Bingyue menangis sejadi-jadinya. Tangannya menggoyangkan tubuh Jing Yang. Namun pemuda yang menyelamatkan hidupnya itu terlihat terluka terlalu parah.

Xue Bingyue mencoba membalas kebaikan hati Jing Yang. Gadis kecil itu menatap ke atas dan alangkah terkejutnya ketika melihat tebing yang tinggi menjulang ke atas itu.

Karena khawatir, Xue Bingyue memeriksa tubuh Jing Yang. Bagian belakang tubuh Jing Yang penuh luka lebam dan warna kulitnya yang putih menjadi merah.

Xue Bingyue mengangkat tubuh Jing Yang ke pinggiran sungai dan masuk jauh ke dalam hutan. Air terus membasahi gadis kecil itu dan tangisannya pecah karena dia takut Jing Yang meninggalkannya sendirian.

Sungguh keajaiban dia tidak terluka setelah terjatuh dari tebing yang tinggi itu, namun pemuda yang menyelamatkan dirinya terluka sangat parah.

Cincin pemberian ibu dari Jing Yang bercahaya berwarna hitam. Mata Xue Bingyue mewarisi kejelian mata ibunya yaitu Xue Qiuyu.

Gadis kecil itu bisa melihat sekilas aura hitam pekat yang membungkus tubuh Jing Yang. Langkah kakinya yang tertatih terus berjalan tanpa henti.

Sedih memang, tapi bagaimanapun dia harus tetap hidup. Langkah kaki yang lemah itu tetap menari di tengah kesedihannya yang mendalam.

Kegelapan hanya menjadi teman sepanjang dia berjalan melangkahkan kakinya. Tangisan yang membasahi wajahnya menjadi peneman malam yang gelap dan menghitam. Keesokan harinya, ketika sinar matahari mulai menyeruak di langit yang gelap, Xue Bingyue berhenti menangis.

Dia berhenti menangis bukan karena takut dengan kegelapan, tetapi dia menangis karena pemuda yang pingsan semalaman itu telah bangun.

Pelukan hangatnya langsung mendekap tubuh Jing Yang dengan sangat erat, "

“Syukurlah!” Tangisan bahagia Xue Bingyue pecah.

Tidak berapa lama Jing Yang bangun dan mengelus rambut Xue Bingyue dengan penuh kelembutan, “Syukurlah anggota tubuhku masih utuh, tapi mata kiriku?” Terlihat Jing Yang kebingungan.

“Kamu yang merawatku?” Tanya Jing Yang memastikan karena mata kirinya dibalut sebuah kain.

Xue Bingyue mengangguk lirih dan mencoba tersenyum, “Aku menyobek bajuku,” ujarnya.

Jing Yang menatap Xue Bingyue cukup lama, “Terimakasih telah merawatku...” Kata-kata itu terucap dari dalam hatinya yang tulus.

Xue Bingyue merasa dirinya yang merawat Jing Yang masih bukanlah apa-apa mengingat Jing Yang telah menyelamatkan hidupnya, tentu dia harus membalasnya. Itu yang ada dipikirannya.

Namun Xue Bingyue merasa bahwa Jing Yang memiliki perasaan yang sama dengannya. Mereka berdua telah menjadi korban dari kejadian pembantaian malam berdarah di Kota Yunfei. Karena telah kehilangan orang tua mereka, tentu Jing Yang dan Xue Bingyue saling mengerti dan memahami perasaan masing-masing.

Jing Yang mencoba berdiri, namun rasa lapar menyerang perutnya. Bunyi suara keroncongan dari perutnya membuat dirinya dan Xue Bingyue tertawa lirih.

Tawa yang tak lagi indah, tawa yang mengandung makna kesedihan yang mendalam itu hanya menjadi penghangat dan penenang mereka berdua.

“Sebaiknya kita pergi dari sini.” Jing Yang mengamati sekelilingnya dengan seksama, “Kalau kita berhasil keluar dari hutan dan sampai di tempat yang pernah kudatangi bersama orang tuaku, maka kita bisa kembali ke rumahku dan kamu bisa tinggal disana.”

Xue Bingyue kebingungan mendengar perkataan Jing Yang. Sosok pemuda berumur lima tahun yang sama dengannya itu terlihat dapat diandalkan.

“Ayo pergi.” Jing Yang mengulurkan tangannya pada Xue Bingyue mengajak gadis kecil cantik itu pergi, “Ngomong-ngomong, namamu siapa? Namaku, Jing Yang. Kalau kamu?”

Xue Bingyue menerima uluran tangan Jing Yang dan menatap pemuda tersebut, ”Namaku Xue Bingyue.”

"Hmmm..., Yueyue. Nama yang bagus, aku menyukainya." Jing Yang menarik tangan Xue Bingyue. Reaksi Jing Yang membuat Xue Bingyue bertanya-tanya karena Jing Yang masih dapat tersenyum setelah terluka parah baik fisik maupun mentalnya.

Belum keluar dari hutan, tubuh Jing Yang ambruk ke tanah. Hidung pemuda tersebut mengeluarkan darah dan badannya panas dan teramat panas.

Xue Bingyue panik dan khawatir dengan kondisi tubuh Jing Yang yang memprihatinkan, “Badanmu panas sekali!” Xue Bingyue menyatukan keningnya dengan kening Jing Yang.

“Aku dari lahir sudah lemah... aku sering seperti ini...” Jing Yang memejamkan matanya. Karena pandangan matanya buram, Jing Yang mencoba untuk tidak membuat Xue Bingyue mengkhawatirkan kondisi tubuhnya.

“Yueyue. Aku baik-baik saja. Kita istirahat sebentar ya,” ucap Jing Yang menenangkan perasaan Xue Bingyue.

Namun Xue Bingyue bukanlah gadis kecil yang bodoh dan tidak memahami perasaan Jing Yang. Dia mengerti. Dia memahami. Sekarang Jing Yang sedang kesakitan. Sekarang Jing Yang sedang mencoba menenangkannya.

Terlintas di benak Xue Bingyue untuk mencari makanan di dalam hutan. Apa saja, buah-buahan atau apapun itu yang bisa dimakan. Dengan cepat gadis kecil itu mencari makanan di dalam hutan, tak lupa juga Xue Bingyue mengambil air minum di sungai tempat dimana dirinya terjatuh bersama Jing Yang dari atas tebing.

Tangisan Xue Bingyue pecah kembali. Dia tidak bisa membendung kesedihannya. Kesedihan yang teramat dalam. Di hutan belantara dan tebing yang menjulang tinggi itu hanya ada dia dan Jing Yang.

“Yangyang! Kumohon jangan pergi! Jangan pergi tinggalkan aku sendiri!” Kata-kata yang keluar dari mulutnya itu karena dia takut sendirian. Tanpa sadar Xue Bingyue memanggil nama Jing Yang dengan perasaan yang hangat dan manis di hatinya.

Xue Bingyue telah kehilangan orang tuanya, dan hanya Jing Yang yang dapat mengerti perasaannya karena mereka berdua sama-sama menjadi korban pembantaian malam berdarah di Kota Yunfei.

“Siapapun tolong aku! Tolong kami berdua!” Tanpa sadar Xue Bingyue menangis ketika mengambil air sungai dengan kedua telapak tangannya yang dia satukan.

“Anak manusia. Apakah kau butuh pertolonganku?” Tiba-tiba suara menggema di sekitar sungai tempat Xue Bingyue mengambil air.

Xue Bingyue tidak menggubris suara yang terdengar di telinganya karena mengira itu hanya halusinasinya saja.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!