Seorang gadis dengan pakaian sederhana dan cukup kumuh tengah berjalan di sebuah pasar yang terlihat ramai pagi ini.
Wajah gadis itu sebenarnya sangat cantik. Tetapi karena ada noda debu di wajahnya dan juga bajunya yang lusuh, membuat penampilan gadis itu menjadi tidak menarik.
Gadis itu menatap pedagang roti di depannya dengan tatapan tergiur dan lapar. Ia pun mengambil sesuatu dari balik saku bajunya dan melihat hanya ada beberapa koin di dalam sana.
Ia menghela nafasnya putus asa. Sepertinya uangnya tidak akan cukup untuk membeli roti itu, pikirnya.
Ia pun beralih menatap salah satu roti yang paling kecil di rak penjual itu. Seketika senyuman kecil pun terpancar di wajahnya. Setidaknya ia tidak akan kelaparan hari ini, pikirnya.
Gadis itu pun menghampiri penjual roti di depannya,
"Permisi... Aku ingin membeli roti yang ini" ucapnya pada pedagang roti itu.
Si pedagang roti menatap gadis itu dari atas hingga bawah dengan tatapan mencemooh. Ia pun mengambil roti yang ditunjuk si gadis dan melemparnya,
BRUK!!!
"Itu, ambilah!!!! Sekarang cepat pergi dari sini!!! Kau membuat pembeli disini merasa tidak nyaman!!" usirnya pada gadis itu dengan tatapan jijik.
Gadis itu seketika terdiam dan melihat roti yang sudah terjatuh di tanah itu dengan tatapan yang sulit diartikan.
Ia menyeringai pelan dan mulai mengambil roti itu dari tanah. Gadis itu memandangi roti tersebut dan mengelap sedikit kotoran yang menempel pada roti tadi dengan pakaiannya.
Lalu ia pun menatap penjual roti itu dengan tajam. Si penjual roti itu balas menatap tatapan gadis tersebut dengan tak kalah tajam,
"Apalagi?? Cepat pergi dan bawa roti itu!!!" usir sang penjual lagi.
Gadis itu mengepalkan tangannya dan dengan cepat melemparkan koin yang ia pegang tadi kearah sang penjual roti,
PRANG!!!
Si penjual roti itu terlihat terkejut saat koin-koin tadi terlempar kearahnya. Dan dengan geram ia pun menatap gadis di depannya,
"APA-APAAN KAU????" teriaknya tidak terima.
Gadis itu tersenyum sinis dan menatap si pedagang roti tadi dengan berani,
"Itu bayaranmu!!! Aku bukan pengemis!!!" ujarnya tajam lalu berlalu pergi.
Si gadis mengabaikan teriakan dan makian si penjual tadi dan berjalan terus meninggalkan tempat itu.
Setelah berjalan cukup jauh gadis itu pun terdiam di tempatnya dengan mata yang mulai berkaca-kaca. Pandangannya pun seketika mengarah pada sebuah istana yang cukup jauh dari tempatnya dengan tatapan yang sulit diartikan,
"Ibu.... Aku merindukanmu...." bisiknya lirih.
"Apakah ibu tidak merindukanku????" lanjutnya lagi yang mulai meneteskan air matanya.
Gadis itu.. bernama Mery, dia adalah seorang gadis yatim sejak umurnya 5 tahun.
Mery adalah putri satu-satunya dari pasangan bernama Helena dan Charles. Mereka adalah keluarga biasa yang tinggal di Desa Pearland. Ayah Mery bekerja sebagai seorang pengawal di kerajaan Pearland. Ia meninggal saat kerajaan Pearland berperang dengan kerajaan Flonidia.
Saat ayahnya meninggal, kehidupan Mery dan ibunya sangat terpuruk. Ibunya adalah seorang penjahit baju di salah satu toko pakaian di dekat kota. Tetapi, pada suatu malam... saat usia Mery menginjak 15 tahun. Ibunya tiba-tiba tidak pulang ke rumah..
Pada malam itu padahal Mery sudah sengaja membuat kue sederhana untuk merayakan ulang tahunnya bersama sang ibu. Namun, ibunya tak kunjung pulang dan membuat Mery khawatir.
Mery pun mencoba menyusul sang ibu ke tempat kerjanya. Namun, alangkah terkejutnya ia saat melihat tempat kerja sang ibu telah kosong dan terlihat berantakan. Begitu juga dengan toko-toko lain yang terlihat sama berantakannya seperti baru saja ada sebuah penyerangan disana.
Mery semakin cemas dan bertanya kepada siapa saja yang berada disana tentang keberadaan sang ibu. Lalu seorang penjual sepatu memberitahunya bahwa beberapa jam yang lalu ada penyerangan dan penjarahan disana.
Penjual sepatu itu mengatakan bahwa para penyerang itu juga membawa beberapa wanita dewasa dan wanita muda untuk di bawa ke suatu tempat. Saat Mery menanyakan untuk apa mereka membawa para wanita itu, si penjual sepatu pun menjawab tidak tau pasti. Tapi, dia mengatakan kemungkinan para penyerang tadi adalah pengawal dari istana yang suka membawa para wanita ke istana bawah tanah untuk di jadikan pemuas nafsu atau pembantu di istana.
Seketika Mery pun merasa sangat marah dan juga sedih. Itu artinya.. para penyerang tadi membawa ibunya untuk di jadikan tawanan dan budak seumur hidup di dalam istana..
Mery terlihat marah dan merasa tidak terima. Ia pun mencoba untuk mencari sang ibu, namun penjual sepatu itu melarangnya dan menyuruh Mery untuk kembali, karena ia tidak akan bisa masuk ke dalam istana. Dan juga.. penjual sepatu itu mengatakan bahwa jika Mery nekat, maka nasibnya pun akan sama seperti ibunya, apalagi Mery yang masih sangat muda saat itu sudah terlihat sangat cantik.
Mery pun akhirnya menyerah dan mencoba menunggu sang ibu kembali. Namun, waktu terus berlalu.. usia Mery saat ini sudah menginjak 17 tahun. Itu artinya, sudah 2 tahun ia ditinggalakan oleh ibunya dan hidup seorang diri.
Mery hidup sebatang kara, dan membiayai hidupnya saat ini sebagai pekerja di ladang sapi milik tetangganya yang cukup kaya. Ia bekerja untuk mencari rumput dan memberi makan sapi. Upah Mery tidaklah besar, tetapi itu cukup untuk membeli satu buah roti untuknya sehari.
Mery tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan bentuk tubuh yang indah. Banyak para pria hidung belang dan lelaki tua yang kurang ajar selalu berusaha untuk melecehkannya. Bahkan saat Mery di tinggal ibunya, tetangganya pernah menawarkan diri untuk mengizinkan Mery tinggal di rumahnya. Namun, ternyata orang itu mempunyai niat yang buruk pada Mery.
Mery sempat ingin di jual dan dijadikan pelacur oleh orang itu. Namun, untungnya Mery mengetahui kebusukan orang itu sebelum dirinya sempat dijual. Dan akhirnya Mery pun bisa kabur dari tempat itu.
Bukan hanya itu saja..
Mery juga sering hampir menjadi korban pemerkosaan. Karena wajah cantik dan tubuhnya, pria-pria hidung belang mudah tergoda dan mencoba untuk memiliki Mery.
Mery juga pernah dilamar oleh seorang duda tua yang iba pada Mery. Tetapi Mery menolak mentah-mentah tawaran itu. Mery tau itu hanya akal busuk duda tua itu untuk memilikinya.
Dan sejak saat itu, Mery tidak punya tempat tinggal. Ia selalu berpindah-pindah dan terkadang tidur di jalanan. Mery juga selalu sengaja memakai lumpur atau pun debu di tanah untuk menutupi wajah cantiknya agar tidak terlihat oleh siapapun. Ia juga sengaja memakai pakaian kebesaran yang kumuh dan sobek.
Tujuan Mery saat ini adalah ingin bertemu kembali dengan ibunya.. Mery tidak tau apakah ibunya masih hidup atau tidak. Tetapi, yang jelas ia sangat ingin masuk ke dalam istana untuk menemukan ibunya. Ia sangat merindukan ibunya..
Setetes air mata mengalir di pipi Mery.. Ia menatap atap istana yang terlihat dari jaraknya yang cukup jauh dengan tangan terkepal,
"Aku harus bisa masuk ke dalam sana!!" bisiknya tajam.
"Aku harus membawa ibuku kembali" lanjutnya lagi.
Mery pun menghapus air matanya dan mulai kembali melangkah dengan tekad kuatnya untuk sampai ke istana dan menemukan ibunya..
Disisi lain..
Seorang pria tampan terlihat tengah duduk di mejanya sambil menyeruput secangkir kopi di tangannya. Ia menatap kearah luar jendela dan menikmati pemandangan pagi ini dengan cukup santai.
Tok..
Tok..
Tiba-tiba terdengar suara ketukan dari arah pintu. Pria itu terlihat tidak bergeming dan mengabaikan suara ketukan tadi.
Namun, lagi-lagi suara ketukan itu membuat mood nya seketika memburuk. Ia pun meletakkan cangkirnya keatas meja dengan cukup kuat.
PRANG!!
"JIKA TIDAK PENTING MAKA PERGILAH DARI SINI SEBELUM AKU MENGHABISIMU!!!" teriaknya tiba-tiba.
Lalu selang beberapa saat seorang pria pun masuk sambil menundukkan tubuhnya terlebih dahulu pada pria itu,
"Maaf telah menganggu pagi anda Tuan.." ucapnya pelan.
Devon pun melihat kearah pria itu dan menghela nafasnya,
"Huh!! Kau memang selalu menggangguku Billie!! Cepat katakan ada apa???" ucapnya tidak sabaran pada pengawal pribadinya itu.
Billie pun perlahan berjalan kearah Devon dan memberikan sebuah gulungan kertas pada pria itu..
Devon seketika mengernyitkan keningnya melihat gulungan kertas di depannya,
"Apa ini??" tanyanya tidak tertarik.
Billie pun membukakan gulungan kertas itu lalu memberikannya pada Devon,
"Ini.. adalah sayembara yang dibuat oleh Nyonya Rebecca untuk Tuan" jelas Billie.
Seketika Devon pun membaca kertas itu dan tertawa sinis,
"Apa-apaan ini... Sayembara pencarian calon istri???" ucapnya tak habis pikir.
Bersambung..
Halo, ini adalah novel ketiga author ☺️
Jangan lupa kasih dukungannya ya dengan cara kasih like, vote, komen dan hadiahnya 😁
Terimakasih ❤️
Seorang pria menuruni tangga dengan langkah lebarnya sambil membawa selembar kertas di tangannya. Wajahnya terlihat mengeras dengan perasaan marah dan kesal.
Seketika pandangannya pun terarah pada seorang wanita paruh baya yang masih terlihat cantik dan modis dengan pakaian mewahnya tengah menyeruput teh kesukaannya di atas sofa bulu yang nyaman.
Devon tanpa basa-basi menghampiri wanita paruh baya itu dan melempar kertas di tangannya keatas meja. Seketika, wanita paruh baya itu mengarahkan pandangannya pada kertas yang berada di atas meja dengan tatapan santainya,
"Apa maksud dari semua ini??" tanya Devon tajam.
Rebecca melirik kertas itu dan kembali menyeruput teh nya dengan tenang. Setelah itu, ia pun menyimpan cangkirnya kembali dengan anggun di atas meja,
"Apa maksudmu?? Apa ada yang salah dengan kertas itu??" tanyanya santai.
Devon mengernyitkan keningnya melihat reaksi sang ibu dan duduk di sofa dengan perasaan jengkelnya,
"Ibu.. Aku sedang tidak bermain-main!! Apa maksud ibu membuat sayembara seperti ini?? Bukankah ini sangat memalukan??" tanyanya kesal.
Rebecca mengambil kertas itu dan membacanya dengan santai,
"Apanya yang memalukan?? Bukankah ini surat yang menarik?? Ibu membuat ini dari semalam, dan kau mengatakan ini memalukan?? Dasar tidak sopan!!" gerutunya pelan.
Devon menghela nafasnya kasar dan terlihat lelah menghadapi sikap sang ibu. Ia pun menegakkan tubuhnya dan menatap ibunya dengan serius,
"Ibu.. Aku tidak menyetujui sayembara ini! Lagipula aku belum mau menikah.. Usiaku baru 24 tahun, aku masih ingin bersenang-senang" ucap Devon.
Rebecca yang mendengar perkataan putranya itu seketika mendengus pelan,
"Bersenang-senang?? Apakah pergi setiap malam ke bar dan bermain dengan wanita-wanita tidak jelas di luar sana itu kau sebut bersenang-senang??" tanyanya tajam.
"Devon.. Kau ini sudah dewasa. Usiamu saat ini sudah sangat cukup untuk menikah. Dulu, ayahmu menikah dengan ibu saat usianya masih 19 tahun. Sebagai pewaris kerajaan bukankah reputasi mu akan hancur jika sampai orang-orang tau kebiasaan buruk mu setiap malam??" ujarnya tajam.
"Satu-satunya cara menghentikan kebiasaanmu itu adalah dengan menikah!!" lanjutnya tegas.
Devon menutup matanya frustasi dan menghela nafasnya pelan,
"Ibu.. Aku hanya bersenang-senang di bar. Aku juga hanya bermain-main dengan para wanita itu.. Aku tidak pernah melakukan hal-hal yang lebih selain mencium mereka.. Lagipula, aku tidak merugikan siapapun!" ujarnya tegas.
Rebecca kembali mendengus mendengar ucapan putranya itu,
"Hanya mencium kau bilang??? Tetap saja itu adalah perbuatan yang menjijikkan!! Dan, mencium sembarangan wanita itu juga bisa menularkan penyakit! Ibu tidak setuju dan sangat menentang kelakuanmu itu!! Sebagai pewaris kerajaan, setidaknya bersikap bijaklah dan bertanggung jawab!!" ujarnya serius.
"Kau lihat ayahmu.. Walaupun ia tampan dan banyak wanita yang tergila-gila padanya. Tetapi dia tidak pernah bersikap yang macam-macam. Bahkan, ayahmu sangat setia pada ibu dan menolak memiliki seorang selir walaupun ibu mengizinkannya" lanjutnya.
"Maka dari itu lah, reputasi ayahmu sangat baik dan tanpa celah sedikitpun di hadapan rakyatnya" ujarnya bangga.
Devon seketika terdiam dan tersenyum sinis mendengar ucapan sang ibu,
"Tanpa celah??" ucapnya meledek.
Ia pun dengan segera berdiri dari duduknya dan membalikkan tubuhnya memunggungi sang ibu,
"Ibu hanya tidak tau saja.." ucapnya pelan dan tajam yang membuat ibunya seketika mengernyitkan keningnya mendengar ucapan Devon.
"Apa kau bilang??" tanya ibunya tidak mendengar.
Devon pun mengepalkan tangannya dan menarik nafasnya dengan perlahan. Ia membalikkan wajahnya dan menatap sang ibu dengan tatapan dinginnya,
"Lupakan.." ujarnya.
"Yang jelas... Aku tidak ingin ibu membuat sanyembara-sayembara seperti itu lagi! Aku belum mau menikah untuk saat ini.. Dan.. Jika aku mau pun, aku bisa mencari calon istriku sendiri!!" ucapnya dingin dan berlalu pergi meninggalkan sang ibu.
Rebecca hanya menghela nafasnya pasrah saat melihat putranya berlalu pergi..
Malam ini, Mery terlihat berada di sebuah festival di desa. Banyak pedagang dan juga orang-orang desa yang sedang menonton pertunjukkan teater yang sedang dilaksanakan. Anak-anak kecil, remaja bahkan orang dewasa pun begitu menikmati festival malam ini, kecuali Mery..
Gadis itu terlihat hanya berdiri tidak jauh dari panggung festival dengan tatapan kosongnya. Lalu, tatapan gadis itu pun mengarah pada seorang anak perempuan yang sedang merengek meminta sesuatu pada ibunya.
Sang ibu awalnya tidak menuruti keinginan anak perempuannya itu, sampai si anak itu pun menangis dan membuat orang-orang yang sedang menonton sedikit terganggu karena suara tangisan anak itu. Dan, mau tidak mau si ibu itu pun akhirnya membelikan sesuatu yang diinginkan oleh anaknya tadi.
Lalu tangisan si anak itu berubah menjadi sebuah senyuman. Ia tersenyum pada sang ibu sambil mengucapkan terimakasih. Sang ibu pun menghela nafasnya namun membalas senyuman sang anak dengan tulus sambil mengusap atas kepalanya.
Seketika air mata Mery pun mengalir di pipinya..
Adegan di depannya itu membuatnya semakin merindukan sang ibu. Dulu.. ia juga pernah melakukan hal yang sama seperti anak perempuan di depannya tadi, dan sang ibu tidak memarahinya dan memberikannya sebuah senyuman yang hangat.
Mery menghapus air matanya dan membalikkan tubuhnya agar tidak terus melihat adegan yang membuat air matanya tak berhenti mengalir karena merindukan sang ibu. Ia pun memilih pergi dan meninggalkan keramaian itu..
Setelah berjalan cukup jauh dari keramaian tadi, Mery pun kini berada di pinggiran jalan yang terlihat tidak terlalu ramai. Di jalanan ini banyak gadis-gadis remaja dan juga wanita dewasa tengah berbelanja beberapa pernak-pernik yang di jual di salah satu toko.
Mery menghampiri toko itu dan melihat beberapa aksesoris yang terlihat cantik. Tatapannya mengarah pada sebuah kalung yang memiliki liontin berwarna saphire blue berbentuk bunga tulip.
Mery menyentuh kalung itu dan mengamatinya dengan seksama,
'Sangat indah....' bisiknya dalam hati.
Penjual yang melihat kearah Mery seketika mendekati gadis itu. Wanita paruh baya itu menatap kalung yang di sentuh Mery dengan senyuman lembutnya,
"Indah bukan??" tanya penjual itu pada Mery.
Mery seketika menatap sang penjual dan mengangguk pelan,
"Sangat indah.." balas Mery.
Penjual itu mengambil kalungnya dan menatap liontinnya,
"Konon katanya, orang-orang bilang lambang tulip berwarna shapire ini adalah lambang kesucian dan ketulusan.." ucapnya.
"Pure heart.. atau ada yang bilang juga lambang ini mengartikan seorang wanita yang kuat dan memiliki hati yang tulus.. Siapa yang memakainya, pasti selalu mendapat keberuntungan dan cinta di hidupnya" lanjutnya dalam.
Mery menatap liontin kalung itu dan tersenyum pelan. Ternyata arti dari liontin di kalung itu begitu penuh makna, pikirnya.
Sang penjual menatap Mery dan menyodorkan kalung itu,
"Kurasa.. ini cocok untukmu" ucapnya.
Mery seketika menatap sang penjual dan menggeleng pelan,
"Maaf.. sayangnya, aku tidak memiliki uang untuk membeli kalung itu" ucap Mery sedikit kecewa.
Sang penjual itu pun terdiam sejenak dan kembali menarik kalungnya,
"Sayang sekali.. Padahal kalung ini adalah incaran para wanita. Tapi.. sayangnya aku belum mau menjual pada mereka karena aku merasa dari mereka semua belum ada yang cocok untuk memakainya" ucapnya.
Mery hanya terdiam dan mengangguk pelan,
"Sayang sekali... Kurasa, aku juga tidak cocok dengan kalung itu" ujarnya pelan.
Bersambung..
Halo, jangan lupa tinggalkan jejak ya dengan kasih like, komen, vote dan gift untuk cerita ini 😊
Terimakasih banyak untuk pembaca setia author yang selalu support ❤️
Bantu author di karya baru ini ya 🙏
Penjual kalung itu tersenyum pelan dan menyimpan kembali kalungnya. Ia menatap penampilan Mery dari atas sampai bawah sambil mengernyitkan keningnya. Penampilan Mery terlihat cukup kotor dan lusuh. Gadis itu juga memakai jubah yang menutupi kepalanya,
"Sepertinya.. aku baru pertama kali melihatmu di daerah sini.. Apa kau seorang pengembala dari kota atau desa lain??" tanyanya penasaran.
Mery terdiam sejenak dan mengangguk pelan,
"Aku baru pertama kali ke daerah ini.. Aku dari desa yang berada di pinggir kota" jawab Mery.
Penjual itu pun mengangguk pelan,
"Apa kau sedang mencari seseorang atau mengunjungi saudaramu di daerah sini??" tanya penjual itu lagi.
Mery kembali terdiam sejenak dan mengangguk pelan,
"Sebenarnya.. Aku sedang mencari ibuku" jawab gadis itu yang membuat sang penjual kembali mengernyitkan keningnya.
"Apa ibumu tinggal di daerah sini?? Siapa namanya, mungkin saja aku mengenalnya" ucap penjual itu.
Mery terdiam untuk beberapa saat dan sedang berpikir, apakah dia harus mengatakan yang sejujurnya pada penjual itu atau tidak. Tetapi dari penampilannya, penjual itu terlihat seperti orang yang baik, pikirnya.
"Nama ibuku adalah Helena Viana Wilding.. Kami tinggal di perbatasan desa Pearland" jawabnya.
Penjual itu pun mengangguk pelan,
"Mengapa kau mencari ibumu?? Apakah dia berdagang disini??" tanyanya.
Mery terdiam sejenak sebelum menjawab pertanyaan penjual itu,
"Sebenarnya.. aku tengah berada di perjalanan menuju ke istana untuk mencari ibuku" jawab Mery.
Penjual itu seketika mengernyitkan keningnya mendengar jawaban Mery,
"Istana??" tanyanya memastikan.
Mery pun mengangguk pelan,
"Iya, ibuku.. di bawa oleh segerombol penjaga istana dua tahun yang lalu" jawab Mery.
Seketika penjual itu terlihat terkejut mendengar ucapan Mery,
"Dibawa ke istana??" tanyanya lagi.
Mery pun kembali mengangguk menjawab pertanyaan si penjual,
"Iya, sejak saat itu.. ibuku tidak pernah kembali" balas Mery dengan perasaan yang sakit.
"Aku tidak tau apa yang mereka lakukan pada ibuku.. Aku tidak tau apakah ibuku masih hidup atau tidak.. Yang jelas, aku harus ke istana dan mencari ibuku. Aku yakin.. ibuku masih hidup" lanjut Mery dengan yakin.
Si penjual itu terlihat iba mendengar cerita Mery,
"Ekhem.. Biasanya.. Jika seorang wanita dewasa atau remaja yang dibawa ke istana.. mereka akan berakhir menjadi pemuas nafsu para pengawal perang. Atau.. bisa jadi mereka menjadi pemuas nafsu para petinggi ataupun raja di istana. Namun, jika beruntung, mereka mungkin hanya dijadikan pembantu di istana" ucap penjual itu dengan tidak enak.
"Pe.. pemuas nafsu??" tanya Mery sambil mengepalkan tangannya dengan perasaan terkejut bukan main.
"Benar.. Yah, begitulah sisi gelap di istana. Para pengawal perang biasanya diizinkan untuk mencari wanita untuk memuaskan nafsu mereka sebagai imbalan jika mereka berhasil dalam perang" jawab penjual itu yang membuat Mery semakin terkejut dan geram.
"Apa Raja mengetahui tentang itu semua?? Bukankah hal seperti itu sangatlah merugikan penduduk desa yang di culik?? Itu benar-benar kejam dan tidak berperasaan!!" ucap Mery cukup keras dengan amarah yang memuncak.
Para pembeli yang berada di sekitar Mery menatap kearah gadis itu dengan pandangan terganggu. Penjual yang berada di depan Mery pun tersenyum pada mereka dan mendekati Mery,
"Tolong kecilkan suaramu" bisiknya.
Mery pun mencoba menenangkan dirinya dan menghela nafasnya,
"Maaf, aku terbawa emosi" balas Mery.
Penjual itu pun menatap Mery dan mengangguk mengerti,
"Aku mengerti perasaanmu. Tapi.. para wanita yang di culik untuk di jadikan pemuas nafsu biasanya hanya di pakai semalam dan di bebaskan kembali. Mereka juga akan tutup mulut karena di berikan imbalan dari istana. Tapi.. jika wanita yang dijadikan pembantu, biasanya akan menetap di istana. Mungkin saja.. jika sudah selama itu ibumu belum kembali.. bisa saja.. dia di jadikan pembantu disana" ucap penjual itu berbisik.
Mery seketika terdiam dengan mata yang mulai berkaca-kaca dan tangan yang terkepal kuat,
"Apa.. apa seorang pembantu istana tidak bisa keluar dari istana??" tanya Mery sedikit bergetar.
Penjual itu terdiam sejenak dan menghela nafasnya pelan,
"Aku tidak tau.. Tapi.. banyak yang mengatakan bahwa pembantu istana akan mendedikasikan hidupnya di dalam istana untuk melayani Raja dan keluarganya sampai mereka mati. Dan.. perlakuan pada pembantu.. biasanya jauh lebih buruk" jawab penjual itu lagi yang membuat Mery kembali terbelalak.
"Lebih buruk??" tanyanya dengan perasaan sakit.
"Iya.. pembantu di istana, biasanya juga dijadikan pemuas nafsu. Entah itu dari kalangan bawah di istana seperti pekerja tua di istana atau pekerja muda. Atau.. bisa juga dari kalangan atas yang berada di istana. Mereka para pembantu, jauh lebih hina dan di pandang rendah, juga di perlakukan sesuka hati" jawab penjual itu lagi yang membuat hati Mery bagaikan di hantam batu keras.
Gadis itu seketika mengepalkan tangannya dengan air mata yang telah menetes di kedua pipinya,
"Bajingan!" desis gadis itu marah.
Mery tidak bisa membayangkan jika memang ibunya benar dijadikan pembantu istana, ia tidak sanggup membayangkan apa yang telah dilalui ibunya selama ini.
Tidak!
Tidak bisa!
Dia harus segera mencari ibunya dan membawanya pergi dari istana.
"Aku harus membawa ibuku pergi! Aku harus mengeluarkannya dari istana" ucap Mery tegas.
Penjual itu menatap Mery dengan iba,
"Sayangnya.. tidak mudah untuk bisa masuk ke dalam istana. Itu hal yang sangat mustahil. Lebih baik, kau berdoa saja semoga ibumu baik-baik saja di dalam sana" ucap penjual itu sedikit pesimis.
Mery menggeleng keras mendengar ucapan penjual itu,
"Jika aku diam saja ibuku tidak mungkin bisa keluar! Aku harus ke istana!" ucap Mery bersikeras.
"Kau pikir semudah itu?? Kau baru sampai di luar gerbang pun aku jamin para penjaga akan mengusirmu. Tidak semudah itu masuk ke dalam sana.. Jika kau melawan maka mereka tidak akan segan-segan membunuhmu" ucap penjual itu yang membuat Mery terdiam dengan putus asa.
Gadis itu pun menutup wajahnya dan mulai menangis,
"Lalu apa yang harus aku lakukan hiks..??" tanyanya tersedu.
Penjual itu menghela nafasnya dan tidak tega melihat Mery. Ia mengusap bahu Mery untuk menenangkannya,
"Sudahlah anak muda.. tenangkan dirimu.." bisiknya sambil menuntun Mery untuk sedikit menjauhi para pembeli lain dan membawanya kearah kasir miliknya.
Mery masih tersedu dan penjual itu terlihat berpikir. Ia tidak tega melihat Mery.. Walaupun Mery orang asing, tetapi entah mengapa setelah mendengar cerita Mery, penjual itu merasa iba padanya.
"Sebenarnya.. ada satu cara agar kau bisa masuk ke dalam istana" ucap penjual itu tiba-tiba yang membuat Mery langsung menatap penjual itu.
"Apa?? Bagaimana caranya?? Tolong beritahu aku" ucap Mery penuh permohonan.
Penjual itu terdiam sejenak dan menghela nafasnya pelan,
"Seperti ibumu.. Kau harus membiarkan para pengawal istana membawamu ke istana bawah tanah saat mereka sedang mencari wanita di desa" jawab penjual itu yang membuat Mery cukup terkejut.
"Tapi.. itu sangat beresiko.. kau mungkin akan dilecehkan oleh mereka jika kau sampai di culik. Ah.. tidak! tidak! itu ide yang buruk, kita cari cara lain" ucap penjual itu yang mulai ragu.
Namun, Mery terlihat diam beberapa saat dan mengangguk yakin,
"Kau benar.. itu satu-satunya cara" sahut Mery.
Penjual itu pun menggeleng keras,
"Jangan pakai cara itu! Mereka pasti akan memperkosamu! Kau masih sangat muda dan aku dapat melihat wajahmu yang cantik walaupun kau menutupinya dengan tanah. Jangan sayang! Kita cari cara lain" ucap penjual itu menolak.
Namun Mery menggeleng dan menegakkan tubuhnya dengan yakin,
"Tidak! Tidak ada cara lain! Itu satu-satunya cara yang bisa membuatku masuk ke dalam istana" ucap Mery lagi.
Bersambung..
Jangan lupa kasih like, komen, vote dan gift untuk cerita ini ya..
Huh, sepertinya cerita ini kurang menarik ya, sepi banget 😞
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!