NovelToon NovelToon

Kupilih Jalur Langit

Bab 1

Naya begitu tergesa-gesa keluar dari sebuah cafe ternama di kota Jakarta, kota tempat dirinya di lahirkan dan di besarkan. Sebenarnya acara reunian masih berlangsung di dalam, tapi Naya harus segera pulang.

Naya hidup penuh aturan di rumah dan ada batas waktu ketika keluar rumah, begitulah yang di ajarkan oleh kedua orang tuanya. Ini masih mending dirinya di beri izin ke luar sendiri, sampai rumah harus pukul lima sore.

Biasanya ketika keluar rumah Naya harus bersama Mang Udin supir pribadi di keluarganya atau di temani abinya, karena dirinya sudah mulai dewasa jadi kedua orang tuanya percaya dirinya bisa jaga diri sendiri.

Naya menerobos rintik hujan yang mulai jatuh, melindungi kepala dengan tas selempang yang di pakainya sembari berlari kecil menuju mobilnya yang terparkir agak jauh dari pintu masuk cafe.

"Heii tunggu"

Naya mendengar suara laki-laki di belakangnya, namun tak di hiraukannya karena dirinya begitu buru-buru. Belum tentu juga laki-laki itu memanggil dirinya, apalagi suara itu sangat asing di telinganya.

"Heii, aku memanggilmu"

Suara itu semakin dekat dengan Naya, membuat Naya spontan menghentikan langkahnya dan menoleh ke belakang. Sosok laki-laki tinggi gagah, berkulit putih dan wajah blasteran mendekati Naya.

Tangan kanannya memegang payung yang melindungi dirinya dari rintik hujan, tangan kirinya memegang novel milik Naya, seketika Naya tersadar bahwa laki-laki itu memanggil dirinya karena novelnya yang tertinggal.

"Ini milikmu?" tanya Laki-laki itu setelah berdiri di depan Naya

Kini jarak keduanya begitu dekat, entah mengapa jantung Naya tiba-tiba berdegup kencang ketika menatap manik mata yang berwarna biru itu, mungkin ini pertama kali Naya berdekatan dengan laki-laki.

Sekarang Naya dan laki-laki itu berada di bawah payung bersama, seketika membuat Naya grogi. Apalagi melihat laki-laki tampan di depan mata, semua perempuan normal tentunya kagum melihat parasnya.

"Iya ini milikku, terima kasih" jawab Naya sembari menadahkan tangannya meminta novelnya

"Aku pergi dulu ya, soalnya buru-buru" ujar Naya setelah novelnya sudah berada di tangannya

"Maaf, kamu dapat dari mana season dua novel itu?" tanya Laki-laki itu ketika Naya berbalik hendak meninggalkannya

"Sambil jalan gak apa-apa jawabnya"

Laki-laki itu berjalan beriringan dengan Naya sembari memayungi Naya, Naya menurut saja apa kata laki-laki itu sembari berpikir apa yang terjadi, mimpi apa semalam bisa di payungi seorang bule yang tampan.

"Kamu tau buku ini?"

Naya balik bertanya lalu menoleh sebentar ke arah laki-laki itu sambil berjalan pelan menuju mobilnya, setelah itu pandangan Naya fokus ke arah dinding kaca cafe yang memantulkan dirinya dan laki-laki itu.

Naya dengan hijab panjangnya yang menjulang berdiri di dekat laki-laki itu menampakan dirinya yang begitu pendek, laki-laki itu tampak gagah dengan kaos putih kalau di lihat-lihat mereka begitu cocok.

"Sama seperti judul novel pertama itu, aku juga pengagum rahasia penulisnya. Sayang sekali penulisnya lebih rahasia lagi, aku sudah cari kemana-mana akunnya tapi susah sekali dan aku benar-benar gak tau kalau sudah ada novel season dua" jelas Laki-laki itu

Seketika Naya ingin terbang mendengar pengakuan laki-laki di depannya ini, tak menyangka laki-laki di depannya ini pengagum Naya. Sungguh sangat kebetulan, tanpa sadar Naya tersenyum.

"Kok senyum?" tanya Laki-laki itu, seketika Naya tersadar dari lamunannya

"Karena penulis novel itu saat ini sudah berada di depanmu" jawab Naya kembali tersenyum

"Benarkah?"

Mata laki-laki itu berbinar menatap Naya, laki-laki itu begitu bahagia akhirnya bertemu dengan idolanya. Laki-laki itu meletakkan payung, kemudian merogoh tas ranselnya dan mengambil sesuatu di dalam sana.

"Tolong beri tanda tangan disini" titah Laki-laki itu di halaman pertama novel yang di tulis Naya dua tahun yang lalu, yang di janjikan Naya akan ada season dua di akhir cerita novel season pertama.

"Pulpennya?" tanya Naya karena dirinya tak membawa pulpen

"Ohh iya"

Laki-laki itu kembali merogoh tas ranselnya lalu menyerahkan pulpen pada Naya, Naya melupakan waktu pulangnya yang sudah mendesak, dalam hati Naya yakin abinya akan marah jika dirinya telat pulang.

"Novel season dua itu apakah sudah bisa di pesan?"

"Sebenarnya belum terbit, aku hanya mencetaknya satu saja karena tadi ingin aku perlihatkan pada teman-teman reuniku di cafe tadi. Ini masih aku review, mungkin bulan depan"

"Aku menunggu novel itu sudah lama, tetapi aku akan tetap bersabar. Ohh iya, bolehkan aku tau akun sosial media kamu?"

Naya seperti orang yang terkena hipnotis saja melihat ketampanan laki-laki di depannya, bahkan tanpa berpikir lagi Naya langsung mengambil kartu nama miliknya yang ada di dalam tas dan memberikan pada laki-laki itu.

"Terima kasih ya" ucap Laki-laki itu tulus

"Iya, aku pergi dulu ya"

Naya merasa begitu berat meninggalkan laki-laki itu, apalagi dirinya belum mengetahui nama laki-laki itu. Ingin rasanya Naya kembali dan bertanya namanya, tapi rasanya sangat malu jika itu dirinya lakukan.

Naya segera masuk ke dalam mobilnya sembari melihat kaca spion, dimana laki-laki itu masih berdiri di tempat yang sama sembari memperhatikan mobil Naya, membuat Naya merasa senang di perhatikan.

Setelah keluar dari parkiran, segera Naya melajukan mobil dengan kecepatan tinggi. Wajah abinya terbayang di depan mata memarahi Naya yang pulang terlambat, abinya tak suka dengan acara reunian.

Nongkrong-nongkrong di cafe bertemu dengan lawan jenis, abinya sangat membenci hal seperti itu. Mobil terus melaju, rumah Naya tinggal berapa menit namun tiba-tiba Naya teringat dengan laki-laki tadi.

Entah siapa namanya, bahkan wajah laki-laki itu masih jelas teringat, senyumannya dan cara berbicara tadi. Pertemuan singkat tadi ternyata menimbulkan rasa untuk Naya, entah bagaimana dengan laki-laki tadi?.

"Astagfirullah" ucap Naya yang sudah terkena zina pikiran

Naya bertekad harus melupakan laki-laki tak di kenal tadi, karena perasaan harus di jaga untuk calon suaminya nanti. Naya tak mau pikirannya dan hatinya terkena zina, dirinya harus bisa mengendalikan perasaannya.

Mobil sudah di masukan Naya ke dalam garasi, lalu Naya perlahan turun dari mobil. Naya membuka pintu depan, di lihatnya jam dinding yang tertempel sangat besar itu dan syukurnya dirinya hanya terlambat lima menit.

"Kenapa terlambat?"

Terdengar suara abinya dari arah ruang keluarga, benar saja abinya telah berdiri di sana dengan baju kokoh dan sarung, Naya mendekat sembari cengengesan karena terlambat.

Bab 2

"Maaf Abi, telat lima menit aja"

"Lain kali jangan terlambat lagi, Abi sudah izinkan kamu keluar tapi masih juga pulang terlambat. Kamu dan Adikmu anak perempuan, menjaga anak perempuan itu tanggung jawabnya sangat besar" ceramah Rendi

"Iya Abi, tadi tuh novel Naya ketinggalan pas reuni. Ternyata orang yang nemuin itu sudah lama menunggu novel Naya terbit, jadi cerita sedikit makanya telat"

"Perempuan apa laki-laki?" tanya Rendi

"Ya ampun Abi, laki-laki tapi Abi percaya kan sama Naya"

"Ya sudah, Abi percaya sama kamu" sahut Rendi

Naya tersenyum senang abinya tak memperpanjang masalah dirinya terlambat, Naya segera pamit ke kamar hendak membersihkan tubuh dan siap-siap menunggu waktu magrib.

Sebenarnya Naya bisa saja menyela omongan abinya yang masih membatasinya, padahal usianya sekarang sudah memasuki 23 tahun tentu sudah tak wajar untuk membatas-batasi waktu pulangnya.

Apalagi harus pulang pukul lima sore tidak boleh terlambat, setidaknya jika memang ingin membatasi waktu pulangnya paling lambat ketika adzan isya' harus segera pulang itu waktu yang wajar untuk remaja seusianya.

Naya merasa dirinya seperti anak belia yang sedang menginjak masa puber, Naya jadi ingat adiknya Nara yang ternyata tidak memiliki kebebasan juga dulu selama sekolah di sekolah negeri.

Naya langsung menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya, setelah berpakaian Naya menjatuhkan bobot tubuhnya di atas tempat tidur dan tiba-tiba bayangan laki-laki bermata biru tadi kembali teringat.

Naya membolak-balik tubuhnya sembari menepis bayangan laki-laki bermata biru tadi, Naya yakin bisa melupakannya karena menurutnya laki-laki itu hanya nyasar di dalam pikirannya saat ini.

Untuk mengusir wajah laki-laki itu di pikirannya, Naya memilih bangkit dari tempat tidur lalu menyalakan laptop miliknya untuk melanjutkan menulis novelnya yang ke sepuluh, jika begitu dirinya akan konsentrasi.

Tak akan lagi memikirkan wajah laki-laki itu dan bisa melupakan apa saja yang ada di sekitarnya, Naya begitu fokus menulis kata demi kata untuk melanjutkan bab baru novel yang di tulisnya saat ini.

.

.

Seperti biasa setiap malam jum'at akan ada pengajian di kompleks ini, kali ini di adakan di rumah Naya. Jadinya, setelah pengajian Naya agak repot untuk melayani para ibu-ibu pengajian yang berdatangan.

Kesibukannya malam ini membuat Naya sedikit lupa dengan wajah asing itu, namun dalam doa Naya kembali mengingatnya bahkan sempat-sempatnya Naya meminta pada Allah, kalau jodoh permudahkan.

Tapi kalau bukan jodoh maka jauhkanlah, selesai kesibukan malam ini sebelum tidur Naya menyempatkan diri membuka akun sosial medianya satu persatu, semua DM yang masuk selalu di balasnya.

Tak ada yang berkesan dari semua DM itu, kecuali satu akun yang membuat Naya tertarik yaitu "Samuel Blue" nama akun yang begitu unik, segera Naya membuka DM dari akun tersebut.

[Terima kasih tadi sudah memberiku akun sosial kamu, akhirnya aku bisa lihat aktivitas keseharian kamu]

Pesan itu di akhiri dengan emoticon senyum, pikiran Naya tiba-tiba ingat laki-laki yang bermata biru. Cepat-cepat Naya membuka profil yang men-DM-nya itu, benar saja laki-laki yang di temuinya sore tadi.

Ternyata namanya Samuel, seketika senyum Naya mengembang. Naya membuka satu persatu foto Samuel yang tampak sangat tampan, di sekian banyak foto yang di upload tak ada foto perempuan.

Hanya ada foto keluarga dan teman-temannya saja, dalam hati Naya begitu menggebu ingin kenal lebih dekat dengan laki-laki itu, soal abinya urusan belakangan Naya bisa menjaga rahasia.

[Sama-sama, ini yang di cafe tadi kan?]

Balas Naya pura-pura belum melihat profilnya, notifikasi pesan terlihat di sisi kanan atas ketika Naya masih sibuk melihat-lihat foto laki-laki bermata biru itu, Naya yakin pasti balasan dari laki-laki itu.

[Iya, kalau kamu gak sibuk aku mau tanya. Rasanya kurang puas tadi ketemu idola cuma berapa menit]

Naya kembali merasa ingin terbang ketika laki-laki itu mengatakannya sebagai idola, masih tak percaya laki-laki setampannya mengidolakannya, Naya pun berhalusinasi seandainya laki-laki itu jadi pacarnya.

Akan di ajaknya pergi ke acara reunian selanjutnya, tak terbayang bagaimana reaksi teman-temannya yang perempuan, melihat ketua BEM di fakultas mereka yang tak seberapa ganteng saja mereka kejang-kejang.

Apalagi kalau mereka melihat laki-laki bule, Naya tiba-tiba tertawa jahat seolah bayangan pikirannya itu sudah terjadi, segera Naya menepis pikiran jahatnya lalu kembali fokus pada percakapannya dengan Samuel.

[Gak sibuk kok, memangnya mau nanya apa?]

Naya tetap tenang membalas pesan dari Samuel, Naya menjaga kewarasan yang terus terbayang wajah tampan Samuel, Naya merasa ini pertama kali dirinya merasa benar-benar kagum dengan ciptaan Allah.

[Rasanya kelamaan kalau aku menunggu novel season dua terbit, bagaimana kalau aku pinjam novel yang tadi saja. Tenang! Aku akan tetap membeli novel season dua, meski sudah baca]

Naya berpikir sejenak Samuel ingin meminjam novelnya, tapi setidaknya tadi Samuel mau mengembalikan novelnya yang tertinggal, jika di temukan oleh orang yang tak bertanggung jawab pasti sudah hilang.

[Ya udah, besok aku pinjamin] balas Naya pada akhirnya setelah memikirkan matang-matang

[Wah, terima kasih banyak. Aku bisa ambil kemana novel itu?]

[Besok aku kabari lagi, ketemu dimana nanti kamu chat saja melalui nomor HP-ku yang ada di kartu aku itu] balas Naya lagi

[Maaf kalau bertanya hal privasi, apakah kamu punya pacar?]

Deg

Seketika jantung Nara berdegup mendapat pertanyaan tentang statusnya.

[Tidak] balas Naya singkat

Perlahan senyum Naya mengembang tanpa dirinya sadari, terbayang kembali sosok Samuel yang tak sengaja bertemu dengan Naya, dalam perasaan seperti di aduk-aduk Naya kembali melihat foto-foto Samuel.

Tiba-tiba Naya di kagetkan dengan sebuah foto yang di upload beberapa bulan yang lalu, cepat-cepat Naya mengklik foto itu lalu memperbesarnya, seketika Naya terperangah bahkan matanya tak bisa berkedip.

Terlihat disitu Samuel dan beberapa orang tengah merayakan natal dengan topi sinterklas di kepala, Naya tak mungkin salah orang di dalam foto itu benar-benar Samuel.

"Apa jangan-jangan Samuel non muslim?" gumam Naya dalam hati

Naya kembali melihat-lihat foto Samuel yang lain, namun tak ada lagi fotonya memakai topi itu dan yang ada justru foto perempuan pakai hijab dan laki-laki pakai baju kokoh, tapi Naya belum bisa memastikan sekarang.

Apakah Samuel seiman atau tidak dengannya? Kalau tidak, harus segera di buang jauh-jauh perasaannya saat ini dan pastinya kedua orang tuanya pasti menentang keras.

Bab 3

Berjam-jam Naya habiskan waktunya untuk mencari tahu tentang Samuel, seseorang yang belum tentu memiliki perasaan yang sama dengannya, begini kah rasanya sebelum berjuang sudah kalah.

Semalam Naya mencoba mengusir bayangan wajah Samuel berkali-kali, di sadarkannya diri sendiri dari apa yang seharusnya tidak di lakukan oleh Naya, Naya akan melepaskan orang yang belum di dapatnya ini.

Tetapi bagaimana pertemuan besok? Naya sudah membuat janji akan meminjamkan novelnya untuk Samuel, Naya menyakinkan dirinya yang pasti bisa membuang perasaan agar tak semakin dalam.

Selesai sholat subuh Nara bersiap hendak pergi ke kampusnya untuk mengurus ijazahnya agar bisa di terimanya, Nara baru saja wisuda S1 seminggu yang lalu, jadi masih ada yang harus di urusnya di kampus.

Nara sedang sarapan bersama kedua orang tuanya, uminya membuatkan susu hangat buat Naya sedangkan abinya memberi nasehat yang terus di ulang beliau ketika Naya akan keluar rumah.

Naya tidak boleh berpacaran, tidak boleh bergaul dengan sembarang orang dan tidak boleh meninggalkan kewajiban sebagai umat muslim, Naya hanya mengangguk meski tak perlu di ingatkan dirinya juga paham.

Selesai sarapan Naya pamit pada kedua orang tuanya, di ciumnya kedua punggung tangan kedua orang tuanya dengan takzim secara bergantian, kemudian tak lupa mencium pipi keduanya lalu melangkah pergi.

"Hati-hati, Nduk" ujar Erisa sembari melambaikan tangan

"Iya, Umi. Assalamualaikum" pamit Nara sembari memutar setir mobil mencari jalan untuk mundur

"Walaikumsalam" jawab Erisa dan Rendi serentak

Mobil yang di kemudi Naya mulai melaju santai meninggalkan rumahnya, Naya terus berpikir bagaimana caranya memberikan novelnya pada Samuel tanpa harus bertemu lagi, Naya sudah memantapkan hatinya.

Semalam dalam tahajud Naya meminta pada Allah untuk menghilangkan perasaannya terhadap Samuel, atau sebaiknya novel miliknya ini di berikan saja pada Samuel agar tak ada lagi pertemuan berikutnya.

Pagi tadi chat dari Samuel sudah masuk ke HP Naya, Samuel hanya mengirim pesan mengatakan bahwa itu nomornya dan hanya di balas Naya dengan stiker jempol, setelah itu tak ada percakapan lagi.

Naya berhenti di sebuah mini market setelah menemukan sebuah ide, segera Naya mengambil HP-nya yang ada di dalam ingin secepatnya mengirim pesan pada Samuel sebelum ide di otaknya hilang.

[Assalamualaikum! Maaf jika mendadak aku ada urusan karena buru-buru, bagaimana kalau novel ini aku titipkan saja di cafe tempat kita ketemu kemarin]

Naya tersenyum membaca pesan yang di kirimnya ke Samuel itu, pesan terkirim dan langsung centang biru. Jantung Naya berdegup kencang menanti balasan dari Samuel, berharap Samuel setuju.

[Walaikumsalam! Iya gak apa-apa, titipkan saja di sana pada Satpam penjaga karena jam segini cafe itu belum buka]

Setelah membaca balasan dari Samuel, Naya tak lagi membalas pesan dari Samuel dan kembali melajukan mobilnya menuju cafe tersebut, sesampai di sana cafe itu memang belum buka dan hanya ada Satpam serta OB.

Tampak keduanya sedang bertugas di sana, Naya segera turun dari mobilnya dan Satpam itu langsung menyambut Naya dengan senyum ramahnya, Naya berjalan menghampiri Satpam itu.

"Pagi, Pak" sapa Naya dengan ramah

"Pagi juga, Kak. Ada yang bisa saya bantu?" tanya Si Satpam setelah berhadapan dengan Naya

"Maaf, Pak. Bisakah saya menitip novel ini? Nanti teman saya yang akan mengambilnya kesini" kata Naya sembari memperlihatkan novel yang ada di tangannya

"Ohh iya, tentu saja boleh" jawab Si Satpam menerima novel yang di serahkan Naya

"Terima kasih banyak, Pak sebelumnya" ucap Naya kemudian pamit hendak pergi

"Maaf, Kak. Nama temannya siapa? Takut salah orang" tanya Si Satpam, menghentikan langkah Naya untuk pergi

"Ohh iya, namanya Samuel"

"Pak Samuel? Pemilik cafe ini?" tanya Si Satpam kaget

"Hah? Pak? Dia masih muda, belum bapak-bapak. Mungkin namanya kebetulan sama"

Naya ikut kaget mendengar si Satpam menyebut nama Samuel yang masih muda dengan kata Pak, rasanya sangat tak pantas justru si Satpam yang layak di sebut Pak bukan Samuel pikir Naya.

"Memang masih muda, Kak. Saya memanggilnya Pak karena menghormati beliau sebagai atasan saya" jelas Si Satpam

Apa benar Samuel pemilik cafe sebesar ini yang sekarang ada di hadapan Naya, rasanya seperti masih tak percaya laki-laki seperti Samuel di usia muda sudah sukses dan memiliki usaha sendiri.

"Sebentar, apa ini orangnya?"

Naya memperlihatkan foto Samuel yang barusan di carinya di sosial media milik Samuel, Satpam itu sedikit mendekat melihat layar HP Naya lalu detik berikutnya Satpam mengangguk membenarkan itu pemilik cafe.

"Memang kakak gak tau kalau dia pemilik cafe ini?" tanya Si Satpam

"Gak, soalnya perkenalkan kami terlalu singkat. Kemarin novel saya ketinggalan di cafe ini, terus dia kembali pada saya lalu sekarang mau di pinjam"

"Wahh, kakak beruntung sekali" ucap Si Satpam

"Beruntung?" tanya Naya bingung, ingin cepat-cepat berangkat ke kampus tertunda karena penasaran dengan ucapan si Satpam

Satpam itu bercerita bahwa Samuel tipikal laki-laki cuek dan dingin, para perempuan sengaja datang ke cafe demi bisa melihat wajah tampannya atau sekedar minta di layani oleh Samuel.

Kebetulan Samuel sering membantu para karyawannya ketika cafe sedang rame, terkadang juga membantu menjaga kasir dan sampai detik ini belum ada satu pun perempuan yang bisa meluluhkan hatinya.

Naya mendengar cerita si Satpam hanya melongo tak percaya, sebab Naya tak menemukan sikap cuek dan dingin dari Samuel di pertemuan mereka kemarin, apa ini sebuah keberuntungan buat Naya.

Tiba-tiba Naya kembali mengagumi Samuel, tidak hanya tampan. Samuel juga mapan di usia muda tetapi jika Samuel dengan dirinya beda agama tidak mungkin mereka bisa bersama, Naya segera menepis harapannya.

"Ohh gitu ya, Pak. Saya benar-benar gak nyangka, kalau begitu saya pamit ya Pak. Terima kasih, permisi"

Naya segera pergi dari situ, sebelum kembali melajukan mobilnya Naya memutuskan mengirim pesan pada Samuel mengatakan bahwa novel miliknya sudah di titipkan pada Satpam, Naya memilih pura-pura tidak tau kalau Samuel pemilik cafe itu.

[Terima kasih, ya. Nanti akan ku ambil kesana, berapa hari nih aku boleh meminjamnya?] balas Samuel setelah berapa detik Naya mengirim pesan

[Terserah saja mau sampai kapan, aku boleh tanya sesuatu tapi maaf ini agak sensitif?]

Akhirnya Naya memberanikan diri untuk bertanya pada Samuel, soalnya Naya akan mengemudi takut pikirannya tak tenang sebelum dapat jawaban langsung dari Samuel, apa yang ingin ditanyakannya ini.

[Boleh mau tanya apa? Bebas kok mau nanya apa gak bayar] balas Samuel dengan cepat

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!