NovelToon NovelToon

My Idiot Wife

PROLOG

***NOTED: Sebelumnya mau ngasih tahu IDIOT di sini sesuai dengan judul punyaku yang pakai bahasa inggris ya. Jadi jangan tanya, kok LOLI-nya kayak gak idiot? hihiihihi. Idiot dalam bahasa inggris itu artinya orang bodoh. Di sini penulis menggambarkan LOLI sebagai sosok yang agak LOLA (loading lama) dan polos. Jadi jangan dipatokkan idiot yang kalian pikirkan^^  ***

SELAMAT MEMBACA^^

Mas Aldi bilang aku harus bersikap manis malam ini. Aku tidak tahu apa maksudnya karena aku takut kejadian yang lalu terjadi lagi padaku. Dulu, dua tahun yang lalu Mas Aldi juga mengatakan hal yang sama agar aku bersikap manis di depan semua orang. Mas Aldi berharap aku tidak banyak bicara atau banyak bertanya. Ancamannya yang sederhana itu membuatku bungkam. Aku tahu, dia mengatakan itu dengan wajah datarnya, tapi menurutku sikap Mas Aldi yang datar itu membuatku selalu merasa terancam. Aku takut sewaktu-waktu wajah itu berubah menjadi amarah yang menyeramkan. Sungguh! Aku sangat takut karena aku pernah melihat wajah itu menjadi sangat marah padaku ketika Ayahku meninggal 3 tahun yang lalu.

“Kau sudah siap?” suara Mas Aldi membuatku menengok ke arahnya yang menyetir.

Aku pun mengangguk sebagai jawaban. Tepatnya, aku tidak ada pilihan lain selain mengangguk-menuruti kemauan kakakku ini. Aku pun merapikan dress yang Mas Aldi berikan untukku. Sementara dia segera keluar dari mobil. Lalu membuka pintu mobil bagianku dengan tatapan yang tidak aku mengerti.

“Malam ini harus sesuai rencana. Jangan pernah ajukan pertanyaan apapun kalau kau tidak ingin aku marah,” katanya dan aku memegang ujung dress-ku. Aku pun turun perlahan dari mobil, tapi tubuhku terasa sedikit bergetar ketakutan dengan ancaman Mas Aldi tadi.

“Ikut aku,” kata Mas Aldi ketika dia berhasil mengunci mobilnya lalu berjalan di depanku.

Aku pun menghela nafasku sejenak. Aku lihat Mas Aldi masuk ke dalam sebuah restoran dan aku pun berjalan pelan di belakangnya.

“Cepat, ck!” Mas Aldi menarik tanganku kasar. “Tidak hanya otakmu yang lamban, tapi cara jalanmu pun lambat sekali!” kata Mas Aldi dan aku berusaha untuk menyesuaikan langkahnya yang lebar.

Aku akui, otakku memang lamban, tapi aku tak pernah menginginkannya. Sejak TK, aku tak pernah sekalipun punya seorang teman yang mau menemaniku karena otakku sangat lamban dalam hal apapun. Aku

sering pulang menangis pada Ayahku dan aku kira, semuanya akan berakhir ketika Ayahku memanggil guru private untukku, tapi ternyata semuanya semakin kelabu. Guru private itu seringkali memukulku dengan kayu tipis yang dia bawa. Setiap kali aku tidak memahami apa yang dia jelaskan, aku akan mendapatkan sebuah pukulan di punggungku. Suatu hari Ayahku mengetahuinya dan memecatnya. Itu adalah hal yang tak pernah aku lupakan hingga saat ini karena sejak itu lukaku bukan hanya pada hatiku tapi juga sekujur tubuhku. Luka itu sungguh meninggalkan kesan yang amat dalam untukku.

Begitu waktu terlewati, aku melewatkan hari-hari bahagiaku untuk bisa menjalani hidup seperti anak-anak pada umumnya. Segala cara Ayah berusaha menyembuhkan traumaku serta kembali memanggil guru private

dengan selektif hingga aku berumur 14 tahun dan entah bagaimana ceritanya, aku berakhir di sebuah SMA elite ternama di Jakarta. Sekolah, di mana hanya orang-orang kaya berada dan aku tahu kalau ini semua ulah Ayah yang menginginkanku menjadi anak yang normal seperti yang lain. Bergaul, tertawa dan memiliki sahabat baik, tapi semuanya tak berlangsung lama karena tentunya, aku adalah orang yang paling bodoh diantara yang lainnya.

Aku mendapatkan nilai terendah di kelasku. Aku sering dibully dan semua orang sangat tidak suka dengan keberadaanku hingga aku tidak tahan sekolah di luar. Akhirnya Ayah kembali memutuskan untukku home

schooling saja. Aku memang tidak pernah menjadi orang yang berguna dan aku memutuskan untuk tidak kuliah daripada harus menyusahkan Mas Aldi yang kini menggantikan Ayahku untuk mengurus perusahaan. Toh, percuma saja aku kuliah. Aku hanya akan mengulang masa laluku lagi karena otakku lamban. Aku pasti tidak

akan mempunyai teman karena mereka akan mem-bully-ku seperti yang sudah-sudah.

“Lolita?!!!” suara seseorang meleburkan semua lamunanku.

Aku tak sadar kalau kini sudah duduk di hadapan seorang pria tampan dengan ke dua orangtuanya. Aku pun menolehkan kepalaku ke arah Mas Aldi. Jangan-jangan dia akan menjodohkanku lagi dengan

rekan kerjanya.

“Kau mengenalnya?” tanya Mas Aldi pada pria yang berada di hadapanku ini. Sementara aku mengingat-ngingat siapa pria ini.

“Dia teman SMA-ku. Kenapa kau memberikan foto yang berbeda. Kalau aku tahu Adikmu itu dia. Aku jelas tidak mau,” kata pria itu membuat hatiku yang mendengarnya sakit.

Kali ini, aku diam saja. Sesuai dengan permintaan Mas Aldi karena dia bilang, ketika aku berbicara satu kata saja, orang-orang pasti akan mengetahui kalau aku wanita yang bodoh, lamban, idiot dan jika ada kata-kata yang lebih buruk dari itu, mungkin Mas Aldi akan mengatakannya secara terang-terangan padaku.

Namun kali ini, bukankah percuma sajaaku diam? Toh, ini akan terjadi lagi. Siapa yang akan menyukaiku dengan

kekuranganku ini?

“Axel! Kamu ini apa-apaan sih?!” pria paruh baya yang kutebak Ayah dari pria bernama Axel itu memarahinya. Aku pun kembali menundukkan kepalaku. “Maaf, sepertinya tidak ada kata batal untuk perjodohan mereka. Maafkan kata-kata Axel, kita akan terus melaksanakan pernikahan ini,” ucap pria itu dan Mas Aldi pun menarik tanganku. Dia menggenggamnya erat. Aku pun tak menyangka dan menolehkan kepalaku ke arahnya. Tak mengerti kenapa kali ini Mas Aldi berbeda dan aku..., aku ingin sekali menangis.

“Ya, kau benar. Ini juga sesuai isi perjanjian kontrak kita bukan? Kalian juga harus ingat! Meskipun Adikku ini mempunyai kekurangan. Dia tetap wanita yang baik. Dia penurut dan pekerja keras," kata Mas Aldi membuatku tak lagi kuasa menahan air mata ini. Baru kali ini Mas Aldi    membelaku di depan seseorang.

Malam ini adalah perpaduan segala rasa emosi yang pernah aku rasakan.

...................................................................

THX FOR READING ^^

**          "HILL"**

1: After Married

Aku memperhatikan wanita yang telah aku nikahi beberapa jam yang lalu. Rasanya berat sekali memutuskan ini, tapi apa boleh buat karena perusahaan memang membutuhkan suntikan dana dari perusahaan keluarganya yang memiliki kekuatan besar.

“Kau mau kemana?” tanyaku ketika tatapanku yang tak lepas dari wanita bernama Lolita itu akan pergi dari kamar. Sejak tadi dia hanya bolak-balik seperti orang kebingungan membuatku sedikit jengkel, tapi kini dia akan meninggalkan kamar.

“Ohh apa? Kau bicara padaku?” tanyanya dengan wajah bodohnya. Tentu saja aku bicara dengannya. Memang ada siapa lagi di kamar ini selain kami berdua yang kelelahan setelah acara pesta pernikahan hari ini.

“Ya tentu saja, Bodoh. Kau mau kemana?” aku mengulang pertanyaanku.

“Sebentar ya, aku mau ke Bi Tikah dulu. Bajuku tidak bisa dibuka,” katanya seraya tersenyum padaku. Lalu pergi meninggalkan kamar membuat pertanyaan yang timbul di otakku.

Lolita, aku sempat merasa sangat malu ingin menikahinya, tapi orangtuaku memaksa demi perusahaan. Aku pun bisa apa kalau memang ini sudah terkait perusahaan keluarga dan aku pikir, aku akan sangat malu ketika pesta pernikahan digelar besar-besaran. Aku takut teman SMA-ku ada yang datang dan mengejekku. Secara, sebelum pesta pernikahan pun di grup SMA-ku mulai membicarakan aku dan Lolita.

Mereka bilang, bagaimana mungkin orang seterkenal dan sekaya diriku bisa menikah dengan wanita idiot seperti Lolita. Meski mereka akui Lolita kaya dan juga sama terkenalnya di angkatanku, tapi terkenal yang mereka maksud jelas berbeda.

“Axel,” tiba-tiba suara di ambang pintu membuatku meleburkan lamunanku. Aku lihat Lolita meremas baju pengantinnya.

“Ada apa?” tanyaku ketus seraya berdiri dan membuka jasku. Aku tak sadar kalau aku belum membukanya karena saking lelahnya, aku ingin langsung istirahat saja.

“Emmmm itu,” Lolita menggigit bibirnya sendiri seperti ragu mengatakannya.

Aku pun hanya memperhatikannya menunggu apa yang ingin dia bicarakan.

“Bi Tikah tidak ada di dapur. Bisakah kau tolong bukakan gaunku” katanya dan aku menghela nafasnya seraya berjalan ke arahnya.

“Cepat! Aku mau mandi!” kataku seraya menarik tubuhnya hingga kini dia membelakangiku. Aku pun membukakan kancing gaunnya cepat lalu mendorong tubuhnya keras sampai aku tak sadar membuatnya tersungkur.

“Aww sakit,” ringisnya, tapi aku tidak peduli.

“Kau! Kau tidur di sofa malam ini. Aku tidak mau tidur satu ranjang denganmu,” kataku seraya masuk ke dalam kamar mandi ingin berendam sejenak menghilangkan semua rasa stresku di kepala.

………………………………………………………………………………

Aku mengusap rambutku dengan handuk lalu berjalan ke arah meja rias untuk menggunakan perawatan wajahku. Tidak aneh bukan kalau pria berkelas sepertiku menggunakan perawatan wajah. Karena itu, aku selalu terlihat tampan dan awet muda.

Aku duduk di depan cermin, tapi aku melihat sesuatu di pantulan cerminku. Lolita, dia terlelap dengan gaun dan wajahnya yang belum dia bersihkan. Ya Tuhan, dia jorok sekali.

Aku segera beranjak dari tempat dudukku dan berjalan ke arahanya. “Heii! Bangun! Kau harus mandi dan mengganti bajumu. Jorok sekali!” kataku, tapi Lolita tidak terganggu dengan omelankku. Dia malah membalikkan tubuhnya membelakangiku.

“Ayah,” igaunya. “Ayah,” ucapnya lagi dan sepertinya dia sedang bermimpi Ayahnya.

Aku dengar, dia memang sangat dimanja oleh Ayahnya. Karena itu, ketika Ayahnya meninggal, tidak ada lagi tempat untuk dia bermanja karena Aldi (kakaknya sendiri) tidak pernah menyukainya sejak dia kecil. Aku dengar, Aldi juga sangat malu memiliki Adik seperti Lolita, tapi kenapa waktu itu dia membelanya?

Oh ya, Mama bercerita padaku mengenai otak Lolita yang lamban karena Ibunya adalah seseorang yang mengkonsumsi barang terlarang. Mendiang Ibunya meninggal ketika Lolita berumur 3 tahun dan katanya meninggalnya pun karena bunuh diri. Aku tidak begitu tahu apa alasannya karena aku juga baru tahu kenapa Lolita bisa berbeda dengan Aldi.

Mama bilang, Bi Tikah yang sejak kecil mengurus Lolitalah yang cerita padanya. Menurutku beruntung saja Aldi tidak seperti Lolita. Jadi, perusahaan Ayah mereka ada yang meneruskan.

“Axel,” panggil Lolita terbangun dari tidurnya. “Sudah selesai? Sekarang Loli boleh memakai kamar mandinya tidak?” tanyanya padaku

“Terserah!” kataku langsung berjalan ke arah ranjang dan masuk ke dalam selimut melupakan perawatan wajah yang tadi ingin kulakukan.

“Awwwww,” lagi kudengar pekikan Lolita. Aku setengah menyangga tubuhku dengan lenganku melihat dirinya yang tengah mengangkat gaunnya di atas lutut.

“Axel, kenapa lutut Loli ada warna birunya? Kalau Loli tekan juga sakit,” katanya seraya menekan memar di kakinya membuatku menghela nafas.

“Tadi aku tidak sengaja mendorongmu.” Kataku dan dia terlihat nampak sedang memikirkan sesuatu lalu tersenyum.

“Oh iya, tadi Loli jatuh karena Axel dorong, tapi kenapa ini sakit sekali,” katanya lagi. Aku akhirnya mengalah turun dari ranjang untuk menghampirinya. Lalu mengangkat tubuhnya masuk ke dalam kamar mandi seraya membantunya melepaskan gaun pengantin yang cukup ribet ini.

“Axel! Kata Ayah Loli tidak boleh membuka baju di depan laki-laki.”

Aku menghela nafasku lagi kesal. “Aku suamimu,” kataku lalu meninggalkannya tak mau banyak menjawab pertanyaannya yang bodoh itu. Aku menutup pintu kamar mandi dan kembali menaiki ranjang tidurku, menutupi seluruh tubuhku.

“Axel! Tunggu! Memang suami itu seperti apa?” kudengar teriakannya dari dalam kamar mandi membuatku menggelengkan kepalaku. Apa dia sungguh sebodoh itu. Suami saja tidak tahu!

“Axel!!” Kudengar suaranya semakin jelas yang sudah kutubeka kalau dia pasti keluar dari kamar mandinya. “Axel!!! Loli ingin tahu, suami itu apa sih?” katanya menggoyangkan punggungku yang sudah kututupi seluruhnya dengan selimut.

Kini kututup telingaku dan mengabaikannya. “Axel, kenapa sih? Kenapa sejak tadi, Axel jahat pada Loli? Axel mendorong Loli, Axel juga menyuruh Loli untuk tidur di sofa. Apa Loli punya salah? Ayah bilang jika Loli punya salah, Loli harus meminta maaf,” katanya seolah tengah bicara pada diri sendiri dan aku masih mengabaikannya hingga tidak ada lagi suara yang masuk ke dalam telingaku. Perlahan, kupejamkan mataku hingga sebuah mimpi buruk yang tak pernah aku mimpikan sebelumnya hadir malam ini.

…………………………………………………………………

2: Stubborn

***NOTED: Sebelumnya mau ngasih tahu IDIOT di sini sesuai dengan judul punyaku yang pakai bahasa inggris ya. Jadi jangan tanya\, kok LOLI-nya kayak gak idiot? hihiihihi. Idiot dalam bahasa inggris itu artinya orang bodoh. Di sini penulis menggambarkan LOLI sebagai sosok yang agak LOLA (loading lama) dan polos. Jadi jangan dipatokkan idiot yang kalian pikirkan^^  ***

SELAMAT MEMBACA^^

AXEL POV

Suara para karyawan memenuhi gendang telingaku sebelum aku masuk ke dalam ruangan. Begitu aku masuk ke dalam ruangan kerjaku. Tak lama seorang pria yang ku anggap sebagai sahabat bertahun-tahun itu melipat tangannya di depan dada.

“Kau ini tuli ya. Kenapa kau bisa berpura-pura tidak mendengarnya?”ucap Damar mengambil posisi duduknya di sofa. Kemudian disusul pula dengan sekretarisku yang mengetuk pintu ruanganku dan masuk membawa berkas-berkas yang hari ini harus segera aku periksa.

“Mendengar apa?” tanyaku menggerakkan tanganku meminta sekretarisku segera keluar. Kemudian aku sedikit melirik ke arah Damar dan sibuk membolak-balikkan kertas kerja sama baru setelah aku mendapatkan suntikan dana dari Aldi. Aku sedikit terkejut ketika melihat nama Irene salah satunya. Sudah lama aku tak kerja sama dengannya. Aku juga tak pernah bertemu dengannya lagi entah sejak kapan.

“Semua karyawan membicarakanmu. Bisa-bisanya kau masuk kerja setelah kemarin menikah. Kau tahu? Mereka akan curiga kalau kau menikah memang karena bisnis.”

Aku pun terkekeh mendengarnya. “Memang itu kenyataannya. Memang aku harus bagaimana?”

“Ya setidaknya kalau kau memang tidak menyukai wanita itu. Kau tidak perlu datang ke kantor. Kau kan bisa ke Bali sendiri atau bersenang-senang dengan wanita lain.”

Aku pun menatap Damar dengan tatapan mematikan. “Aku tidak seperti dirimu yang suka bersenang-senang seperti itu.”

Damar terkekeh seraya menepuk bahuku. “Baiklah, terserah kau saja, tapi menurutku besok kau tak perlu masuk ke kantor. Satu minggu bukankah cukup untuk mengambil cuti? Aku hanya memberikan masukan saja padamu. Meskipun dia terlihat bodoh, tapi menurutku dia cukup cantik dan menggemaskan.”

Apa dia bilang? Apa dia sedang mengatakan padaku kalau dirinya tertarik dengan istriku?

“Percuma saja kalau kau tidak mencoba mengenalidirinya dan kehidupannya. Sampai kapan pun kau akan terus berusaha menghindar seperti ini.”

Aku mendengus pelan. “Kau tahu apa?!”

“I know you so well. Bahkan aku tahu apa yang kau lakukan padanya semalam. Ayolah, kita sudah berteman berapa tahun?”

Aku melirik tajam pada Damar. “Memangnya aku melakukan apa?”

Damar pun mengelus pelan dagunya sendiri seraya menyipitkan matanya seperti tengah memikirkan sesuatu. “Ya, kalau tidak menyuruhnya tidur di kamar lain. Mungkin tidur di sofa atau kau akan menyewa apartemen agar tidak satu rumah dengannya.”

Aku pun terdiam. Apa benar, aku ini sangat mudah dibaca?

Kudengar Damar tertawa. “Melihat wajahmu seperti itu, bukankah kata-kataku benar,” katanya memegangi perutnya. Aku pun kembali mendengus seraya memperhatikan pekerjaanku.

“Oh ya, kau ingat Irene?” ketika Damar menyebutkan nama itu, tiba-tiba tubuhku mendadak kaku. Baru saja aku menerima berkasnya dan ternyata Damar mengetahuinya. Pasti, sekretarisku yang mengatakannya pada Damar.

Wanita itu, aku pernah sangat menyukainya, tapi sekalipun aku tidak sempat mengutarakan perasaanku. Beberapa minggu yang lalu dia kembali menghubungiku setelah sekian lama kami lost contact. Dia menawarkan kerja sama dengan perusahanku dan aku menerimanya karena di antara kami memang tidak memiliki kesan yang buruk.

“Apa kau akan menerima proposal kerja samanya?” tanya Damar.

Aku pun mengangkat bahuku, “mungkin!” ucapku.

“Hmmm tidak mungkin cinta lama bersemi kembali kan?”

Aku kembali mengangkat bahuku, tapi kali ini juga dengan tautan alis yang pastinya membuat Damar terkekeh. Hingga saat ini, aku pun tidak tahu apa yang sedang aku jalani. Bahkan ke depannya aku tidak tahu apa yang akan terjadi padaku. Bukankah hanya Tuhan yang tahu bagaimana jalanku nanti?

“Kau jangan bertindak bodoh Axel, kau baru saja menikah, tapi kau malah bertemu dengan mantanmu!”

Mendengar itu aku mengangkat kepalaku dan menatap Damar dengan tajam. Terkadang dia memang cocok sebagai penasihatku, tapi lama kelamaan dia akan mulai keterlaluan untuk mencampuri hidupku.

“Dia bukan mantanku. Lagipula ada apa dengan kerja sama ini? Memangnya kau melihat aku selingkuh? Aku ini profesional!” tekanku padanya dan Damar terlihat meregangkan dasinya.

“Oke, dia bukan mantanmu, tapi apa kau tidak berpikir kalau Aldi, kakak dari istrimu tidak bisa disepelekan. Kau membaca lengkap surat perjanjiannya bukan? Menjaga adiknya itu berarti menjaga aset kerja sama kita dengan perusahan dia. Kau mengerti maksudku kan? Sehari saja kau berulah, sekali saja kau menyakiti hati istrimu, apa yang akan terjadi dengan kita?”

Mataku semakin menatap tajam Damar. Dia terlalu lancang untuk bicara seperti itu padaku karena perusahaan ini milikku dan dia tidak berhak menentukan ke mata angin mana aku akan membawa perusahaan ini.

“Tsk! Kau tahu Damar?!” aku beranjak dari bangku kebesaranku dan berdiri di depan Damar. “Kau bicara seolah kau tahu bagaimana Lolita. Dia hanya wanita bodoh! Dia tidak tahu arti mencintai, apalagi dicintai! Dia tidak tahu suami, dia juga tidak tahu istri, jangankan ke tingkat itu. Mungkin berpacaran pun dia tidak pernah!! Ahh tidak! Mungkin lebih tepatnya tidak ada yang mau berpacaran dengannya,” ucapku berapi-api.

“Kau berpikir terlalu dangkal! Sebaiknya kau jaga ucapanmu itu sebelum Aldi mendengarnya sendiri. Kau harus ingat! Hidup perusahaan ini bukan tentang hidupmu saja, tapi juga tentangku dan  tentang karyawan lainnya,” kata Damar memperingatkanku.

Aku pun kembali duduk ke kursiku. “Ya, kau benar, jika bukan karena perusahaan ini pun mungkin aku tidak sudi menikahinya. Lagipula, bukankah kau merasa aneh dengan Aldi. Dia menitipkan adiknya padaku dan menyuntikkan dana seberapa banyak yang aku inginkan. Kau tahu apa artinya? Dia ingin membuangnya tapi dia tidak bisa. Jalan satu-satunya hanya menitipkannya pada seseorang yang membutuhkan uang. Sehingga dia tidak perlu repot-repot mengurusnya lagi.”

BRAK!!!

Tidak menanggapi kata-kataku. Damar pun pergi begitu saja. Menyisakan helaan napas yang keluar dari bibirku. Aku tahu, aku memang sangat keterlaluan mengatakan ini, tapi aku tidak bisa menyembunyikan kekecewaanku di depan sahabatku sendiri. Menikahi seorang wanita seperti Lolita membuatku takut membayangkan masa depanku serta anak-anakku. Kalau saja nanti perusahaanku sudah normal, mungkin tidak ada salahnya aku memulai dari awal lagi untuk kehidupan percintaanku.

Irene, aku tidak tahu apa statusnya sekarang, tapi jika memang dia saat ini sudah tidak bersama dengan Max. Aku akan menyatakan perasaan yang sejak dulu ku pendam. Kemudian meninggalkan Lolita dan melupakan mimpi burukku yang menikahi wanita bodoh sepertinya.

 

THX FOR READING ^^

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!