NovelToon NovelToon

Ellia Kanaira

Bab 1. Awal Mula

Di sebuah kamar yang memiliki ukuran sedang terlihat seorang wanita berusia dua puluh delapan tahun sedang mengetik sesuatu pada layar gawainya. Headset terpasang pada kedua telinganya, sambil duduk bersandar dikepala ranjang yang cukup untuk tiga orang itu.

Kurang lebih dua jam dia berkutat dengan gawainya tanpa memperdulikan malam yang semakin larut. Terus saja mengetik dengan wajah yang serius. Hingga seorang laki-laki datang menghampirinya dengan membawa segelas susu yang masih hangat dan meletakkannya di meja dekat ranjang. Laki-laki itu kemudian mengecup keningnya.

"Aku bikin susu buat kamu nih, supaya semangat nulisnya," kata laki-laki itu. Duduk di pinggir ranjang.

Dia adalah suaminya yang bernama Kellan Mahesa.

Wanita itu mengalihkan tatapannya pada layar gawai dan menatap Kellan yang sedang menatapnya dengan hangat dan penuh cinta.

"Makasih ya, Mas. Nanti aku minum. Tanggung nih dikit lagi ceritanya," ucap wanita yang bernama Ellia Kanaira itu.

Kellan tersenyum, lalu mengusap puncak kepala Ellia. "Memang masih berapa kata lagi?" tanya Kellan.

"Dikit lagi. Ini baru dapat seribu tiga ratus," jawab Ellia.

"Belum tamat ya novel kamu?" Kellan kembali bertanya.

"Belum, tinggal dua bab lagi novel El akan tamat." Ellia meraih gelas susu itu dan sedikit meneguknya.

"Kalau udah tamat kamu lanjut lagi nggak, sayang?" Kellan bangga pada istrinya itu karena bisa menyelesaikan novelnya.

Ellia mengangguk mantap. "Iya, aku tetep nulis. Aku pengen deh suatu hari nanti novel aku bisa terbit di Gramedia terus jadi novel best seller," kata Ellia.

Kellan terkekeh, melihat ekspresi Ellia yang penuh semangat.

"Mas akan dukung apapun pilihan kamu selagi hal positif. Semangat ya, tapi jangan tidur terlalu larut malam. Kamu harus jaga kesehatan kamu juga, sayang." Kellan memberi nasehat karena istrinya itu hobbi sekali begadang.

Meski tidur larut malam Ellia tetap bisa bangun pagi dan melakukan semua pekerjaan rumahnya.

"Iya, Mas. Makasih ya selalu kasih dukungan sama El." Ellia merentangkan kedua tangannya dan memeluk Kellan dengan erat.

Kellan membalas pelukan Ellia. "Kalau gitu Mas tidur duluan ya, sayang," ucapnya.

Ellia melepas pelukannya. Lalu berkata, "Iya, selamat istirahat Mas. Mimpiin aku ya."

Kellan terkekeh. Tangannya terulur untuk mencubit hidung Ellia yang pas-pasan itu. Tidak terlalu pesek dan juga tidak terlalu mancung. Pipi chubby Ellia juga tak luput dari cubitan Kellan yang gemas.

"Kebiasaan!"

Kellan hanya tertawa, lalu berpindah ke samping Ellia untuk merebahkan tubuhnya. Rasa kantuk sudah menyerang, juga efek dari rasa lelah yang menggelayut manja pada tubuhnya akibat seharian bekerja. Tidak lama kemudian suara dengkuran halus terdengar. Ellia tersenyum melihat Kellan yang terlelap dalam tidurnya.

Ellia meneguk susu yang sudah Kellan buatkan untuknya hingga tandas dan kembali melanjutkan menulis cerita agar besok Ellia bisa posting bab baru pada aplikasi novel online.

Ellia menikah dengan Kellan sudah tujuh tahun lamanya. Lalu di karunia seorang putra bernama Khaindra Alvaro Mahesa yang sekarang sudah berusia enam tahun.

Dulu sebelum Khai hadir Ellia bekerja di sebuah pabrik garmen. Dia memang senang bekerja sejak dulu. Setelah lulus SMA. Ellia langsung mencari pekerjaan dan enggan untuk melanjutkan kuliah karena terkendala biaya juga.

Ellia sendiri berhenti bekerja saat kehadiran Khai. Atas permintaan Kellan supaya Ellia tidak mudah lelah dan tidak terjadi sesuatu kepada Khai. Mengingat pekerjaan Ellia sebagai Quality Control itu sangat berat dan membuat pikiran stres jika ada masalah yang terjadi.

Ellia menurut dan pada akhirnya menikmati masa kehamilan dengan melakukan pekerjaan rumah dan mengurus Kellan. Kegiatan baru yang mulai Ellia sukai dan nikmati.

Lalu ketika Khai berusia tiga tahun, Ellia kembali terjun ke dunia sosial media. Melakukan usaha online atas ajakan tetangganya. Namun, Ellia tidak pandai berbicara dan juga tidak sempat memegang gawai karena Khai yang sedang aktif-aktifnya. Ellia pantang menyerah, tapi hasilnya pun nihil. Ellia tidak seperti tetangganya yang selalu mudah untuk menaklukkan pelanggan.

Hingga Ellia menemukan sebuah grup yang berisi postingan dari para penulis. Banyak penulis yang memposting cerita bersambungnya di sana. Ellia mulai gemar membaca. Saat sekolah dulu, Ellia senang sekali menulis. Entah itu diary atau cerita pendek yang dia simpan di sebuah buku tulis.

Ellia pun tertarik untuk terjun kedunia literasi. Mencoba keberuntungan dengan menulis cerita pertamanya saat duduk dibangku SMA dulu. Siapa sangka jika banyak yang menyukai karya Ellia tersebut. Memang beberapa Ellia edit setelah mendapatkan ilmu dari menyimak postingan para penulis senior yang dengan suka rela membagi ilmu kepenulisan bagi para penulis pemula.

Hingga kini Ellia pun menekuni hobinya, meski sempat berhenti selama dua tahun karena suatu hal.

***

Selesai menulis Ellia melihat jam digital dilayar gawainya. Ellia meregangkan otot-ototnya yang terasa pegal. Tiga jam sudah Ellia mengetik satu bab cerita. Maklum pikiran Ellia sedang tertuju pada ide baru yang ingin sekali Ellia tuang ke dalam tulisan. Hanya saja Ellia harus menyelesaikan novelnya yang sedang on going itu.

Ellia tersenyum karena berhasil menulis dengan jumlah kata dua ribu lima ratus. Ellia akhirnya bisa memenuhi persyaratan ending cerita. Maka jika memenuhi syarat ending cerita dengan jumlah kata yang di tentukan oleh pihak aplikasi novel online, bonus yang akan Ellia dapat lumayan. Ellia sendiri belum menikmati hasil menulisnya karena baru beberapa bulan ini dia kembali aktif.

"Masih jam dua, tidur bentar lah ya. Bangun jam empat nanti." Ellia memasang alarm agar tidak kesiangan saat bangun nanti.

Ya, meski tidur terlalu larut tapi Ellia tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang istri dan ibu rumah tangga. Ellia tetap selalu bangun pagi dan mengerjakan tugasnya. Kadang Ellia tidak tidur semalaman karena menulis bab baru agar bisa dobel update sesuai permintaan pembaca. Ellia akan selalu berusaha untuk memenuhi keinginan pembacanya, karena tidak mau lagi kehilangan mereka tapi tetap menjaga kualitas cerita.

Dua tahun hilang dari dunia literasi membuat Ellia kehilangan para pembacanya di aplikasi Facebook dulu. Padahal Ellia sudah memiliki banyak penggemar karena ceritanya yang menguras emosi khususnya di kalangan ibu-ibu.

Sekarang Ellia bangkit dan mulai dari nol dengan nama pena baru. Sebagai bentuk membuka lembaran baru.

Ellia kemudian memejamkan kedua matanya sambil memeluk tubuh suaminya yang berisi itu.

"Sayang banget sama kamu, Mas," ucap Ellia gemas.

***

Ellia meletakkan dua piring di meja yang berisi nasi goreng dengan topping yang berbeda. Kellan akan menyukai apapun itu sementara Khai hanya dengan topping nugget dan sosis goreng saja. Khai sulit sekali makan sayuran.

Ellia juga menuangkan air putih pada gelas masing-masing. Setelah sarapan untuk dua laki-laki beda usia itu, Ellia pun kembali berkutat dengan masakannya. Menyiapkan bekal untuk makan siang Kellan dan juga camilan untuk Khai. Setiap pagi memang begitu kesibukan Ellia.

"Mama ...," panggil Khai yang sudah rapih dengan seragamnya.

Disusul Kellan yang pasti baru saja mengurus Khai. Memang sudah menjadi kewajiban suami untuk membantu pekerjaan rumah istri. Sebelum berangkat bekerja, Kellan selalu menyempatkan membantu Ellia terlebih dahulu. Memandikan Khai dan memakaikan seragam sekolahnya.

"Harum sekali anak Mama," kata Ellia mengecup pipi Khai.

"Khai merindukanmu, Mama."

Ellia terkekeh, ada saja tingkah putra sulungnya ini.

"Mama juga, ayo sarapan dulu."

Ellia meletakkan kotak bekal makanan di dalam tas Khai. Lalu memberikan tas bekal makanan kepada Kellan untuk makan siangnya.

"Pagi, sayang." Kellan mengecup kening Ellia.

"Pagi, Mas." Ellia tersenyum hangat.

Kellan selalu membuat Ellia jatuh cinta setiap harinya dengan perlakuan lembutnya.

"Sarapan dulu, aku mau mandi. Gerah banget," tutur Ellia.

Kellan mengangguk dan Ellia pun pergi menuju kamar untuk membersihkan wajah karena sudah berkeringat dan terasa gatal. Semua pekerjaan rumah Ellia telah selesai dan waktunya untuk mengantar Khai setelah mandi. Ellia memang tidak pernah sarapan bersama sebab dia sudah banyak ngemil ketika sedang berkutat di dapur. Entah itu gorengan yang dia buat sendiri, mencicipi menu sarapan atau bekal makan siang. Jadi sudah pasti perut Ellia terasa kenyang.

Langkah Ellia terhenti ketika melihat layar gawainya yang menyala dan bergetar pendek. Ellia mengambil ponsel itu dan membuka kuncinya.

Kening Ellia mengerut ketika melihat ada sebuah pesan dari nomor yang tidak Ellia kenali.

[Hay, Ellia. Apa kabar? Aku Artha. Masih ingat tidak?]

Bersambung....

Bab 2. Masa Lalu

Ellia melambaikan tangannya ke arah Khai yang hendak masuk ke dalam kelas. Khai masih berusia enam tahun dan sedang bersekolah di taman kanak-kanak. Mengingat usia anak sekolah dasar sekarang wajib berusia tujuh tahun. Ellia mendesah pelan, merasa kedua matanya berat sebab semalam hanya tidur sebentar. Padahal segelas kopi sudah menemaninya tadi pagi ketika menyiapkan sarapan dan bekal untuk Kellan.

Ellia memilih ke warung untuk membeli kopi dingin saja. Cuaca Bekasi panas meski hari masih pagi, tapi orang-orang dewasa bahkan anak-anak sudah terbiasa minum es di jam delapan seperti ini.

Ellia melihat ke arah kerumunan. Dimana ibu-ibu sedang menunggu anak-anaknya di bale yang disediakan oleh warung samping sekolah.

Penuh!

Ellia tidak suka keramaian. Ellia malas untuk ke warung, tapi dia butuh kopi untuk menambah daya kedua matanya. Tidak mungkin jika Ellia pulang dan tidur karena ini masih pagi dan nggak bagus juga kan tidur pagi-pagi? Nanti yang ada malah kepala Ellia pusing dan hawanya ngantuk terus.

*Cheeeesss*

Pipi Ellia terasa dingin dan kedua matanya mulai segar sedikit. Ada seseorang yang menempelkan air dingin di pipinya.

"Rhea!" Kedua mata Ellia mendelik.

Sementara si pelaku hanya terkekeh saja. Dia kemudian menyodorkan cup plastik berisi es kopi kepada Ellia.

"Gue tahu Lo pengen ngopi tapi males ke warung!" tebaknya.

Rhea kemudian duduk di bawah pohon mangga. Memang pohon itu ada di depan sekolah dan tersedia tempat duduk panjang.

"Eh makasih ya, Lo emang pengertian!" Ellia tersenyum dan ikut duduk di sebelah Rhea.

"Hem." Rhea hanya menjawab dengan gumaman. Dia kemudian sibuk dengan gawainya.

Ellia melirik layar gawai Rhea yang menampilkan aplikasi novel online. Ketika melihat judul yang Rhea baca, dia mengulum senyum.

"Baru baca ternyata? Ketagihan ya?" goda Ellia.

"Iya, gue kesel sama ini penulisnya. Bikin tokoh nyebelin gini pengen gue hajar sih ini penulis. Untung aja gue kenal jadi bisa gue maki-maki ntar!" kata Rhea yang hanya becanda tentunya.

Ellia menutup mulutnya dan tertawa. Rhea sedang membaca novelnya dan baru dua bab saja sudah kesal dengan tokoh yang Ellia buat. Memang novel itu Ellia buat berdasarkan inspirasi dari kehidupan yang ia jalani dan juga lingkungan sekitar.

"Maki-maki aja udah kebal ini authornya!"

"Tar gue mintain seblak sama tuh orang!" imbuh Rhea.

Keduanya pun tertawa. Di tempat Ellia sekolah tidak ada yang tahu jika Ellia adalah seorang penulis. Pun Ellia tidak pernah mengatakannya. Ellia tidak pernah pamer jika dia memiliki karya. Hanya saja kadang Ellia membuat status untuk promo novelnya. Entah mereka sadar atau tidak. Sebab nama pena Ellia bukan nama aslinya.

"Selamat membaca ya, gue mau nulis dulu," bisik Ellia. Takut ada yang mendengar.

Rhea mengangguk sebagai jawaban. Mereka ini sangat akrab karena memiliki kebiasaan yang sama. Malas berkumpul dengan ibu-ibu di bale sebab yang dibahas kalau nggak laki, harga sembako atau ngomongin orang. Hanya saja sesekali Rhea ikut nimbrung sebentar lalu duduk bersama Ellia.

Mereka kenal ya ketika anak-anak mereka sekolah. Anak Ellia dan Rhea sangat akrab jadilah ibu mereka juga akrab. Entah siapa yang memulai hingga sekarang mereka selalu terlihat sama-sama. Hanya Rhea saja yang bisa nyambung ngobrol dengan Ellia yang awalnya banyak diamnya. Namun, kalau sudah kenal Ellia maka akan tahu kalau Ellia ini benar-benar cerewet juga baik hati.

Meski satu frekuensi, tapi Rhea dan Ellia memiliki perbedaan. Jika Rhea ini orang yang mudah bergaul atau bisa dibilang seorang ekstrovert berbeda dengan Ellia yang introvert.

Jika ekstrovert itu terkenal aktif dan terbuka dengan segala hal yang dirasakannya dan cenderung mendapatkan energi juga kepuasan dari interaksi sosial dan lingkungannya, maka berbeda dengan introvert. Orang yang memiliki kepribadian introvert itu terkenal pendiam, tertutup dan pemalu. Lebih suka meluangkan waktu sendiri untuk mengumpulkan energinya. Fokus pada pemikiran dan batin mereka sendiri. Merasa nyaman dengan kesendirian sebab jika berada di keramaian energinya akan terkuras habis. Itu sebab seorang introvert tidak suka berinteraksi dengan banyak orang dalam satu waktu. Hanya satu atau dua orang saja dan itu jika membuat dia nyaman maka sosok introvert akan terlihat kecerewetannya. Kepribadian introvert sendiri tidak memiliki banyak teman. Sedikit teman tapi berkualitas.

Jadi seperti yang dikatakan tadi, Ellia lebih suka menyendiri dan memilih tempat yang sepi ketika berada di keramaian. Tenaganya akan cepat habis jika memaksakan diri menjadi sosial butterfly. Ellia pernah melakukan itu ketika pertama kali Khai masuk sekolah. Pada akhirnya Ellia menjadi diri sendiri saja. Tidak ingin menjadi orang lain yang pura-pura ramah dan mudah bergaul. Apalagi jika banyak bicara, rahang Ellia akan terasa pegal dan tenggorokan kering.

"Kata ibu-ibu itu lo ngapa sih kadang nggak ada senyumnya pisan. Hidup lo kayak banyak masalah. Jangan-jangan nggak bahagia sama lakik!" bisik Rhea. Meski tatapannya tertuju pada layar benda pipih itu.

Begitu juga dengan Ellia. Jemarinya yang bergerak pada keyboard, kedua matanya fokus pada layar gawai dan otaknya sedang mengkhayal adegan yang harus dia tuangkan kedalam tulisan. Akan tetapi masih bisa mendengar dan mencerna ucapan Rhea.

Ellia tersenyum miring, "Biarin aja. Masa iya gw suruh cengar-cengir kayak orang stres aja. Serah mereka mau bilang apa tentang gue," kata Ellia.

Wanita itu sudah berada di fase bodo amat. Tidak peduli terhadap apapun penilaian orang lain. Malas ribut tentunya.

Rhea kembali membaca setelah berkata, "Kapan gue bisa kayak lo yang cuek dan nggak peduli terhadap lingkungan sekitar." Rhea menghela napas panjang.

Ellia dengar, hanya saja sekarang sedang fokus pada pesan dari nomor asing. Nomor yang tadi pagi mengirimkan pesan tapi Ellia abaikan. Ellia memang tidak pernah peduli pada nomor baru. Kalau penting pasti akan menghubunginya lagi.

Baru saja jarinya hendak membuka pesan itu, sebuah panggilan masuk dari nomor yang mengirimkan pesan. Getar gawainya terdengar sampai ditelinga Rhea.

"Kebiasaan lo ya! Nggak pernah mau angkat telepon!"

Ellia meringis. Dia hanya menatap layar benda pipih itu hingga mati. Hanya orang tertentu saja yang Ellia angkat teleponnya. Jika nomor baru Ellia tidak akan pernah mengangkatnya. Kecuali nomor itu terus menghubungi Ellia, maka akan dengan cepat Ellia angkat tentunya tidak bersuara terlebih dahulu.

"Siapa yang telepon?" tanya Rhea.

Ellia hanya mengangkat kedua bahu. Dia kemudian membaca rentetan pesan dari nomor tadi setelah panggilan itu berakhir.

[Ellia?]

[Kamu sibuk ya? Maaf ya mengganggu.]

[Aku hanya ingin memastikan jika ini benar kamu.]

[El, kenapa tidak di angkat teleponku?]

[Kamu ... Masih ingat aku kan?]

Ellia mengernyit. Membaca pesan paling atas yang tadi dia abaikan.

"Artha?" Ellia menggumamkan nama itu dalam hatinya.

Mengingat-ingat tentang masa lalu. Mungkin saja dulu dia memiliki teman bernama Artha. Namun, sayangnya Ellia tidak ingat sama sekali. Banyak hal yang telah Ellia lupakan.

[Ya benar gue Ellia, tapi maaf gue nggak ingat siapa elo.]

Sebenarnya Ellia malas sekali membalas pesan dari orang asing terlebih itu laki-laki. Ellia tidak pernah merespon pesan dari laki-laki lain. Sejak menikah dia sudah mulai membatasi dirinya ketika berteman dengan lawan jenisnya. Ah, Ellia dulu pernah berteman dengan laki-laki dan itu asyik hanya bertahan sebentar karena Ellia harus pindah kota. Sampai saat ini tidak tahu lagi kabar laki-laki itu dan Ellia tidak pernah mencarinya. Toh Ellia sudah tidak peduli dan lagi sudah malas memiliki banyak teman.

[Tidak ingat? Kamu beneran Ellia Kanaira kan?]

Laki-laki itu membalas dengan cepat.

[Ya.]

Ellia membalasnya dengan singkat. Toh mau membalas apalagi? Dia hanya menanyakan namanya saja kan?

Ah, tapi membuat fokus Ellia jadi terganggu. Padahal tadi otak Ellia memiliki banyak ide untuk menulis bab selanjutnya pada novel Ellia yang sedang on going itu.

[Artha Kusuma Rajendra.]

[Ingat tidak?]

[Thata! Nama panggilan aku dan kita dulu berteman sejak kecil. Sekolah bareng sampai SMP.]

Deg

Jantung Ellia berdebar, membaca nama Artha dan tentang siapa Artha. Ellia pikir Artha teman kerjanya dulu. Kalau sudah menyangkut masa lalu apalagi teman sekolah, Ellia menyerah. Ellia tidak akan pernah bisa mengingat lagi kenangan di masa lalu yang sangat buruk itu.

[Maaf, gue lupa.]

Ellia memilih mematikan sambungan datanya. Daripada dia tidak fokus menulis. Ellia tidak mau mengecewakan pembaca dengan tidak update hari ini. Ellia menulis dua judul novel, jadi yang semalam itu sudah dia update dan sekarang dia menulis judul satu lagi.

Ellia memasang headset pada kedua telinganya. Mencari lagu favorit pada gawai dan memutarnya. Ellia memang selalu membawa headset dan memakainya. Sebab dunia Ellia terlalu berisik. Ellia juga gila menulis jika tidak menulis maka isi kepalanya akan terus berisik seperti sedang bertengkar dengan diri sendiri.

Tidak ada yang tahu, seberapa kacaunya Ellia tanpa headset dan menulis. Ellia sudah tidak peduli dengan penilaian orang lain tentangnya. Toh dia makan tidak meminta orang lain kan? Lagipula ada hal yang ingin Ellia raih untuk saat ini.

"El, ada hate komen!" Rhea menyenggol bahu Ellia.

Bersambung....

Bab 3. Hate Komen

"Hate komen?" ulang Ellia.

Dia mengalihkan tatapan pada layar gawai dan mengambil gawai milik Rhea yang sedang digenggam oleh Rhea. Membaca komentar dari akun yang sama sekali tidak Ellia kenal.

'Ini kisah si penulis sendiri. Dia pengen orang-orang di sekitarnya dipandang buruk dan dia merasa paling tersakiti!'

'Kalian jangan percaya kalau yang jadi tokoh utama itu paling tersakiti. Aslinya tuh orang suka nyakitin. Orangnya aneh, pendiam tapi pendendam.'

Akun bernama Putri Salju itu seperti sangat membenci Ellia. Dari cara dia berkomentar di setiap bab, selalu menjelekkan Ellia. Padahal dilingkungan sekitar tidak ada yang tahu jika Ellia hobi menulis. Lalu siapa orang itu?

"Lima jam yang lalu?" gumam Ellia.

"Buka profilnya, El!" titah Rhea.

Ellia membuka foto profil akun tersebut. Beruntung akun itu memakai foto asli. Seorang wanita bersama putrinya. Ellia menatap foto tersebut dengan seksama dan mencoba mengingatnya. Namun, hasilnya nihil. Ellia tidak mengenal wanita itu.

"Lo kenal nggak?" tanya Ellia.

Rhea menggeleng. "Tetangga lo, kalau ibu-ibu di sini nggak mungkin!" tebak Rhea.

"Nggak ada yang tahu kalau gue suka nulis."

Rhea terdiam sejenak, berpikir untuk mencari tahu siapa orang yang berkomentar seperti ini. Memang di sekolah hanya Rhea yang tahu kalau Ellia seorang penulis, karena Ellia terlalu menutup diri jadi orang tidak akan pernah tahu siapa Ellia dan apa yang dia lakukan kalau sedang sibuk dengan gawainya. Bahkan kadang di ajak ngobrol pun Ellia tidak nyambung.

Ellia melepas headset dan mematikan lagu yang tadi dia putar. Mengaktifkan kembali data selulernya dan ...

Drrt...

Drrrrt ....

Drrrrt ...

Banyak pesan masuk dari Artha.

Oh, Astaga! Apa-apaan sih dia. Seolah tidak sabaran jika Ellia membalas pesan lebih lama. Ellia tidak menanggapinya dan memilih membuka aplikasi biru. Mencari nama akun yang tadi berkomentar dinovelnya.

"Coba ini bukan orangnya?" Ellia memperlihatkan layar gawainya yang menampilkan foto yang sama dari akun di aplikasi novel online tadi.

"Eh iya sama. Keren ih lo kayak detektif aja!" puji Rhea.

Ellia mengirim pesan kepada akun Putri Salju itu. Sebab dia penasaran kenapa sepertinya mengenal Ellia, sementara Ellia saja tidak mengenalnya.

"Itu lo punya akun fb katanya nggak punya!"

"Barusan gue aktifin lagi buat cari tahu siapa orang itu."

Rhea mengangguk paham. Lalu kembali membaca novel milik Ellia. Sambil menunggu balasan dari akun tadi, Ellia iseng mencari nama Artha Kusuma Rajendra.

Rupanya ada, hanya saja foto profil beda dengan foto profil pada nomornya. Jika di WhatsApp Artha memakai foto anak kecil yang sedang tersenyum, maka di aplikasi biru dia menggunakan foto asli.

Mungkin.

Sebab disana banyak sekali foto yang diunggah. Kebanyakan ya foto laki-laki yang mirip dengan foto profil di WhatsAppnya. Ada juga foto istri dan anaknya. Ellia menatap foto Artha dengan seksama. Sama sekali tidak mengingat laki-laki ini.

Terasa asing, tapi kenapa ada rasa berbeda ketika melihat Artha tersenyum.

"Ah, iya kalau dia kalau bukan?" ucapnya dalam hati.

Ellia ragu kalau itu bukan Artha. Dia memilih keluar dari aplikasi tersebut dan membaca pesan dari Artha.

[El, serius kamu nggak ingat?]

[Kamu baik-baik aja kan?]

[Hey]

[Kamu pernah kecelakaan?]

[El.]

[Kok centang satu?]

Artha nampaknya terlalu khawatir dengan Ellia atau hanya perasaan Ellia saja.

[Lo apa sih? Gue nggak inget atau Lo salah orang?]

Ellia takut saja jika hanya salah orang atau Kellan sedang mengisenginya. Makanya Ellia balas singkat dan seperlunya saja. Toh Ellia merasa tidak memiliki teman yang bernama Artha.

Tidak lama kemudian laki-laki itu mengirimkan foto. Kedua mata Ellia membulat dan mulutnya terbuka karena terkejut melihat foto Artha. Sama dengan foto di akun sosial media yang baru saja Ellia temukan.

[Aku dapat nomor kamu dari Bella. Coba deh mana foto kamu biar aku tahu salah orang atau tidak.]

Sudah Ellia duga, jika Bella pelakunya. Bella yang memberikan nomornya kepada teman-teman sekolah. Memang sejak kemarin ada saja yang mengirimkan pesan hanya saja Ellia tidak menggubrisnya. Ellia paling malas kalau ada yang mengirim pesan dengan huruf 'P' saja atau kata 'tes'.

Mereka juga tidak lagi mengirimkan pesan kepada Ellia. Tidak tahu itu nomor-nomor siapa dan Ellia tidak peduli. Berbeda dengan Artha yang malah terus mengirimkan pesan meski Ellia cuek.

[Nggak punya foto!]

Ellia memang tidak lagi memberikan fotonya ke sembarang orang. Juga di akun sosial medianya dia tidak ada unggahan foto dirinya, suami ataupun anaknya. Ellia hanya menyimpannya di galeri saja.

Ellia ... Memiliki trauma tentang sebuah foto.

[Kamu punya kamera kan di hp? Foto sekarang masa nggak bisa?]

Rupanya Artha mulai kesal dan tanpa sadar Ellia tersenyum.

[Rusak.]

Ellia merasa senang saja mengerjai Artha. Lagi pula untuk apa sebuah foto? Ellia selalu mengatakan kepada para pembacanya yang penasaran dengan siapa dibalik tulisan itu. Bahwa ...

"Cukup sukai saja karyanya tanpa tahu siapa penulisnya."

Ellia takut jika dia memperlihatkan siapa dirinya maka orang-orang dimasa lalunya pasti akan hadir. Belum saatnya Ellia menampakkan diri karena apa yang dia inginkan belum tercapai.

[Astaga!]

[Digaleri ada kan? Ya udah nama sosial media kamu apa?]

[Atau foto anakmu deh.]

[Pinjam hape suamimu dan ambil fotomu. Kalau nggak foto ijazah.]

[Aku mewakili teman-teman buat mastiin kamu Ellia karena sulit dihubungi. Bahkan undangan grup saja kamu tolak. Aku nggak akan kasih ke siapapun foto kamu.]

Memang benar, dua hari yang lalu ada undangan grup alumni SMP dan Ellia menolaknya. Ellia tidak ingin bertemu dengan orang-orang yang telah melukai hatinya. Hanya mereka orang-orang yang Ellia ingat. Sebab mereka telah menggoreskan belati terlalu dalam dihati Ellia.

[Maaf, foto hanya untuk konsumsi pribadi.]

Ellia membuka aplikasi biru dan membaca pesan balasan dari akun Putri Salju tadi.

'Tetangga saya kan kamu! Masa nggak kenal sama saya? Anak tukang sayur yang biasa kamu beli!'

Tadi Ellia mengirim bukti screenshot komentarnya dan menanyakan tentang siapa pemilik akun Putri salju itu dan kenapa berkata seperti itu. Namun, jawabannya membuat Ellia semakin bingung. Tukang sayur langganan? Tetangga?

Bahkan Ellia tidak memiliki langganan tukang sayur. Ellia selalu berpindah tempat ketika belanja sayuran. Dia juga membeli sayuran hanya satu kali dalam seminggu, karena Ellia belanja sekalian untuk seminggu agar tidak bolak-balik tukang sayur.

Ellia sudah lama tinggal di tempat tinggalnya jadi paham dengan lingkungan sekitar dan orang-orangnya. Tidak ada wanita itu. Apa mungkin dia salah orang?

'Maaf, saya tidak kenal anda. Mungkin anda salah orang. Saya tinggal di Bekasi.'

Ellia membuka profil akun Putri Salju. Disana tertera jika dia tinggal di area Jawa Timur. Tentu saja jauh sekali dengan tempat tinggal Ellia. Sudah jelas pasti orang itu salah orang. Mungkin namanya saja sama dengan tetangganya.

"Woy!" Rhea menepuk pundak Ellia.

Membuat Ellia terkejut dan mengelus dadanya.

"Ngagetin ih! Ngeselin!" Ellia mencebikkan bibirnya.

Rhea terkekeh, "Lagian serius banget. Tuh udah pada pulang!" Rhea menunjuk ke arah pintu gerbang dengan dagunya

Ellia merentangkan kedua tangannya dan langsung disambut oleh Khai yang memeluknya dengan erat.

"Mama, tadi aku dapat nilai A+ kata Bu guru Khai hebat jawabannya benar semua!" kata Khai antusias.

"Pinternya anak Mama!" Ellia mengusap kepala Khai.

Sementara Rhea celingukan mencari anaknya yang belum keluar juga.

"Rasya belum jawab tebak-tebakan! Kata Rasya nanti aja terakhir biar nggak usah jawab!" kata Khai yang melihat Rhea mencari Rasya.

Rhea menepuk keningnya. Khai dan Ellia tertawa. Rasya memang agak random anaknya.

"Ya udah kita tunggu ya. Habis ini Mama sama Mamanya Rasya mau makan bakso."

Khai melompat-lompat gembira. "Khai mau mie ayam!" ucapnya sedikit keras.

Membuat ibu-ibu yang masih di bale menoleh. Ellia langsung menutup mulut Khai.

"Jangan keras-keras!" bisik Ellia.

Khai langsung memeluk Ellia karena malu.

"Mamaaaaaa!" Rasya berlari menghampiri Rhea.

Benar saja anak itu paling akhir karena malas menjawab pertanyaan dari guru saat pulang sekolah.

"Kenapa lama?"

Rasya hanya mengangkat kedua bahu saja dan melangkah menuju motor.

"Ya udah kita langsung ke tukang bakso aja ya," kata Ellia.

Baru satu langkah gawai milik Ellia bergetar panjang. Sebuah telepon masuk dari nomor Artha. Ellia segera menekan tombol merah untuk menolak panggilan itu.

[Aku tidak menerima panggilan telepon!]

Bersambung....

Kasih komen dan like nya ya ... Biar author semangat nulisnya. Terima kasih ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!