Di sebuah kota yang padat, riuhnya suara klakson mobil di sepanjang jalan membuat suasana yang terik semakin panas.
Di salah satu gedung perkantoran, seorang wanita pekerja kantoran duduk di depan mejanya. Matanya terlihat seperti ikan mati, dihiasi lingkaran hitam seperti mata panda.
Dia terus bekerja tanpa henti, tak punya kehidupan lain selain pekerjaannya. Kemudian, seorang pria datang mendekati mejanya dan meletakkan setumpuk berkas.
"Oi! Semua berkas ini harus selesai hari ini juga!" katanya sambil menepuk berkas itu dengan tangan kanannya.
Wanita itu tampak terkejut. "Ta-tapi, semua berkas ini adalah pekerjaan Anda," balasnya dengan nada gemetar.
Mendengar jawabannya, pria itu tampak kesal. "Hah!? Sudah berani melawan ya!? Apa kau lupa siapa aku!?" bentaknya dengan kasar.
"Tapi, kalau kau mau jadi pacarku..." lanjutnya dengan nada memelas.
Wanita itu menundukkan kepalanya. "Ma-maaf, saya akan segera mengerjakannya..." jawabnya lirih.
Pria itu mendecakkan lidahnya, "Pokoknya harus selesai hari ini," ucapnya ketus, lalu pergi dengan wajah kesal.
Karyawan lain hanya bisa diam menyaksikan kejadian itu. Mereka tak berani bertindak karena pria yang memberikan tumpukan tugas itu adalah anak dari pemilik perusahaan tempat mereka bekerja.
"Kasihan sekali dia..."
"Ya, padahal dia pekerja yang baik dan rajin, tapi pria busuk itu selalu memanfaatkannya."
"Shh! Jangan bicara keras-keras, kalau ketahuan kita bisa dipecat."
"Apa yang bos pikirkan dengan memberikan posisi direktur pada anaknya yang bodoh itu?"
"Benar, dia hanya bisa menyuruh orang lain dan bermalas-malasan."
"Tapi percuma juga kalau kita melawan..."
Hari-hari terus berlanjut seperti itu. Wanita itu mulai merasa hampa. Senyum manisnya telah hilang, hingga ia lupa bagaimana caranya tersenyum.
Dulu ia selalu ceria, kini sosoknya berubah menjadi suram, dengan wajah yang tampak kesepian dan sedih.
Di malam hari, wanita itu masih di kantor karena harus menyelesaikan semua berkas yang dilimpahkan padanya. Semua karyawan lain sudah pulang.
"Huft~ selesai juga..." gumamnya lirih saat menyelesaikan pekerjaannya.
Dia mulai membereskan mejanya dan membawa berkas-berkas itu ke ruang arsip.
"Waktunya pulang dan tidur... huft~ kenapa aku harus hidup seperti ini?" gumamnya sembari meletakkan berkas-berkas itu di lemari.
Setelah menyelesaikan semuanya, ia akhirnya bisa pulang. Dia berjalan menuju lahan parkir kantor dan masuk ke dalam mobilnya.
Wanita itu mulai menyetir mobilnya pulang ke rumah. Jalanan sudah sepi karena sekarang sudah lewat tengah malam. Dia membelokkan mobilnya menuju sebuah mini market untuk membeli beberapa makanan dan kopi.
Saat tiba di perempatan, karena sudah tengah malam, lampu lalu lintas hanya berkedip kuning berulang kali.
Wanita itu terus melaju lurus tanpa melihat ke kiri atau ke kanan, tiba-tiba sebuah kilatan cahaya membuat matanya silau. Itu adalah lampu dari sebuah truk yang melaju dengan cepat.
-Pom! Pom! Pom!
-Brak!!
Truk itu menabrak mobilnya dengan begitu kuat hingga mobil itu terpental cukup jauh dan hancur parah.
Wanita itu terperangkap di antara kemudi dan kursi, tak berdaya dengan tubuh penuh luka. Dia tidak bisa bergerak.
Namun, dia tidak merasa takut atau sedih. Justru, ia merasa tenang dan damai.
Apa yang terjadi...?
Ah, benar juga... aku mengalami kecelakaan...
Seluruh tubuhku mati rasa...
Haha... apa-apaan ini...?
Hidupku hanya untuk bekerja... aku bahkan tidak punya waktu luang untuk melakukan hal lain...
Liburan? Jangan bercanda, aku tak pernah mendapatkannya...
Pacar? Oi, oi, apa kau sedang menghina hidupku? Hidupku ini tidak ada dalam genre romance.
Tapi...
Mungkin ini yang terbaik...
Aku sudah tak punya hasrat untuk hidup...
Mungkin mati adalah hal yang paling kuinginkan saat ini...
Pandangannya mulai kabur, matanya perlahan menutup. Itu adalah napas terakhirnya.
.
.
.
Dunia sihir yang penuh monster dan kekuatan mistis, sebuah negeri fantasi yang tampak seperti cerita novel dan komik. Di kerajaan Fridania, tepatnya di kota perbatasan bernama Corte, waktu seakan kembali ke era abad pertengahan. Transportasi masih menggunakan kuda, sihir dan alkimia ada di mana-mana, begitu juga dengan roh dan makhluk magis.
Namun, kisah ini berfokus pada seorang gadis kecil yang tak mengingat masa lalunya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Di sebuah gang yang sepi, gelap, dan dingin, seorang gadis berusia sekitar sepuluh tahun terbaring di atas tumpukan sampah.
Gadis itu memiliki rambut perak panjang, dan matanya yang berwarna merah keemasan, seperti langit senja. Wajahnya mungil dan imut, seperti boneka.
Namun, pakaiannya compang-camping dan kotor, terbuat dari potongan kain bekas yang dijahit menjadi pakaian seadanya.
Gadis itu mulai bergerak.
Ugh...
Apa yang terjadi...?
Hidungnya kembang-kempis, mencium bau busuk dari sampah.
"Huee! Bau apa ini!?" matanya terbelalak, segera turun dari tumpukan sampah dengan jijik. Dia mengibaskan pakaiannya, berusaha membersihkan noda-noda kotoran yang menempel.
Dia terlihat kebingungan, menoleh ke kiri dan ke kanan seperti anak yang tersesat.
Di mana ini?
Tidak! Yang lebih penting, kenapa aku jadi kecil?
Ia menunduk melihat kedua tangannya yang kecil, lalu memeriksa tubuhnya.
-Zeeet!!
Sebuah kilatan rasa sakit menghantam kepalanya, seperti disambar petir. Gadis itu terjatuh. Ingatan selama empat tahun mulai mengalir deras ke dalam pikirannya.
Ugh! Apa ini? Apa ini ingatan tubuh ini? gumamnya dalam kebingungan.
"Tapi... hanya sampai usia empat tahun?" gadis itu bergumam setelah melihat ingatan yang masuk ke dalam kepalanya.
Meski orang-orang umumnya akan bersemangat menyadari diri mereka bereinkarnasi, gadis ini malah terduduk, bersandar pada dinding bata yang kasar dan dingin. Menghela napas panjang, ia menunduk.
"Apa-apaan ini!? Kenapa!? Padahal aku hanya ingin mati, kenapa aku harus bereinkarnasi!?"
"Dan kenapa, setelah bereinkarnasi, aku malah jadi anak yatim piatu dan terlantar begini!? Jangan bercanda!"
Dia menatap ke atas, dengan wajah putus asa. Gadis itu tidak lagi punya keinginan untuk hidup.
Tiba-tiba, terdengar suara teriakan seorang wanita.
"Kyaa!! Pencuri!"
Teriakan itu menarik perhatiannya. Ia menoleh ke arah ujung gang yang lebih terang, di mana orang-orang terlihat berjalan melewatinya.
Gadis itu berdiri perlahan, melangkah ke arah keramaian. Sesampainya di sana, ia terdiam.
"Di mana ini?" gumamnya, bingung.
Ada begitu banyak orang berpakaian seperti penjelajah, beberapa membawa pedang. Bangunan-bangunan di sekitarnya terlihat seperti perumahan abad pertengahan.
Dia melangkah perlahan ke jalanan.
Tiba-tiba!
"Minggir, bocah!" seorang pria berwajah menyeramkan berlari ke arahnya dengan tas di tangan kiri dan pisau di tangan kanan.
Gadis itu tidak sempat bergerak dan hanya berdiri diam.
"Sialan! Mati kau!" pria itu menusukkan pisau ke perut gadis itu lalu menendangnya ke samping dengan kuat, hingga tubuhnya menghantam sebuah kedai buah.
Ia terbaring lemah, darah mengalir dari perutnya. Rasanya mirip seperti saat dia mengalami kecelakaan—tenang dan damai.
Akhirnya... aku bisa tenang...
Dengan pandangan yang mulai kabur, ia melihat bayangan seseorang mendekat.
Perasaan yang tenang dan damai menyelimuti gadis yang tengah terbaring tak sadarkan diri. Dengan perut yang terluka oleh tusukkan pisau, darah keluar dengan derasnya dihari yang begitu terik.
Para kesatria yang mengejar pencuri tersebut terhenti saat melihat gadis yang malang tersebut.
"Kalian kejar saja pencuri itu, aku akan menyusul nanti!" ucap seorang kesatria wanita.
Ia mengangkat gadis itu dengan hati-hati dan membawanya masuk kedalam salah satu rumah warga. Pemilik rumah juga mempersilahkan kesatria itu masuk demi mengobati gadis kecil itu.
Di sebuah kamar, gadis itu dibaringkan di atas kasur. Kesatria itu meletakkan kedua tangannya di atas luka gadis itu. Mulutnya bergerak menggumamkan sesuatu, lalu tak lama kemudian kedua tangannya memancarkan cahaya hijau menyegarkan.
Partikel cahaya itu mulai bergerak dan memasuki tempat luka gadis itu. Itu adalah sihir penyembuhan, cure heal.
Luka itu secara perlahan mulai tertutup. Sebaliknya, mata gadis itu mulai terbuka secara perlahan.
Apa ini? Kenapa rasanya ada sesuatu yang hangat dari perutku? Sakitnya sudah hilang? Apa itu artinya aku sudah mati? batin gadis itu merasa heran.
Pandangan gadis itu masih buram, namun ia masih bisa melihat sosok yang ada di hadapannya dengan samar.
Sosok itu memiliki rambut emas yang terurai panjang dengan pakaian berwarna putih dengan corak biru.
"Bagaimana perasaanmu?" tanya sosok itu dengan lembut.
Gadis itu mengedipkan matanya berkali-kali hingga pandangannya kembali jelas. Ia menoleh ke segala arah dengan penuh kebingungan.
"Ini... dimana...?" ucapnya lirih.
Sosok itu tersenyum lega saat mendengar pertanyaan gadis itu.
"Ini dirumah salah satu warga kota, kau terluka akibat serangan pencuri. Tapi, aku sudah menyembuhkannya," jelas sosok itu dengan senyum hangat.
Mendengar hal itu, gadis itu tak merasa senang sama sekali melainkan kesal.
"Kenapa kau menolongku!" teriaknya ketus.
Sosok itu terperanjat karena teriakan gadis itu. Ia merasa kebingungan, kenapa gadis itu terlihat begitu kesal.
"Kenapa!? Kenapa!? Padahal aku hanya ingin mati, kenapa hal itu sangat sulit!?" kata gadis itu dengan air mata yang mengalir dengan deras.
Sosok itu diam sejenak dengan wajah yang tampak sedih. Ia mengangkat tangan kanannya dan meraih kepala gadis itu. Lalu ia mengelus lembut kepalanya dan mendekat secara perlahan, kemudian memeluknya dengan lembut.
"Aaaarrrhh!!" gadis itu terus menangis, ia meluapkan semua beban yang ada di dalam hati dan pikirannya.
Tak terasa sudah sepuluh menit berlalu....
"Hiks.. hiks... maaf..." ucap gadis itu terbata-bata.
Sosok itu mengelus rambut gadis itu dengan lembut dan tersenyum. "Tak apa, bagaimana perasaanmu sekarang? Apa sudah terasa lebih baik?" tanyanya.
Gadis itu mengangguk pelan, hati dan pikirannya terasa plong setelah meluapkannya keluar. Meskipun masih ada beberapa yang membekas di hatinya.
"Baguslah, oh iya dimana rumahmu?" tanya sosok itu sekali lagi.
Gadis itu menggelengkan kepalanya. "Aku tak punya... sesuatu yang disebut sebagai rumah..." jawabnya dengan wajah murung.
Sosok itu merasa iba terhadap kondisi gadis itu. "Hei... apa kau mau tinggal bersamaku?" tanyanya dengan senyuman.
Gadis itu terkejut mendengar ucapan sosok itu.
"Eh?"
Sosok itu kembali mengelus rambut gadis itu dengan lembut.
"Tenang saja, aku akan mengurusmu," ucapnya dengan senyum lebar. "Oh iya, aku lupa memperkenalkan diriku, namaku Viana Laurenfrost," lanjutnya memperkenalkan diri.
"Lalu, siapa namamu?" tanya Viana.
Gadis itu diam sejenak. Tubuh ini memiliki nama... Laylie? gumamnya dalam hati.
"La... Laylie..." jawab gadis itu lirih.
"Begitu yah, itu sama yang bagus. Salam kenal Laylie," ucap Viana dengan senyum hangat.
Setelah itu mereka berdua berterima kasih pada pemilik rumah karena telah meminjamkan kamar untuk penyembuhan Laylie.
Viana menggandeng tangan Laylie saat berjalan menuju ke pos para kesatria. Viana merupakan salah satu bangsawan dari kerajaan Fridania. Keluarganya memiliki lambang seekor Fenrir.
Laurenfrost juga terkenal sebagai keluarga penyihir es karena semua keturunannya memiliki atribut berelemen es.
Pada hari ini ada sebuah pertemuan para bangsawan di ibu kota kerajaan. Viana bertugas sebagai pengawal kakaknya yang merupakan penerus keluarga Laurenfrost.
Di pos kesatria....
"Tunggu sebentar, oke?" ucap Viana dengan lembut.
Laylie mengangguk pelan dan menunggu diluar pos kesatria.
"Kenapa aku mengikutinya?" gumam Laylie merasa heran.
Ia menatap ke atas, lalu menoleh kesamping, "apa itu...?" Merasa penasaran dengan apa yang ia lihat, Laylie berjalan menuju ke sebuah gang. Disana ia mengintip dari luar.
Terlihat seseorang yang mengenakan jubah hitam berjalan secara perlahan menuju ke dua orang lain yang berpakaian sama.
Siapa mereka?
Laylie terus berdiam disana melihat dari luar gang.
Tiba-tiba...!
Seseorang memegang bahunya dari belakang.
"Hei, apa yang sedang kau lakukan?"
Laylie terkejut dan menoleh secara perlahan. Sosok itu adalah Viana yang menunjukkan wajah yang cemberut. "Kenapa kau pergi? Aku sudah memintamu untuk menunggu, kan?" ucapnya dengan kecewa.
Laylie hanya tersenyum paksa, meskipun sesekali matanya tertuju ke arah gang.
"Apa yang kau lihat?" merasa ada yang aneh, Viana bertanya kepada Laylie.
"Eh?! Ah, disana ada beberapa orang yang terlihat mencurigakan," jawab Laylie sembari menunjuk ke arah gang.
Viana pun melihat ke dalam gang dan tak melihat siapapun disana.
"Dimana?"
Laylie pun menunjuk ke dalam gang. "Itu disana, apa kamu gak bisa lihat?" jawabnya dengan heran.
Viana menatap ke arah Laylie dan ke dalam gang secara bergantian dengan wajah yang tampak bingung.
Begitu pula dengan Laylie, ia merasa kebingungan kenapa Viana tak bisa melihat ke tiga orang yang sedang berkumpul di dalam gang.
Kenapa dia tak bisa melihatnya? Apa hanya aku saja yang bisa liat? batin Laylie bertanya-tanya.
Laylie menghirup nafas lalu membuangnya, ia memantapkan hatinya dan berjalan masuk kedalam gang menuju ke tempat ketiga orang itu.
Viana yang merasa heran dengan tingkah Laylie pun ikut berjalan di belakangnya. Saat sampai tepat di depan ketiga orang berjubah hitam itu, Laylie menarik salah satu baju mereka.
"Ini, mereka tepat di depanku, apa kau masih tak bisa lihat?" ujarnya.
Viana memiringkan kepalanya, menunjukkan ekspresi bingung, ia tak melihat ada orang lain selain mereka berdua di gang itu.
Orang berjubah yang bajunya di tarik melihat ke arah Laylie dengan heran. "Kamu... bisa melihatku?" ucapnya memastikan.
Laylie mengangguk pelan.
Orang itu lalu menoleh ke kedua rekannya. "Kita telah menemukannya!" ucapnya dengan perasaan senang.
"Akhirnya... kita berhasil..." saut kedua rekannya yang tampak begitu lega.
Laylie menunjukkan tampang kebingungan saat mendengar percakapan ketiga orang itu.
Ketiga sosok itu lalu berbaris dan berlutut tepat dihadapan Laylie. "Nona, izinkan kami untuk melayani Anda," kata mereka dengan wajah yang terlihat senang dan serius.
Laylie merasa bingung dengan situasinya. Ia sesekali melihat ke arah Viana.
Dia benar-benar tak melihat tiga orang ini? Apa mereka menggunakan sesuatu agar bisa menghilang dari pandangan orang lain?
"Ada apa Laylie?" tanya Viana heran.
"Ah, tidak... bukan apa-apa, mungkin aku salah liat tadi," jawab Laylie dengan senyum paksa.
Lalu mereka berdua berjalan keluar dari gang. Karena belum mendapat jawaban dari Laylie, ketiga sosok itu berjalan mengikuti gadis itu dari belakang.
Di gang yang sepi nan gelap, Laylie bertemu dengan tiga sosok berjubah yang tak bisa dilihat oleh orang lain. Tiga sosok itu berlutut dan ingin melayaninya. Namun, Laylie yang pernah mengalami penghianatan tak bisa menerima mereka begitu saja.
"Ayo, kita pergi ke rumah wali kota," ucap Viana.
Namun, sosok Viana berhasil membuat hati Laylie untuk mempercayainya. Kuat dan baik hati, itulah sosok Viana yang bisa dilihat oleh Laylie. Namun, tiga sosok berjubah itu belum bisa mendapat kepercayaan dari Laylie.
Laylie berjalan di samping Viana dengan tangan yang bergandengan. Ketiga sosok itu juga mengikuti mereka dari belakang.
Laylie sesekali menengok kebelakang. Wajah ketiga sosok itu tak terlihat karena tertutup oleh tudung, namun ia bisa melihat bibir mereka yang tampak tersenyum.
Kenapa mereka mau melayaniku? Dan kenapa tak ada satupun orang yang bisa melihat mereka, kecuali aku? batin Laylie kebingungan.
Saat memikirkan itu Laylie mulai merasa merinding. "Apa mungkin mereka itu hantu!?" gumamnya.
"Ada apa Laylie?" tanya Viana yang heran dengan tingkah Laylie yang selalu melihat kebelakang beberapa kali.
Laylie menggelengkan kepalanya dengan senyum simpul. "Bukan apa-apa," jawabnya.
Viana menatap mata Laylie dan menoleh kebelakang. Namun, ia tak melihat ada hal yang aneh.
"Yasudah, sebelum kita pergi ke rumah wali kota, kita harus singgah ke beberapa tempat dulu," ucap Viana dengan senyum penuh makna.
Laylie yang melihat senyum itu merasakan perasaannya yang tidak enak.
"Eh?!"
.
.
.
Lalu mereka sampai di depan sebuah toko dengan papan tanda kayu yang memiliki gambar pakaian.
"Kita akan membeli pakaian baru untukmu," ucap Viana dengan tersenyum lebar.
Seorang wanita datang menghampiri mereka, ia adalah pekerja di toko tersebut.
"Selamat datang, apakah ada yang bisa saya bantu?" ucapnya dengan sopan.
"Ya, tolong carikan baju yang cocok dengannya. Ah, kalau bisa apa kami boleh meminjam kamar mandi sebentar?" saut Viana.
Wanita itu melirik ke arah Laylie, ia nampak tak percaya dengan apa yang ia lihat. Seorang bangsawan yang cukup terkenal bersama dengan seorang anak gelandangan? Kapan lagi dia bisa melihat pemandangan yang langka seperti ini.
Kenapa dia melihatku seperti itu? batin Laylie yang merasakan tatapan dari pekerja toko itu.
"Iya, Nona bisa gunakan kamar mandi yang ada dibelakang, saya akan siapkan beberapa pakaian yang mungkin cocok untuk Nona kecil ini," ucap pekerja toko dengan sopan sembari menunjukkan arah kamar mandi.
"Terima kasih," ungkap Viana dengan senyum. "Ayo, kita bersihkan tubuhmu dulu, Laylie," sambungnya menatap ke arah Laylie.
Laylie mengangguk pelan dan mengikuti Viana menuju ke belakang toko. Disana mereka masuk kedalam sebuah ruangan yang memiliki bak kecil berisikan air.
Viana menunjukkan senyum yang cukup menyeramkan dengan kedua tangannya yang bergerak mendekati Laylie.
"Hehehe~"
Laylie yang melihat hal itu mundur satu langkah. "A... apa yang ingin kau lakukan!?" katanya dengan gemetaran.
"Tidaaaaakkkk!!!" teriak Laylie.
Beberapa menit kemudian mereka keluar dari kamar mandi dengan bau yang harum. Viana juga menunjukkan senyum yang terlihat puas. Sedangkan wajah Laylie tampak kusut.
Tak kusangka dia akan memaksa untuk memandikanku...
Namun, sabun di dunia ini tak terlalu memiliki aroma yang harum. Malahan tercium seperti aroma alam... meskipun ada sedikit aroma bunganya...
"Nona, kami sudah menyiapkan beberapa pakaian untuk Nona kecil disana," ucap pelayan toko.
"Baiklah waktunya untuk mencoba pakaian!" Viana tampak antusias saat mendengar itu dan menggeret Laylie menuju ke ruang ganti.
Viana terus membuat Laylie memakai begitu banyak pakaian. Laylie sudah seperti boneka yang tengah didandani oleh Viana.
"Wah kamu terlihat cantik sekali memakainya!" ungkap Viana dengan senyum terpukau.
...Ilustrasi karakter utama, Laylie...
"Etto... apa sudah selesai...?" saut Laylie yang merasa lelah gonta ganti pakaian.
"Yup! Kau sangat cocok dengan pakaian ini," ucap Viana yang merasa puas.
Mereka keluar dari ruang ganti dan menuju kasir untuk melakukan pembayaran.
"Tolong bungkus lima pakaian yang dicoba sebelumnya dan satu yang dia kenakan," ujar Viana.
"Baik! Akan segera kami urus!" saut kasir toko dengan senyuman.
Setelah selesai, ada sebuah kereta kuda yang telah menunggu di depan toko baju. Kereta kuda itu memiliki lambang kepala seekor serigala yang memiliki surai panjang.
"Serigala...? Ah, tidak apa itu Fenrir?" gumam Laylie saat melihat lambang yang ada di kereta kuda.
"Yup! Lambang keluarga Laurenfrost adalah seekor Fenrir," saut Viana yang mendengar gumaman Laylie.
Mereka berdua menaiki kereta kuda dan melaju menuju ke mansion milik Count—wali kota Corte.
Mansionnya cukup besar, dan memiliki sebuah taman bunga di halaman depan. Saat di depan gerbang mansion ada dua orang penjaga yang menghentikan kereta untuk memeriksa. Setelah itu mereka diperbolehkan untuk memasuki mansion.
Laylie melangkah keluar dari kereta kuda dan melihat sekitarnya. "Jadi ini mansion dari seorang bangsawan dengan gelar Count?" gumamnya.
"Yah, tapi istana lebih megah dari pada ini," ujar salah satu dari orang berjubah.
Laylie menoleh ke arah suara dan melihat ketiga orang itu dengan tatapan dingin. "Kenapa kalian masih mengikutiku?" tanya Laylie heran.
Mereka bertiga berlutut. "Tentu saja, karena kami ingin melayani Anda, Nona Laylie," jawab mereka bertiga dengan penuh rasa hormat terhadap Laylie.
Laylie makin bingung karena melihat ketiga orang itu sangat menghormati dirinya. Lagi pula, siapa mereka? Bagi Laylie mereka hanyalah orang asing yang tak dikenal.
"Kenapa kalian sangat ingin melayaniku?" tanya Laylie meminta penjelasan.
"Itu karena..." mereka bertiga tak bisa menjawab pertanyaan itu.
"Itu karena kami ingin melihatmu tumbuh menjadi kuat! Lagi pula hanya Nona Laylie saja yang bisa melihat kami," ujar salah satu dari mereka dengan antusias.
Lalu mereka bertiga membuka tudung yang menutup wajah mereka.
Pertama, seorang pria dengan wajah yang tampan. Ia memiliki rambut berwarna emas dengan mata biru permata. Namanya adalah Arthur Pendragon seorang master pedang dan bela diri. Ia juga memiliki sebuah pedang suci excalibur yang tersarung di pinggangnya.
Kedua, seorang wanita yang memiliki paras cantik dan warna rambut berwarna merah terurai panjang, matanya terlihat seperti predator yang siap memangsa targetnya, matanya berwarna merah menyala. Namanya adalah Mary Flanel seorang master sihir dan alkemis.
Ketiga, seorang pria yang memiliki wajah datar dengan tatapan dingin. Rambutnya berwarna kelabu, tidak lebih ke arah silver, dengan potongan rapi, dengan bola mata berwarna kelabu. Ia mengenakan setelan jaz seperti butler. Namanya adalah Sebastian seorang spesialis dalam mengumpulkan informasi dan membunuh, dengan kata lain assasin sekaligus mata-mata.
Mendengar perkenalan mereka, Laylie hanya bisa diam. Apa-apaan dengan tiga orang hebat ini!? Tapi, kenapa tak ada yang bisa melihat mereka? Dan yang lebih penting, kenapa mereka sangat bersikeras untuk melayaniku? batin Laylie bertanya-tanya.
"Ah... ya, baiklah terserah kalian..." ucap Laylie ragu.
Setelah itu mereka masuk ke dalam mansion.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!