NovelToon NovelToon

Married To A Student

Chapter

Masa depan, itulah kata-kata yang selalu semua orang bicarakan. Sebagai makhluk hidup kita tidak pernah tahu apa yang akan terjadi dari waktu ke waktu kita jalani.

Apalagi dengan kata takdir yang selalu semua makhluk hidup percayai, bahwa hidup setiap manusia yang bernyawa telah di gariskan. Mereka semua dengan terpaksa atau tidaknya harus mengikuti jalan tersebut.

Namun membahas kata takdir itu membuat suatu kisah seorang wanita bernama Anastasya berusia 27 tahun yang berprofesi sebagai guru di kampungnya saat ini. Ia sering disebut dengan panggilan Ana. Dirinya yang sering di jadikan bahan ghibah para tetangga maupun teman kerjanya saat ia sering sekali menolak para lelaki yang ingin mempersunting dirinya.

Penolakan yang ia lakukan diakibatkan Ana masih memiliki sebuah perasaan terhadap lelaki yang pernah mengajaknya ta'aruf. Namun lelaki tersebut pada akhirnya meninggalkannya untuk selama-lamanya di akibatkan calon suaminya mengalami kecelakaan.

Takdir yang terus saja membuat Ana bertanya-tanya, apakah ia akan hidup dengan kesendirian terus-menerus ataukah ada lelaki yang ingin mempersuntingnya tanpa memandang siapa dirinya itu, di tambah ia masih memiliki perasaan pada mantannya yang telah meninggal dunia.

Namun nasib lagi-lagi berkata lain, Ana yang hanya berpikir bahwa waktunya untuk menikah itu memang belum waktunya untuk dipersunting oleh para lelaki lain dengan lelaki tersebut hanya ingin mempersuntingnya diakibatkan mereka merasa kasihan terhadap Ana yang terus mengingat masa lalunya.

Hari yang tidak tahu akan datang itu pada akhirnya membuat wanita yang kini masih berstatus single merubah statusnya dalam sekejap saja berubah menjadi istri dari muridnya sendiri.

Di mana lelaki tampan itu yang tidak pernah ia sangka akan menjadi suaminya dalam sekejap, padahal lelaki tersebut sangat terkenal dalam kalangan remaja di desanya.

Angin yang berhembus sangat kencang malam ini dengan suara gemuruh terdengar di langit-langit malam membuat Ana ketakutan saat ia harus berjalan cepat menuju rumahnya yang terlihat sangat jauh, karena ia habis menghadiri acara yasinan di kampung tetangga.

Petir menyambar langit malam yang terlihat jalanan itu sudah sangat sepi, tidak satupun yang lewat di sana. Padahal jam masih menunjukkan pukul 9 malam. Biasanya penduduk kampung jam segini masih pada berkeliaran mencari makan atau jalan-jalan, mungkin itu semua di akibatkan cuaca yang tidak baik-baik saja malam ini.

Tibalah tas Ana di ambil seseorang dari arah belakang dan di bawa kabur oleh seseorang laki-laki yang menggunakan pakaian serba hitam.

“Tolong... Tolong...” terik Ana yang mengejar orang itu dari belakang.

Lelaki tampan dari belakang Ana langsung mengejar begitu cepat, tidak bisa mengejar karena pergerakan lelaki itu kian cepat, ia pun mengambil batu kerikil dan melemparkan pada seseorang di depannya itu.

Brukk!!

Lelaki itu sekita langsung terjatuh.

Lelaki bernama Edgar berusia 19 tahun dengan statusnya yang masih pelajar dan sebentar lagi akan tamat sekolah membuat ia harus berurusan dengan maling yang mengincar tas gurunya itu.

“Ampun Bang! Ampun!” ucap lelaki yang terlihat lebih tua darinya.

Lelaki itu memohon ampun saat Edgar ingin melayangkan sebuah bugeman mentah yang harus di terima lelaki yang kini sudah terlihat tidak ingin melawan, karena kepalanya masih sakit akibat batu yang di lemparkan ke arahnya.

“Anda harus di beri hukuman.” Edgar ingin melayangkan sebuah bugeman, akan tetapi tangannya di pegang Ana.

“Jangan Ed! Kasihan dia!” Ana masih membela pencuri itu yang terlihat telinganya sudah mengeluarkan sebuah cairan berwarna merah.

Pencuri itu langsung pergi meninggalkan mereka berdua.

“Ini bu tas anda.” Edgar memberikan tas berwarna putih ke gurunya.

“Terimakasih banyak Ed, beruntung ada kamu yang menolong. Kalau ini hilang, bisa-bisa uang yang saya bawa habis di curinya.” ucap Ana yang melihat dalam tasnya berisi sejumlah uang arisan yang akan di berikan pada tetangganya yang menitipkan uang tersebut, di karenakan tetangganya tidak bisa hadir dalam acara itu.

“Syukurlah bu kalau uangnya aman. Mari saya antar anda pulang kebetulan saya juga dari tempat teman habis mengerjakan tugas kelompok untuk besok.” tawar Edgar yang dirinya kebetulan ingin pulang.

Ana melihat suasana sekeliling terlihat memang sangat sepi dan menyeramkan. “Baiklah Ed, kalau begitu ayo cepat kita pulang sebentar lagi mau turun hujan.” Ana menyetujui ajakan salah satu muridnya untuk pulang bersama-sama walaupun ia takut di curigai saat berjalan berdua saja dengan muridnya yang mana sangat populer di kalangan anak muda.

Edgar yang juga sebagai ketua osis serta mencangkup atlet taekwondo itu terus saja membuat namanya kian melambung tinggi sampai-sampai ia di juluki lelaki luar biasa dalam berbagai bidang.

Hujan turun sangat deras membasahi Ana dan Edgar yang saat ini masih berjalan cepat, dengan Edgar melihat pondok kayu di dekat mereka. “Bu kita berteduh dulu di sana soalnya ini hujan deras banget, sakit pula nusuk kulit.” ajaknya yang menunjuk pondok kayu.

Ana melihat pondok kayu yang biasanya di gunakan para warga untuk meronda hanya bisa menyetujui lagian cuaca tidak mendukung untuk mereka melanjutkan perjalanan yang cukup jauh untuk berjalan kaki ke rumah masing-masing. “Iya sudah kita berteduh dulu di sana.” Ana langsung berjalan ke pondok kayu yang ikuti Edgar.

Chapter

Hujan semakin deras, udara semakin dingin, membuat Ana hanya mengelus kedua tangannya untuk menghangatkan tubuhnya yang saat ini pakaiannya juga basah akibat air hujan yang tadi menerpanya begitu saja.

Petir menyambar begitu kuat membuat kedua insan itu hanya bisa berdoa agar di berikan keselamatan. Ana merasa ada yang bergerak-gerak di bawah kakinya, dengan ketakutan yang menerpa, perlahan ia mengangkat sedikit dress-nya yang ternyata cacing menaiki kakinya. “Aaaa...” teriak Ana yang langsung memeluk Edgar sampai membuat mereka berdua terjatuh bersama kelantai. Ana semakin berteriak dengan memeluk Edgar begitu kuat.

“Ada apa bu?” tanya Edgar kebingungan.

“Cacing Ed di kaki saya. Tolong buang Ed. Saya sangat geli dengan binatang itu.” jawab Ana semakin mengeratkan pelukannya.

Edgar tertawa dalam batinnya melihat gurunya mati ketakutan. Pergerakan Ana semakin membuat Edgar tidak nyaman. Ia langsung mengusir hewan itu menggunakan tangannya, dan melempar cacing itu keluar pondok.

“Hei kalian sedang apa di sana?” suara terdengar jelas saat lima orang lelaki dewasa menghampiri pondok itu untuk berteduh. Alih-alih mereka ingin berteduh namun mereka mendapatkan Edgar dan Ana berpelukan di lantai.

Ana yang sadar akan tingkahnya langsung berdiri di ikuti Edgar.

“Kalian berdua berbuat mesum di sini ya? Ayo ikut kami ke tempat pak RT.” ucap salah satu lelaki itu menarik Edgar.

“Tapi ini semua bukan seperti yang kalian sangka, tadi ada—”

“Jangan banyak alasan bu Ana! Sebelum semua orang tau tentang perbuatan kalian berdua, lebih baik kalian ikut kami ke rumah pak RT.” ucap salah satu lelaki yang mengenal Ana karena anaknya adalah anak murid Ana.

“Tapi kami tidak melakukan hal lainnya. Sungguh ini bukanlah seperti yang kalian lihat.” Ana terus saja membela dirinya bahwa ia tidak melakukan hal yang membuat mereka berpikiran negatif.

Sedangkan Edgar hanya bisa diam dan kembali pasrah dengan apa yang telah terjadi.

“Sudahlah bu Ana, jangan banyak bicaranya. Lebih baik anda ikut kami sekarang juga sebelum masalah kalian ini tersebar ke seluruh kampung dan menjadi aib keluarga kalian.” ucap lelaki dewasa lainnya yang juga mengenal Ana serta keluarganya yang terkenal sangat terpandang.

Ana dan Edgar hanya bisa mengikuti apa yang semua orang inginkan sampai-sampai mereka di dudukkan di depan RT setempat. Pak Harto tidak bisa berbuat banyak untuk membantu kedua insan yang di tuduh melakukan perbuatan mesum di pondok kayu.

Kedua orang tua Edgar dan Ana juga sudah turut hadir di dalam ruangan itu. Mereka berempat hanya bisa terdiam saat melihat anak mereka telah di duga melakukan tindakan tidak baik di pondok kayu tempat parah warga sering berkumpul untuk meronda.

“Lebih baik kita nikahkan mereka berdua sebelum Ana hamil pak.” ucap salah satu dari mereka yang menginginkan Ana dan Edgar langsung di nikahkan.

“Betul pak! Lagian ya si Edgar juga sebentar lagi akan lulus sekolah dan mereka hanya menikah siri untuk sementara waktu sampai Edgar lulus dan meresmikan pernikahan mereka.” ucap lagi lelaki dewasa yang terus menginginkan Edgar dan Ana menikah.

“Tapi pak ini semua bukan yang kalian sangka. Buktinya saya masih berpakaian lengkap hanya basah saja akibat hujan tadi.” Ana terus membela dan menjelaskan kejadian yang menimpanya itu.

“Sudahlah Ana, kita ikuti saja apa kata pak Usman.” ucap pak Mawan ayah dari Ana.

“Tapi ini semua bukan seperti yang kalian sangka. Lagian usia aku dengan Edgar sangat jauh berbeda, di tambah masa depan Edgar masih panjang pa.” Ana masih membela dirinya dan memikirkan masa depan muridnya yang berprestasi itu. Apalagi Edgar akan mendapatkan beasiswa ke luar negeri, hal itu sangat menggangu pikiran Ana saat ini.

“Percuma masa depan kalau kamu nanti juga hamil anak Edgar, dan itu menjadi penghalang juga nantinya. Lebih baik kalian menikah sekarang juga sebelum para warga berdatangan dan mengetahui aib kalian. Itu bisa menambah kesulitan masa depan kalian.” ucap Usman yang tidak mau dua insan itu menjadi aib bagi kampung mereka.

“Sudahlah nak Ana jangan di pikirkan hal itu, lebih baik Edgar mempertanggung jawabkan perbuatannya sama kamu dari pada nanti kalian menjadi aib bagi keluarga besar kita.” ucap ibu dari Edgar bernama Ita.

Ana hanya bisa pasrah dan diam, ia tidak tahu lagi harus melakukan apa untuk meloloskan mereka dari pernikahan ini, sedangkan anak muridnya itu hanya diam saja tanpa perlawanan.

Edgar akhirnya bersalaman dengan Mawan untuk mengucapkan ijab kabul dengan uang senilai sepuluh ribu rupiah, karena lelaki itu hanya mengantongi sisa uang jajannya. Sedangkan kedua orangtuanya yang terburu-buru ke tempat itu tidak membawa uang sepeser pun.

“Bismillahirrahmanirrahim. Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau Edgar prawijaya bin Syaman dengan anak saya yang bernama Anatasya dengan maskawin-nya berupa uang sepuluh ribu rupiah, tunai.”

“Saya terima nikahnya dan kawinnya Anatasya binti Mawan Sudirman dengan mas kawin uang sepuluh ribu, tunai.” jawab Edgar dengan lancar sambil membaca sebuah kertas di hadapannya.

“Bagaimana para saksi?” tanya seorang penghulu yang langsung di panggil malam itu juga.

“Sah.” ucap mereka serentak.

Ana hanya bisa meneteskan air matanya, ia pada akhirnya menikah dengan seorang yang tidak seharusnya ia nikahi, dimana anak muridnya masih berstatus pelajar. Ana merasa bersalah sudah menghancurkan masa depan muridnya itu.

Chapter

Kata sebuah pernikahan pasti memiliki setiap unsur-unsur cerita di dalamnya. Dimana setiap insan manusia ingin memiliki sebuah impian pernikahan menurut kehendak masing-masing, agar pernikahan bisa di jalankan satu kali dalam seumur hidup.

Akan tetapi keinginan tersebut hanyalah sebuah misi dan motivasi kita bagaimana kita menjalankannya itu semua dengan secara ikhlas. Lagi-lagi kata takdir masuk dalam kehidupan manusia, sebuah pernikahan tidak bisa menjanjikan akan berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan kecuali takdir itu bisa berubah atas keyakinan bahwa kita bisa menuntun hidup ini sesuai dengan apa yang kita kehendaki.

Semua tergantung dengan apa yang kita inginkan mau di rubah atau tidaknya.

Pasrah, itulah yang di lakukan Ana saat ini. Pernikahan yang ia inginkan selalu membuatnya dilema, sampai-sampai wanita cantik ini tidak tahu harus menggunakan cara apalagi untuk berubah takdirnya sesuai dengan apa yang ia inginkan.

Tuhan yang selalu memberikan cobaan di setiap jalan kehidupan manusia, dengan catatan, ia akan memberikan cobaan itu sesuai dengan kemampuan setiap umat manusia.

Kata itulah yang membuat Ana yakin, ia bisa menjalankan rumah tangganya untuk sementara ini. Kakinya sangat berat untuk melangkah masuk kedalam kamarnya, air matanya juga telah habis terguyur bersama hujan yang masih deras di luar sana.

Malam ini anak muridnya yang sudah sah menjadi suaminya itu, telah membawa barangnya kerumah Ana atas permintaannya. Ia belum siap jika harus tidur di tempat mertuanya saat ini. Ia hanya bisa meminta Edgar yang tidur di rumah orangtuanya sebelum mereka nantinya memiliki rumah sendiri.

“Lebih baik kamu mandi, nanti baju kamu biar ibu yang bereskan di lemari.” perintah Ana yang langsung membuka lemari.

“Lebih baik ibu mandi duluan, baju anda sudah basah. Kalau saya sudah biasa basah-basahan.” jawab Edgar yang kembali memerintahkan Ana untuk segera mandi dan menggantikan pakaian yang basah, walau tidak semuanya basah seperti dirinya.

“Nanti kamu sakit Ed! Lebih baik kamu duluan aja yang mandi. Besok kamu harus sekolah, mana sebentar lagi kamu akan ujian. Kalau kamu sakit semuanya akan mempengaruhi sekolah kamu.” ucap Ana yang langsung membuka tas Edgar.

“Bagaimana kita mandi bersama bu biar adil.” tawar Edgar untuk mandi bersama.

Ana mendengar perkataan anak muridnya itu langsung merasakan luapan emosi yang mempengaruhi jiwa dan raganya kembali, walau tadinya ia berusaha untuk menstabilkan emosinya itu. “Dengar ya Edgar! Walau sekarang kamu itu sudah menjadi suami saya, bukan berarti kita bisa bersama. Seharusnya kamu tadi itu ikut membela diri, agar apa yang terjadi sekarang ini enggak terjadi.” ucap ketus Ana yang masih dongkol dengan anak muridnya itu.

“Saya harus melakukan apa bu, sedangkan apa yang mereka lihat memang penampilannya kayak begitu? Lagian juga ibu sudah membela diri dan mereka juga enggak mempercayainya. Bagaimana dengan saya yang dalam penilaian mereka masih anak kecil?” Edgar menjelaskan apa yang sedari tadi ia tahan untuk membela diri. “Lagian ya bu kalau anda enggak memeluk saya, kita enggak akan kayak begini.” Edgar semakin memojokkan Ana yang Ana sendiri tidak bisa menjawab ucapan anak muridnya itu.

Ana terdiam sebentar mencari sebuah ide dalam masalahnya saat ini, dengan secepat kilat ia tibanya mendapatkan sebuah solusi. “Lebih baik besok kita temui kedua orang tua kita, dan bercerai secepatnya sebelum semua orang tau dan merusak masa depan kamu Ed.” Ana tidak mau merusak masa depan lelaki tampan di hadapannya itu walaupun ia sendiri sangat berat mengatakan kata cerai.

“Apa ibu enggak menginginkan saya?” tanya Edgar mendekati Ana.

Ana langsung berjalan mundur saat memperhatikan anak muridnya mendekatinya secara perlahan. “Saya memang enggak menginginkan kamu Edgar.” jawab Ana yang memang tidak menginginkan anak muridnya menjadi suaminya.

“Kenapa bu? Apa saya masih kecil di mata anda?” Edgar semakin berjalan mendekat.

“Iya itu juga termasuk salah satunya.” jawab Ana masih berjalan mundur.

“Saya bisa memperlihatkan pada anda bahwa saya tidak kecil lagi bu.” Edgar semakin mendekati Ana.

“Apa maksud kamu Ed?” Ana mulai ketakutan melihat wajah Edgar yang terlihat marah padanya.

“Apa anda lupa ingatan bahwa saya ini suami anda? Ini juga adalah malam pertama kita.” Edgar kembali mengingatkan status mereka.

Ana melebarkan bola matanya, dari mana muridnya itu belajar akan hal itu. “Jangan lakukan Edgar!” teriak Ana berjalan mundur.

“Saya ini suami anda! Bukan anak murid saja!” Edgar terus mendekati Ana yang terlihat istrinya itu mati ketakutan.

“Kamu belum lulus sekolah Edgar!” teriak Ana yang terus di kunci pergerakan oleh suami mungilnya itu.

Edgar meraup wajah Ana dengan tangannya. Saat ini ia sangat marah dengan ucapan Ana.

“Jangan lakukan itu Ed!” lirih Ana yang berusaha meloloskan dirinya, dimana posisi tubuh Ana sudah menyentuh dinding dan tidak bisa mundur lagi.

“Mulai sekarang kita jalani bu. Saya mohon jangan ucapkan kata cerai. Saya usahakan bisa menafkahi keluarga kita walau belum sepenuhnya.” ucap Edgar yang mulai berbicara lembut.

“Tapi bagaimana dengan masa depan kamu Ed? Kamu juga masih bisa memilih wanita yang lebih cantik dan mempesona di luar sana. Saya ini sudah tua Ed, di tambah usia kita ini sangat jauh.” jelas Ana pada situasi mereka. Ia tidak mau merusak masa depan anak muridnya itu.

Usia Edgar saat ini adalah usia dimana ia harus terbang bebas kemana yang ia pilih untuk masa depannya, bukan merusak dirinya untuk menikahi wanita yang sudah tua seperti dirinya.

“Ibu harus ingat! Usia bukanlah sebuah prioritas bagi saya. Tapi tanggung jawab saya sebagai suami anda saat ini. Masa depan saya berarti sudah menjadi masa depan anda. Mari kita bersama-sama memulai semuanya dari sekarang.” ucap Edgar yang berupaya mendinginkan hati istrinya itu.

“Tapi Ed—”

“Saya mohon bu! Jangan pikirkan hal lainnya! Ibu pasti tau 'kan kalau di dalam agama kita hal itu sangat bertentangan. Maka saya mohon jangan katakan hal itu lagi.” pinta Edgar yang berusaha meyakinkan istrinya itu.

Ana hanya bisa mengangguk walau ia masih belum bisa menerima ini semua. Dimana usia Edgar masih bermain-main, mungkin ucapnya saat ini tidak serius dengan kenyataannya nanti. “Baiklah kalau begitu, sekarang lepaskan saya, dan segeralah mandi. Kalau kamu mau melanjutkan pernikahan ini, maka ikuti aturan saya sampai kamu bisa memimpin rumah tangga kita.” jelas Ana yang ingin mendidik Edgar terlebih dahulu.

Edgar melepaskan pegangannya. “Tapi tidak semuanya bisa di atur oleh anda bu, ingat! Saya ini suami anda dan pemimpin kepala keluarga seutuhnya.” ucapnya yang langsung masuk kedalam kamar mandi.

Ana mengatur nafasnya, ia baru pertama kali di pegang lelaki, di tambah mereka sangat dekat satu sama lain. Jantungnya hampir saja lepas saat melihat wajah Edgar dari jarak dekat. Ternyata apa yang di bicarakan setiap murid serta guru di tempatnya mengajar benar adanya. Edgar lelaki yang sempurna dari segi manapun. Walau begitu Ana masih tidak menginginkan anak muridnya itu untuk menjadi suaminya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!