Bel tanda masuk sudah berbunyi, tidak biasanya Rin masih ada di luar kelas di jam segini. Ini semua karena Rin harus mencari sumber untuk konten Mading besok. Arini Kalista atau yang akrab dipanggil Rin masuk dalam tim konten untuk Mading. Di sekolah swasta yang sangat mewah dan besar ini, terdapat organisasi sendiri yang bertugas mengisi berita dan konten penting di 5 Mading yang tersebar di beberapa gedung.
Rin berlari tunggang langgang menuju kelasnya.
"Kenapa perpustakaan harus ada di gedung utama???" keluhnya yang masih terus berlari. Sebagai anak kelas sebelas, memang agak sengsara karena kelas mereka berada jauh dari segala fasilitas sekolah seperti perpustakaan, kantin dan gedung serbaguna. Ya, meski tidak sejauh saat masih kelas sepuluh.
Rin membenarkan kacamatanya yang miring lalu melihat jam tangannya, Ia ingat sangat jelas bahwa toleransi di luar kelas setelah bel masuk berbunyi adalah lima belas menit,
"Ugh, sepuluh menit la—"
Gedubrak!
"Ah sial! Gue jatuh??" umpatnya refleks.
"eh, kacamata gue??" Ia berusaha mencari kacamatanya. Pasti terlepas saat aku jatuh tadi.
"Ini ...." Tiba-tiba ada yang menyodorkan kacamata padanya, Rin buru-buru mengambilnya.
"Thanks," ucapnya lalu langsung memakai kacamata itu dan berusaha melihat siapa orang yang dengan baik hati menolong dirinya.
"Habislah gue," umpatnya sekali lagi saat melihat sosok di hadapannya.
Bukan seorang pahlawan yang barusan menolong, melainkan ketua komisi kedisiplinan sekolah ini, Iskandar Radjamuda Utama.
Rin berusaha berdiri.
"Aaw ...." rintihnya, sepertinya lututnya terasa agak nyeri.
Orang itu denagn sigap mengulurkan tangannya, sayangnya Rin ragu menerimanya.
"Jangan buang-buang waktu!" bentaknya langsung menarik tangan Rin dan membantunya berdiri.
"Lu bisa jalan?" tanyanya lagi agak ketus.
Rin mengangguk pelan sambil membuang muka, lebih tepatnya tidak berani menatap wajahnya.
"Kalau gitu segera kembali ke kelas, sebelum gue kasih lu poin!" ancamnya lalu pergi begitu saja.
Sepeninggalannya, Rin langsung mengipas-ngipasi diri dengan tangannya.
"Ya ampun, sesaat gue berhenti bernafas. Auranya mengerikan." Ia berbicara sendiri,
"Oh,iya, balik ke kelas!" serunya baru ingat lalu segera berlari sambil menahan sakit.
***
Arini Kalista atau Rin, seorang gadis berponi, berkacamata dengan setelan yang selalu rapih yang sangat tidak suka jika harus berurusan dengan yang namanya Komisi Kedisiplinan. Bahkan tidak menggunakan dasi atau menggulung lengan kemeja atau bahkan memendekkan rok akan langsung dapat hukuman di sini.
Tapi tidak hanya itu, ia memiliki identitas yang lain di sini. Bukan hanya seorang gadis biasa yang terlihat cupu atau seorang pengisi konten mading. Ia adalah si Pencuri Informasi, atau bahasa kerennya adalah stalker. Menelusuri informasi semua warga sekolah tanpa diketahui adalah keahliannya, entah kenapa sejak Mao Riyandi Rahyudi alias Ori—pertnernya mengajak stalking, ia malah ketagihan.
Ya, Ori adalah rekannya dalam ketua tim konten Mading sekaligus satu-satunya anak laki-laki yang bisa ia ajak berbicara santai. Mereka memiliki sifat dan pandangan yang sama.
Sedangkan Iskandar Radjamuda Utama adalah salah satu penghuni Kelas XI-MIA-A yang disebut sebagai kelas dewa. Itu karena semua siswa di situ sangat sempurna seperti para dewa. Dia super duper disiplin, itu kenapa dia dipilih sebagai ketua komdis.
Tidak hanya itu, dia dikenal dekat dengan semua siswi cantik di sekolah ini. Itu yang membuat para siswa iri padanya. Namun Di kepala Rin dia seperti seorang raja kejam yang memiliki banyak selir.
"cukup Rin, kamu kebanyakan nonton drama saeguk!"
Tapi satu hal yang tidak Rin tahu tentang dia. Kenapa dia selalu memandangnya akhir-akhir ini?? haruskah Rin cari tahu tentang ini? Khusunya sejak insiden kacamata itu.
***
Rin berlari menuju lapangan setelah selesai rapat organisasi. Akhirnya setelah bertahun-tahun menjadi obat nyamuk Liska—sahabatnya mengajak pulang bareng. Ya, setelah ia jadian dengan si jambul cetar membahana alias Roger, mereka jadi jarang menghabiskan waktu bersama, meskipun sebenarnya si Roger itu agak dekat juga dengan Rin karena mereka berasal dari SMP yang sama.
Akhirnya sampai di pinggir lapangan, Rin membenarkan kacamataknya yang miring, matanya langsung mencari sosok Liska yang sedang berlatih paskibra untuk upacara pembukaan class meeting nanti.
Namun tiba-tiba aku merasa ada seseorang yang sedang mengawasimya dengan tatapan yang tajam. Rin tidak butuh waktu lama untuk bisa menemukannya. Seorang laki-laki tinggi, bertubuh tegap, berambut agak ikal, dengan alis tebal dan rahangnya yang tegas sedang menatap dirinya.
Kaki Rin langsung lemas.
"Ya ampun..., Gue salah apa, sih sebenarnya?" ucapnya reflek. Pasti orang itu yang menatapnya. Jika memang orang itu yang menatapnya, pasti ia sudah melakukan kesalahan. Ya, siapa lagi kalau bukan si ketua komdis, Iskandar Radjamuda Utama. Anehnya, laki-laki itu hanya menatap Rin saja tanpa melakukan apapun.
"Woy..!" Tiba-tiba ada yang menyenggol siku Rin.
"Liska!" serunya lega.
"Ngapain bengong? Liatin siapa? Liatin Iskandar, ya??" ledek Liska sambil menaikturunkan alisnya.
"Bukan!!" seru Rin ketakutan.
"Ooh..., Dikira. Soalnya dari tadi dia ngeliatin elu mulu," kata Liska.
"Hah? I-iya ... makanya, kenapa dia ngeliatin gue?" Ternyata insting Rin tidak salah.
"Uhmm..., Entahlah. Suka kali," jawab Liska asal.
"Ih, jangan ngaco! Pasti gue udah melakukan kesalahan ..." Rin malah membuat asumsi.
"Kesalahan? Negatif thinking banget. Udah, ah ayok pulang," katanya sambil memeluk lenganku.
Sayangnya rasa khawatir itu tak sirna begitu saja. Rin selama hampir dua tahun menjadi murid SMA Gandaria, tidak pernah sekalipun melakukan kesalahan. Ia bahkan sangat menjamin itu. Ia sangat hafal peraturan-peraturan yang tidak boleh dilanggar. Sebagai sekolah swasta, sekolah ini memang agak ketat. Namun jika sudah berurusan dengan yang namanya Iskandar Radjamuda Utama, itu berarti adalah kesialan. Pasti orang-orang akan langsung menyadari keberadaan dirinya, pasti orang-orang akan langsung membicarakannyA dan pasti orang-orang akan langsung mencap dirinya sebagai murid yang buruk.
"Emangnya elu ngelakuin kesalahan apa, sih Rin?" tanya Liska setelah mendengar semua kekhawatiran gadis mungil ini jika berurusan dengan si ketua komdis itu.
"Makanya.., mungkin aja gue melakukan kesalahan tanpa gue sadari ... " imbuh Rin yang masih saja khawatir.
"Eh, Rin, kalau emang elu melanggar aturan-aturan sekolah, dia pasti langsung datengin elu dan negur elu plus ngasih hukumannya di saat itu juga," ujar Liska.
"Begitu?"
"Iya, mungkin aja bukan elu kali yang diliatin, tapi orang di belakang elu." Lagi-lagi Liska asal berucap.
"Gak ada siapa-siapa di belakang gue!"
"Yah, yaudah, positif thinking aja," hibur Liska.
Rin berharap apa yang Liska bilang adalah benar. Jika sampai orang-orang mengenalnya, maka ia tidak bisa lagi sebebas dulu "berkarya".
***
Keesokan harinya.
Meskipun Liska sudah berusaha menghibur Rin, tetap saja ia tidak bisa tenang, tatapan Iskandar yang tajam itu yang bahkan masih ia rasakan terus mengusik hidupnya.
Kini Rin menunggu seseorang di depan pintu kelas. Orang itu adalah sumber terpercaya yang bisa memberikannya informasi tentang Iskandar.
Seorang anak laki-laki dengan rambut belah tengah, berkacamata bulat dan pakaian yang sangat rapih berjalan menuju pintu kelas.
"Hai, Rin, lu ngapain di depan kelas?" tanyanya. Narasumber Rin adalah Ori. Tanpa basa-basi Rin langsung menariknya ke dalam kelas.
"Woy, lu ngapain dah narik-narik gue?" paniknya.
"Diem, culun!" gertak Rin menyebut julukannya.
"Duduk di sini!" perintahnya sambil menunjuk bangku di belakang.
"Itu, kan emang bangku gue!" protes Ori agak kesal lalu meletakkan tas di atas mejanya dan duduk.
"Kenapa? Cepet cerita! Lu mau komplain sama hasil rapat kemarin?"
"Enggak. Gue, kan udah bilang kalo gue setuju."
"Terus?"
"Uhmm ..." Rin duduk di bangkunya sambil menghadap Ori.
"Lu sama Iskandar temen deket,kan?" Rin memulai pembukaan.
"Iya. Terus?"
"Uhmm..., Apa dia pernah cerita tentang gue? Misal, gue bermasalah apa gitu?"
Ori alias si culun itu memandang Rin dengan tatapan serius.
"Pernah, gak?" tanya Rin penasaran.
"Pft...," Tiba-tiba Ori malah tertawa.
"Kok ketawa?" bingung Rin.
"Sumpah, lu Ge-er banget. Dia itu cuman cerita tentang anak-anak yang benar-benar bermasalah. Kalau orang kayak lu, paling kesalahannya lupa pake dasi, atau telat masuk kelas. Hahaha ...."
"Beneran? Berarti gue emang gak ada masalah,kan?"
"Tapi ..." Kata Ori tiba-tiba.
"Tapi apa?"
"Dia pernah ngomongin sesuatu tentang elu, tapi emang bukan tentang elu yang bermasalah, tapi dia punya masalah sama elu,"
"Apa? Masalah sama gue?"
"Iya, masalah pribadi," Kata Ori sambil tersenyum.
"Ma, masalah pribadi? Masalah pribadi gimana?"
"Ya, tanya aja langsung sama dia. Itu udah bukan wewenang gue, sayangnya," ujar Ori dengan senyum licik khasnya.
"Ck, oke. Liat aja, nanti akan gue introgasi dia!!" tekad Rin, meskipun sebenarnya sok-sokan doang, padahal kakinya ini gemetaran. Ia benar-benar khawatir, jika itu masalah pribadi, maka itu masalah yang lebih besar dari sekedar melanggar aturan sekolah.
***
Hayoo, Apakah tujuan sebenarnya Iskandar menatap Rin?
Langsung next bab aja yuk
Jangan lupa, Favorit, like, komen, vote dan kasih hadiah. Happy reading guys
Rin berlari ke atap sekolah di gedung Timur. Ya, tempat ini sering sekali jadi pelampiasan dan tempat persembunyian anak-anak yang ingin merokok. Entah apa yang membuatnya datang ke sini. Nyalinya sungguh besar karena sudah mulai gerah. Ia benar-benar membenci tatapan orang itu.
"Iskandar payah !!!!!" teriak Rin Untungnya di sana sepi, mengetahui itu ia langsung meluapkan semua emosinya.
"Siapa yang payah?" Tiba-tiba terdengar suara berat seorang lelaki. Mendengar itu kakinya langsung lemas.
Tap
Tap
Tap
Suara sepatu berhak yang khusus dimiliki anak komdis untuk memperingatkan kehadirannya, perlahan-lahan mulai mendekatinya.
"Bisa ulangi lagi?" Katanya yang kini berdiri tepat di belakang Rin.
"Uhm.., emm ..." Rin malah gagu, tidak bisa berbicara, orang itu yang ternyata adalah Iskandar berpindah dan kini berdiri di hadapannya. Rin menunduk, tidak berani menatapnya,
"Hey ..." Suara beratnya membuat Rin bergidik ngeri.
"Kenapa juga dia ada di sini, apa dia habis melakukan razia?" gumam Rin dalam hati.
"Hey ..." Iskandar memanggil Rin lagi lalu tangannya itu menyentuh pipi gadis mungil itu dan mengangkat kepalanya lalu mencubitnya.
"ugh, cubitannya sakit sekali," Batin Rin.
"Sadarlah!" bentaknya. Rin hanya memejamkan mata ketakutan.
"Sadarlah!! Buka matamu !!!" bentaknya lagi yang seolah menusuk jiwa.
"Bangun sayang....,"
"Eh? Sejak kapan dia memanggilku sayang??"
"Sayang, bangun, buka mata kamu....," Tiba-tiba Rin mendengar suara Bundanya.
Ia lalu membuka mata dan melihat ke sekeliling. Ternyata ia ada di kamarnya, tidak! lebih tepatnya di atas tempat tidur.
"Bunda?" lirih Rin.
"Kamu kenapa dibangunin susah? Biasanya udah siap jam segini." Kata Bunda.
Rin yang masih bingung lalu bangun dan duduk.
"Emangnya sekarang udah jam berapa, Bunda?"
"Setengah tujuh," jawab Bunda.
"Setengah tujuh. Oh.., eeh??? Kenapa bunda baru bangunin Rin?" Rin langsung loncat.
"Kamunya yang susah dibangunin, ya udah Bunda siapin sarapan kamu di bawah, cepetan ya," Kata Bunda lalu turun ke bawah.
***
Rin berlari ke gerbang sekolah, ya sekarang masih jam setengah delapan gerbang sekolah masih dibuka, tapi pasti tidak akan lolos oleh anak komdis. Biarlah, hari ini ia ada ulangan Kimia.
Benar saja, saat masuk ke lobby, ia sudah disambut Zaskia, wakil ketua Komdis.
"Sebutkan nama lengkap dan kelas" katanya pada Rin.
"Arini Kalista, kelas XI MIA C," jawab Rin.
"Oke, silahkan bergabung dengan yang lain,ya." ucapnya dingin.
Rin meletakkan tas ranselnya di tempat orang-orang meletakkannya lalu bergabung dengan anak-anak lain yang berjalan jongkok keliling lapangan.
"Tangannya letakkan di belakang kepala!!!" pekik Iskandar yang suaranya begitu lantang. Anak-anak langsung meletakkan tangan mereka ke belakang kepala.
"Ugh, ngeselin banget, sih jadi orang." gumam Rin.
"Arini Kalista kelas XI MIA C, lebih baik menyelesaikan hukuman daripada ngedumel," sindir Iskandar sambil menatapnya tajam.
"Ya ampun, dia sadar???" batin Rin.
"Iya ...." Sampai akhirnya ia mengiyakannya saja sambil memasang senyum paksa.
***
Rin memasuki kelas, untungnya guru belum datang. Ia segera duduk di bangku.
"Rin??" sapa Yura, teman sebangkunya yang langsung menyambut.
"Hah..., Kakiku pegel!!" keluh Rin sambil memijat-mijat kakinya.
"Uugh.., kukira kamu gak masuk hari ini." khawatir Yura, meskipun dia masih dua bulan jadi murid di sini, tetapi dia cukup dekat dengan Rin.
"Salah sendiri telat," komentar Ori yang duduk di belakangku.
"Iih.., berisik lu! Ini semua gara-gara temen lu tau,gak??" tuding Rin dendam kesumat.
"Temen Ori?" Yura bingung.
"Brak!"
Sayangnya obrolan mereka terputus karena Teguh—ketua kelas XI MIA C menggebrak meja guru untuk mendapat perhatian.
"Perhatian semuanya...," Katanya.
"Hari ini Mister Galih gak masuk kelas, soalnya lagi survei tempat camping anak kelas sepuluh, jadi kita dikasih tugas," kata Teguh lalu membuka secarik kertas yang dari tadi ia pegang.
"Buat procedure text berkelompok tiga sampe empat orang Minggu depan dipraktekkan." ucap Teguh.
"Mau kocok atau sendiri-sendiri?" tanyanya.
"Pilih Sendiri!!" kata seisi kelas serentak.
"Oke. Gue udah ngasih tau tugasnya,ya. Awas lu pada gak ngerjain!" ujar Teguh memperingatkan lalu kembali ke tempat duduknya.
"Ugh.., tugas nambah, bikin mood berkurang!" gerutu Rin.
"Kita sekelompok, ya Rin, aku gak kenal kalo sama yang lain," pinta Yura buru-buru.
"Ya,ya..," sahut Rin biar gampang.
"Ori, kamu juga harus sekelompok sama kita!" paksa Yura.
"Hah?" Ori agak tak terima.
"Iya udah biar bertiga." Rin menmbenarkan supaya tidak pusing cari kelompok.
"Lah, Rin? Terus gue?" Tiba-tiba Roger yang duduk sebangku dengan Ori berceletuk.
"Lu sama yang lain aja," tukas Rin cuek.
"Tega sekali dirimu, Rin. Lebih baik aku sama Loli dan pak ketua kelas!" ujar Roger.
Rin hanya memutar bola matanya melihat tingkah Si Jambul Cetar Membahana itu.
***
Kini mereka duduk bertiga di kantin. Ori dari tadi menonton video-video memasak di Utube.
Tap
Tap
Tap
Suara yang tidak asing bagi Rin, ia segera menemukan si pemilik sepatu berisik itu, tidak lain dan tidak bukan, dia adalah si ketua komdis. Tunggu, masa iya dia mau ke sini??
"Gue gabung,ya," Suara beratnya itu sangat familiar di telinganya apalagi tadi pagi baru memimpikannya. Eh, ralat, dihukum olehnya.
"Ngapa lu gabung ke sini?" Tanya Ori. Refleks, Rin langsung tersenyum kecil. Ori benar-benar penyelamat dirinya.
"Sebentar doang, gue mau isi tenaga dulu, abis ini mau main basket," ucapnya lalu memakan makanan yang ia beli.
"Hai, Iskandar," sapa Yura.
"Hai, Yura. Bagaimana sekolah di sini? Apa lu nyaman?" tanya Iskandar ramah.
"Iya. Semua anak-anaknya baik. Ya, meskipun aku belum bisa akrab sama semuanya," tukas Yura.
"Baguslah. Setidaknya sampai sekarang elu masih belum melanggar peraturan. Pertahankan itu. Jika ada orang yang ngebully elu, jangan sungkan kasih tau gue, atau teman-teman komdis atau Ori."
"Kok gue??" Lagi-lagi ia tak terima.
"Kalian Deket,kan?" ucap Iskandar asal menduga.
"Iya, aku akan mendengarkan saran kamu. Terimakasih Iskandar," ucap Yura buru-buru.
"Iska aja," ralat Iskandar dengan senyum ramahnya.
"Ya ampun, gue jadi nyamuk lagi kah? Kayaknya dugaan gue selama ini gak bener tentang Iskandar," batin Rin
"Rin." Tiba-tiba si pemilik suara berat itu memanggil Rin.
"Ah.., i,iya?" ucap Rin reflek.
"Usahakan jangan telat lagi, padahal tahun ini lu hampir jadi siswa teladan lagi," Kata Iska sambil menatap wajah Rin. Kali ini lelaki itu benar-benar menatap wajah Rin.
"I-iya," sahut Rin lalu menunduk.
"Satu lagi, jangan sering-sering menunduk, apalagi kalo ketemu gue!" tekannya lagi lalu beranjak.
"Lah? Lu udah selesai?" tanya Ori.
"Udah. Nanti Idho bakalan ngejek gue kalo lama-lama," katanya lagi. Ori hanya mengangguk-angguk.
"Kapan-kapan lu juga harus ikut," ujarnya lagi lalu pergi.
Rin sungguh tidak menyangka, tadi barusan dia memanggil dengan nama panggilannya.
"Ori," panggil Rin.
"Apa?" tanggal Ori.
"Kok Iskandar tau gue?" tanya Rin.
"Ya tau,lah. Dia 'kan harus kenal sama semua anak di sini."
"Iya, dia baik banget, perhatian lagi," tambah Yura.
"Ewh..., Itu mah sok perhatian!" timpal Rin menyangkal pendapat Yura.
"Dia harus begitu. Untuk meringankan tugasnya. Semua anak bermasalah dideketin dan dikasih nasihat. Syukur-syukur didengerin," pungkas Ori.
"Dia benar-benar berjuang keras," imbuh Yura.
"Ewh.., kenapa jadi muji-muji dia,sih???" Rin malah makin kesal.
"Udah, mending bantuin gue, prosedur apa yang mau kita buat." Ori mengalihkan topik.
***
Sementara itu, Iskandar yang berjalan meninggalkan kantin sesekali menoleh ke arah Rin sedang berdiskusi.
"Apakah aku bersikap terlalu dingin? Apa bersikap seperti itu sudah benar? Dari raut wajahnya bahkan dia tidak menyukai kehadiranku. Apa aku pernah berbuat salah dengannya?" pikir Iskandar.
"Woy Papah Iska !!!" Tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya, dari cara memanggilnya ia sudah bisa menebak dia ini siapa.
"Eh, elu, Dho."
"Kemana aja lu? Ayo, katanya mau main basket sama gue?" Katanya langsung merangkul Iskandar, memaksa Iskandar agak menunduk karena ia ebih tinggi darinya.
"Ya iyalah, mana pernah gue ingkar janji." ucap Iskandar lalu pergi mengikuti Idho. Lagi-lagi ia menoleh ke belakang untuk memandang Rin sekali lagi. Ia berharap Rin bisa melihat permainannya di lapangan. Ya hanya berharap saja. Ia benar-benar belum bisa memintanya secara langsung.
***
Apakah arti dari harapan Iskandar?
Jangan lupa, favorit, like, vote dan kasih hadiah, ya ...
Happy reading guys
Iskandar baru saja mau minum setelah selesai bermain basket tadi, tetapi belum sempat ia menempelkan bibirnya pada tempat minum itu, tiba-tiba ada seorang gadis yang mencegahnya.
"Ck, ngapain, sih lu, caper!” jutek Iskandar kembali mencoba meminum air mineralnya.
Gadis itu dengan raut wajah manja langsung duduk di samping Iskandar dan menyenderkan kepalanya ke bahu lelaki bertubuh tegap itu.
"Hu,hu,hu..., Iska..., Gimana ini..., Tolong gue...," melasnya.
"Kenapa lagi?" sahut Iskandar yang membiarkan perilaku gadis itu lalu meneguk air mineralnya.
"Kayaknya, cinta gue bertepuk sebelah tangan, deh," lapornya.
"Terus?"
Gadis itu segera menegakkan tubuhnya.
"Ya gila, kali, cewek kayak gue bertepuk sebelah tangan!!" Ia malah menyombong, membuat Iskandar mencebik.
"Iya, berarti jelas 'kan, lu suka sama cowo gila." kekeh Iskandar.
"Ih!" Gadis itu langsung memukul pundak Iskandar tanpa rasa takut dengan kesal.
"Sakit, woy!" protes Iskandar.
"Lagian, cowo itu 'kan temen lu sendiri." Gadis iti malah melipat tangannya sambil cemberut. Iskandar hanya bisa geleng-geleng kepala mendapatinya.
"Lagian, Cuman ada dua kemungkinan, lu atau dia yang gila? Hahaha!" tawa Iskandar lagi.
"Iih!!" Saking kesalnya gadis malah mencubit pinggang Iskandar hingga lelaki berambut keriting itu merintih
Tuk,tuk,tuk...,
Tiba-tiba ada seseorang dengan kacamata berframe tebal berdiri di samping gadis itu sembari memasang wajah datarnya.
"Keisha yang cantik, bisa 'kan permisi? Itu tempat gue," dingin lelaki berkacamata itu.
"Ih, Rhama, dasar pelit, gue 'kan lagi curhat sama Iska!" kukuh Keisha.
"Balik sana ke bangku lu." Iskandar malah membela Rhama—Teman sebangkunya.
"Iska!" rajuk Keisha manja.
"Iska, gue mau tanya, apa ada jam di sekolah yang namanya sesi curhat dengan teman?" tanya Rhama.
"Tidak ada, sesi curhat dengan teman itu adanya saat jam istirahat. Sedangkan sesi curhat dengan wali kelas itu adanya saat morning class." Iskandar malah menjelaskan, membuat bibir Keisha semakin maju.
"Jadi, apakah yang dilakukan siswa Keisha ini adalah kesalahan atau bukan?" tanya Rhama lagi.
"Seharusnya, 5 poin untuk—"
"Iya stop! Gue balik." seru Keisha.
"Ugh.., kalian ngeselin, deh!" gerutunya sambil beranjak.
"Tapi, Iska, nanti, gue mau curhat lagi,ya, bye-bye." Keisha lalu kembali ke tempat duduknya.
Rhama langsung duduk di tempat duduknya.
"Kok lu bisa-bisanya temenan sama cewe berisik gitu, sih?" herannya. Iskandar hanya terkekeh.
"Jangan sembarangan, luarnya aja dia yang kayak gitu, tapi hatinya itu baik," bela Iskandar.
***
Ting!
Tiba-tiba ponsel Rin berbunyi.
Rin yang masih berada di tengah kegiatan belajar-mengajar, diam-diam mengambil ponselnya dan melihat notifikasi apa barusan.
Queen Keisha👑
Rin, bantuin gue, dong, stalkerin Juan, anak IIS A, lu tau,kan, yang tampannya sejagat raya itu, omaygat.
Rin menghela nafas, lalu mengetik balasannya.
Rin🕵️
Gue bakalan dapet apa?
Queen Keisha 👑
Lu maunya apa? Mau komik dan novel lagi kayak kemaren?
Rin berpikir sebelum membalas pesan Keisha. "Oh! Gue tau!" Katanya lalu mengetik lagi,
Rin🕵️
Lu temen sekelasnya Iskandar 'kan? Gue mau pertukaran informasi
Queen Keisha👑
Ya ampun, kesambet apa lu tiba-tiba mau informasi tentang Iska?? Jadi curiga gue... .
Queen Keisha👑
Tapi bukannya lu yang lebih tau tentang semua orang di sini? Ngapain butuh informasi dari gue? Info kayak apa yang mau lu tau?
Rin🕵️
Misal...,
Queen Keisha👑
Misal apa?
Rin🕵️
Misal..., Ih, gak jadi,deh, nanti gue kasih list novel yang mau gue beli ke elu.
Keisha meletakkan ponsel di laci mejanya. matanya langsung memandang ke arah Iskandar, ia lalu tersenyum.
Saat jam istirahat kedua.
"Lu abis ini mau ke perpus, Rham?" tanya Iskandar.
"Iya, gue mau balikin buku. Kenapa? Lu mau ngikut?"
"Iya, gue mau pinjam buku."
"EITS!" Tiba-tiba Keisha datang.
"Rhama yang sangat cerdas, mohon maaf,ya, Iskanya aku pinjam dulu. Rhama bisa ke perpus sendirian,kan? Rhama mandiri,kan?"
Lelaki berkacamata itu mendelik kesal seraya memandang Iskandar, tetapi Iskandar hanya menganggukkan kepalanya.
"Oke, Keisha yang cantik, silahkan nikmati waktunya bersama Iska!" ketua Rhama lalu pergi sambil memasang wajah kesal.
"Oke, waktu elu lima belas menit, dimulai dari sekarang." Iskandar malah pasang timer.
"What?? Iska?? Pelit banget!"
"Tik,tok, tik, tok..., Tiga puluh detik berlalu."
"Oke,oke, uhmm.., gue mau nanya sama elu.., mm..., Dimulai darimana,ya?"
"Satu menit, empat puluh lima detik."
"Ugh, oke, ini aja, lu punya cewe gak sekarang?"
"Enggak."
"Kalo mantan?"
"Enggak."
"Kalo gebetan?"
"Eng— uhmm.., enggak."
"Duh, apalagi,ya? Kalo lu anak jendral, orang-orang udah pada tau, alamat, tanggal lahir, semuanya juga bisa dapet dari TU."
"Lu mau nanya buat apa?"
"Soalnya Rin nanya ke gue tentang elu. Kenapa, ya? Hmm.., jangan-jangan dia tertarik sama elu."
Lelaki yang selalu memasang wajah intimidasinyanitu tiba-tiba membulatkan matanya sambil diam-diam tersenyum, "ooh."
"Iih, kok cuman oh? Kasih gue ide,dong!!" Kata Keisha.
"Kan lu yang mau nanya, kenapa harus gue yang ngasih ide?" Iskandar malah senyam-senyum sendiri.
"Ck, lu temen gue bukan,sih?"
"Di saat seperti ini kayaknya bukan."
"Uugh.., sebel deh, gue kalo lu mulai gini..,"
"Ayo, waktu lu tinggal tiga menit lagi."
"What?? Iskandar..., Lu pelit amet, ya. Kasihan dong temen gue Rin boncel."
"Tidak ada hal penting, dari tadi, maka dianggap habis waktunya."
"Apa?? Iskandar! Hei!! Iskandar!!"
Iskandar langsung beranjak dan pergi meninggalkan Keisha.
"Ugh, liat aja, nanti."
***
Saat Istirahat kedua, Rin dan Keisha duduk bersama di kantin.
"Oke detektif Rin, apa aja informasi yang udah lu dapet tentang my Bebeb Juan?"
"Dia 'kan belum jadi cowo elu."
"Ih, biarin, emang salah berharap??"
Rin menghela napas.
"Oke, nih, gue kasih catatan gue aja, silahkan baca sendiri." Kata Rin.
Keisha membacanya, ia tersenyum.
"Hmm.., bagus, bagus, woah? Jadi dia udah pernah pacaran???" seru Keisha heboh.
"Iya, tapi udah putus. Sekarang single," timpal Rin sambil memakan siomay yang tadi ia beli.
"Bagus,deh, eh??" Tiba-tiba mata Keisha teralihkan.
"Kenapa, Kei?" tanya Rin.
"Bentar, ya, sayang, gue segera balik." Keisha beranjak lalu pergi.
Gadis cantik itu segera mendatangi orang yang tadi sempat menjadi perhatiannya, ia langsung memeluk lengan orang itu.
"Apaan,sih lu,Kei? Gak cukup gangguin gue di kelas??" sontak Iskandar yang langsung risih— orang yang tadi membuat Keisha meninggalkan Rin.
"Sayangnya enggak!" geli gadis itu sambil menarik lengan Iska.
"Ini, mau ke mana lagi?" protes Iskandar, tetapi tetap mengikuti kemana Keisha pergi.
"Ini dia!" seru Keisha setelah sampai di mejanya, di sana ada Rin yang sedang menunggu sambil menyeruput es teh manisnya.
Rin mendongak, melihat siapa yang dibawa oleh Keisha, matanya langsung melotot.
"Surprise !" girang Keisha.
"Surprise kenapa, Kei?" Iskandar malah heran.
"Sini dulu, sayangkuuh...." Keisha membuat Iskandar duduk di sampingnya.
Sementara Rin melotot mendengar cara Keisha memanggil ketua komdis menyeramkan itu.
"Sayangku?? Mereka pacaran??" batin Rin.
"Jangan panggil gue begitu, nanti jadi salah paham," tegas Iskandar sambil duduk di samping Keisha. Namun gadia itu sama sekali tak menggubrisnya dan malah cengengesan.
Sedangkan Iskandar diam-diam memandang Rin yang menunduk.
"Jadi, mau lu apa nyuruh gue duduk di sini?" Tanya Iskandar tanpa basa-basi lalu meminum jus alpukatnya.
"Ya ampun, Iska, lu mah tau aja gue ada maunya, hihi...," Keisha masih geli sendiri.
"Ugh.., Keisha apaan, sih?" Batin Rin agak kesal.
"Oke, oke.., gue itu sebenarnya penasaran, ganteng," kata Keisha genit.
"Jangan basa-basi, cepetan, lu mau ngomong apa??" tekan Iskandar.
"Aneh, dia kesel, tapi tetap berbaik hati menunggu Keisha." batin Rin.
"Lu sama Rin ada hubungan spesial, ya?"
"Uhuk!" Iskandar yang baru saja meminum jus alpukatnya langsung tersedak.
"Keisha!!!!" teriak Rin reflek.
"Kenapa? Gue bener,ya?" Keisha malah mengeluarkan senyum isengnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!