Sepasang manik mata indah tengah menatap nanar layar ponselnya. Dia terduduk lesu di trotoar setelah sahabatnya mengirim sebuah video sang kekasih tengah berciuman dengan wanita lain.
Alisya namanya. Dia lelah sepulang bekerja. Sudah dua jam menunggu kekasih sekaligus calon suaminya itu untuk menjemput. Tapi justru apa yang dilihat membuatnya kehabisan tenaga.
“Tidak, aku harus melihatnya sendiri.” Alisya menghapus kasar air mata yang jatuh tanpa ijin. Dia berdiri dari posisinya kemudian menghentikan taksi yang kebetulan lewat di depannya.
[Hotel AZ nomor 2510]
Itu adalah informasi yang Alisya dapat bersamaan dengan file video perselingkuhan.
Ini gila, sungguh! Alisya tak bisa menahan emosi atas sakit hatinya tiap kali bayang-bayang perselingkuhan muncul di otaknya.
Nafas Alisya beradu ketika berdiri di depan kamar bertuliskan nomor 2510. Tanpa berfikir panjang, tangannya bergerak memutar knop pintu dengan kasar.
"Ah, sial! pintunya terkunci!" umpatnya seraya memukul pintu.
Dadanya semakin bergemuruh, semua hipotesa negative sudah terkumpul dalam kepala cantiknya. Jika apa yang dikirimkan kepadanya sungguh terjadi, ia tak akan mengampuni laki-laki itu! Alisya kemudian menggedor pintu dengan keras, juga menekan bel bergantian. Namun sayang si empunya kamar tak juga membukakan pintu.
“Apa yang mereka lakukan? Ini sungguh keterlaluan.”
Alisya wanita. Meski sikapnya arogan, tapi hatinya sangat sakit. Air mata juga sesekali keluar tanpa ini. Tapi dia langsung mengusapnya.
“Klek!”
Bunyi pintu terbuka. Seorang pria lebih dulu memunculkan kepalanya.
Reno namanya. Rambutnya acak-acakan. Tubuh bagian atasnya yang terbuka itu pun begitu mengkilat karena keringat.
“K-Kau?” Reno mematung.
Belum juga pria itu bicara lagi, wanita yang baru saja membuatnya puas memanggil dengan manja.
“Siapa, Sayang? Pelayan?”
“Kalian gila!” Alisya langsung mendorong pintu dengan kasar hingga reflek Reno mundur.
Alisya akhirnya bisa melihat tempat tidur, dimana ada seorang wanita yang duduk tanpa mengenakan sehelai pakaian.
"Siapa wanita ini, Ren?"
Reno ternyalang kaget dengan kedatangan kekasihnya namun dia belum menjawab pertanyaan Alisya sehingga gadis itu terus mengepalkan jemarinya.
Buru-buru gadis manja yang dianggap pelakor itu turun dan memeluk lengan Reno.
“Ada apa? Siapa dia?” tanya Mona.
Reno melepaskan tangan Mona dan mendekati Alisya, seolah ingin menjelaskan sesuatu. Namun, Alisya begitu jijik hingga menjauh satu langkah dari kekasihnya.
"Kau tenanglah dulu, Sya! Ini tidak seperti apa yang kau pi--" Alisya langsung memotong ucapan kekasihnya sambil menarik wanita yang tanpa malu masih bergelayut manja di samping Reno.
"Apa kau tak merasa jijik dengan penampilanmu ini?" ucap Alisya meraih sebuah bathrobe dan menutupi tubuh polos gadis itu.
Tapi Mona sama sekali tidak takut. "Kenapa aku harus malu pada calon tunanganku sendiri."
Alisya tertegun dan langsung mengalihkan pandangannnya ke arah Reno, "Sejak kapan, Ren?" tanya Alisya ingin tahu. "Jadi selama ini kau berselingkuh di belakangku? Hah?"
Pria itu menelan salivanya menatap amarah yang terpancar dari raut wajah cantik Alisya. Namun, nasi sudah menjadi bubur. "Maaf, Sya! Aku tidak bisa bersamamu lagi karena aku tidak suka gadis tomboy sepertimu," ungkapnya melirik Alisya.
"Apa? Kau tak suka dengan penampilanku yang tomboy, kita menjalin hubungan sudah 2 tahun lamanya dan aku ikut bekerja seperti ini untuk membayar apartemen kita dan hutang keluargamu. Tetapi kau tega melakukan ini di belakangku, hah!" teriak Alisya hampir melayangkan satu tamparan ke wajah Reno.
Namun, tangan perempuan yang menjadi selingkuhan kekasihnya itu menarik tangan Alisya hingga mendorong tubuh Alisya yang begitu lunglai.
Tidak, Alisya tidak mau terlihat lemah. Ia bangkit dari posisinya kemudian menampar pipi Reno begitu mantap.
“Kamu memang bajingan! Aku ingin putus!" seru Alisya penuh kesakitan di dadanya.
"Bagus! Itulah yang aku inginkan sejak dulu karena aku sudah tak bahagia bersama gadis sepertimu yang tak pernah mau disentuh oleh kekasihnya sendiri! Jika bukan karena kau yang terus membantu keluargaku, mana mungkin aku mau menjalin hubungan dengan gadis jelek dan tak berpenampilan menarik sepertimu," sanggah Reno menunjuk satu jarinya ke arah Alisya.
"Oh, jadi selama ini kau hanya memanfaatku saja! Rasakan ini!" teriak Alisya sambil menendang junior kekasihnya itu karena kesal.
Sontak Reno mengeram sakit sambil membungkuk.
"Apa yang kau lakukan, wanita tomboy? Sebaiknya kau pergi dari sini sekarang!" teriak Mona sambil mendorong tubuh Alisya dan menariknya keluar secara paksa.
"Perempuan kasar sepertimu tak pantas berada di sisi Reno," ulasnya sambil membanting pintu dengan keras.
Tangan Alisya meremas pakaian dinasnya, menjadi seorang bodyguard membuatnya harus sering melakukan tugas dan tak menetap. Padahal ia meminta waktu cutinya untuk bekerja demi ingin membayar apartemen yang memang telah disiapkan untuk mereka menikah nanti.
"Betapa bodohnya aku! Bagaimana bisa aku terbujuk mulut manis pria brengsek itu," lirih Alisya berurai air mata.
Jika tadi dia terlihat jagoan. Nyatanya dia tetap saja lemah jika urusan cinta.
Alisya melangkah gontai melewati tangga darurat. Mungkin ini jauh lebih baik membuat tubuhnya lelah. Setiap langkah pula, air matanya tak hentinya menetes.
Namun belum juga rasa itu berkurang. Sebuah pesan masuk ke ponselnya.
[Kemasi barang-barangmu dari apartemenku. Kita sudah putus.]
Mata Alisya membelalak. Dia tak percaya Reno mengusir dirinya dari apartemennya sendiri?
“Dia benar-benar gila!”
Alisya menelfon nomor Reno. Tapi sialnya nomor itu sudah tidak aktif lagi.
“Aaaargh!” Kadua tangan Alisya mengepal, jantungnya seperti di remas-remas. Dia terduduk dengan lemah sambil menangis.
Itu adalah apartemen atas nama Reno. Tapi selama ini Alisya yang membayar bulanannya hingga lunas.
"Sialan sekali kau, Reno!" teriak Alisya dengan sisa tenaganya.
Bodoh! Sungguh Alisya merasa bodoh karena termakan sikap manis dan romantis pria itu. Hingga dia harus mengalami nasib nahas seperti ini.
Setelah memiliki kekuatan untuk berdiri, Alisya mengusap air matanya. Dia menuju parkiran, segera masuk ke dalam mobil dengan menginjak gas pedalnya. Setiba di apartemennya, gadis itu langsung mengobrak-abrik isi di dalam apartemen itu dan membiarkan berantakan.
Buliran bening terus mengalir di pipinya menatapi foto kebersamaan yang terpampang di sudut kamar. Awalnya pria itu selalu bersikap baik dengannya, ternyata ada udang di balik batu.
Alisya terus meratapi nasibnya malam itu, hatinya benar-benar terluka karena Reno. Ia menyusun semua pakaiannya ke dalam koper dan berjalan menuruni anak tangga. Namun, sebelum turun ia masih terus menoleh ke belakang, seolah tak rela meninggalkan kamarnya. Mengedarkan sepasang bola matanya melihat seisi apartemen itu dengan diiringi air mata yang terus bercucuran di pipi.
"Semoga ini jalan terbaik untukku," ucap Alisya berusaha menahan sesak di dadanya.
Ia melangkah masuk ke dalam mobilnya dan tertunduk sambil meluapkan isi hatinya. Tangisnya pecah, Alisya menangis sejadi-jadinya hingga tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya.
Malam itu ia menghentikan laju mobilnya di depan perempatan jalan karena tak sanggup mengemudikan mobil sambil menahan perih di hatinya.
"Ya Tuhan, seberat inikah ujianku! Mengapa rasanya begitu sakit," rintihnya yang hendak melajukan mobilnya kembali dan siapa sangka di saat bersamaan ada seorang pria yang mengenakan sepeda motor sportnya dari arah berlawanan karena tidak terlalu fokus Alisya tak sempat menginjak rem di awal alhasil dia menabrak motor tersebut.
BRAKK!!
Kepala Alisya tertabrak dasbord mobil dan memar, ia merintih kesakitan namun mengingat si pengendara motor tadi ia langsung berjalan keluar dan menghampiri pengendara motor itu.
Beruntungnya si pengendara motor itu tidak terpental begitu jauh, dengan memegang kepalanya. Alisya bertanya pada seseorang yang masih terguling di atas jalan raya. Alisya mengulurkan tangannya berniat ingin membantu seseorang yang mengenakan pakaian serba hitam itu.
"Mari aku bantu! Apa kau terluka?" tanya Alisya ingin tahu.
Namun, seseorang di balik helm itu tak juga menjawab pertanyaannya hingga Alisya mencoba untuk bertanya lagi, "Kita ke rumah sakit saja ya," ajak Alisya menyentuh jemari seseorang itu.
"Lepaskan aku!" teriaknya sedikit tak senang.
"Tapi aku ingin bertanggung jawab," imbuh Alisya mencoba menyakinkan pengendara motor itu.
Seseorang dari balik helm itu lekas membuka helmnya hingga membuat Alisya terpelongo kaget dengan menganga lebar.
Wajah tampan dari pria yang ditabraknya tadi sontak membuat Alisya menelan salivanya,"Aku benar-benar minta maaf."
"Bisakah kau diam sedikit, Tante!" ucap pemuda tampan itu ketus.
"Tante!! Apakah aku setua itu hingga kau panggil Tante, hah?" Alisya tak senang dengan ucapan pria muda di depannya itu hingga dia berinisiatif untuk memberikan uang ganti rugi dan pergi supaya tidak berdebat dengan si pemuda menjengkelkan itu.
"Ini untukmu," imbuh Alisya sambil beranjak pergi.
Namun baru saja memutar tubuhnya. Tangan pemuda tadi langsung menariknya seraya berkata, "Aku tidak butuh uang ini! Lebih baik Tante simpan saja."
"Bisakah kau tidak memanggilku Tante."
Pemuda itu mengerutkan dahinya karena merasa heran bahwa perempuan di depannya itu mengenakan pakaian serba hitam dan nampak tua darinya. "Aku rasa kau sangat pantas dipanggil Tante."
Pemuda itu bangun seraya berbisik sesuatu kepada Alisya, "Penampilanmu ini sangat norak dan membuatmu menjadi tua. Lagian umurku baru 28 tahun. Aku rasa, umur kita sangat jauh berbeda."
Alisya tersenyum getir, "Aku tahu memang umurku lebih tua darimu, aku juga tahu bahwa penampilanku sangat norak namun bisakah kau berbohong sedikit agar aku bisa sedikit bahagia."
"Untuk apa aku membuat Tante-Tante sepertimu bahagia. Lagian sepertinya aku tahu bahwa kau baru saja dicampakkan oleh kekasihmu 'kan?"
Perkataan pria di depannya itu sungguh membuat Alisya tak bisa berkutik lagi, benar sekali memang hari itu dia baru saja dicampakkan, ia pun melanjutkan langkahnya yang sempat terhenti namun lagi-lagi tangan pemuda itu menghentikan langkahnya.
"Tunggu dulu, sepertinya kau meninggalkan sesuatu." Jemari putih bersih itu menyentuh tangan Alisya dan dia meletakkan sebuah kartu namanya di dalam genggaman Alisya.
"'Sebaiknnya Tante berhati-hati."
"Bisakah kau berhenti memanggilku Tante, brondong tengil!"
Pemuda itu hanya tersenyum tipis dan langsung mengendarai motor sportnya dan pergi begitu saja.
Sementara Alisya yang masih berdiri terpaku terus saja menatap kartu namanya. Ia tidak menyangka bila sang mantan kekasih akan berkhianat darinya hanya karena profesinya saat ini padahal dulu mereka berjanji akan menerima kekurangan masing-masing namun benar kata orang, hubungan tak akan bisa bertahan lama bila salah satu dari mereka tak saling menerima kekurangan pasangannya.
***
Dua jam Alisya menyusuri jalanan tak menentu. Hingga akhirnya Alisya melangkahkah kakinya ke sebuah bar di pusat kota, ia terus menuangkan alkohol dan meneguknya. Jemari yang tak lentik itu terus saja memegang erat gelas tersebut, dia terus bergumam, "Sungguh kau begitu tega mengkhianatiku, Reno!"
"Dasar pria tak berperasaan! Lihat saja aku akan membalas semua perlakuanmu itu!" teriak Alisya sekuat-kuatnya hingga membuat semua orang menatapnya.
Perempuan manik mata coklat bening itu beranjak dari duduknya dengan langkahnya yang sempoyongan, tetapi ia tidak ingin dibantu oleh siapa pun. Terus berjalan melintasi keramaian, ia terus berjalan pelan dengan langkahnya yang tak tahu arah.
Brukkkk!!
Alisya tak sengaja menabrak seseorang dan tubuhnya jatuh. Mencoba bangkit sendiri meskipun kakinya tak kuasa menumpuh badannya sendiri. Alisya memaksakan diri walaupun penglihatannya nampak kabur.
"Mari, aku bantu!" sapa seseorang sembari melambaikan tangannya.
Manik mata Alisya menangkap sosok pria tampan di depannya dan tersenyum begitu manis. Entah kenapa hal itu membuat Alisya langsung bangun dan melayangkan tatapan tajam kepada pria di depannya.
"Kau!! Untuk apa kau datang ke sini? Apa kau belum puas telah memanfaatkanku," teriak Alisya begitu heboh hingga semua mata tertuju pada dua orang itu.
"Sepertinya kau salah orang. Aku hanya berniat untuk meminta maaf karena tidak sengaja menabrakmu," balas pria itu terlihat bingung.
"Alah, jangan mencoba berbohong padaku! Pasti kau berniat meminta maaf lalu kau ingin kembali padaku 'kan?"
Alisya berjalan maju sambil mendorong tubuh pria itu sambil terus mengumpat, "Itu tak akan terjadi!"
Brukk!!
Bagaikan angin yang menerpa dedaunan. Tiba-tiba saja, tubuh Alisya kembali jatuh ke lantai walau tak ada seseorang yang menabraknya. Namun, dengan sigap tangan kekar pria tampan tadi menangkap tubuh Alisya.
"Sungguh sangat merepotkan saja!" gumam Virza nampak sebal. Ya, pria itu adalah Virza.
Merasa malu dilihat banyak orang, Virza pun dengan sangat terpaksa membopong tubuh Alisya yang masih terus saja bergumam tak karuan.
"Di mana rumahmu, Nona?" tanya Virza mulai jengah karena Alisya terus saja memukul bidang dada kekarnya itu berulang kali.
Tak lama Alisya mengatupkan bibirya dan berhenti bergumam hingga membuat Virza heran. Hal itu membuat Virza terkejut, apa yang harus dia lakukan dengan perempuan yang berada di dalam dekapannya itu. Nama perempuan itu saja Virza tidak tahu apalagi alamatnya.
"Haruskah aku membiarkannya di sini," gumam Virza sambil memandangi wajah perempuan itu yang sejak tadi terus bergumam, "Aku akan membalas perbuatanmu, Reno."
Namun, Virza tidak mungkin membiarkan seorang perempuan sendirian dengan kondisi mabuk berat seperti itu. Tanpa pikir panjang lagi, Virza langsung menggendongnya dan membawanya masuk ke dalam mobil mewahnya.
Setiba di kediaman Virza, pria itu membaringkannya di tempat tidur. "Siapa perempuan ini? Kenapa wajahnya nampak tidak asing bagiku," desis Virza sambil menyelimuti tubuhnya.
Keesokan harinya, Alisya membuka matanya perlahan meski kepalanya masih terasa pusing, mengedarkan sepasang bola matanya menangkap sebuah cat dinding berwarna putih dan interior rumah yang nampak sangat asing membuat Alisya membulatkan matanya seraya terpelonjak kaget.
"Aku di mana?"
Alisya sontak saja langsung memeriksa ke arah selimut yang menutupi tubuhnya. "Tidak mungkin!! Itu tidak mungkin, apa yang terjadi padaku semalam?"
Menatap ke arah bawah ranjang dan tidak ada pakaiannya yang tercecer membuat Alisya makin heran, "Di mana pakaianku?" teriaknya sambil terus membalutkan tubuhnya dengan selimut.
Derap langkah kaki seseorang terdengar di telinga Alisya hingga perempuan itu langsung saja berlarian ke atas ranjang kembali dan bersembunyi di balik selimut.
"Sebaiknya kau tak perlu bersembunyi Tante cantik," tegur seseorang yang nampak familier.
"Tante..."
Alisya mulai mengingat kembali tidak pernah ada satu pun orang yang memanggilnya tante selain pria yang pernah ditabraknya. Ingin memastikan hal itu Alisya bangun dan matanya terbelalak kaget ternyata pria di depannya ini adalah pria yang sama.
"Kau!!"
"Iya, ini aku!"
"Di mana pakaianku?" Alisya menatap sinis ke arah pemuda itu meski sebenarnya dia ingin sekali bertanya apa yang terjadi padanya semalam hingga tubuhnya tak mengenakan apa pun selain selimut penutup tubuh.
Pemuda itu tersenyum geli, "Apa Tante lupa apa yang terjadi semalam?" tanyanya sambil menaikkan satu alisnya ke arah Alisya.
"Jangan bercanda kau! Aku yakin tidak terjadi apa pun semalam."
Dengan gaya khasnya Virza tersenyum tipis sambil membenarkan kacamata beningnya. "Lantas kenapa pakaian Tante ada di sini?" tanya Virza balik bertanya sambil meletakkan sebuah pakaian Alisya di atas kasur.
"Bukankah semalam begitu menggairahkan bagi Tante." Virza menatap begitu dalam ke arah Alisya.
Mendengar ucapan pemuda itu, Alisa mengepalkan jemarinya kuat-kuat, "Sebaiknya kau keluar sebelum aku menghajarmu bocah tengil!"
"Wow! Jangan segarang itu dong, Tan." Virza tersenyum geli sambil menganggukkan kepalanya pelan, "Baiklah aku akan keluar."
Entah apakah pantas Alisya mengusir si empunya rumah namun saat itu merupakan hari yang berat bagi Alisya baru saja dia dikhianati oleh kekasihnya dan sekarang dia harus kehilangan kehormatan yang sudah lama dia jaga.
Alisya terus mengumpat dalam hati karena kebodohannya kali ini, bagaimana bisa dia menghabiskan malam bersama pria yang tak dikenalnya. Perempuan itu pergi tanpa berpamitan dengan empunya rumah, sepanjang jalan memanggil taksi untuk pulang Alisya mencoba mengingat kembali apa yang terjadi semalam namun tetap saja ia tidak ingat apa pun.
Setiba di apartemenya, Alisya duduk merenungi nasibnya. Bak dihantam sebuah ombak yang menerjang sungguh Alisya benar-benar tak kuasa menahan air matanya. Ditambah lagi kejadian semalam yang menyebabkan dirinya kehilangan keperawanannya.
Tok.. Tok..
Suara ketukan pintu membuat lamunan kesedihan Alisya seolah sirna, menatap jam tangannya yang masih menunjukkan pukul delapan pagi sungguh membuat dahi perempuan dengan manik mata berwarna coklat itu berkerut, "Siapa sih pagi-pagi begini datang menganggu!"
Melangkah pergi menuju ke pintu utama untuk membuka pintu dan memeriksa siapa yang datang, alangkah terkejutnya Alisya ketika mendapati seseorang yang membuatnya terluka kini ada di hadapannya.
"Reno! Untuk apa dia datang ke sini? Apakah dia ingin meminta maaf padaku?" tebaknya dalam hati sambil menatap dalam ke arah pria itu.
"Kau! Untuk apa datang kemari?" tanya Alisya ketus.
Meremas pakaiannya, sungguh Alisya tak bisa berbohong bahwa dia masih sangat mencintai Reno. Tidak semudah itu melupakan sang kekasih. "Oh, apa kau berniat ingin meminta maaf padaku?" tanyanya dengan tatapan tajam.
Pria itu tersenyum miring sambil berjalan maju ke arah Alisya. "Apa aku tidak salah dengar? Aku mau meminta maaf padamu? Sepertinya kau terlalu percaya diri."
"Lantas kenapa kau datang ke sini?" tanya Alisya sedikit jengah karena enggan untuk berdekat.
Reno berdiri tegap sambil menatapi Alisya, pria itu berjalan mondar-mandir sambil terus berpikir. "Apakah kau berharap aku akan kembali padamu?"
Sontak saja Alisya langsung menjawab, "Aku mau kembali padamu. Jangan harap!"
"Aku pun sama. Apakah aku sebodoh itu mau kembali lagi padamu, hah!" Reno menatap nanar ke arah Alisya seraya mengitari tubuh sang mantan kekasih.
"Aku baru menyadari betapa bodohnya aku yang mau menjalin hubungan denganmu! Sungguh aku adalah pria bodoh."
"Parasmu biasa saja dan penampilanmu ini sungguh norak sekali. Aku beruntung telah bebas dari jerat perempuan sepertimu."
Alisya mulai jengah dengan ucapan Reno, bukankah dulu pria itu yang pertama kali mengejar-ngejar dirinya meskipun ribuan kali Alisya menolaknya dan kini Reno tidak bisa menghinanya begitu saja.
"Kau dulu yang mengemis cinta padaku, Reno. Angin pun tak lupa akan hal itu.”
Reno tersenyum tipis. "Jika bukan karena kedekatanmu dengan orang tuaku mana mau aku dengan perempuan sepertimu. Asal kau tahu, kau bukanlah tipe kekasihku."
"Oh, jadi selama ini kau hanya memanfaatkanku saja, begitu?"
"Akhirnya kau sadar juga ya? Baiklah kalau begitu, kedatanganku ke sini hanya untuk memberimu ini."
Pria tampan itu menyodorkan sebuah amplop berwarna merah bermotif bunga ke arah Alisya. "Aku harap kau datang karena aku menantikan kedatanganmu."
Alisya enggan membukanya namun dari perkataan Reno tadi sungguh jelas sekali bahwa pria itu memberikan sebuah undangan untuknya. Melirik sedikit ke arah amplop yang sejak tadi membuatnya begitu penasaran dan di situ tertera jelas nama Reno dan Mona.
"Oh jadi kalian akan menikah?" tanya Alisya tanpa menatap sang mantan kekasih.
"Iya, aku harap kau merelakanku bersama perempuan cantik seperti Mona."
Perempuan bermanik mata coklat bening itu tersenyum tipis. "Aku harap Mona tidak merasakan hal yang telah aku rasakan saat ini."
"Apa maksudmu?" ucap Reno malah balik bertanya.
Alisya kembali menatap Reno, "Bukankah dahulu kau sangat membanggakanku namun sekarang kau malah balik menghinaku. Aku hanya takut bila Mona hanya pelarianmu saja."
"Itu tidak akan pernah terjadi karena Mona adalah tipikal istri yang aku inginkan dari dulu."
"Lantas kau anggap aku?" tanya Alisya ingin tahu.
Sangat aneh bila Reno tidak mencintainya karena pria itu sempat begitu setia menemani ke manapun Alisya melaksanakan tugasnya, bahkan Reno setia menunggunya hingga lulus pelatihan waktu itu.
"Bukankah aku sudah bilang, aku hanya menganggapmu sebagai seorang yang berjasa di dalam keluargaku dan bukan sebagai kekasih hatiku yang sesungguhnya."
Reno menyentuh pundak Alisya pelan, tetapi perempuan itu segera menghindarinya. "Aku harap kau bisa menemukan tambatan hati yang mau menerima pekerjaan dan juga penampilanmu yang tomboy ini."
Mendengar itu, Alisya hanya bisa tertegun dan memandangi kepergiaan pria yang amat dicintainya. Satu-satunya pria yang bisa mengetuk pintu hati Alisya adalah Reno karena pria itu adalah cinta pertamanya.
Tanpa terasa buliran bening jatuh membasahi pipi Alisya, ia tak kuasa menahan air matanya. Sungguh kedatangan Reno membuat hatinya semakin terluka, ibaratkan pria itu sudah menambah garam di atas luka Alisya.
Ternyata perlakuan Reno selama ini adalah palsu, sungguh begitu tragisnya percintaan yang Alisya jalani. Berharap pria itu akan menjadi pendampingnya ternyata kini pria itu adah satu-satunya pria yang membuat Alisya benar-benar terluka.
Berjalan lunglai seraya hendak menutup pintu apartemennya namun tangan seseorang mencengkeramnya begitu kuat. "Tunggu dulu, Sya! Sepertinya aku melupakan sesuatu."
Alisya menoleh tanpa bertanya karena hatinya sudah benar-benar hancur.
"Ada baiknya kau segera membereskan barang-barangmu dan pergi dari apartemen ini."
Sontak saja Alisya membulatkan matanya dengan sempurna. "Apa maksudmu?" tanya Alisya nampak bingung.
"Bukankah sudah aku bilang bahwa apartemen ini milikku."
"Jangan bercanda kau, Reno. Aku membayar apartemen ini dengan uangku sendiri."
Reno tersenyum kecut seraya membisikkan sesuatu ke arah telinga Alisya hingga membuat perempuan itu berurai air mata. "Aku mau besok kau sudah membereskan barang-barangmu."
Plakkk!!
Perempuan itu tak bisa lagi menahan emosinya hingga dia menampar wajah tampan Reno. "Kurang ajar sekali kau! Beraninya kau mengambil hakku!"
"Bukankah itu kesalahanmu yang terlalu percaya padaku! Ingat, Alisya. Percaya kepada seseorang itu tidaklah baik meskipun dia kekasihmu sendiri," balas Reno tak menanggapi tamparan dari mantan kekasihnya itu karena kini dia telah memiliki hak penuh atas apartemen Alisya.
Alisya terpaku di depan pintu sambil menatapi lembaran surat hak kepemilikan apartemen itu tertera nama sang mantan kekasih. “Dia benar-benar brengsek!” umpat Alisya geram seraya meremas surat tersebut.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!