Brak ...
Suara tabrakan begitu kencang membuat seseorang terkejut dengan apa yang terjadi.
Hujan deras di sertai Guntur dan kilat yang terus bersahutan membuat malam ini begitu mencengkam.
Tubuh seorang wanita melayang jauh dari tempat kejadian menandakan jika tabrakan itu bukan tabrakan biasa.
Malik Ibrahim Al-karim mengerjap kan kedua matanya masih shok dengan apa yang barusan ia alami.
Saking shok nya tangannya sampai bergetar melihat tubuh seseorang yang berbaring dengan lumuran darah mengalir terbawa arus hujan.
Malik keluar mobil menghampiri siapa yang ia tabrak.
"Oh tuhan!"
Pekik Malik antara terkejut dan lega jika orang yang ia tabrak masih bernafas.
"Bertahanlah, aku akan membawamu ke rumah sakit?"
Pinta Malik menggendong seorang wanita yang tak sadarkan diri.
Sesudah masuk kedalam mobil Malik langsung melajukan mobilnya menuju rumah sakit terdekat. Sialnya Malik harus membawa mobil hati-hati karena masih takut menabrak lagi apalagi hujan sangat deras.
"Dok, dokter tolong,,"
Teriak Malik menggendong perempuan yang ia tabrak tak peduli bajunya yang basah dengan darah yang terus mengalir mengotori lantai rumah sakit.
Semua orang terkejut melihat kedatangan Malik yang lebih terkejutnya lagi orang yang berada di gendongan Malik.
Dokter langsung meminta Malik masuk ke UGD dan membaringkan perempuan itu di atas bangkar.
Malik keluar ruangan karena dokter harus segera menangani pasien.
Tangan Malik masih bergetar ketakutan jangan sampai perempuan itu mati. Malik tak mau menjadi pembunuh, sungguh Malik sangat takut.
"Maaf tuan, ini barang-barang pasien dan tolong isi surat administrasi di sini,"
Ucap suster membuat Malik langsung mengambil ponsel dan dompet perempuan yang ia tabrak.
Malik mengisi surat administrasi itu dengan tangan gemetar bahkan Malik menuliskan asal nama di sana karena tak tahu siapa yang ia tabrak.
"Ini sus, tolong selamatkan dia?"
Mohon Malik dengan mata berkaca-kaca membuat suster iba menyangka jika pasien istri atau kekasih Malik.
"Tuan banyak berdoa saja semoga pasien selamat dari masa kritisnya,"
"Terimakasih sus."
Sudah mendapatkan data dari Malik sang suster kembali pergi.
Malik duduk di kursi tunggu sesekali melihat ruang UGD yang sendari tadi belum terbuka. Sungguh Malik sangat ketakutan sekali. Entah apa yang membuat Malik sampai ketakutan seperti itu.
Malik melihat ponsel dan dompet di tangannya ingin melihat tapi urung ketika mendengar pintu terbuka.
"Dokter,"
"Alhamdulillah pasien sudah melewati masa kritis. Namun cidera di bagian kepala sangat serius kita doakan saja semoga tidak ada hal yang serius."
"Alhamdulillah."
Ucap Malik mengelus dadanya sangat senang padahal tadi Malik sudah sangat ketakutan.
"Namun, seperti nya satu kakinya mengalami patah tulang--"
"Apa! Ap-apa dia aka--"
"Tenang tuan!"
Ucap dokter lembut menepuk bahu Malik membuat Malik terdiam sadar jika ia salah malah menyela ucapan dokter yang belum selesai menjelaskan.
"Maaf dok?"
"Tidak apa saya mengerti, tuan jangan khawatir walau patah tulang namun tidak sampa patah serius insyaallah tulangnya akan kembali normal dan bisa jalan lagi kalau pasien melakukan terapi."
"Alhamdulillah, apa saya boleh melihatnya?"
"Boleh, tapi tunggu kami akan memindahkannya dulu."
Malik mengangguk mengerti membiarkan dokter masuk kembali. Tak lama dokter dan beberapa sister keluar sambil mendorong bangkar pasien.
Malik mengikuti dari belakang menuju ruang VIP karena memang Malik meminta pasien di rawat dengan benar-benar.
.
Malik menatap seorang gadis cantik walau nampak pucat wajahnya tapi tak melunturkan kecantikannya.
Malik duduk di atas kursi melihat kepala, kaki dan lengannya yang di perban. Kepala dan kaki yang cukup serius Malik berharap kepala Pasien baik-baik saja.
Yang Malik takutkan jika pasien hilang ingatan dan Malik tak tahu harus bagaimana menanganinya. Semoga saja pasien tak mengalami hal buruk.
Malik mengingat kejadian di mana ia harus menabrak pasien.
Malik ingat jelas jika ia bukan menabrak melainkan pasien yang entah sengaja atau tidak memacu motornya kencang ke arah mobilnya. Hingga Malik belum cukup menghindar karena terkejut belum lagi hujan deras yang membuat penglihatannya kurang.
Di lihat dari wajahnya seperti nya pasien masih muda.
Astaghfirullah!
Buru-buru Malik memalingkan wajahnya lalu beranjak menuju sofa di ujung sana.
Seperti nya Malik harus istirahat tak peduli dengan apa yang terjadi besok yang penting Malik sudah menunjukan tanggung jawabnya bahwa ia akan merawat pasien sampai sembuh.
Walau bagaimanapun ini kelalaian Malik karena tak hati-hati dalam mengemudi.
Malik memejamkan kedua matanya berharap hari esok ia menemukan solusi.
.
.
Genangan air masih tersisa di pinggir jalan akibat hujan lebat semalam.
Udara cukup dingin di pagi musim penghujan bahkan para berkendara motor selalu siap membawa jas hujan kemana-mana.
Bahkan para manusia memakai pakaian hangat menjalani aktivitas sehari-hari. Bukan cuma untuk mencegah kedinginan namun mereka juga harus menjaga kesehatan agar tidak sakit saat musim penghujan.
Tatapan kecemasan dan khawatir terlihat jelas di mata seorang wanita yang sedang menatap ke luar jendela kamarnya.
Bahkan matanya yang sembab menandakan jika wanita tersebut habis menangis.
"Dimana kamu sayang, kenapa tak pulang. Maafkan mama yang selalu abai."
Gumam nya merasa sakit dan cemas di mana putri semata wayangnya tak pulang kerumah.
Semua salahnya yang selalu abai pada putrinya hingga putrinya kerap kali jarang pulang kerumah. Namun ketidak pulangan kali ini membuat wanita yang masih terlihat cantik di usianya yang menginjak kepala empat membuatnya cemas dan takut yang tiba-tiba menghantam dadanya.
"Pulanglah nak, mama janji akan memerhatikan kamu dan akan melakukan apa yang kamu minta."
Tok ... Tok ...
Ketukan pintu membuat wanita cantik itu menghentikan tangisnya.
"Masuk!"
"Maaf nyonya, di luar ada tuan Aga?"
"Baik Bi, suruh tunggu di ruang kerja."
"Baik nyonya!"
Bi Ayu keluar guna menyampaikan titah sang majikan.
"Maaf tuan Aga, nyonya menyuruh tuan tunggu di ruang kerja,"
Tuan Aga langsung beranjak dari duduknya menuju ruang kerja tak lama wanita tadi masuk.
"Apa kamu sudah menemukan keberadaan Aurel?"
"Maaf nyonya, saya belum menemukan nona Aurel. Tapi saya menemukan motor nona Aurel di jalan dalam keadaan rusak!"
"Apa!!"
"Nyonya Indri!"
Aga dengan sigap menahan majikannya agar tidak tumbang ke lantai.
Aga membantu majikannya duduk di sofa dengan nyaman.
"Nyonya tenang ya, saya sudah memerintahkan anak buah saya mencari nona Aurel di setiap rumah sakit."
Indri hanya bisa terisak entah kemana putrinya, Indri takut terjadi sesuatu apalagi hanya Aurel yang ia punya.
Semua salahnya karena selalu abai membuat Aurel menjadi liar. Andai saja waktu bisa di putar Indri akan merubah semuanya.
Entah di mana Aurel sekarang berada sungguh Indri tak bisa memaafkan dirinya sendiri jika terjadi sesuatu pada putrinya.
"Aga apa kamu sudah bertanya pada teman-teman nya?"
"Mereka tak ada yang tahu nyonya, bahkan teman nona Aurel juga ikut membantu mencari,"
Indri semakin terisak membuat Aga bingung harus bagaimana.
Aga hanya membiarkan pelukannya menjadi penenang. Aga tahu bagaimana perjuangan Indri menjalani hidupnya. Wanita ini cukup menderita dalam rumah tangganya dan kini harus kehilangan putrinya.
"Istirahat lah, saya akan mencari nona Aurel lagi."
"Saya ikut?"
Mohon Indri ingin ikut mencari keberadaan putrinya.
"Tapi kondisi an--"
"Please Aga?"
"Baiklah, bersiaplah nyonya jangan lupa pakai baju hangat."
Indri mengangguk, segera kembali ke kamarnya. Indri harus bisa menemukan keberadaan putrinya.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
Jangan lupa juga silaturahmi dengan Author
IG : Rahma Qolayuby
Tiktok: @rahma.qolayuby0110
Sitt ...
Umpatan sakit keluar dari bibir mungil seorang gadis yang baru sadar dari tidur panjangnya.
Sudah satu hari ia koma dan baru hari ini bisa sadarkan diri.
Perlahan mata hazel dengan bulu mata lentik itu mengedarkan pandangannya ke setiap penjuru.
"Rumah sakit,"
Gumam pelan gadis yang masih lemah menyadari jika dirinya berada di rumah sakit.
"Kamu sudah sadar?"
Deg ...
Gadis tersebut terkejut mendapati seorang laki-laki masuk keruangannya dengan gaya cool.
"Siapa kau?"
Tanya gadis itu sengit menatap tajam Malik yang baru masuk setelah tadi pergi makan siang. Tapi siapa sangka ketika ia balik ternyata gadis yang ia tabrak sudah bangun.
"Saya Malik, maaf saya sudah membuat kamu berada di sini?"
Sesal Malik mendekat membuat gadis itu menunduk sambil memejamkan kedua matanya.
"Sial, kenapa aku tak mati sih."
"Kamu bicara sesuatu?"
"Tidak! Pergi sana!"
Malik membulatkan kedua matanya tak percaya melihat gadis di depannya mengusir dia.
Biasanya orang akan marah-marah dan meminta pertanggung jawaban dia tapi gadis ini, sangat ajaib.
"Kenapa masih di sini, pergi sana gue tak butuh loe. Oh, sitt!"
Ringis gadis itu sambil memegang kepalanya yang terasa berdenyut.
"Kamu tak apa, tunggu aku akan panggil dokter."
Malik langsung berlari keluar memanggil dokter karena terkejut gadis yang ia tabrak meringis kesakitan.
Tak lama dokter masuk di ikuti Malik dari belakang.
"Nona tolong berbaring, saya akan memeriksa keadaan anda."
Sang dokter langsung memeriksa keadaan pasien dengan teliti dan hati-hati.
"Nona apa anda mengingat siapa anda?"
Tanya dokter memastikan jika luka di kepalanya tak mengalami masalah serius.
"Ya,"
"Syukurlah!"
"Dok?"
"Ya nona, apa ada yang anda rasakan?"
"Kenapa anda membiarkan saya hidup, kenapa tak biarkan saya mati saja!"
Deg ...
Sang dokter terkejut mendengar pasien yang ia tolong bukan hanya dokter, Malik yang sendari tadi berdiri tak jauh membulatkan matanya menatap tak percaya pada gadis yang ia tolong.
"Nona jangan banyak pikiran, anda harus banyak istirahat. Kalau begitu saya permisi dulu!"
Ucap dokter langsung keluar karena masih terkejut dengan ucapan pasien nya. Bagaimana mungkin ada pasien yang ingin mati di mana dia sudah susah payah menyelamatkannya.
Sungguh gila benar-benar gila siapa gadis itu.
Malik menatap tajam dengan ekspresi datarnya.
"Ini dompet kamu, tapi maaf ponsel kamu saya kirim tukang servis karena ponsel kamu mati."
"Siapa loe, kenapa masih ada di sini sih?"
"Apa kamu hapal nomor kedua orang tua kamu. Mereka harus tahu kamu di sini?"
"Semuanya mati!"
"Hah, maksud nya?"
"Loe budeg ya. Kedua orang tua gue sudah mati!"
Malik mengelus dadanya sabar menghadapi gadis di depannya. Sungguh rasanya jantung Malik hampir copot mendengar nada jengkel dan ketus gadis ini.
"Siapa nama mu?"
"Loe!"
"Maaf, saat ini saya yang bertanggung jawab atas kamu karena saya yang membuat kamu seperti ini. Jadi tolong bekerja sama lah, siapa nama kamu agar saya bisa memanggil nama mu dengan baik,"
"Aurel!"
Ketus Aurel mengepalkan kedua tangannya kuat.
Ia benci masih hidup kenapa tak mati saja saat ia sengaja membawa motor kencang. Sungguh Aurel tak menginginkan keadaan ini di mana ia harus mengingat rasa sakit itu.
Andai saja ia mati mungkin Aurel tak akan mengingat kesakitan itu lagi tapi kenapa Tuhan begitu jahat selalu mengujinya.
"Baiklah Aurel, jika kamu sudah tak punya orang tua apa kamu masih punya saudara?"
Tanya Malik hati-hati takut membuat Aurel tersinggung lagi.
"Tidak,"
"Tempat tinggal?"
"Tidak!"
"Teman?"
"Berisik loe dari tadi tanya-tanya mulu. Cepat keluar gue mau tidur!"
Malik memejamkan matanya menahan kekesalan menghadapi gadis di depannya. Jika bukan karena perempuan sudah Malik bogem mulut tak berakhlak itu.
Namun, mau tak mau Malik keluar karena tak mau membuat Aurel nampak kesal. Seperti nya Malik harus mencari tahu siapa gadis itu.
Jika memang Aurel sudah tak punya orang tua, sanak saudara dan tempat tinggal lantas di mana Aurel berada apa anak panti asuhan atau anak jalanan. Tapi jika anak jalanan tak mungkin secara penampilan Aurel tidak seperti anak jalanan saat Malik membawa Aurel ke rumah sakit.
Pikiran Malik tertuju panti asuhan jika benar panti asuhan mana yang menjadi tempat tinggal Aurel.
Malik mengusap wajahnya kasar kenapa ia harus berurusan dengan gadis songong itu. Tapi Malik harus bertanggung jawab karena ia juga yang membuat Aurel seperti itu.
"Akhhhh!!!"
Deg ...
Malik terkejut mendengar teriakan Aurel dengan cepat Malik menerobos masuk.
Mata Malik membulat sempurna melihat Aurel tersungkur di atas lantai sana.
"Kamu baik-baik saja?"
"Kaki gue, kaki gue, tidak!!!"
Dengan cepat Malik mengangkat Aurel membuat Aurel terkejut karena tak sadar jika Malik masuk keruangannya.
"Ada apa dengan kaki gue, kenapa tak bisa berjalan?"
Shok Aurel ketika ia berniat kabur Aurel malah tersungkur karena sebelah kakinya tak bisa di berjalan.
"Kamu tenang dulu, ya."
"Bagaimana gue bisa tenang sedang kaki gue sakit. Sial gue gak bisa kabur!"
Lagi-lagi Malik jantungan mendengar umpatan Aurel sungguh gadis bar-bar, kesal Malik dalam hati.
"Kaki kamu patah, tergeser apalah. Jadi kaki kamu belum bisa banyak bergerak, ini hanya bersifat sementara jika kamu mau terapi kaki kamu akan sembuh kembali!"
"Oh sial .. Sial ... Kenapa hidup gue harus hancur begini. Tuhan kenapa kau tak matikan gue saja kenapa. Kau sangat jahat, jahat hiks .."
Isak Aurel benar-benar mengutuk takdirnya kenapa hidupnya sangat menyedihkan.
Malik hanya bisa diam mematung melihat Aurel yang menangis dengan sumpah serapahnya.
Bisa Malik lihat banyak kesakitan dan kekecewaan yang Aurel rasakan.
Entah kehidupan apa yang Aurel alami hingga membuat gadis cantik itu mengutuk takdirnya sendiri.
Namun, Malik tak suka jika ada yang menyalahkan Tuhan dalam setiap kehidupan yang di jalani.
Malik terus saja menatap Aurel dengan tatapan tajamnya membiarkan Aurel meluapkan isi hatinya walau Malik tak tahu apa yang terjadi.
"Aurel!"
Pekik Malik terkejut ketika Aurel pingsan bahkan luka di kepalanya kembali berdarah.
Malik segera memanggil dokter agar memeriksa keadaan Aurel.
Tak lama dokter masuk kembali lalu memeriksa keadaan Aurel.
"Seperti nya pasien tertekan oleh keadaan. Mendengar dari cerita tuan, seperti nya pasien ingin mengakhiri hidupnya. Entah apa yang terjadi, tolong tuan bisa menjaga pasien dengan baik. Jangan sampai Pasien melukai dirinya sendiri!"
"Baik dok, terimakasih!"
Malik menghela nafas berat apa yang harus ia lakukan.
Malik tak kenal dengan Aurel tapi entah kenapa ada rasa kasihan melihatnya apalagi Aurel tak punya sanak saudara.
Jika begitu siapa yang akan merawat Aurel sampai sembuh.
Sebagai laki-laki tanggung jawab seperti nya Malik harus merawat Aurel sampai sembuh walau bagaimanapun Aurel begini karena kelalaiannya.
Setidaknya sampai Aurel bisa berjalan lagi baru Malik akan melepaskan tanggung jawabnya.
Ya, sekarang mungkin keputusan itu yang terbaik apalagi Malik belum tahu bagaimana kehidupan Aurel.
Di lihat dari wajah ya seperti nya Aurel masih berusia belasan tahu entahlah, melihat sikapnya yang masih labil.
Atau mungkin kehidupan Aurel sangat berat hingga membuat Aurel bersikap seperti itu.
Malik membenarkan letak selimut Aurel dan tangannya agar nyaman.
"Apapun yang terjadi di kehidupan mu, tak seharusnya kau mengutuk Tuhan.'
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
Malik menyiapkan makan untuk Aurel karena sendari sadar Aurel belum makan apapun. Malik tak ingin Aurel lama sakitnya hingga ia harus lama juga merawatnya.
"Mau apa Lo?"
"Menyuapi mu makan, kau harus makan agar cepat sehat,"
"Gak mau, sana pergi kenapa masih di sini?"
Ketus Aurel tak bersahabat seperti nya Malik harus menyiapkan kesabarannya merawat gadis yang tak tahu asal usulnya tapi Malik harus bertanggung jawab.
"Kamu harus makan Aurel, biar cepat sembuh."
"Baiklah, gue mau sendiri?"
"Tidak, aku akan menyuapi mu?"
"Hey, yang sakit itu kepala, kaki dan hati gue bukan kedua tangan gue. Jadi gue masih bisa makan menggunakan tangan gue!"
"Baiklah!"
Pasrah Malik tak mau berdebat kembali karena yang di katakan Aurel memang benar. Yang sakit itu, kepala, kaki dan hatinya bulan tangan.
Sial!
Gadis kecil ini membuat Malik terus bersabar padahal Malik masih belajar apa namanya sabar.
Aurel melirik sekilas pada Malik yang sibuk memainkan ponselnya.
Aurel tak habis pikir kenapa Malik masih di sana padahal Aurel sendari tadi terus mengusirnya.
"Aku tahu aku tampan,"
"Cih, kenapa Lo masih di sini. Pergi sana?"
"Sudah ku bilang, aku akan bertanggung jawab merawat mu sampai sembuh. Jika kau sudah bisa berjalan lagi baru aku akan pergi tanpa kamu usir,"
"Terserah, tapi gue tak butuh tanggung jawab lo."
"Bukankah kamu bilang tak punya keluarga, jika saya pergi lantas siapa yang merawat mu?"
"Apa peduli mu?"
Ya, apa peduli Malik padahal bisa saja Malik meninggalkan Aurel apalagi ia sudah membayar semua biaya pengobatan Aurel sepenuhnya.
Entahlah, Malik hanya kasihan saja mengingat Aurel tak punya keluarga apalagi melihat sikap Aurel yang seperti itu membuat Malik takut Aurel melakukan hal yang aneh-aneh. Karena seperti nya Aurel tak peduli dengan hidupnya.
"Istirahat lah, saya ada urusan di luar,"
Malik pergi begitu saja karena melihat acuh tak acuh Aurel bahkan Aurel cuek bebek.
Entah kenapa Malik jadi penasaran bagaimana kehidupan Aurel kenapa gadis itu mau bunuh diri.
Apa kehidupannya memang sesakit itu hingga membuat Aurel bersikap begitu.
Sebelum pulang Malik terlebih dahulu sholat ashar. Malik tahu ia juga makhluk penuh dosa namun Malik sedang berusaha menjadi diri yang baik.
Sudah sholat Malik langsung pulang mengingat ia dari kemaren belum pulang. Malik takut anak-anak panti mengkhawatirkan nya.
Malik Ibrahim Al-karim laki-laki matang di mana usinya sudah menginjak usia dua puluh tujuh tahun.
Tinggal di panti asuhan karena sebuah alasan namun di sana Malik bisa menemukan dirinya sendiri.
Belajar agama di mana dulu Malik tak mengenalnya. Oleh bimbingan seseorang baik hati membuat mata hati Malik terbuka jika Tuhan itu ada sangat ada bahkan dekat dengan hambanya.
Sebelum ke panti Malik membelikan makanan untuk anak-anak panti.
"Assalamualaikum!"
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh!"
Jawab serempak anak-anak berlari menghampiri Malik dengan senyum cerianya.
"Kak Malik!!"
Satu persatu anak-anak menyalami Malik membuat Malik tersenyum.
"Kakak bawa makanan untuk kalian,"
"Hore!"
"Sinta bantu kakak bagikan?"
"Baik kak Malik."
Sinta membantu Malik membagi rata kue yang Malik bawa pada anak-anak lain.
Sinta yang paling tua di antara anak-anak lain. Gadis yang sedang duduk di bangku kelas X. Namun usianya yang baru menginjak enam belas tahun Sinta sudah sangat dewasa dalam berpikir.
Semua anak-anak duduk di kursi dengan tertib di mana tempat mereka makan.
"Kakak dari mana kenapa kemaren tak pulang?"
Tanya Sinta ketika sudah membagikan kue pada anak-anak.
"Maafkan kakak, kemaren kakak menabrak seseorang!"
"Astaghfirullah, apa korban tak apa kak?"
"Alhamdulillah baik-baik saja, tapi kakak harus menjaganya karena beliau tak punya keluarga."
"Jadi kakak akan bulak balik ke rumah sakit?"
"Iya! Maafkan kakak ya!"
"Tidak apa-apa kak, Sinta mengerti. Kakak jangan khawatir di sini kami baik-baik saja apalagi ada kak Raja yang menjaga kami. Kak Mawar juga selalu datang untuk mengajar ngaji!"
"Alhamdulillah kakak lega kalau begitu. Kakak ke kamar dulu ya mau ganti baju setelah itu mau kembali ke rumah sakit lagi."
"Baik kak!"
Malik masuk ke dalam rumah cukup besar. Sebenarnya rumah itu bukan panti asuhan melainkan rumah megah di mana pemiliknya sudah meninggal. Semasa hidupnya sepasang suami istri tak punya anak dan mereka mengasuh anak-anak jalanan dan menganggap mereka anak hingga rumah itu di namakan rumah Adam Hawa di mana sepasang suami istri itu kebetulan namanya pak Adam dan Bunda Hawa.
Malik tinggal di sana ketika hidupnya di selamatkan oleh pak Adam dan tinggal di sana hingga sampai saat ini Malik lah yang bertanggung jawab atas anak-anak yang dulu di rawat pak Adam dan bunda Hawa.
Sinta anak pertama yang pak Adam dan bunda Hawa rawat sebelum anak-anak lain.
Sudah mandi dan berganti pakaian Malik sudah siap kembali ke rumah sakit karena takut Aurel melakukan hal bodoh lagi.
"Kakak sudah mau berangkat?"
Tanya Sinta tiba-tiba membuat Malik menghentikan langkahnya.
"Iya Sinta. Tolong jaga anak-anak ya jika ada apa-apa telepon kakak atau kak Raja ya?"
"Baik kak, jangan khawatir!"
"Ya sudah, kakak pergi dulu."
"Hati-hati kak?"
"Siap!"
Malik langsung pergi kerumah sakit dengan perasaan tak menentu.
Padahal Aurel hanya orang asing yang tak tahu asal usulnya tapi kenapa Malik sangat mengkhawatirkan.
Bukan khawatir melainkan Malik tak ingin ada orang yang melakukan hal bodoh lagi seperti yang ia lakukan dulu.
Itulah Malik capek-capek harus merawat Aurel walau Aurel tak menginginkannya. Bahkan Aurel hanya ingin mati tapi seperti nya nyawanya masih banyak.
Bahkan Aurel masa bodo dengan hidupnya toh tak ada yang peduli padanya.
Ayah, mama semuanya hanya sibuk mengurusi urusannya masing-masing tanpa peduli dirinya sendari dulu.
Punya kedua orang tua namun Aurel merasa tak punya. Itulah kenapa Aurel menjawab tidak ketika Malik bertanya tentang kedua orang tuanya.
Bagi Aurel mereka sudah mati, mengingat semua itu membuat Aurel mengepalkan kedua tangannya kuat.
Aurel membenci semuanya sungguh dada Aurel sangat sakit.
Bayang-bayang sang ayah merangkul mesra seorang gadis seusianya atau mungkin lebih dan memperlakukannya dengan manja.
"Kenapa Ayah lakukan ini yah. Bukankah aku juga anak ayah."
Gumam Aurel sakit sungguh sangat sakit ketika tak di akui. Bertahun-tahun menginginkan pengakuan sang ayah namun yang ia terima hanya kesakitan.
"Kenapa ayah memilih wanita itu, apa aku benar-benar bukan anak ayah seperti yang ayah katakan!"
"Kalian jahat, semuanya jahat tak ada yang sayang padaku. Aku benci kalian aku benci hiks ..."
Aurel meringkuk memeluk tubuhnya erat tak peduli kakinya yang sakit.
Tak ada yang bisa menggambarkan sakitnya tak di akui.
Malik menghentikan penggerakan ya mendengar Aurel menangis. Bahkan bisa Malik lihat punggung Aurel terguncang.
Sungguh Malik sangat penasaran apa yang membuat Aurel seperti itu.
Malik menutup kembali pintu dengan hati-hati takut Aurel menyadarinya.
Malik memilih menunggu di luar saja sampai Aurel puas meluapkan kesesakannya.
Semoga saja ponsel Aurel bisa hidup kembali dan Malik ingin melihat siapa yang akan di hubungi Aurel.
Setidaknya Malik akan tahu di mana panti asuhan tempat tinggal Aurel.
Bersambung ...
Jangan lupa Like, Hadiah, komen, dan Vote Terimakasih ...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!