NovelToon NovelToon

Tiba-tiba Cerai

Bab 1

“Kita cerai saja, Lun!” kata-kata mas Wardana membuat kunyahan di mulutku berhenti, air mata yang tanpa di komando keluar begitu saja tanpa aba-aba. Bahkan lauk pauk yang sudah lama tidak bisa aku nikmati, mendadak hilang rasa nikmat nya.

Cerai...

Mas Wardana ingin kami bercerai?? Tapi apa salah ku?

“Cerai?” tanya ku menatap manik mata nya yang juga sendu menahan tangis, kenapa kau menangis mengucapkan kata-kata cerai itu, mas! benarkah ini keinginan nya untuk bercerai dari ku? atau ada hal lain nya, yang tidak aku ketahui.

“Maaf.. tapi itu jalan terbaik saat ini!” katanya pelan dengan mata yang masih enggan menatap ku.

“Kenapa mas? Karena aku sakit?? Atau karena aku yang belum memberikan kamu keturunan?” aku mencoba kuat meski rasanya hati ku perih seperti ditikam belati. Kaki yang menopang seluruh tubuh ku serasa tak bertulang, mendadak aku lemas.. meski saat ini aku sedang duduk di meja makan, bersama dengan mas Wardana suami ku..

Acara makan malam yang aku anggap spesial, karena malam ini Anniversary pernikahan kami yang ke 7 tahun.. dan ada satu kabar baik yang akan ku bagi dengan suami ku di momen ini. Yaitu kesembuhan ku! Yah.. sejak 4 tahun terakhir ini aku mengidap kanker lambung, yang aku tak tahu kapan dan bagaimana bisa aku mengidap penyakit itu.

Selama ini, mas Wardana selalu mendukung ku setiap kali aku menjalani kemoterapi, tubuh yang semula cantik menurut ku, karena efek dari kemo mendadak hilang ke lembabannya. Wajah ku kusam dan rambut ku banyak yang rontok, meski perubahan itu tak terlalu terlihat karena aku mengenakan hijab.

Tapi kemarin sahabat ku, Bintang.. Salah satu dokter yang menangani penyakit dalam, dan merangkap sebagai dokter yang menangani aku, mengabar kan kalau aku sudah sembuh, dan kanker itu sudah sepenuhnya hilang dari tubuh ku. Ini satu kejaaiban!! aku bisa sembuh seperti sedia kala.. padahal tipis kemungkinan aku mengharapkan kesembuhan..

Dan tadi pagi, aku langsung pergi kerumah sakit untuk mengambil hasil tes nya.. itu sebab nya malam ini aku memasak untuk merayakan kalau aku sudah sembuh. Tapi kenyataan pahit justru aku terima.. Bahkan mas Wardana tidak perasaan kalau malam ini aku memasak menu yang tidak biasa nya.. menu yang tak bisa ku santap saat penyakit itu tengah menggerogoti tubuhku.

Mas Wardana menceraikan aku! Ya Allah.. sesakit ini kah!!

“Mama menginginkan cucu, Lun.. sedangkan bersama mu, kita tahu tidak mungkin semua itu terjadi, kau sedang sakit.. untuk merawat dirimu sendiri kau juga perlu tenaga, aku tak ingin membebani kamu.. Aku cinta kamu.. aku tak ingin kau mendengar tuntutan mama padamu, lebih baik aku mengorbankan pernikahan kita , asal kau tetap bahagia!” kata nya lagi dengan air mata mengalir di pipi nya.

Sepedih itukah kau mengucapkan kata cerai itu padaku mas? Sampai kau menangis? Dan apa benar semua itu karena mama yang ingin punya cucu sedang aku tidak bisa memberikan nya?

Benarkah itu?? Entah kenapa saat ini sulit sekali rasanya percaya dengan semua ucapan mu, mas!!

“Sungguh karena itu alasannya?” tanya ku, memastikan air mata di pipi nya bukan air mata palsu yang ia keluarkan untuk meyakini aku tentang dramanya! aku mencoba waras dalam berpikir! Sakit.. jelas sangat sakit, tak terkira rasanya mendengar kenyataan pahit itu menggunakan telinga sendiri.

Tapi aku harus mampu menopang kenyataan pahit itu sendirian.

“Anita hamil.. kamu tahu betul dia siapa, Lun.. sedang meminta pertanggung jawaban mas Doni tidak mungkin, orang tua Anita menuntut pertanggungjawaban dari kami selaku keluarga mas Doni, karena mental Anita yang jadi taruhannya.. setelah kematian mas Doni, Anita sudah merasa terpukul, ditambah saat ini dia tengah hamil 3 bulan! Jadi mama menyarankan mas untuk mengambil alih tanggung jawab itu! Anak Doni juga darah daging mas kan.. karena mas saudara laki-laki nya... Mas menyanggupi itu, tapi mas tidak ingin kamu terluka, Lun.. makanya mas melepaskan kamu!” ya Allah.. hatiku seperti diiris mendengar penjelasan dari mas Wardana, dia menyelamatkan wanita lain dari sakit jiwa, tapi menyakiti aku sedemikian rupa?? Apa dia pikir aku tidak punya perasaan?

Apa karena aku sakit, dia bisa berbuat semau nya..

Ingin saja aku katakan kalau aku sudah sembuh, dan bisa memulai program hamil seperti yang diminta mama nya, tapi tidak.. aku tidak akan mengatakan kalau aku sudah sembuh. Bukan karena ingin mencari simpati mas Wardana, bukan..

Bukan pula aku ingin mas Wardana membatalkan niat nya menikahi Anita.. hanya saja, aku tak ingin terlihat menyedihkan di mata mereka semua.. di mata orang-orang yang sengaja memporak-porandakan rumah tangga ku.

Aku tidak ingin justru aku akan di madu.. tidak.. aku tidak sekuat itu, aku tidak memiliki hati seluas Siti Aisyah yang bisa ikhlas di madu.. lebih baik aku turuti keinginan nya untuk menceraikan aku. Begitu saja.. meski aku tahu.. hidupku akan hancur-hancuran..

“Jadi mas memutuskan untuk menikahi Anita?” kata ku, dengan air mata yang sudah tak lagi berair, sudah ku sapu bersih agar tak bersisa lagi! aku harus baik-baik saja di hadapannya, agar dia tak mengasihani aku. Jiwa ku sudah benar-benar terluka karenanya.

“Iya, Lun.. maafin mas, hanya itu cara nya.. mas mohon agar kamu ridho dan tidak mempersulit semua nya! Meskipun Anita dan keluarga nya siap jika sampai Anita dijadikan istri kedua, tapi mas yang tidak ingin.. mas belum bisa seadil itu! Tolong kamu ngertiin mas, Lun.. kamu jangan pusing mikirin biaya kemoterapi kamu, mas akan tetap memberikan biaya itu setiap bulannya, mas akan tetap menafkahi kamu..” manis sekali kata-kata mu mas.. benarkah cinta mu itu?? Benarkah kau tak ingin melihat aku tersiksa melihat kebersamaan mu dengan Anita?

Benar memang dulu saat pertama kali aku mengetahui tentang penyakit ini, aku meminta mas Wardana untuk bersiap mencari pengganti ku. Tapi tidak seperti ini cara nya..

Kepala ku penuh dengan berbagai prasangka buruk, entah kenapa hatiku menolak mempercayai kata-kata mas Wardana yang mengatakan kalau dia mencintai ku, dan tak ingin melihat ku hancur, tapi saat ini tentu dia sadar kalau dia sudah menghancurkan aku!

“Baiklah.. kalau memang itu keinginan kamu mas! Aku terima kata cerai itu dari kamu.. tolong segera bersihkan aku di pengadilan! Secepat nya!! agar kamu bisa segera menikahi Anita!”

“Kamu menerima nya??”

“Iya!! aku menerima nya.. bukankah dari dulu aku meminta mu mencari penggantiku!! kini kau sudah melakukan nya!”

Bab 2

“Apa Bi.. kanker lambung? Tapi selama ini aku sehat kan? Kenapa tiba-tiba aku sakit kanker?” tanya ku dengan ekspresi kaget tak menentu. Sahabat ku Bintang mengatakan kalau aku sakit keras, karena saat itu aku sedang mengajar di salah satu universitas ternama di kota ku, Aku pingsan.. dan para murid yang menolong ku membawa ku kerumah sakit terdekat, kebetulan sekali sahabat ku Bintang bekerja disana.

“Iya.. kanker itu sulit di deteksi, Lun.. aku juga baru menemukan nya padamu!” Bintang menjawab dengan sangat pelan agar aku tak syok dan patah semangat. Pikiran ku langsung menerawang jauh, bagaimana kalau nanti aku semakin parah.. bagaimana dengan mas Wardana yang tak bisa apa-apa tanpa aku?

Selama ini, suami ku itu selalu bergantung padaku.. dia tak bisa makan saat aku tak menyiapkan makanan untuk nya.. saat ini usia pernikahan kami menginjak 3 tahun.. Kami masih begitu santai meski si kecil belum hadir ditengah-tengah kami.

Bagaimana ini??

“Aluna..” suara Bintang mengagetkan ku dari lamunan sesaat itu.

“Apa aku ada kemungkinan untuk sembuh?”

“Ada.. kanker mu masih tahap awal, aku akan upayakan apapun itu untuk kesembuhan kamu, Lun..”

“Tapi bagaimana jika gagal?? Apa kemungkinan terburuk nya?” tanya ku.. sudut mata ku sudah basah, Bintang langsung membuang nafas nya dengan pelan. Aku tahu dia juga syok dengan kenyataan ini.

“Sebagai dokter, dan sahabat mu.. aku tidak ingin mengatakan kemungkinan terburuk nya.. kau harus sembuh, Lun.. Harus!!” tangannya kuat memegang lengan ku. Aku tahu semua itu hanya semangat nya, agar aku tak semakin buruk memikirkan bagaimana nasib ku selanjutnya.

“Bagaimana dengan mas Wardana? Bagaimana kalau suatu saat aku meninggalkan dia, Bi.. dia tak bisa tanpa ku.. bahkan dia tak bisa tidur saat aku tak ada disampingnya.” lirih ku pelan dengan air mata yang langsung lolos begitu saja.

“Kenapa kau malah memikirkan Wardana?? Dia laki-laki, Lun.. mulai sekarang pikirkan lah tentang dirimu sendiri, kau harus sembuh.. ikut kemoterapi seperti yang aku bilang.. meski efek nya rambut mu sedikit demi sedikit akan rontok, tapi tak apa.. aku percaya kau akan sembuh!”

Sejak saat itu aku mengikuti saran Bintang untuk kemoterapi, begitu sakit sekali rasanya.. sehabis kemo aku muntah-muntah dan tubuh ku serasa menggigil.. awal nya aku tak ingin mas Wardana tahu penyakit ku, dia pasti sedih.

Tapi rupanya, Bintang mendahului aku.. dia memberi tahu mas Wardana tepat saat aku menjalani kemo yang ke 5 kali!

Saat itu, mas Wardana mendukung ku.. jelas ia menunjukkan kalau dia sangat takut kehilangan ku..setiap malam.. ia selalu memeluk ku.. dan mengatakan, bagaimana jadinya jika malam-malam selanjutnya ia lewati tanpa aku..

Sedih.. tentu saja.. aku sedih mendengar semua itu. Aku takut jika semua itu benar terjadi..

“Mas.. carilah pengganti ku, saat aku tidak ada.. kau akan terbiasa!” ucap ku pada suatu malam.. kami sedang menikmati udara malam yang segar di atas balkon kamar kami.

“Kamu apa-apaan sih Lun, jangan jadikan aku tokoh jahat dalam pernikahan kita! Aku gak akan ninggalin kamu, apapun keadaan nya! Aku sayang kamu!” mas Wardana langsung bangkit dan memeluk ku, tak lupa air mata nya membanjiri pipinya.

*

“Aku akan mengurus berkas kita dipengadilan besok! Sebelum hakim memutuskan perceraian kita.. Aku masih berharap kamu tinggal disini!” suara mas Wardana membangunkan ku dari ingatan masa silam, saat ini kenyataan nya berbeda. Dia sudah melepaskan aku.. Ya Allah.. sakit sekali rasanya.

Aku meremas kertas dari rumah sakit yang menyatakan kesembuhan ku. Aku urungkan niat untuk memberi tahu mas Wardana.

“Tadi kau mengatakan ada kabar baik.. apa itu?” tanya nya lagi, kali ini dia bertingkah seakan kata cerai itu tak pernah keluar dari mulut nya.

“Aku akan mengajar lagi mulai lusa!” jawab ku.. memang setelah aku dinyatakan sembuh, aku langsung menghubungi pihak universitas tempat aku mengajar, Alhamdulillah.. mereka masih memberiku kesempatan untuk berbagi ilmu dengan para mahasiswa dan mahasiswi disana, sembari aku akan memberikan edukasi mengenai aku yang lolos dari penyakit kanker selama 4 tahun ini.

“Mengajar?? Jangan aneh-aneh, Lun! kesehatan mu itu penting! Jangan melakukan pekerjaan yang menguras energi dan pikiran mu!” kata nya lagi dengan raut wajah keberatan, aku memandang nya sekilas.. lalu kembali fokus dnegan makanan di hadapan ku.

Meskipun makanan enak ini susah ku telan, tapi sebisa mungkin aku memaksa mereka untuk masuk kelambung ku.

“Aku bosan dirumah.. disana aku punya banyak teman! Juga, saat ini kita bukan siapa-siapa lagi, mas! Biasakan untuk tidak perhatian padaku!” aku berdiri dan langsung membawa sisa makanan ke dapur untuk ku cuci, rasanya sudah tak sanggup lagi aku melanjutkan makan malam ini dengan baik-baik saja.

Ku lihat, mas Wardana menghentikan suapan ke mulut nya, ia memperhatikan aku dari tempat duduk nya.

“Tapi kita belum sah berpisah! Jadi kau masih istriku!” kata nya dengan lirih, aku bisa mendengar nya, aku memejamkan mata ku sesaat lalu membuang nafas pelan.

“Hanya status di mata hukum saja! Di mata agama kita sudah berpisah! Kau sudah haram menyentuh ku, apalagi memandang ku seperti itu!” tegas aku mengatakan, meski tangan ini masih sibuk mencuci piring bekas aku makan.

“Aku belum mengucapkan kata talak, Lun..”

“Kau sudah mengajak ku bercerai mas, secara sadar dan tanpa paksaan! Dan aku menerima ajakan itu.. jadi sejak saat itu aku bukan istrimu lagi! Sudah jatuh talak mu padaku!”

“Aluna..”

Tak ku jawab panggilannya.. setelah selesai membasuh piring, aku langsung bergegas ke kamar. Mengunci pintu dan membanting tubuhku di kasur! Aku meraung dengan memeluk diri ku sendiri. Sakit sekali rasanya membayangkan Mas Wardana akan menikahi Anita, membayangkan mas Wardana memperlakukan Anita dengan penuh cinta dan kasih sayang. Ya Allah aku tidak sanggup! Kenapa aku harus sembuh, kalau penyemangat hidup ku sudah kau ambil!

Aku menangis sejadi-jadinya.. hijab yang kugunakan sudah basah disisi kiri.. karena saat ini memang aku memiringkan tubuhku.

“Aluna.. mas tahu kamu sedih.. maafkan mas!” suara mas Wardana mengiba diluar sana meminta maaf padaku. Kalau kau tahu aku sesakit ini, kenapa tetap kau lakukan mas!

Kenapa....

“Aluna.. buka pintunya.. mas masih punya hak dikamar ini!” panggil nya lagi.

Mendengar itu, aku langsung menarik koper di atas lemari dan memasukan seluruh pakaian ku, tak lupa sepasang buku nikah!

Kalau suatu saat mas Wardana merubah niat nya menceraikan ku, dan justru malah memilih untuk memadu ku, aku sudah siap dengan semua itu. Entahlah kenapa tiba-tiba aku punya pikiran seperti itu!

Aku membuka pintu dengan koper yang sudah berada ditangan ku.

“Kau mau kemana?”

“Ke kamar lain!”

“Tapi kenapa? Kita masih suami istri, Luna..”

“Kamu lupa kata-kata ku tadi mas?”

“Tidak bisakah kau tinggal bersama mas, untuk yang terakhir kali nya?”

Bab 3

Malam merangkak naik, tapi mata ku sulit terpejam. Malam ini malam pertama aku tidur tanpa mas Wardana ada disamping ku. Aku duduk di tepi ranjang dengan mengangkat kaki, dan ku peluk lagi tubuh ku sendiri dalam kesunyian malam yang kelam.

Malam-malam selanjutnya sudah pasti aku akan sendirian. Aku mengusap air mata ku .. ku lihat wajah ku di cermin, memang memprihatinkan.

Sudah cukup, Lun.. jangan tangisi lagi.

Saat nya bangkit, harus nya aku bersyukur.. Allah memberiku sakit, sebab dia ingin menunjukkan padaku siapa mas Wardana dan keluarga nya. Selama ini mereka baik, tapi mungkin mereka tak setulus itu..

Baiklah..

Mulai saat ini, aku tidak akan menangis untuk mu lagi mas!

Dimulai dengan hari ini, aku harus bersiap kembali kerumah Abah.

Aku yatim piatu, tanpa saudara. Abah dan Umi sudah meninggal 6 tahun yang lalu. Dimulai dengan Umi yang lebih dulu meninggalkan kami saat usia ku masih 17 tahun, kalau Abah setahun setelah pernikahan ku dengan mas Wardana.

Selama ini mama mertua ku, Bu Lisa begitu perhatian.. bahkan adik kandung mas Wardana, Hanin sudah ku anggap seperti adik ku sendiri.

Tak ku sangka mereka mengusulkan niat untuk menyakitiku sedemikan rupa.

**

Pagi hari, aku memasak sarapan untukku dan mas Wardana , anggap saja ini yang terakhir. Karena setelah ini tentu dapur ini akan menjadi milik Anita. Jika ada yang tanya kenapa aku memilih pergi dan tidak menuntut harta Gono gini.

Aku malas, lelah pikiran kalau aku ngotot ingin menunjukkan kalau aku kuat. Lebih baik aku pergi dan tak berurusan lagi dengan keluarga ini, itu sudah cukup bagiku.

Meskipun rumah ini juga ada uang ku, seperti perabotan rumah, itu murni gaji ku menjadi dosen. Tapi biar lah.. anggap saja itu kenang-kenangan Anita dan mas Wardana jika mereka masih ingin menempati rumah ini.

Pagi ini aku memasak nasi goreng seafood. Makanan kesukaan mas Wardana, sudah 4 tahun ini ia menahan selera nya karena aku tidak bisa memakan nya.

Tapi pagi ini.. aku memasak nya, bukan hanya untuknya, tapi untuk ku juga yang sudah puasa hampir 4 tahun.

Kutata sarapannya di meja, ku lihat mas Wardana sudah turun dengan rapi.

“Kamu masak lagi?” tanya nya dengan menggulung kemeja nya.

“Ya..”

Mas Wardana kembali memperhatikan aku, ku harap ia tak tahu aku sudah sembuh. Rasanya aku sudah malas menatap diri nya. Karena dalam hati juga aku sungguh merasa kecewa dan di khianati. Bisa saja anak yang didalam kandungan Anita bukan anak Almarhum mas Doni, tapi anak nya sendiri.

“Lun.. kamu masih marah sama mas!”

“Makan lah mas, nanti kamu telat!!” tak ku hiraukan rengekan nya padaku, aku langsung menyuapkan nasi goreng itu ke mulut ku sendiri.

Dugaan ku benar kan, mas Wardana sudah tak perhatian lagi padaku, buktinya dia tidak ingat aku bisa makan seafod atau tidak.

Baguslah!

Saat kami sarapan, bel rumah kami berbunyi. Aku langsung sigap melihat, tamu siapa yang datang sepagi ini.

“Anita..”

“Mbak Luna..” sapa nya dengan wajah polos dan senyum manis. Dulu aku selalu suka kalau Anita seperti ini, tapi tidak lagi sekarang.. aku benci malah melihat ekspresi nya yang sok polos padahal sudah menghancurkan aku.

“Mau ngapain sepagi ini?” tanya ku tanpa basa basi.

“Itu mbak.. aku bawain mas Dana sarapan, aku tahu mbak kan lagi sakit, dan mas Dana pasti belum makan, dia kan mau ke kantor.. jadi aku bawakan nasi goreng kesukaan nya! Nasi goreng seafood, selama ini mas Dana kan gak bisa makan di rumah kan.. karena dia menghargai perasaan mbak, tapi aku seering bawakan makanan ini ke kantor nya! Dan Alhamdulillah mas Dana suka mbak!” kata Anita dengan semangat menceritakan kalau calon suami nya itu menyukai masakan nya.

Oh.. jadi selama ini, Anita sudah berani mengirimkan makanan untuk mas Wardana ke kantor, dan aku tidak tahu?? Bodoh sekali kau Luna!

“Tapi sayang nya mas Wardana sudah sarapan!”

“Loh kok udah sarapan!” dia kesal dan langsung menyerobot masuk begitu saja. Aku mengekori nya dari belakang, ingin melihat drama apa yang akan di buat oleh calon istri suami ku ini .. eh.. mas Wardana bukan suami ku lagi. Mantan suami, Luna!

“Anita!” mas Wardana memekik kaget saat melihat Anita datang dengan suara heels nya yang menggema di rumah ini, karena dia sedang kesal, jadi suara heels nya jelas terdengar sangat kuat.

“Mas, kamu sudah sarapan??”

“Iya sudah... Kenapa kamu datang sepagi ini?”

“Aku bawakan kamu nasi goreng seafood! Aku udah susah-susah masak, kamu malah udah makan, gak ngehargai aku kamu tuh mas!” bentak nya dengan nada merajuk.

Mas Wardana langsung membawa kepala Anita ke dalam pelukannya. Membuat hatiku terasa sakit sekali. Dari interaksi kedua nya bisa ku lihat kalau mereka terutama mas Wardana, berhubungan dengan Anita bukan sekedar karena dia ingin bertanggung jawab saja.

Pasti ada yang mereka sembunyikan dibelakang ku.

Hati ku memang sakit, tapi air mataku tak keluar lagi! Mungkin karena aku sudah menangis semalaman.

“Maaf maaf.. kamu jangan marah gitu dong! Ini tadi Aluna sudah masakin mas, gak mungkin mas gak makan, kan? Sudah sini bekal yang kamu bawa ini, biar mas bawa aja ke kantor ya..”

“Kamu makan juga kan nanti?? Takut nya di buang nya lagi!”

“Enggak, pasti mas makan! Ya sudah mas berangkat dulu ya.. baik-baik sama Aluna, karena selama kami belum resmi bercerai, dia akan tetap tinggal disini! Setelah itu baru mas akan menyuruh nya pindah ke rumah di jalan Anggrek itu, dia sakit, Anita.. jadi kamu harus ngerti kenapa mas berbuat gini!” ucap nya lirih, tapi aku bisa mendengar semua nya. Jelas disini kalau mas Wardana sudah merencanakan ini sejak lama. Dugaan ku semakin kuat kalau mereka punya hubungan di balik semua ini.

Apa aku harus mencari tahu?? Tapi untuk apa? Bukannya kami sudah bukan suami istri lagi?

Mas Wardana berangkat kerja, sedang Anita masih disini.

“Mbak, kamu bisa masak?? Emang kuat?”

“Kamu lihat sendiri kan?”

“Bukannya kamu udah sekarat ya mbak! Uppss... Maaf mbak!”

Aku menarik nafas pelan, seperti nya orang seperti Anita ini, memang seperti rubah, yang licik dan bisa mengelabui orang-orang di sekitar nya.

“Terserah kamu, Nit! Sudah ya.. aku mau ke kamar!”

“Eh tunggu mbak!! Kamu masih tidur di kamar utama, kan mas Wardana bilang bakal cerai dari mbak, kok masih dikamar itu sih! Itu bakal jadi kamar ku dengan mas Wardana loh!”

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!