Caramel starla gadis cantik yang hanya tinggal bersama sang bunda, ayah nya Caramel tidak tinggal bersama Caramel dari dulu hingga Kara tidak dekat dengan sang ayah.
Bunda Kara hanya menikah sirih dengan suaminya, karena tak sengaja melakukan hubungan intim hingga Kara ada.
Ayah Kara sudah memiliki keluarga bahkan, ayah Kara memiliki 4 orang anak laki laki.
"Kara, sayang cepatan, Nak. Ini sudah hampir telat loh kamu sekolahnya. " Sedari tadi bunda sudah menunggu Kara bersiap siap untuk sekolah.
"Sebentar Nda, ini sudah selesai kok. " Kara menuruni tangga terburu buru.
"Ayo cepat, nanti Kara sarapan disekolah aja ya, ini sudah Bunda buatkan bekal untuk Kara." Bunda memberikan Kara tas bekal.
Kara mengangguk. "Iya terimakasih Bunda, "ucap Kara. Bunda membalas dengan senyum.
Tak lama mereka pun sampai ke sekolah. "Bunda, Kara turun dulu ya, bunda yang semangat kantornya. " Kara memeluk Bunda singkat.
"Iya sayang, kamu juga semangat ya sekolahnya, nanti, pulang sekolah Bunda yang jemput. " Bunda mengecup pipi Kara singkat.
Kara melambaikan tangannya lalu masuk ke perkarangan sekolah.
"KARA, " teriak teman sebangku Kara yang bernama Ave imelda. Kara biasa memanggilnya Ave.
"Ya ampun Ave, lo bisa ngga sih sehari aja ngga teriak?" tanya Kara kesel. Karena kebiasaan Ave yang suka teriak.
"Hehe gabisa, itu udah jadi kebiasaan gue. " Cengir Ave tanpa merasa bersalah.
Kara hanya bisa menghela nafasnya pelan. "Untung gue sayang. " Batin Kara.
"Gausah membatin, ayo ke kelas sebentar lagi bel akan berbunyi," Ave merangkul pundak Kara erat.
Tringggg tringgg
Dan bener saja, bel masuk berbunyi semua murid SMA Angkasa buru buru masuk ke kelas termasuk Ave dan Kara.
"Gila, kayaknya gue lupa deh bawa buku pelajaran buk Sukma, " Kara membongkar isi tas nya.
"Ah seriusan Kara, cari yang bener coba. " Rengek Ave.
Kara memeriksa kembali isi tas nya. "Kan, bener gue lupa, " gumam Kara.
"Assalamu'alaikum anak anak, " ucap Bu Sukma memasuki kelas.
"Waalaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh, " jawab mereka serempak.
"Sebelum kita memulai pelajaran, seperti biasa bagi kalian yang tidak membawa buku pelajaran saya, silahkan keluar dan hormat bendera sampai jam pelajaran saya selesai. " Ucap bu Sukma tegas tanpa mentolerir lagi.
Kara segera berdiri dari tempat duduknya.
"Kara, kamu tidak bawa buku pelajaran saya?" tanya Bu Sukma. Belum sempat Kara menjawab, Ave juga ikut bangun.
"Silahkan kalian berdua keluar dari kelas saya, "ujar Bu Sukma dengan marah.
Kara dan Ave pergi keluar dan berdiri di depan tiang bendera.
"Ve, lo ngapain sih ngikutin gue? " tanya Kara. Pasalnya si Ave ada membawa buku pelajaran Bu Sukma.
"Ya, gue sebagai besti lo yang setia, kudu terus bersama lo dong. Dimana pun lo berada dan dalam kondisi apapun, " jawab Ave tanpa berpikir panjang.
"Ya, tapikan-" belum sempat Kara menyelesaikan ucapannya, sudah lebih dulu di potong Ave.
"Udah udah, ini keputusan gue lo gak boleh larang. " Ucap Ave tegas.
"Serah lo deh. "
Tak lama kemudian, datang anak kelas ipa 1 yang baru saja kelar berganti seragam putih abu dengan seragam olahraga.
"Wah, ada cewe cewe cantik nih. " Goda cowo yang mereka tau bernama Kevin.
"Iya, jadi semangat deh gue olahraga nya, " tambah Johan yang berada samping Kevin.
Mendengar godaan mereka, Ave dan Kara pura pura tidak mendengar saja.
Sepulang dari sekolah bersama sang bunda, Kara segera masuk kamarnya. Ia terlalu cape setelah beraktivitas tadi di sekolah.
"Duh mau istirahat tapi, Kara laper mending Kara turun makan dulu deh, " gumam Kara sambil memegang perutnya.
Yang tadi nya buru buru, sekarang kara malah memelankan jalannya, setelah mendengar bunda menelpon.
"Iya mas aku masih dirumahku ini, " jawab Bunda.
"................. "
"Apa anak kita sakit? oke oke aku kesana sekarang. " Panik Bunda.
"........ "
"Iya aku akan menginap, nanti aku bilang sama Kara ada kerjaaan di luar kota, " tambah Bunda.
"........ "
"love you too mas. " Balas Bunda sambil mematikan sambungan telponnya.
Deg
Jantung Kara seperti dihantam oleh batu besar, Anak kita, mas, apa maksudnya ini semua?
Lutut Kara melemah, rasanya untuk menuruni tangga saja sudah tidak sanggup. Tapi, sebelum jauh ia harus menanyakan ini pada bundanya.
"Bunda," panggil Kara.
Bunda yang sedang duduk di kursi meja makan membalik badan terkejut. "Apakah Kara mendengar pembicaraan ku tadi? " batin Bunda takut.
"Iya sayang, sini duduk samping Bunda." Bunda bersikap seolah olah tidak terjadi apa apa.
Kara menurut, ia duduk di samping bunda.
"Kara mau makan apa, Nak? " tanya Bunda.
"Kara ngga mau makan, Kara mau ngomong sama Bunda dulu, " jawab Kara dengan muka datar.
Mendengar itu bunda semakin yakin kalo Kara sudah mendengar pembicaraannya dengan suami baru.
"Mau ngomong apa, sayang? " Bunda berusaha tetap tenang.
"Apa yang Bunda sembunyiin dari Kara? " tanya Kara.
"Sembunyiin? Bunda ngga nyembunyiin apapun dari kamu."
"Gausah bohong Bunda, tadi Kara denger sendiri Bunda bilang anak kita? mas? Bunda nikah tanpa persetujuan Kara? " tanya Kara marah.
Bunda menghela nafas, sepertinya memang sudah waktunya Kara mengetahui. "Bunda ngga nikah tanpa persetujuan Kara, tapi Bunda sudah menikah sebelum adanya Kara. "
"Maksud Bunda? " tanya Kara tidak mengerti.
"Sebelum Bunda sama ayah Kara menikah, Bunda sudah menikah dan memiliki seorang anak laki laki atau abangnya Kara. Malam itu, Bunda ada kerjaan di kantor tapi, mendadak teman Bunda mabuk di salah satu bar, jadi mereka menelpon Bunda untuk menjemput teman Bunda itu. Sesampai disana ternyata Bunda dijebak bersama ayah kamu dan berakhir Kara ada. Karena Bunda tidak ingin Kara diejek ejek oleh teman teman nanti Bunda ajak ayah Kara menikah sirih, dan beliau pun menyetujui nya dengan syarat Bunda tidak boleh melarang ayah kamu pulang kerumah keluarga nya. Waktu itu suami Bunda menceraikan bunda untuk sementara agar bisa menikahi ayah Kara. Pada saat Kara berumur 12 tahun, Bunda kembali rujuk setelah bercerai dengan ayah Kara. "Penjelasan Bunda membuat air mata Kara tak bendung. Ternyata, ia adalah anak haram.
" Maaf Sayang, maaf jangan menangis seperti ini, Nak. Bunda tidak sanggup melihatnya bicaralah sayang," Bunda mengusap air mata Kara.
"Jadi, setiap Bunda bilang kalo Bunda mau ke luar kota itu, Bunda pulang ke suami Bunda? "tanya Kara, Bunda mengangguk lemah.
Air mata Kara semakin mengalir deras. "Kenapa kalian tidak pernah mau jujur sama Kara? hiks... apa Kara tidak berhak mengetahui ini semua? seandainya tadi, Kara tidak mendengar pembicaraan Bunda, Bunda tidak akan mengatakan juga, kan? " ucap Kara kecewa.
Ternyata, selama ini orang tuanya mempunyai keluarga masing masing. "Ini juga alasan kenapa ayah nggak pernah mau nginap disini? "tanya Kara lagi.
" Kenapa kalian jahat? hiks ... "Kara menangis menutup mata dengan dua telapak tangannya.
Bunda ingin memeluk Kara tapi, Kara menghindar lalu pergi masuk ke dalam kamarnya.
Drrrrrtttt
ponsel bunda kembali berdering ternyata, suaminya kembali menelpon.
" Iya mas sebentar lagi aku akan berangkat, "
".......... "
"Iya, katakan padanya aku juga begitu merindukan nya." Jawab bunda.
"......... "
"Iya, sampai jumpa love you too. "
Dada Kara begitu merasakan sesak mendengar percakapan mereka. Selama ini ia sudah menjadi orang terbodoh karena tidak mengetahui apapun tentang orang tuanya.
"Hiks ... hiks ... hiks ... " Kara menangis sambil memegang dadanya yang sesak.
Tok tok tok
"Keluar dulu, Nak. Bunda mau bicara atau Bunda izin masuk ya, " Tak ada jawaban dari dalam, Bunda memutuskan untuk masuk.
Terlihat Kara yang sedang menangis sambil memeluk lututnya di samping kasur.
Air mata bunda kembali menetes, ia telah melakukan kesalahan besar hingga putrinya seperti ini.
"Tolong tinggalin Kara sendiri Bunda, Bunda pergi saja gapapa, " ucap Kara tanpa melihat Bunda.
Bunda mengangguk mengerti. " Yaudah, Bunda tinggal ya ... besok Bunda sudah pulang. "Ucap Bunda lalu pergi.
Kara menatap punggung Bunda miris, ternyata dirinya bener bener di tinggalkan. Tangisan Kara semakin pecah bahkan ia tak segan segan menghancurkan barang barang disekitarnya.
"Kara jahat, kenapa Kara harus hadir jika membuat keluarga orang lain sedih? hiks ... Kara pembawa masalah, Kara anak haram hiks ..." Kara meracau tidak jelas.
"Maafin Kara ayah, bunda, gara gara Kara kalian harus bersatu, dan membuat keluarga kalian bersedih hiks ..." Kara menatap sekelilingnya, tatapannya jatuh pada sebotol obat sesak miliknya.
"Bunda maaf, kalo Kara salah mengambil jalan ini. Tapi, kalo Kara tidak pergi bunda pasti akan terus terikat dengan Kara," Kara segera meminum semua butir obat yang ada dalam botol itu.
"Maaf semua Kara pantas pergi dengan cara seperti ini. "Pandangan Kara mengabur, kepalanya berdenyut denyut sakit dan kegelapan mengambil kesadarannya. Mulut Kara mengeluarkan busa busa akibat overdosis obat.
Di rumah sakit, bunda duduk tidak tenang. Pikirannya terus dihantui Kara yang sedang marah dan sekarang ia merasa dada nya sesak, ada apa ini?
"Mas aku izin pulang sebentar ya, aku khawatir dengan Kara, " izin Bunda.
"Biar mas antar, sayang. " Tawar mas Aditya, suaminya bunda.
"Tapi, Karel? "
"Gapapa Bunda, Abang bisa kok tinggal sendiri, lagian disini ada suster yang bantu Abang nanti. " Ucap Karel sambil tersenyum menyakinkan.
Meskipun Kara menjadi alasan bundanya pergi tapi, percaya lah Karel sama sekali tidak membenci kehadiran Kara bahkan ia berharap Kara tinggal bersamanya agar ia bisa punya teman.
"Yaudah Bunda sama Ayah pergi ya, Nak. Bunda janji tidak akan lama." Bunda mengusap usap kepala Karel sebelum pergi.
Sepanjang perjalanan bunda tidak bisa tenang, pikirannya semakin kalut takut Kara kenapa kenapa.
"Bunda tenanglah, Ayah yakin Kara ngga kenapa kenapa, kamu berdoa saja semoga ketika kita sampai Kara sedang menonton tv seperti biasa. " Ayah Aditya menggegam tangan bunda untuk menangkan.
"Iya Ayah semoga, " balas Bunda.
Tak butuh waktu lama akhirnya mereka sampai. Pintu utama tak terkunci, langsung saja bunda dan suaminya naik ke kamar Kara yang berada di lantai dua.
Tok tok tok
Bunda mengetuk pintu. "Sayang, bunda pulang, Nak. Buka pintunya sayang, " ucap Bunda tapi, tak ada jawaban dari pemilik kamar.
"Langsung buka aja bund, " ujar Ayah Aditya.
Bunda terkaget setelah membuka pintu, Kara sudah terbaring dengan mulut penuh dengan busa bahkan sudah bercecer di lantai.
Lutut bunda melemas, ia tidak bisa lagi berjalan, air matanya mengalir deras. "Ini semua salahku, andai saja aku tidak meninggalkan Kara sendiri an, mungkin ini tidak terjadi. " Ucap Bunda sambil menangis.
Ayah Aditya tidak menghiraukan bunda ia segera membawa Kara ke rumah sakit. "Ayo atau kita akan kehilangan Kara. "
Bunda memangku kepala Kara sedih, tangan Kara sudah dingin bahkan bibirnya sudah membiru.
"Cepat yah, Bunda gamau harus kehilangan Kara hiks ..."
Mereka sampai, ayah Aditya membawa Kara ke rumah sakit yang sama dengan Karel agar mudah dipantau.
"Dok tolong putri saya, dia overdosis obat." Ucap Ayah Aditya panik. Di ikuti bunda di belakang nya.
"Baik pak, tolong baringkan di brangkar, "jawab dokter.
Setelah di baringkan, Kara segera di tangani dan orang tua nya disuruh menunggu di luar.
" Ayah, Bunda takut hiks ... "Bunda memeluk suaminya.
" Tenang Bunda, kita berdoa yang terbaik untuk putri kita, " Bunda mengangguk. "Ohya, coba Bunda telpon Antonio memberitahu kan Kara masuk rumah sakit. "
"Tapi yah-"
"Bunda, Antonio ayahnya Kara, ia berhak mengetahui ini. "
Bunda segera menghubungi ayahnya Kara untuk datang ke rumah sakit.
Ayah Kara datang dengan terburu buru bersama istrinya. Bagaimana pun Kara adalah darah daging nya.
Terlihat bunda dan ayah Aditya sedang menunggu di kursi tunggu depan UGD.
"Melati, apa yang terjadi pada putri ku? " tanya Ayah Antonio marah.
"Maaf tuan, Kara sudah mengetahui semuanya apa yang terjadi selama ini. Mungkin Kara tidak menerima berakhir dengan overdosis seperti ini, " jawab Bunda takut takut.
"APA OVERDOSIS? KAMU TIDAK MENJAGANYA? " bentak Ayah Antonio marah.
"Maaf tuan, tadi saya pergi ke rumah sakit karena putra saya juga sakit, " jawab bunda.
Ayah Antonio menghela nafas nya pelan. "Setelah Kara sembuh, hak asuh Kara akan saya ambil. Lebih baik Kara tinggal sama saya. "
Bunda terlihat marah ketika mendengar ucapan ayah Antonio. "Tidak bisa, Kara akan selamanya bersama saya, hak asuh Kara sama sekali tidak bisa kamu ganggu gugat. " Peringat Bunda dengan tegas.
"Kenapa tidak bisa? setelah ini, saya yakin Kara akan mau ikut tinggal bersama saya, Melati. "
Perdebatan mereka terhenti saat pintu UGD terbuka.
" Dokter bagaimana keadaan putri saya? "tanya Ayah Antonio.
" Alhamdulillah sudah membaik tuan, meskipun tadi denyut nadi nya sempat melemah. Tapi, saya sarankan untuk tidak jenguk sebelum dipindahkan ke kamar rawat inap demi kenyamanan pasien. Kalo begitu saya permisi," jelas dokter.
"Iya terimakasih dokter. "
"Sama sama. "
Selang beberapa menit, brangkar Kara di didorong ke kamar rawat inap, Kara masih belum sadar karena pengaruh obat.
"Nyonya, tolong siapapun yang jaga pasien untuk tidak membiarkan pasien sendiri an, takut nya hal yang tidak diinginkan kembali terjadi. "Pinta suster pada keluarga Kara.
" Iya baik suster. "
"Kalo begitu saya pamit tuan, nyonya. "
"Iya silahkan. "
Ayah Kara mendekati Kara."Maafkan Ayah, Nak. Ayah tidak ada di sampingmu disaat kamu membutuhkan Ayah. Ayah berjanji, setelah ini Ayah akan terus bersama Kara dan membuat Kara bahagia. Cepat sadar putri kecil Ayah. " Ayah mengecup punggung tangan Kara berkali kali.
Beberapa hari kemudian, Kara sudah diperbolehkan pulang dari rumah sakit, keadaannya sudah cukup baik.
"Ayo sayang, kita pulang. " Kara tidak menjawab ia hanya mengikut saja. Memang setelah sadar dari overdosis kemarin Kara menjadi lebih pendiam dari biasanya.
Diperjalanan pulang Kara hanya menatap keluar jendela. "Kenapa aku ngga mati aja kemarin? apakah obatnya kurang? " batin Kara.
Bunda tersenyum sedih melihat perubahan Kara, ini alasan mengapa dirinya tidak pernah siap untuk menceritakan segalanya kepada Kara.
Begitu mereka sampai dirumah, Kara dan bunda disambut oleh seorang wanita paruh baya.
"Ibu sama non Kara sudah pulang, " basa basi wanita itu.
"Iya bi, ohya sayang ini bi Timah beliau bekerja di rumah kita mulai kemarin, Bunda sengaja mempekerjakan bi Timah agar Kara tidak kesepian saat Bunda bekerja. "
"Kara cape mau istirahat. "Kara segera berlalu dari hadapan mereka.
" Maaf ya bi, Kara sebenarnya anak yang baik. Tapi, karena kesalahan saya kemarin Kara jadi seperti ini,"ucap Bunda yang tidak enak dengan bi Timah.
"Tak apa bu, saya mengerti dan semoga ibu dan non Kara cepat berbaikan. "
"Iya terimakasih bi, saya ke kamar dulu ya... bibi kalo cape istirahat saja jangan terlalu dipaksakan, " ucap Bunda sebelum pergi.
"Majikan saya begitu baik, " gumam bibi.
Di kamar, Kara termenung beberapa saat. Ia kembali mengingat kebenaran yang di katakan bunda.
Drrrrttt
Ponsel Kara bergetar tertera nama Ave di layar.
"HALO RA LO KEMANA AJA HAH? UDAH NGGA SEKOLAH, TELPON GUE JUGA NGGA PERNAH LO ANGKAT, LO KEMANA?" teriak Ave marah dari sebrang sana.
Reflek Kara menjauhkan ponsel dari telinganya.
"Besok di sekolah gue ceritain semuanya. " Belum sempat Ave menjawab, Kara sudah mematikan sambungan telpon nya.
Pagi hari, Kara kembali masuk sekolah dianter oleh bunda seperti biasa. Hari ini Kara sedikit terlambat karena harus putar balik ada berkas bunda ketinggalan.
Sesampai di gerbang sekolah, tanpa berlama lama kara segera turun setelah berpamitan singkat pada bunda.
Tringggg
Bel masuk berbunyi, Kara semakin mempercepat langkahnya.
Bruk
Tanpa sengaja, Kara menabrak seseorang yang berjalan melawan arah dengannya.
"Maaf maaf gue ngga sengaja, " ucap Kara panik. Orang itu mengambil beberapa buku yang di pegang Kara jatuh.
"Eh Kara, " kaget Karel melihat yang ditabrak adalah adik tirinya.
Deg
"Kak Karel, " gumam Kara. Ia sudah mengetahui bahwa Karel kakak tirinya. "Maaf kak, Kara tidak sengaja permisi. " Setelah mengucapkan itu Kara melenggang pergi.
Begitu juga dengan Karel, ia tidak terlalu memperdulikan Kara, karena sangat keliatan Kara tidak terlalu menyukai nya. Jadi, buat apa berbaik sama orang yang ngga mau dibaikin. " Pikir Karel.
"Duh telat nih pasti, " gumam Kara. Dengan tangan gemetar Kara mengetuk pintu kelas. Pasal nya guru sudah memasuki kelas.
Tok tok tok
Guru itu membuka pintu kelas. "Karena pertama kalinya kamu telat saya tolerir, silahkan masuk. " Ucap Pak Ali tanpa berbasa basi.
"Baik, terimakasih pak, " Kara masuk kelas dengan lega.
"Nanti istirahat lo harus ceritain semua nya sama gue, termasuk kenapa lo telat pagi ini." Ucap Ave pelan tapi, tetap fokus ke depan.
Kara hanya menghela nafas pasrah.
Jam ngajar mengajar berjalan lancar seperti biasa hingga bel ber bunyi.
Tringggg tringggg
"Sekian pelajaran kita hari ini, sampai jumpa minggu depan. " Pak Ali membereskan buku buku nya lalu keluar dari kelas.
"Ayo ke kantin cacing gue udah demo nih, " Ave segera menarik tangan Kara untuk ke kantin bersama.
Di kantin belum terlalu ramai, karena ada sebagian murid ada kegiatan di aula.
"Lo duduk di meja dekat pojok, biar gue pesen," Ave segera pergi memesan.
Kara duduk menunggu Ave bosan, tadi ponsel nya ketinggalan karena ke buru di tarik oleh Ave.
Tak lama kemudian Ave kembali dengan nampan makanan di tangannya. " Tada makanan datang." Heboh Ave sembari meletakkan makanannya.
"Makasih ve, " ucap Kara.
"Apapun untuk besti gue yang tercinta dan yang tersayang ini. "
Mereka mulai makan dengan tenang.
"Ra ayo ceritain apa yang terjadi beberapa hari kemarin. "
"Gue gak tau ve mau cerita dari mana, " ucap Kara sedih.
"Dari pertama kejadian sampai pagi ini. "
"Lo inget ngga hari terakhir gue sekolah? " Ave mengangguk.
"Sepulang dari sekolah gue-" cerita mengalir begitu saja, tanpa berlebih dan berkurang.
Ave menatap kasihan Kara, tidak menyangka kalo hidup sahabatnya selama ini sangat sakit. Reflek Ave memeluk Kara sambil meneteskan air matanya.
"Lo kuat ra, gue tau itu plis gue mohon sama lo jangan lakuin hal terbodoh itu lagi hiks ... gue gak mau kehilangan lo ra, walaupun lo cuek. Tapi, lo adalah sahabat terbaik yang pernah berteman sama gue hiks... "
Kara tersentuh ternyata, Ave yang selama ini sangat menyebalkan sangat menyayangi nya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!