NovelToon NovelToon

Tak Perlu Balas Budi

Kuliah

Sofia menangis melihat hasil yang tertera di depan komputer sekolahnya. Dia tidak menyangka akan mendapatkan hasil ini.

“Ris lihat ris, ini betul atau tidak sih? Aku salah lihat atau tidak ini?” Ujar Sofia pada Riska.

Riska langsung pindah ke meja komputer Sofia, dan membaca apa yang ada di layarnya.

“Alhamdulillah Sofi, alhamdulillah. Kamu diterima di kampus yang kamu mimpikan”

“Yang benar ris, aku masih tidak percaya” kata Sofia sambil menangis bahagia.

“Aku ingin cepat-capat pulang dan memberitahukan semuanya pada ibu dan bapak”

Sofia dan Riska saling berpelukan karena bahagia. Keduanya diterima di kampus yang mereka inginkan. Sofia di Jakarta dan Riska di Bandung. Meski nanti mereka akan terpisah tapi ini adalah awal dari masa depan mereka.

\~*\~

Sofia pulang sekolah dengan berjalan cepat, tidak sabar memberitahukan kabar baik ini pada ibu dan bapaknya. Sofia yakin ibu dan bapak akan bahagia mendengar berita ini.

Tapi setelah sampai rumah ternyata ibu dan bapak tidak ada, hanya ada makanan yang masih hangat di atas meja. Sofia yakin ibu sedang mengantarkan makanan untuk bapak ke sawah.

“Aku tunggu ibu dan bapak pulang saja, pasti tidak akan lama. Lagi pula ibu pasti cuma mengantarkan makanan karena ibu sedang tidak enak badan. Jadi tidak bisa membantu bapak di sawah”

Sofia terus bolak-balik di kamar, sudah jam 2 siang sofia sudah makan dan bersih-bersih tapi ibu belum pulang juga.

Akhirnya Sofia memutuskan untuk menyusul ibu dan bapak ke sawah.

“Mau kemana neng, udah cantik aja jam segini” kata pak Malih.

Sofia menoleh ke samping ternyata ada pak mulih dan mas Danu sedang mencangkul dan membajak sawah.

“Mau cari bapak dan ibu pak, dari tadi Sofia tunggu belum pulang-pulang juga” ucap sofia sambil tersenyum.

Danu merasa dadanya berdebar diberikan senyuman oleh sofia, tapi dia menyembunyikan itu sebisa mungkin dengan bersikap tenang.

“Ealah, bapak kira mau mencari mas Danu, padahal Danu dari jauh sudah senyum-senyum liat neng Sofia jalan kesini” goda pak Malih.

“Apa sih pak, jangan bercanda seperti itu. Nanti Sofi jadi tidak enak” ucap Danu malu sambil memukul pak Malih pelan.

Pak Malih belum puas menggoda Danu “Ealah bener toh, orang dari tadi sampean senyum-senyum terus liat neng Sofia. Kalau suka ya bilang saja Mas”

“Suutt, mending tutup saja mulut bapak dari pada berbicara hal yang tidak-tidak” sambil menutup mulut pak Malih dengan tangan.

“Silahkan Sofi, jika mau mencari ibu dan bapak. Jangan dengarkan omongan pak Malih”

Sofia tersenyum dan mengangguk “Mari pak mas Danu, Sofia Izin kesana dulu ya”

Akhirnya Sofia lanjut pergi untuk mencari ibu dan bapak.

“Bapak ini gimana sih, ko bisa-bisanya bicara seperti itu di depan Sofia. Kalo Sofia risih bagaimana pak” ucap Danu saat Sofia Sudah menjauh.

“Lah saya kan cuma membantu mas Danu. Harusnya mas Danu bilang makasih ke saya” goda pak Malih tak henti-hentinya.

Danu hanya bisa menghela nafas panjang “Iya pak, terima kasih ya. Tapi saya tidak butuh bantuan bapak”

“Mas, saya kasih tau ya, kalau suka sama orang itu ditunjukkan. Bilang kalau sampean suka. Kalo diam-diam saja mana tau orang itu kalo sampean suka. Diambil orang baru tau rasa” ujar pak Malih memberi nasihat.

“Iya pak, tapi saya tidak mau membebani Sofia. Kelihatannya dia tidak tertarik ke saya. Apalagi dia masih muda, cantik juga. Pasti banyak laki-laki yang tertarik sama dia”

“Aduh mas, jangan pesimis gitu lah, dicoba saja belum. Sudah menyerah duluan” kata pak Malih.

“Mending mas usaha dulu, memang setua apa sih mas sekarang. Umur baru 22 sudah merasa tua. Apalagi saya yang umur 43 kalo gitu” ucap pak Malih menambahkan.

Danu berfikir “benar juga pak, tapi saya tidak mau terburu-buru, toh kalo sudah jodohnya nanti juga pasti akan ada jalannya”

Pak Malih hanya bisa geleng-geleng kepala. Bagaimana tidak Danu adalah orang yang tampan, muka yang tegas dan berbadan tinggi sekitar 178 cm. Lebih tinggi dari kebanyakan orang-orang di kampungnya. Tapi dia memang pendiam tidak banyak bicara.

Sepertinya dia malu dengan keadaannya yang merupakan anak yatim piatu. Kedua orang tuanya meninggal saat ia berusia 16 tahun. Tapi dia bukan orang tidak punya. Warisannya banyak yang ditinggalkan oleh orang tuanya. Seperti sawah beberapa hektar dan peternakan ayam.

Namun karena dari kecil orang tuanya selalu mengajarkannya untuk rendah hati. Danu tidak pernah sombong dan selalu berpenampilan sederhana.

Di usianya dia malah sibuk membajak sawah dan mengurus ternak. Tidak heran kulitnya menjadi sawo matang dan badannya terlihat gagah.

Danu tidak memiliki kerabat lain. Jadi setelah orang tuanya meninggal, Danu di urus oleh pak Malih yang merupakan asisten bapaknya dulu. Tidak heran pak Malih tau apa saja yang dirasakan Danu saat ini. Karena ia sudah menganggap Danu seperti anaknya sendiri dan Danu juga selalu terbuka pada pak Malih tentang hal apapun.

“Ya sudah kalau begitu. Saya doakan yang terbaik saja. Kalau mau melamar langsung beri tahu saya ya” ucap pak Malih.

“Bapak ini pemikirannya sudah terlalu jauh. Biarkan dulu Sofia bahagia dengan masa mudanya. Masa saya harus memgambil masa mudanya untuk menikah dan mengurus saya” kata Danu sambil melanjutkan membajak sawah dengan traktor.

\~*\~

Sofia akhirnya sampai di sawah tempat bapaknya bekerja. Disana juga ada ibu yang menemani bapak mencangkul dipinggir saung.

“Bu, ibu kenapa disini? Tidak langsung pulang lagi kerumah. Padahal ibu sedang tidak enak badan” ucap Sofia.

“Ibu sudah agak mendingan. Badan ibu malah sakit kalo dibiarkan tiduran saja. Jadi ibu kesini sambil mengantar makanan bapakmu” kata ibu. Sambil membelai kepala Sofia yang disandarkan di bahunya.

“Bu ayo pulang, bapak juga. Ada sesuatu yang mau Sofia beritahu pada bapak dan ibu”

“Kenapa tidak disini saja nak, itu bapakmu masih mencangkul. Biar selesai dulu baru kita pulang” ucap ibu.

“Tidak bu, ini penting. Lagipula kertasnya ada dirumah. Sofia ingin ibu dan bapak melihat langsung” ucap Sofia semangat karena tidak sabar memberitahukan kabar itu pada bapak dan ibunya.

“Ya sudah sana panggil bapakmu. Ayo kita pulang sama-sama” kaya ibu.

Kesedihan

Sofia, bapak dan ibu pulang dari sawah melewati jalan yang tadi Sofia lewati. Terlihat Sofia sangat bahagia karena dia berjalan sambil melompat-lompat dan berlarian kecil seperti anak-anak yang dapat hadiah.

Hal itu tidak luput dari penglihatan Danu yang masih membajak sawah. Dia tersenyum melihat Sofia ceria seperti itu. Terkadang hal-hal kecil seperti itu yang membuatnya semakin jatuh cinta pada Sofia.

“Pelan-pelan nak, kamu itu loh sudah kaya anak kecil saja. Malu dilihat orang lain itu” ucap ibu sambil geleng-geleng kepala.

Ibu tau kalau anak gadis satu-satunya ini sedang sangat bahagia. Entah karena apa itu, tapi ibu juga senang melihatnya.

\~*\~

Sofia buru-buru masuk ke kamarnya setelah sampai di rumah. Ia mengobrak-abrik tasnya untuk mencari surat pemberitahuan dari sekolah. Sampai-sampai semua isi tasnya berceceran di lantai.

Ibu yang melihat itu sedikit marah dan mengomel pada Sofia.

“Ya Allah nak, kamu ini sedang apa? Kenapa dikeluarkan semua itu. Jadi berantakan kan”

Ibu hanya bisa menghela nafas. Memang sedari kecil Sofia dimanjakan jadi saat sudah besar seperti ini sifat kanak-kanaknya masih belum hilang juga. Mau bagaimana lagi, anak perempuan satu-satunya.

Itu pun ibu dan bapak baru mendapatkan Sofia saat umurnya sudah tidak muda lagi. Harus menunggu 12 tahun sampai ibu dan bapak memiliki Sofia.

Tidak heran ibu sangat memanjakan Sofia.

“Bu lihat ini, ayo ibu sama bapak duduk dulu. Biar bisa baca dengan jelas apa yang ada di surat ini” ucap Sofia dengan semangat.

Bapak dan ibu duduk dan membaca surat yang diberikan Sofia. Sambil tidak sabaran Sofia menunggu reaksi dari ibu dan bapaknya. Tapi tidak ada reaksi apapun. Ibu dan bapak hanya diam dan saling memandang.

“Kenapa bu, pak? Belum selesai bacanya? Atau mau sofia bacakan?” Tanya Sofia.

Bapak menghela nafas sedih, begitu pula ibu. Tapi Sofia bingung. Harusnya ibu dan bapaknya bahagia mendapatkan kabar ini. Tapi kenapa kelihatannya malah sebaliknya.

“Maafkan ibu nak, ibu tidak tau harus bagaimana. Bapak dan ibu senang Sofia diterima di kampus yang kamu inginkan. Tapi kami tidak punya biaya untuk menyekolahkan kamu disana” ucap ibu.

“Kamu lihat sendiri, bapak dan ibu sudah tua. Ibu juga sering sakit-sakitan. Jadi tidak bisa membantu bapakmu di sawah” tambah ibu.

“Kenapa bu? Sofia sudah susah-susah berjuang untuk mendapatkan kampus yang Sofia inginkan. Tapi saat Sofia mendapatkannya, bapak dan ibu malah seperti ini?” Ucap sofia sambil menangis.

Tangisan Sofia sudah tidak terbendung lagi, ia merasa sedih karena semua usaha yang sudah dia lakukan terlihat sia-sia. Ibu dan bapaknya tidak mau mendukungnya mencapai cita-citanya.

Sofia langsung pergi ke kamarnya dan mengurung diri. Mengunci pintu dan menangis sejadi-jadinya. Dia marah pada orang tuanya.

\~*\~

“Bagaimana ini pak?”

Suara tangis Sofia terdengar sampai keruang tengah. Bahkan mungkin sampai keluar.

“Mau bagaimana lagi bu, bapak juga tidak tau. Ibu lihat sendiri. Bapak kan cuma buruh tani. Bekerja kalau ada yang menyuruh saja. Untuk makan saja kita pas-pasan. Apalagi untuk menguliahkan Sofia” ucap bapak.

“Tapi pak, kasian anak kita. Kelihatannya dia sedih sekali. Sampai meraung-raung begitu tangisannya. Ibu tidak tega” kata ibu sambil bersedih.

“Biarkan saja bu. Apa yang dia inginkan tidak semuanya bisa terwujud. Biar jadi pembelajaran untuknya juga”

“Kita sudah terlalu memanjakannya. Jadi biarlah dia berfikir dan menenangkan dirinya dulu” tambah bapak.

Akhirnya ibu menyerah dan membiarkan anaknya menenangkan diri dulu. Mungkin besok ibu bisa memberi pengertian sedikit pada Sofia saat dia sudah tenang.

\~*\~

“Nak, ayo bangun. Kamu tidak sekolah hari ini? Ini sudah jam 7, nanti kesiangan” panggil ibu sambil mengetuk-ngetuk pintu kamar Sofia.

Tidak ada jawaban.

“Sudahlah bu biarkan saja. Mungkin dia kecepan habis nangis semalaman” kata bapak.

“Ya sudah bapak pergi dulu ya. Mau mencangkul sawah pak Rudi”

“Iya pak, hati-hati. Nanti siang ibu bawakan makanan ke sawah” ucap ibu sambil salim ke bapak.

Akhirnya ibu memutuskan untuk ke pasar membeli lauk dan sayuran untuk dimasak.

“Nak, ibu ke pasar dulu ya. Kalau lapar itu sudah ibu siapkan nasi goreng. Dimakan jangan sampai sakit”

\~*\~

Sesampainya di rumah. Nasi goreng buatan ibu masih utuh di piring. Sofia belum keluar juga dari kamarnya. Tidak mau ambil pusing ibu langsung ke dapur untuk memasak.

“Nanti juga kalau lapar pasti keluar” pikir ibu.

Selesai memasak Sofia juga masih belum keluar dari kamarnya. Padahal waktu sudah siang hari.

“Biar saja, memang salah aku terlalu memanjakannya sejak kecil. Jadi seperti inilah dia” ucap ibu.

Ibu sudah menyiapkan makanan dirantang untuk makan siang bapak. Lalu ibu pergi ke sawah dan meninggalkan Sofia di rumah. Mungkin saat ibu pergi Sofia akan keluar dan makan makanan yang sudah disiapkan ibu.

\~*\~

“Ini pak dimakan dulu. Sudah siang istirahat dulu”

Ibu dan bapak pun makan, tak lama Danu lewat di pinggi saung dengan motornya.

“Pak bu sedang istirahat?” Tanya Danu.

“Iya nak, ayo ikut makan sini. Masih banyak ini makanannya”

“Mangga (silahkan) bu, Danu mau ke kota dulu beli pupuk. Kalo gitu Danu pamit dulu ya bu pak”

Bapak pun tersenyum dan mengangguk “Yok, mari nak Danu”

“Sopan ya pak, kalo melihat kita selalu menyapa”

“Iya bu, memang Danu anaknya sopan. Dari kecil juga seperti itu. Orang tuanya juga baik. Tidak heran kalau anaknya kurun dari sifat orang tuanya”

“Iya sepertinya cocok dengan Sofia” ibu tersenyum sambil berharap.

“Hush, jangan gitu. Mana mau nak Danu sama anak kita. Tampan begitu, kaya juga. Mana mungkin dia mau sama anak kita yang biasa saja seperti ini”

“Bapak ini ga boleh gitu sama anak sendiri. Anak kita kan cantik, pintar juga buktinya dia bisa masuk ke kampus yang dia inginkan”

“Sudah ibu jangan terlalu banyak berkhayal, nanti kalau tidak kesampaian sakit sendiri” ucap bapak.

\~*\~

Rumah kelihatan sepi sekali. Saat masuk ibu kaget karena makanannya masih utuh. Padahal sudah jam 4 sore tapi Sofia belum keluar juga. Ibu khawatir akhirnya ibu ambil kunci cadangan di gudang untuk membuka pintu kamar Sofia.

Saat dibuka dilihatnya Sofia yang terbaring lemas, saat dibangunkan Sofia tidak menjawab ataupun bergerak. Ibu keluar rumah sambil menangis, berniat meminta bantuan tetangganya atau siapapun untuk membawa Sofia ke puskesmas.

Tapi saat dipanggil-panggil tidak ada yang menjawab. Tidak lama lewat Danu dengan motornya. Dia kaget melihat bu Santi menangis, akhirnya Danu berhenti dan menanyakan keadaan bu Santi.

“Kenapa menangis bu? Ada yang bisa Danu bantu”

Bu Santi akhirnya berteriak dan meminta bantuan Danu.

“Sofia nak Danu, Sofia..”

“Dia tidak bangun-bangun dari tadi. Sudah ibu bangunkan juga. Semalaman menangis, dari pagi belum makan”

Danu khawatir akhirnya masuk kerumah dan melihat Sofia terbaring lemah.

“Ayo bantu ibu bawa ke puskesmas nak, ibu takut dia kenapa-kenapa”

Akhirnya Danu membopong Sofia dan dibawa ke motornya. Dia membawa motor sedangkan Sofia ditengah dan dijaga ibu dari belakang.

Bantuan

“Nak Danu, bisa minta tolong jemput suami saya kesini?” Tanya bu Santi.

“Baik bu, Danu pamit dulu sebentar” ucap Danu sambil berpamitan pada bu Santi.

Hati Danu sebenarnya tidak enak, dia sangat khawatir pada Sofia. Tapi Danu harus menjemput pak Samsudin dulu dan mengabari bahwa Sofia sedang di rawat di puskesmas sekarang.

Sesampainya di sawah Danu langsung bergegas menghampiri pak Samsudin.

“Pak punten, bu Santi minta saya kesini buat jemput bapak. Sofia sakit sekarang sedang dirawat di puskesmas” ujar Danu.

Pak Samsudin kaget, terlihat raut cemas dan khawatir diwajahnnya.

“Ya Allah nak. Ko bisa sampai begitu? Kalau begitu ayo antar saya ke puskesmas”

Di perjalanan pak Samsudin bercerita kalau Sofia kemarin memberitahunya bahwa Sofia diterima di kampus impiannya. Tapi karena keterbatasan biaya akhirnya pak Samsudin melarangnya untuk berkuliah.

“Saya sebenarnya senang dia diterima kuliah, tapi mau bagaimana? Untuk makan sehari-hari saja pas-pasan”

Danu hanya mendengarkan keluhan pak Samsudin sambil mengangguk paham.

“Semalam dia menangis, entah sampai jam berapa. Mungkin sampai capek” ucap pak Samsudin.

“Tapi saya biarkan, saya kira dia akan tenang besok paginya. Tapi ternyata malah jadi seperti ini” tambah pak Samsudin sambil menangis.

Tak kuat rasanya anak kesayangannya jadi sakit karena tidak di izinkan untuk kuliah.

\~*\~

Sesampainya di rumah sakit Sofia masih belum bangun juga. Pak Samsudin dan bu Santi merenung sambil mengusap air mata.

Melihat itu Danu berfikir, bagaimana kalau dia membantu Sofia untuk berkuliah. Dia punya sebidang tanah dan peternakan ayam. Danu bisa menjual salah satunya atau sebagian tanahnya untuk membantu Sofia.

“Pak bu, mohon izin saya mau bicara sebentar. Mungkin bapak atau ibu bisa keluar sebentar untuk mengobrol dengan saya?” Tanya Danu.

“Bapak saja” ucap ibu.

“Baiklah ayo nak Danu, mau bicara apa. Kita keluar sebentar sambil cari udara segar” jawab bapak sambil mengajak Danu keluar.

Sesampainya diluar, Danu mengajak pak Samsudin duduk di kursi dekat pos satpam.

“Mohon izin sebelumnya pak, bukan bermaksud untuk ikut campur. Tapi saya berniat untuk membantu Sofia” kata Danu.

“Tadi bapak bilang kalau Sofia di terima di kampus impiannya, tapi terhalang biaya. Mungkin saya bisa membantu bapak dan ibu untuk menguliahkan Sofia” tambah Danu.

Pak Samsudin kaget, tapi merasa haru juga. Ternyata di dunia ini ada orang sebaik Danu.

“Yang benar nak Danu? Apa tidak merepotkan? Tanya pak Samsudin.

“Saya tidak yakin bisa mengembalikan uang nak Danu nanti, karena kondisi saya” tambah pak Samsudin.

“Tidak apa-apa pak saya ikhlas, agar Sofia bisa mencapai cita-citanya” jawab Danu.

Sambil mengusap air mata, pak Samsudin bersyukur.

“Ya Allah, terima kasih banyak ya nak Danu. Saya tidak tau lagi bagaimana kalau tidak ada nak Danu”

“Mari masuk nak, saya ingin memberi tau ibunya Sofia tentang ini juga” ucap pak Samsudin sambil menangis bahagia.

Pintu di buka, ternyata Sofia masih belum bangun juga. Dokter bilang dia dehidrasi dan kecapean jadi harus banyak istirahat. Mungkin karena itu dia belum bangun sampai sekarang.

“Bu, barusan nak Danu bilang bahwa dia mau membantu membiayai Sofia untuk berkuliah” kata pak Samsudin.

Ibu menoleh tidak percaya pada Danu. Matanya berkaca-kaca.

“Ya ampun nak Danu, yang benar?” Tanya ibu sambil menangis.

Danu hanya mengangguk untuk mengiyakan.

Ibu menangis sambil memeluk Danu, berkali-kali mengucapkan terima kasih sambil mengusap punggung Danu.

Danu yang diperlakukan seperti itu merasa hangat di hatinya. Ia baru pertama kali lagi merasakan di peluk oleh seorang ibu. Setelah ibunya meninggal.

“Sama-sama bu, Danu ikhlas membantu Sofia. Semoga Sofia bisa lekas sembuh setelah mendengar ini ya bu” ucap Danu haru.

Tidak terasa setetes air mata jatuh di kelopak mata Danu. Buru-buru dia mengelapnya agar tidak terlihat oleh bu Santi dan pak Samsudin.

\~*\~

Setelah tenang akhirnya bu Santi bertanya pada Danu apa alasan dia membantu Sofia.

“Nak Danu, kalau boleh tau apa alasan nak Danu mau membantu Sofia?” Tanya ibu.

“Tidak ada alasan apa-apa bu, Danu hanya ingin membantu Sofia saja” jawab Danu enggan menjelaskan alasannya.

Dia ragu jika menjelaskan alasannya bu Santi dan pak Samsudin merasa tidak enak dan akan membuat Sofia merasa terbebani.

“Tidak apa-apa nak, jujur saya pada ibu. Ibu jadi tidak enak kalau nak Danu tidak menjelaskan alasannya. Apalagi nak Danu tidak mengharap imbalan padahal bapak sudah bilang kalau kami tidak yakin bisa mengembalikan uang nak Danu sepenuhnya” ucap ibu.

Danu diam, dia serba salah.

“Ibu sedikit tau, apa alasan nak Danu mau membantu Sofia” kata ibu.

“Tapi ibu tidak mau berasumsi karena menurut ibu, tidak mungkin nak Danu menyukai Sofia yang masih banyak kekurangan itu” ujar bu Santi menambahkan.

Danu terbelalak kaget, bagaimana bu Santi bisa tau kalau dia menyukai Sofia? Apakah sejelas itu sikapnya saat di depan Sofia?

“Karena nak Danu diam saja dan tidak mengelak jadi ibu anggap itu benar” ucap bu Santi.

“Mohon maaf sebelumnya bu, bukan bermaksud menyembunyikan atau menghindar. Tapi saya tidak ada maksud lain untuk membantu Sofia” ucap Danu ragu-ragu.

“Danu memang menyukai Sofia. Tapi cukup Danu simpan saja sendiri” tambah Danu.

“Kenapa seperti itu, kalau nak Danu suka kenapa tidak bilang langsung pada Sofia? Tanya ibu.

Danu masih sedikit ragu “sepertinya Sofia tidak menyukai Danu. Cukup Danu saja yang simpan perasaan Danu sendiri, Danu tidak mau membebani Sofia dengan hal ini”

“Bagaimana bisa nak Danu menyimpulkan sendiri seperti itu? Di tanya saja belum, bagaimana Sofia tau kalau nak Danu suka” kata ibu.

“Nanti ibu bantu sampaikan pada Sofia ya, semoga saja bisa membuahkan hasil” tambah Ibu sambil tersenyum dan mengusap kepala Danu.

“Terima kasih bu, kalau begitu Danu pamit pulang dulu ya bu. Salam untuk Sofia” ucap Danu sambil memandang Sofia yang masih tertidur.

Danu keluar dari puskesmas dengan perasaan senang, entah itu karena dia bisa membantu orang yang dicintainya atau karena bu Santi mau membantu Danu untuk lebih dekat dengan Sofia.

Tapi yang pasti Danu sangat bahagia sekarang. Besok dia harus bertemu dengan pak Malih dan berdiskusi untuk menjual sebagian tanahnya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!