NovelToon NovelToon

Cinta Sang Cassanova

Sang Cassanova

"Kenapa harus saya yang bertunangan dengan Pak Zayn?" tanya Ambar dengan menatap penuh heran pada lelaki yang kini mengintimidasinya.

Rasa muak semakin menjadi kala dia berhadapan dengan lelaki pemaksa yang tak lain adalah bosnya.

Ambar. Gadis dengan hidung mancung itu berusaha mengelak dari tekanan sang big bos.

Ambar tidaklah terlalu lama mengenal Zayn, dia hanya salah satu karyawan yang bekerja part time di salah satu resto yang berada di bawah naungan nama besar 'Duta Sampurna' perusahan milik keluarga besar Zayn Bagaskara.

"Karena kamu sepupunya Gendis." jawab Zayn dengan enteng. Gendis adalah gadis yang sudah membuat lelaki itu jatuh cinta, tapi sayang wanita yang benar-benar membuat hatinya jungkir balik itu adalah istri dari lelaki lain.

Sempat berharap dan mengejar cinta Gendis hingga membuat nama besar Zayn Bagaskara menjadi pembicaraan umum.

Skandal menjadi lelaki yang mengejar istri orang membuat Zayn berusaha mengubah asumsi publik demi nama baik keluarga dan hubungan bisnisnya.

Ambardina. Akhirnya menjadi bagian dari rencana Zayn untuk memulihkan nama baiknya. Dia akan memaksa gadis itu untuk menjadi tunangan palsunya.

"Hanya bertunangan bukan menikah!" sambut Zayn dengan menatap wajah putih yang sudah memerah karena menahan marah.

"Apapun itu. Semuanya bukan sebuah permainan. Ada nama baik keluarga saya yang menjadi taruhannya." elak Ambar. Dia tidak ingin terlibat dalam skandal big bosnya.

"Penawaranku tidak cuma- cuma. Kamu akan mendapatkan resto jika sandiwara ini berlangsung hingga satu tahun."

"Anggap saja aku membayarmu!" lanjut Zayn. Lelaki bertubuh tinggi tegap itu berdiri tegak di depan Ambar.

"Semurah dan segampang itukah anda menilai seseorang?" tanya Ambar. Ada rasa marah, benci dan muak menghadapi lelaki yang begitu menganggap semua akan mudah di selesaikan dengan uangnya.

Jika saja usaha orang tuanya tidak mengalami krisis financial, mungkin dengan mudah Ambar menolak tekanan pria yang punya banyak bisnis itu, termasuk resto tempat Ambar bekerja.

"Aku sudah memberi penawaran yang terbaik. Tapi, semua terserah padamu." ujar Zayn membuat Ambar menjatuhkan tubuhnya di sofa.

Rasanya dia begitu tak berguna di hadapan orang yang banyak uang dan kekuasan. Lantas bagaimana cara dia menjaga harga dirinya?

Mata indah itu berkaca-kaca, dia ingin sekali meledakkan tangisnya seketika. Tapi, tidak juga di depan lelaki yang kini menatapnya tajam. Ambar sebenarnya sudah mencintai pemuda lain. Tapi, dia seperti tidak diberi sebuah pilihan.

Ancaman Zayn yang akan melenyapkan usaha turun temurun keluarganya itu membuat Ambar tidak bisa menolak tawaran lelaki berwajah Indo itu. Semua seperti intimidasi yang dibuat sesamar mungkin.

"Aku akan menerima tawaran Pak Zayn. Tapi untuk bertunangan, bukan menikah." ujar Ambar dengan suara yang hampir tercekat. Dia sudah pasrah dengan perasaannya pada Elang.

"Tapi, ada satu syarat lagi! Bapak harus tahu batasan, jika kita bukan muhrim!" Mendengar permintaan Ambar membuat Zayn menaikkan sebelah bibirnya hingga wajah dingin itu terkesan sangat sinis.

"Bagaimana?" tanya Ambar. Dia juga punya aturan main agar tidak di injak-injak begitu saja oleh orang yang sok berkuasa itu.

"Aku juga tidak tertarik denganmu! Aku melakukan ini hanya untuk menjaga image dan nama baik keluarga besarku." sinis Zayn.

"Besok kita akan pulang ke rumah orang tuamu dan memberi tahu jika seminggu lagi kita akan bertunangan." Kalimat yang terlontar dari bibir tipis lelaki itu membuat Ambar begitu kaget. Apa harus secepat itukah? Itu yang ada dalam pikiran Ambar.

"Oh ya, mulai saat ini jangan panggil aku 'Pak'!" ucap Zayn kemudian meninggalkan Ambar di ruangannya sendiri.

Ambar menatap kepergian Zayn dengan perasaan yang campur aduk. Bagaimana bisa, dia mengatakan pada keluarganya jika akan bertunangan, ketika dirinya masih duduk di semester tiga? Dan itu pun seperti mendadak.

"Ya Allah egois sekali dia, mengamankan posisinya sendiri, sementara posisiku? Lantas apa yang aku katakan pada dunia jika kontrak itu sudah berakhir." Pikirannya berkecamuk dalam dilema yang cukup panjang.

"Ambar, tunggu aku sampai jadi Lettu ya! Aku akan langsung melamarmu." Kalimat terakhir yang diucapkan Elang saat akan berangkat untuk menjalani pendidikan militer itu terus saja terngiang di telinganya.

Ambar memang mencintai Elang dari dulu, tapi kedua orang tuanya tidak mengizinkan dirinya berpacaran dengan alasan tidak mudah menjaga anak perempuan yang menginjak remaja.

Gadis berumur 20 tahun itu menitikkan air mata. Dari dulu, dia juga menyukai pemuda yang santun itu. Elang adalah pemuda yang santun dan lembut, gadis manapun pasti akan merasa nyaman dekat dengannya.

Dering ponsel membuyarkan lamunan Ambar. Nomer baru membuat gadis itu segera mengangkatnya.

"Assalamualaikum..." jawab Ambar saat membuka panggilan itu.

"Nanti malam kita akan makan malam bersama keluargaku." ujar suara di sebarang.

Zayn mengajak Ambar untuk bertemu dengan keluarganya. Dia ingin segera menyelesaikan masalah ini sesegera mungkin, agar tidak berpengaruh dengan keluarga dan bisnisnya.

"Tapi..."

"Aku akan menjemputmu nanti sore!" ujar Zayn dengan tegas. Lelaki itu tak ingin mendengar penolakan dari gadis yang menjadi tameng untuk menjaga nama baiknya.

###

Sementara itu, di dalam ruangan kerjanya, lelaki yang selalu di sibukkan oleh rapat dan pertemuan penting dengan kolega bisnis itu masih menatap layar laptopnya.

"Tok..tok...tok..." Suara ketukan membuat Zayn menoleh ke arah pintu ruangannya. Raka berjalan mendekat ke arah meja kerjanya.

"Apa, Mbak Ambar setuju dengan ide Pak Zayn?" tanya Raka dengan menyerahkan beberapa lembar kertas yang harus di teliti Zayn.

"Mau tidak mau dia harus setuju!"

"Untuk tender yang kita ajukan pada PT. Nusa Alam belum mendapat kesepakatan." ujar Raka memberi tahu tentang proyek besar akan mereka bangun, tersendat dengan investor yang selalu menjadi rival 'Duta Sampurna'

"Aku tahu, perusahaan milik Kaivan selalu saja menjadi rival kita. Bahkan, merekalah yang menyebarkan rumor jika aku mengejar cinta istri lelaki lain." Zayn menyandarkan tubuhnya di kursi, menatap lemah Raka yang masih berdiri di depannya.

"Beberapa kolega kita orang yang menjunjung adat ketimuran. Jadi, aku khawatir itu akan berpengaruh pada perusahaan kita jika tidak segera diatasi." lanjut Zayn. Sebenarnya, dia juga enggan untuk melakukan sandiwara yang melibatkan wanita.

"Saya mengerti, Pak. Semoga persoalan ini segera mereda." ujar Raka. Dia sangat mengenal Zayn. Dari saat lelaki itu masih senang mengumbar cinta dan nafsu pada gadis yang menginginkan dirinya hingga Sang Casanova itu sudah bosen dengan sesuatu yang melibatkan wanita.

Raka pun akhirnya keluar dari ruangan Zayn. Lelaki itu beranjak dari duduknya dan berjalan mendekat ke arah jendela.

Meskipun sudah berhenti mengejar Gendis, tapi kenyataannya Zayn masih menyimpan rasa cinta dan kekaguman pada gadis yang sudah menjadi istri mantan sahabatnya itu.

Entah dari mana rasa itu hadir, tapi kenyataannya lelaki yang sudah fasih mempermainkan wanita itu tidak bisa mengendalikan perasaannya saat pertama kali bertemu dengan Gendis.

Bertemu Keluarga

Sedari tadi Ambar tidak fokus dengan apa yang sedang dia kerjakan. Masalahnya dengan Zayn malah semakin rumit.

Awalnya hanya perasaan tidak suka saja yang kini harus berujung dengan sandiwara pertunangan.

" Apa ini semua?" gumam Ambar dalam hati. Kepalanya terasa ingin pecah saja, jika semakin memikirkannya.

Gadis yang mengenakan rok panjang dengan blus kotak untuk atasannya kini berjalan keluar lingkungan kampus. Dia bermaksud mencari minum dahulu, sebelum kembali ke resto untuk dijemput Zayn.

"Mbak Ambar, yuk aku antar!" tawar Desy saat melihat Ambar berjalan sendiri. Gadis itu adik tingkatnya yang pernah bergabung dengannya di BEM.

"Terima kasih, Des. Aku akan mencari minum dulu." jawab Ambar dengan ramah.

Ambar memang punya banyak teman. Tidak hanya teman wanita, tapi Ambar juga terkenal di kalangan pria. Tapi, bedanya teman pria selalu menjaga sikap karena rasa sungkan terhadap gadis berjilbab itu.

"Oh ya sudah, aku duluan, Mbak!" pamit Gadis itu, diikuti senyuman manis dari bibir tipis Ambar.

Ambar kembali menelusuri jalanan kampus dengan pikiran yang masih berkecamuk. Ternyata sekeras apapun dia berfikir, semakin sulit pula dirinya menemukan jalan keluar untuk mengelak dari lelaki jahat itu.

Ambar memang menganggap Zayn sangat jahat karena hidupnya ke depan akan suram karena ego lelaki itu.

"Bisakah berjalan dengan baik?" suara itu membuat Ambar tersadar.

Zayn sengaja menghadang Ambar, karena sejak tadi dia memperhatikan gadis yang mengapit bukunya di dada terlihat melamun.

"Pak Zayn yang tidak bisa menempatkan diri." jawab Ambar. Entah kenapa semakin hari lelaki di depannya itu semakin membuatnya kesal.

"Sudah aku katakan jangan panggil aku 'Pak'!" bisik Zayn tapi terdengar tegas.

Ambar memundurkan langkahnya karena lelaki bertubuh tinggi itu mengikis jarak dengan dirinya. Zayn memang selalu membuat Ambar insecure.

Ambar tidak ingin memperpanjang perdebatan di halaman kampus karena semua mata saat ini tertuju padanya.

"Sebaiknya, kita pergi sekarang!" gumam Ambar kemudian melangkah pergi.

"Hae, mobilku di sana!" Zayn langsung menyekal lengan Ambar karena mobilnya terparkir berlawanan dengan arah Ambar berjalan.

"Sudah aku bilang, jangan pegang-pegang!" kesal Ambar mengusap lengannya, bekas dipegang Zayn.

Melihat sikap Ambar yang baginya sok itu, membuat lelaki yang biasa men*lanj*ngi wanita merasa terhina.

"Kamu berani!"

"Kita sudah sepakat!" jawab Ambar. Membuat Zayn hanya bisa mengetatkan rahangnya dan mengeram kesal.

"Kita pergi sekarang! Atau..."

"Tidak usah mengancamku!" Ambar berjalan terlebih dahulu ke arah yang sempat Zayn tunjuk.

Lelaki itu melangkah membuntut Ambar dan melihat dari belakang gadis yang dianggapnya judes dan keras kepala itu.

Zayn membawa Ambar membeli gaun untuk makan malam bersama keluarganya. Tidak lama mereka berada di dalam butik karena Ambar memang bukan tipe gadis yang ribet dengan penampilan.

Mobil sedan mewah itu meluncur membelah jalan yang cukup padat menuju apartemen Zayn. Lelaki itu akan melakukan persiapan bertemu orang tuanya di sana.

"Kita mau kemana?" lirih Ambar begitu tajam.

"Kita akan mampir ke apartemen untuk mengambil sesuatu!"

"Nggak mau, aku nggak mau! Kenapa aku harus ikut? Aku bisa menunggu di kosku atau di resto." protes Ambar, otaknya mulai berfikir buruk tentang Zayn. Gadis yang duduk di sebelah kemudi, mengenal Zayn Bagaskara adalah seorang player dan penjaja cinta dari teman- teman di resto tempat dia bekerja.

"Jangan terlalu banyak protes! Aku juga tidak bern*fsu melihat bodymu yang kurus." lanjut Zayn membuat wajah Ambar memerah. Gadis itu merasa malu saat pikiran kotor di otak lelaki di sebelahnya di ungkapkan.

Mobil berhenti di basemen, Zayn membukakan pintu mobil untuk Ambar karena ada seseorang yang mengenalnya memperhatikan dari jauh, "aku membuka pintu mobil karena ada yang memperhatikan kita!" bisik Zayn saat Ambar keluar dari mobil.

Gadis itu pun mengangguk dia akan mengikuti alur cerita sesuai kesepakatan yang ada.

Mereka pun berjalan bersama, meskipun tidak bersentuhan. Tapi, Ambar menunjukkan wajahnya yang sedikit tersenyum.

Gadis berwajah timur tengah itu pun mengedarkan pandangannya ke seluruh ruangan. Bisa terlihat oleh Zayn, jika Ambar terlihat kaku saat berada di apartemennya.

"Kami tidak pernah berkunjung di kos cowok atau apartemen cowok?" tanya Zayn dengan membawakan sekaleng minuman ringan.

"Aku tidak suka minuman bersoda." ujar Ambar dengan masih meneliti setiap detail ruangan mewah dengan satu kamar itu. Dia merasa sangat canggung karena ini pertama kalinya dia datang ditempat cowok.

"Buat saja sendiri jika ingin minum." Ambar hanya mengangguk.

Mereka terdiam cukup lama. Zayn masih sibuk dengan ponselnya dan Ambar pun sibuk dengan pikirannya sendiri hingga pada akhirnya terdengar suara adzan.

"Aku akan Salat Magrib dulu!" izin Ambar.

"Di sini tidak ada mukena." ucap Zain masih dengan posisi yang sama.

"Aku bawa sendiri." jawaban Ambar membuat Zayn beranjak dari duduknya. Dia melangkah menuju kamar untuk Ambar bisa melakukan Salat.

"Tidak ada ruangan lain?" tanya Ambar menghentikan langkahnya di depan kamar.

"Aku akan menunggu di luar." ucap Zayn membiarkan Ambar masuk dan menunjukkan kran di dalam kamar mandi mewahnya yang bisa digunakan untuk wudhu.

"Sebaiknya kamu mandi dan berganti pakaian terlebih dahulu." Ambar menoleh ke arah Zayn, kala laki-laki itu memintanya untuk mandi. Bagi Ambar rasanya begitu aneh jika harus mandi.

"Setelah ini kita akan pergi menemui Mama dan Papa." ucap Zayn kemudian melangkah pergi meninggalkan Ambar di kamarnya.

Lelaki itu kembali sibuk dengan ponselnya. Tapi sejenak kemudian, dia baru menyadari jika hari ini terasa berbeda dengan apartemennya. Ruangan yang biasa dia gunakan untuk bercinta dengan kekasihnya kini digunakan salat.

Zayn menggunakan apartemennya hanya untuk membawa perempuan yang sedang dikencani untuk melepaskan hasratnya.

Hampir satu jam dia termenung mengingat saat hidupnya hanya seputur perempuan. Brengsek, mungkin dia memang brengsek.

"Ceklek... aku sudah selesai!" ucap Ambar yangs udah mengenakan gaun hitam dengan hiasan Swarovski yang membuatnya terlihat elegant.

"Cantik juga!" puji Zayn dalam hati kala melewati Ambar yang berdiri dengan menundukkan pandangannya.

Meskipun hanya melirik gadis itu, tapi ingatan Zayn akan detail wajah Ambar terasa fasih. Jika biasanya Ambar tampil sederhana, sedikit make up di wajahnya membuat gadis itu terlihat elegan.

"Ayo kita berangkat!" Ajak Zayn. Lelaki itu sudah berganti dengan kaos yang dipadu dengan blazer dan celana jeans.

Zayn melajukan mobilnya dengan santai membelah jalanan di malam hari. Sesekali dia melirik Ambar yang hanya menatap ke depan dan sesekali menunduk. Tidak ada obrolan diantara keduanya. Hanya lantunan musik dari audio yang mengisi kesunyian diantara mereka.

Mobil mewah itu memasuki gerbang yang terbuka secara otomatis. Ambar menatap kagum rumah mewah yang biasa hanya dia lewati saja.

"Kamu gugup?" tanya Zayn saat melihat tangan Ambar saling meremas.

"Biasa saja. Kita hanya bersandiwara, kamu bukan calon menantu Bagaskara yang sebenarnya." Ambar menatap Zayn dengan tajam. Ada protes dalam setiap sorot matanya. Siapapun, meskipun bukan untuk menjadi menantu keluarga konglomerat itu pasti akan gugup masuk dalam rumah semewah itu.

Makan Malam

Ambar mengekor di belakang Zayn, saat memasuki rumah mewah dengan gaya interior modern. Rasa gugup memang tidak bisa disembunyikannya

Beberapa foto dan lukisan yang menempel di dinding, menyambut setiap orang yang masuk ke dalam rumah megah itu.

Sejenak Ambar memperhatikan lampu kristal yang menggantung elegan di beberapa ruangan. Semua seolah menunjukkan kelas strata si mpunya rumah.

" Ehem... ehem... " Sebuah deheman dari seorang wanita dengan tampilan glamor membuyarkan kekaguman Ambar.

"Seharusnya kamu bisa mengajari kekasihmu cara bersikap di rumah orang, Zayn." tegur Farhana saat melihat Ambar yang terlihat memperhatikan detail ruangan mewah rumah keluarga besar Bagaskara.

"Please, Ma. Jangan membuat kericuhan kali ini." pinta Zayn pada wanita yang menatap Ambar dari atas hingga ke bawah dengan pandangan cemeh.

Zayn mendekat ke arah gadis yang hanya menunduk. Raut wajah tidak senang yang di tunjukkan Farhan pada Ambar, membuat Ambar mengurungkan niat untuk bersalaman.

"Jangan hiraukan, Mama! Semua orang di matanya tidak ada yang benar." bisik Zayn pada Ambar kala mamanya berjalan lebih dulu ke meja makan.

Ambar menarik nafas panjang, dia kembali mengingat kalimat lelaki di sebelahnya, jika dia bukanlah calon menantu keluarga Bagaskara yang sebenarnya, jadi tidak ada alasan untuk terbawa perasaan.

"'Sayang... " panggil Zayn dengan menarik satu kursi yang akan diduduki oleh Ambar.

Ambar tersenyum palsu, karena dalam hatinya dia juga tahu jika lelaki yang kini menunjukkan senyum ramahnya itu hanyalah penuh kepura-puraan.

" Sejak kapan kamu semanis itu pada perempuan? Jangam berlebihan, bisa jadi mereka akan ngelunjak!" celetuk Farhana ketika melihat putranya memperlakukan Ambar dengan begitu manis.

Setahu wanita yang melahirkan lelaki dengan julukan Don Juan itu, putranya tidak pernah sebucin itu pada kekasih -kekasihnya yang dulu, Bahkan dia merasa banyak wanita yang datang untuk menyerahkan segalanya pada putra mahkota keluarga Bagaskara.

"Wajarkan, Mam, jika seorang lelaki memperlakukan istrinya seperti ratu!" sambut Zayn diikuti lirikan tajam ke arah Ambar, membuat Ambar membalas dengan lirikan sinis.

Bagi Ambar, bagaimana bisa lelaki sebrengsek itu bersikap soalah dia seorang yang begitu gantleman terhadap wanita? Hal itu yang semakin membuat Ambar begitu muak dengan Zayn.

"Selamat malam." sapa seorang lelaki yang sudah berumur dengan wajah bule.

"Selamat malam, Om." sambut Ambar kemudian berdiri dengan melipat kedua tangannya di depan dada.

"Silahkan, duduk!" Lelaki yang mirip dengan Zayn itu dengan wibawa mempersilahkan kembali gadis berjilbab itu untuk kembali duduk.

Keadaan kembali hening, hanya dentingan suara sendok dan piring yang terdengar. Seperti biasa, tidak ada yang bersuara hingga akhirnya satu persatu yang ada di meja makan menyelesaikan makan malamnya.

"Aku dengar kamu masih kuliah." ucap Farhana membuka pembicaraan diantara mereka.

"Iya, Tante." jawab Ambar dengan menggangguk sopan.

"Dan kamu bekerja di salah satu resto milik keluarga kami?" lanjut Farhana kemudian di iyakan kembali oleh Ambar.

"Berarti orang tuamu kesulitan untuk membiayai pendidikan kamu?"

"Hana... " sela Papa Zayn dengan suara tajam ke arah istrinya.

"Itu bukan hal penting untuk hubungan kami, Ma." lanjut Zayn kala melihat wajah Ambar tertunduk dan memerah.

"Jelas penting, Zayn. Menantu keluarga Bagaskara harus punya bibit, bebet dan bobot yang setara dengan kita." lanjut Farhana.

"Mama tidak mau punya menantu yang hanya menginginkan kamu karena hartamu."

"Mam... " sela Darius Bagaskars kembali memperingatkan.

"Ambar, iya nama kamu Ambar, kan?" tanya Darius membuat Ambar menatap lelaki yang begitu berwibawa itu.

"Iya, Om." jawab Ambar.

"Jangan panggil, Om! Panggil saja Papa."

"Dia kan masih calon... "

"Bagaimana Ambar?" tanya Darius tanpa peduli protes istrinya. Lelaki yang sudah hafal watak istrinya itu memang merasa Ambar gadis yang baik, berbeda dengan gadis-gadis sebelumnya yang beberapa kali dibawa putranya.

Ambar menatap Darius dan Farhana bergantian. Kemudian beralih pada Zayn, hingga lelaki yang sudah faham itu mengangguk.

"Iya, Pa." jawab Ambar dengan canggung. Sementara Farhana melengos saat Ambar mendapatkan perlakuan istimewa dari suaminya.

"Jadi, kapan kalian akan menikah?"

"Papa harap kamu jangan suka mengulur waktu lagi, Zayn. Ingat umurmu sudah cukup untuk berumah tangga." ucap Darius dengan menatap tajam putranya. Beliau sudah bosan dengan berbagai skandal yang melibatkan putranya.

"Ambar masih kuliah, Pa!" ujar Zayn dengan salah tingkah. Dia tidak menyangka jika papanya akan mendesaknya seperti ini.

"Tidak masalah, jika sudah mau bertunangan otomatis sudah siap untuk menikah." ucap Darius.

Mendengar kalimat Darius membuat Ambar menatap tajam Zayn. Sungguh, dia tidak akan pernah mau melakukan sandiwara ini hingga pernikahan.

"Tapi, Pa. Kita juga harus mengenal calon besan kita! " protes Hana berusaha mencegah pernikahan putranya dengan gadis yang dianggap tidak pantas mendampingi putranya.

"Kita memang akan berkenalan dengan mereka dan sekalian membahas pernikahan mereka." jawab Darius.

Semua terdiam mendengar keputusan Darius, terlebih Ambar, dia merasa tenggorokannya tercekat dan sebuah beban berton-ton menimpa tubuhnya hingga dia hanya bisa tertegun mendengar keputusan itu.

"Baiklah, Zayn akan mengaturnya." ucap lelaki yang kini memikirkan banyak hal agar tidak akan terjadi pernikahan dengan gadis yang sama sekali tidak dia inginkan. Makan malam pun berakhir. Zayn, mengantar Ambar untuk balik ke kos.

Mobil meluncur dengan kecepatan sedang. Alunan audio dengan lagu romantis itu pun mengiringi kebisuan diantara keduanya.

"Setelah kita ke rumah orang tuamu. Aku ingin kamu pindah ke apartemenku." ujar Zayn membuat Ambar seketika menoleh. Menurut Ambar, itu semua adalah ide gila yang akan membuat situasi menjadi rumit.

"Kali ini kamu harus mengikuti rencanaku."ujar Zayn masih menatap jalan yang ada di depannya.

"Jangan harap? Kita hanya pura-pura dan aku tidak ingin kamu menguasai diriku sepenuhnya."

"No! " Ambar benar-benar tidak ingin jika harus tinggal di apartemen lelaki yang dianggapnya mengerikan.

" Jika kamu tidak mau tinggal di apartemenku, setidaknya aku akan menyewakan apartemen untukmu!" ujar Zayn.

"Sebenarnya apa yang kamu harapkan dariku? Kenapa juga aku harus menurut semua yang kamu mau? "

" Mas!!!"

" Dari tadi 'kamu-kamu' terus! " protes Zayn membuat Ambar terdiam. Rasanya berdebat dengan lelaki di sebelahnya itu memang percuma. Dia tidak akan mendapatkan kesepakatan.

Mobil berhenti di jalan yang lumayan sepi, Ambar pun turun, disusul Zayn membuka pintu mobilnya. Di depan Gang menuju kos Ambar mereka tengah berdiri di luar mobil.

"Aku memintamu untuk pindah di apartemen agar sandiwara kita tidak terendus orang lain." Zayn melanjutkan obrolan mereka setelah keduanya berdiri di luar mobil.

"Terserah! " ucap Ambar tanpa berpamitan, gadis itu menjinjing sedikit gaun panjangnya saat berjalan menuju kosnya.

Gang yang sepi, sebenarnya Ambar takut setiap melewati rumah kosong dengan penerangan minim yang ada sebelum sampai kosnya.

Dengan mengendarai sepeda motor saja, dia dibuat ngeri. Apalagi, saat ini dia berjalan kaki, rasanya langkah kaki kecilnya itu tidak bisa mengikis jarak yang dilewatinya.

"Nggak usah terburu-buru!" suara yang di kenalnya membuat Ambar menoleh.

Rasa lega menyusup perasaannya kala melihat Zayn di belakangnya. Ambar pun pura-pura tidak peduli, tanpa merespon keberadaan Zayn dia kembali melangkah, tapi kali ini dengan perasaan lega.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!