NovelToon NovelToon

THAT MY BABY

Part 1

Seorang gadis turun dari motor bututnya, dan masuk tergesa-gesa ke lobby untuk absen. Sial! Ia terlambat 2 menit. Ah! Sudahlah, dirinya juga sering datang lebih awal dan pulang sangat lambat. Tidak apa jika dirinya terlambat sesekali kan? Lagian Zara juga hanya menghitung hari disini.

Gadis itu memutusakan untuk mencari pekerjaan yang bisa memberinya banyak uang untuk membeli motor dan uang kuliah. Zara menikmati hidupnya dengan santai. Mungkin banyak yang merasa kalau Zara gadis yang terlalu santai. Karena bahkan, dirinya tidak punya planning hidup yang pasti.

Tinggal di keluarga sederhana tak membuat dirinya runtuh. Di ajarkan untuk kuat dari kecil, adalah hal paling menguntungkan untuknya. Jadi ia tidak terlalu mengeluh jika di bentrok oleh keadaan apapun.

Zara Buntari, anak pertama dari ayah Baskara dan ibu Juminten. Gadis yang sekolah dengan jurusan IPA lalu mengikuti pelatihan pariwisata dari pemerintah hingga berakhir di hotel ini sebagai resepsionis. Padahal dirinya jurusan FB Service. Silsilah hidup yang berantakan.

"Pagi mbak Nila!!" Sapa Zara pada senior FB.

"Pagi, wihh makin cantik aja." Pujian setiap hari yang di dengar oleh Zara.

"Ahaha...." Seperti biasa, Zara hanya menyahuti dengan tawa renyahnya.

"Hari ini ada berapa yang cek in?" Tanya wanita 3 anak itu sembari melakukan absensi.

"Seperti biasa, hanya 1. Tapi dia memboking dua kamar. Sepertinya yang ada di selatan, kamar 205-206." Jawab Zara yang memang sudah mengecek tamu cek in hari ini.

"Ohh, ya sudah. Jangan lupa turun untuk bantu nanti." Ujar sang senior dengan berjalan ke luar lobby.

"Siap!" Sahut Zara semangat, entah mengapa jika berada di FB bisa membuatnya selalu tersenyum dan senang. Namun, karena sekarang ada training yang sudah di tugaskan disana, membuat Zara jarang turun. Terlebih lagi saat manager nya akan memasang wajah tidak suka jika ia turun ke bawah.

Di hotel ini, ia harus bisa semuanya. Bisa resepsionis, bisa FB dan bahkan housekeeping. Karena hal inilah, banyak yang kabur karena tak kuat. Bukan karena pekerjaannya, namun karena sifat managernya. Bahkan termasuk teman Zara yang dulu juga pernah bekerja disini sekarang sudah keluar juga, tersisa Zara yang terkuat disana.

Mulai dari dusting meja, lalu nyapu hingga mengepel adalah tugasnya sebelum mulai bekerja. "Selamat pagi Bu.." Sapa senior FB nya yang baru datang.

Pria berkeluarga itu memiliki seribu rasa sabar. Karena selama ini ia bekerja, tak pernah sekalipun ia marah-marah kecuali raut wajahnya yang berbeda.

Artika, seniornya itu bernama Artika. Pria yang selalu suka sekali ia ganggu karena sikap nya yang ramah. Zara menoleh dan tersenyum.

"Selamat pagi pak Tika!!" Sahut Zara seperti awalnya menyapa mbak Nila.

"Gimana pak Tika? Aman? Atau sudah mulai rada-rada?" Canda Zara yang memang tau bahwa seniornya ini paling kuat, harus lembur setiap hari karena tak ada Staff kitchen di hotel ini selain dia.

"Aman....!! Tenang...!!" Sahutnya dengan terkekeh.

Zara juga tertawa renyah karena ucapan seniornya itu.

Karena shift nya hari ini pagi, tentu saja ia akan berada satu kantor dengan sang Manager.

"Selamat pagi Bu..." Sapa Zara dengan senyum ramahnya.

"Pagi..." Sahutnya, namun juga terkadang hanya mengangguk sebagai balasan.

"Hari ini cek kamar yang mau cek in dan persiapkan reservasi nya." Titah wanita yang kiranya sudah menginjak kepala 5 itu.

"Siap Bu..." Ujar Zara lalu menyelesaikan beres-beres lobby nya.

Selesai ia mengecek kamar, Zara menyibukkan diri untuk mencari bunga. Biasa ia pasangkan di vas bunga. Karena sang manager sudah ada di lobby jadi ia bisa menyelesaikan yang lain. Disini ia statusnya masih DW (Daily Worker) jadi ia ingin mencari pekerjaan tetap.

Di hotel ini terkadang sepi dan terkadang rame. Karena disini konsepnya rileks jadi banyak pepohonan besar dan taman yang memang khusus untuk menyejukkan hati dan pikiran.

Banyak tamu kesini untuk belajar karena suasana yang tenang. Maka dari itu, sebagian besar tamu disini adalah peserta yoga. Sejuk, bahkan di lobby tidak ada AC karena ruang yang terbuka.

Mengecek laundry yang akan di kirim adalah tugasnya. Lalu memasukan data itu ke komputer sebagai tagihan tamunya saat cek out. Tamu disini juga ramah padanya yang friendly dan ramah.

Tak jarang dari mereka yang lebih suka dirinya dari pada sang manager. Aneh memang tapi beginilah kenyataannya. Zara kini sudah diam di restoran membantu sang senior untuk menyiapkan breakfash untuk tamu.

''Awas di belakang ada tamu...'' kata seniornya memberitahu Zara yang sibuk bicara dan mengganggu seniornya yang sedang memasak.

''Benarkah?'' zara terdiam, seorang tamu tampan dengan perawakan yang tinggi dan gagah kini tengah menyapa nya

''Good morning....''

"Good morning, how are you?" tanya Zara dengan wajah yang sudah berseri, memang dasar centil! Gadis muda itu selalu jatuh cinta jika ada tamu tampan di hotel. Tetapi bukan jatuh cinta pada umumnya karena ia sama sekali tidak merasakan jantungnya berdebar. Yahhh..... mungkin hanya sekedar untuk mengagumi namanya juga anak labil.

"I'm good, and you?"

"I'm very good."

Hanya sebatas itu saja, karena Zara tidak terlalu menguasai bahasa Inggris meski sudah berada disana kiranya 3 bulan.

Kringg......

Mata sang senior dan Zara menatap telepon yang berdering.

"Aku tebak Bu manager!" Tebak Zara dengan serius, sang senior hanya melirik lalu mengangkat telepon itu.

"Baik Bu..."

"Zara, naik ke atas! Tamu sudah cek in." Ujar sang senior memberitahu, Zara naik dengan berlari lalu berhenti mendadak saat ia hampir menabrak tubuh tinggi seorang pria yang sepertinya hendak keluar.

Zara tersenyum, pria tampan itu sungguh membuatnya terpesona. Sayangnya hanya sesaat saat pria itu menatap angkuh dan menggeleng kepala.

Zara menunduk dengan hati berdebar karena terpesona untuk sesaat. Pakaian formal pria itu memperlihatkan bahwa ia sepertinya orang penting.

"Paspornya sudah di print, anter aja langsung ke kamarnya." Titah bosnya yang di angguki oleh Tirta.

"Mr. Please follow me, I Will bring you go your room." Ujar Zara meski benar atau salah.

"Sure, please." Sahut pria yang dari tadi melengkapi berkas-berkas kebutuhan hotel.

Tirta keluar lobby untuk mengantar mereka namun seorang wanita dan bayinya keluar dari mobil hitam yang sepertinya milik mereka.

Pria berjas itu membisikan sesuatu pada wanita yang sedang menggendong bayi yang masih tertidur itu.

"Ohh, suami istri toh. Pantas dua kamar." Gumam Zara sembari menatap kedua orang yang sedang bicara.

Selesai bicara, Zara mengantar mereka ke kamar yang bersebelahan. Membukakan pintu dan menghidupkan AC untuk mereka.

"Excuse me, I don't know where the restoran in the hotel." Tanya pria yang satu lagi, bukan pria yang suka diam bak patung.

"I will take you go to restoran." Sahut Zara dengan senyum manisnya.

Hanya kedua orang ini saja yang ikut, sedangkan wanita tadi sepertinya di tinggal di kamar.

Selesai mengantar mereka, Zara kembali ke atas. Wajahnya sudah tak luput dari senyum. Karena ia selalu seperti itu jika melihat bule tampan. Tangannya meraih paspor keduanya, lalu bergumam.

"Arsenio Brandon dan Kevin William."

Bersambung.......

Hay guys, author balik setelah istirahat sebentar. Semoga kalian suka dengan cerita baru author ya.....

Part 2

Malam harinya, Zara sedang tidur di kasur empuknya. Dengan mata yang tak mau terpejam. Dunia ini tak berat namun pemikirannya yang rumit.

Ingin ia segera melayangkan surat pengunduran diri, namun masih berfikir tentang keluarga dan akibat dari keputusannya. Padahal, jika ia egois maka dari dua bulan lalu ia sudah keluar dari hotel itu.

Senior baik, teman kerja juga baik. Hanya saja ia ingin mencari penghasilan yang lebih baik. Meski manager nya yang bahkan sangat menyebalkan itu masih bisa ia atasi.

Memikirkan esok hari adalah hal terberatnya. Mencari kerja lebih menyiksa batin daripada bekerja di kandang harimau sekalipun.

Bukan karena lowongan tidak ada, melainkan yang membutuhkannya tak ada.

"Hah...." Helaan nafas, yang sudah ia keluarkan beberapa kali sebelum matanya terpejam. Besok ada hari yang harus ia hadapi dengan senyum dan rasa senang.

.......

Pagi harinya, seperti biasa Zara melakukan tugasnya. Saat mengepel, samar-samar ia mendengar suara tangis bayi. Seketika, bulu kuduknya berdiri. Di tempat ini memang sedikit rada-rada menyeramkan.

Selesai mengepel, sang Manager selalu datang untuk menginjak lantainya lagi. Zara hanya bisa menghela nafas panjang lalu duduk di depan komputer.

Tak berapa lama, seorang tamu datang dengan wajah marah. Bahkan beberapa tamu juga datang. Sang manager keluar saat Zara sudah kelimpungan dengan bahasa mereka yang belum bisa di mengerti sepenuhnya.

Entah apa yang di bicarakan mereka tapi yang sangat bisa di lihat bahwa semua tamu ini merasa terganggu akan suatu hal.

Sang manager menjelaskan dan menerima keluhan mereka. Pasti dalam hati ia sudah mengumpat.

Beberapa menit kemudian, sang manager bicara padanya setelah tamu pergi.

"Aduh pusing ibu sekarang, yang bayar kemarin itu buat keributan katanya. Mereka merasa terganggu karena suara tangis bayi. Mana bisa ibu negur karena mereka bayar mahal. Ada-ada aja pagi-pagi...." Keluh wanita itu dengan marah, sialnya sebelum wanita itu masuk ke kantor dia berkata.

"Zara kamu cek, beritahu mereka bahwa tamu disini semuanya komplain." Titahnya, inilah yang tak ia suka. Lempar batu sembunyi tangan.

"Baik Bu...." Zara berjalan gontai ke arah kamar tamu kemarin. Ia sudah merangkai kata sehalus mungkin agar tidak melukai perasaan tamunya.

Bahkan sembari berjalan, Zara terus menghafal agar tidak gugup. Sampai di depan kedua kamar yang pintunya masih terbuka itu, tangis bayi semakin kencang bahkan bayi itu menangis sampai tak bersuara.

"Kenapa ibunya tidak memberinya asi agar diam? Kenapa di biarkan bayi itu menangis?" Gumam Zara bicara dengan dirinya sendiri.

Prangg!

Zara berlari ke arah suara, terlihat bule kemarin memecahkan barang yang ia bawa.

"Stopp!!! Don't cry!!!" Teriaknya bak orang kesetanan.

Zara menatap tak percaya, bagaimana anak bayi yang sedang menangis itu mengerti jika dirinya bahkan mungkin baru beberapa lama lahir ke dunia ini.

''Make him stop crying!'' Tunjuk pria itu marah pada wanita yang sedang menunduk di sebelahnya.

Wanita itu mengambil sebuah suntikan dari tas besar dan hendak menyuntikkan ke kaki bayi mungil nan tampan itu.

"Stopp!!" Teriak Zara spontan saat tau apa yang mereka lakukan. Mereka hanya berdua saja, entah kemana bule ramah kemarin.

"What are you doing?" Kesal Zara yang tak habis pikir.

Zara menyelimuti bayi kecil itu lagi, bahkan udara kamar ini bak es yang sangat dingin sekali untuknya apalagi untuk bayi sekecil ini. Bahkan kulitnya terlihat kuning, mungkin karena dingin.

Tangan lembut Zara mengambil bayi itu lalu mendekapnya. Meski bayi itu menangis namun tak sekencang awalnya.

"Manusia tak punya akal sehat!" Umpat Zara, lagian mereka juga tidak akan mengerti kan.

Oekkk

Oekkk

"Sayang, dingin ya? Keluar yuk cari matahari, sepertinya hari ini cuaca indah." Ujar Zara dengan tatapan sinis pada kedua orang berbeda jenis itu yang sedang menatapnya.

Di dekapnya dengan sayang, lalu ia elus-elus layaknya kucing. Hatinya sangat lembut, bahkan air matanya tak terasa menetes saat melihat bekas suntikan di paha bayi kecil ini. Bekas itu sudah membiru, dan ada bekas seperti cubitan juga. Astaga!! Zara ingin sekali berteriak pada orang-orang tanpa adab itu.

"What happened?" Tanya bule yang ramah kemarin.

Tak di jawab oleh siapapun bahkan pria yang marah tadi itu terlihat diam karena bayinya yang berhenti menangis. Gadis itu duduk bersimpuh karena saat ini ia menggunakan rok. Tak lupa ia taruh bayi mungil itu di pangkuannya.

"Adududuh.... Anak tampan siapa ini? Capek nangis ya? Di siksa kedua monyet itu ya? Maaf ya cayang...." Ujar gadis yang sedang menggendong bayi layaknya orang yang sudah berpengalaman. Sangat lihai dan telaten. Ia bicara dengan menjelekkan orang di belakangnya.

Anak bayi itu ia jemur sebentar tak lupa matanya di tutup lebih dulu.

"Lapar ya? Mau minum cucu?" Tanyanya dengan senyum bahagia, layaknya ibu yang sedang bertanya pada anak kandungnya sendiri.

Bayi itu terlihat menggeliat, dan Zara menutup kembali bayi mungil itu lalu menggendongnya seperti semula.

"Give me milk..." Ucapnya menadahkan tangannya.

Wanita cantik itu menyerahkan botol susu bayi. Zara menatap aneh ketiganya yang menatapnya.

"Mereka tiba-tiba gagu apa gimana? Kok diam semua?" Tanyanya pada diri sendiri.

"Eh, ini ada obatnya gak ya? Bahasa Inggrisnya apa ya? Duh, ni hp mana lagi." Zara hendak merogoh saku roknya.

"Enggak isi kok mbak..."

Degh

Zara melotot, ternyata wanita itu bisa bahasa Indonesia. Matilah dirinya!

"Eh, orang Indonesia?" Tanya Zara kikuk.

"Iya mbak, saya baru jadi baby sister kemarin." Zara semakin terkejut tak percaya.

Gadis itu memberikan susu botol saat bayi itu mulai merengek.

"Mereka gak bisa bahasa Indonesia kan? Jangan bilang kalau mereka mengerti apa yang aku ucapkan tadi?" Was-was gadis itu dengan wajah tersenyum cengo menatap para bule yang sedang menatapnya dengan tatapan tak bisa di tebak.

"Di siksa kedua monyet itu ya?" Ulang pria bule yang sempat marah-marah tadi, Zara sudah tersenyum kikuk dan seperti ingin lari seribu kaki saat ini juga.

"Hehehe... Bisa bahasa Indonesia juga ternyata...." Ucap gadis itu.

Oekk

Oekk

Tangis bayi itu mulai terdengar lagi, semua mata tertuju pada bayi mungil itu.

"Kenapa cayang? Gak nyaman baju ya? Mau mandi?" Tanya gadis itu pada bayi yang hanya menangis.

"Mbak, gak apa-apa kalau saya yang mandiin bayinya?" Tanya Zara pada wanita itu.

"Gak apa-apa, sepertinya Axel lebih nyaman denganmu." Ujar wanita itu yang memang apa adanya.

"Saya mandiin di kamar yang mana, Mr?" Tanya gadis itu yang bingung.

"Di kamar saya, saya takut kamu apa-apain anak saya." Ujar pria itu yang kini masuk lebih dulu.

"Dih, yang udah kayak monster tadi siapa? Bukannya dia?" Gumam gadis itu membuat pria tadi berhenti sejenak.

"Hehe... Enggak, ayo masuk lagi. Sekalian AC nya tolong di turunkan, baby Axel pasti kedinginan ya kan?" Alih Zara saat pria tadi sempat berbalik menatapnya tajam.

Zara memandikan bayi itu di wastafel, tidak lama hanya agar lebih segar karena mengingat tadi bayi ini sempat berkeringat.

Lalu dengan telaten, ia baluri dengan minyak angin lalu bedak bayi. Zara mencium pipi bayi itu saking gemasnya.

Wanita tadi sedang membersihkan kekacauan yang di buat majikannya. Sedangkan pria bule itu sibuk dengan laptopnya dengan beberapa kali melirik Zara.

Bule yang lagi satu sedang menelepon di luar kamar.

Telepon Zara berdering, tanda sang manager sedang marah padanya. Ia lupa waktu lagi, jika sudah menyangkut apa yang ia suka maka lupa akan waktu dan segalanya.

Bayi mungil itu terlihat mulai menutup matanya. Pasti ia lelah dan kenyang maka dengan cepat bayi akan tertidur.

Zara memindahkan bayi itu ke sebelah sang papa. Yah, bule galak itu sepertinya papa dari bayi ini. Pikir Zara.

"Oh iya, mohon nanti agar tidak ada tangis bayi yang menganggu tamu lain." Ujar Zara memberitahu pria yang sedang duduk santai memangku laptop.

"Hmm..." Sahutnya acuh.

Setelah permisi, Zara sudah naik kembali ke lobby dan mendengar amarah dari sang manager.

Bersambung.....

Part 3

Siang harinya, Zara kembali membantu di bawah untuk menyiapkan makan siang. Semuanya sudah ia tata dengan sebagaimana mestinya. Dari salad hingga yang berkuah sudah ia susun dan tinggal menunggu tamu datang saja.

Sekitar jam 3 sore, semua tamu yoga sudah selesai makan dan barulah tamu luar yoga mulai memesan makanan.

Di meja lain, pengasuh bayi itu datang dan menaruh troli bayi itu di sebelah meja. Membiarkan bayinya merengek, sedang dia sibuk dengan ponselnya.

"Stop cry! Dasar anak cengeng! Apa-apa nangis!" Ujarnya dengan angkuh, bahkan kakinya ia naikan ke atas meja tanpa sopan santun.

Nila yang mendengar suara tangis bayi kini ikut menengok.

"Ini nih yang kemarin buat keributan ya? Kasihan anaknya, pasti belum siap punya anak itu." Ujar mbak nila, Zara kini melirik.

"Dia bukan ibunya, hanya pengasuh bayi itu. Pengen aku ambil bayinya terus aku simpan di rumah. Kasihan..." Lirih Zara tak tega.

"Lah, terus ibunya kemana? Bayi baru berusia hampir 3 bulan kan?"

"Gak tau kemana, tiap hari nangis. Punya pengasuh udah kayak ibu tiri, kalau gak diem di kasih suntikan."

"Dikasi suntikan? Kasar sekali! Eh itu ayahnya datang..." Ujar mbak nila memberi tau, Zara menoleh dan menatap bule itu yang sepertinya sedang bertengkar dengan pengasuhnya.

Zara dengan lihainya menyelinap dan mengambil bayi itu. Lalu mendekapnya, mengajaknya pergi dari keributan bule dan pengasuhnya.

"Eh, kamu ambil gitu aja anaknya?" Tanya Mbak nila kaget.

"Jugaan gak di tauin sama bule itu..." Sahutnya dengan sesekali mencium pipi bayi mungil itu.

"Jam kerja ku sudah selesai kan mbak ya? Boleh lah aku ngasuh bayi ini bentar sebelum pulang?"

"Cie udah mulai jadi ibu, ayahnya mana tuh..."

"Ayahnya lagi di Korea nyari uang..."

"Ahaha.... Dasar halu! Boleh, bawa ke belakang aja. Lucu bayinya...." Ujar mbak nila memberi izin.

Zara berjalan dengan menggendong bayi mungil itu menuju belakang kitchen.

"Aduh ganteng ya, putih lagi... Muach,.muach...." Zara mencium bayi yang tertidur pulas itu.

"Siapa namanya?" Tanya Mbak nila lagi.

"Axel .... Nama orang luar negeri." Ujar Zara menyahut.

Zara duduk di kursi lalu menggendong bayi itu di dengan tangan sesekali usil menganggu tidur bayi itu. Entah mengapa mudah sekali bayi ini tertidur jika sudah ia timang.

"Bangun Axel.... Jangan tidur terus...." Ucap gadis itu dengan sesekali mencium pipi bayi yang sedang tertidur pulas.

"Emang anak kecil seumuran Axel selalu tidur, jangan di ganggu. Nanti bangun nangis." Peringat mbak nila yang memang sudah tau seluk beluk anak. Mengingat wanita itu sudah mempunyai 3 anak.

"Bawa ke kamar." Ujar pria bule itu yang berlalu bak angin. Menyebalkan sekali, kenapa ada orang yang suka nya memberi perintah seperti itu.

"Aku bawa ke kamar dulu ya mbak, nanti aku mampir lagi." Ujar Zara pamit lalu menggendong bayi itu menuju kamar bawah.

.........

Terlihat pengasuh itu menatapnya tajam, tak lupa juga koper yang ia bawa di tangannya. Zara hanya menatap bingung, yang bisa ia perkirakan pengasuh ini pasti di pecat.

Zara berfikir, apakah ini karenanya? Apa ia terlalu ikut campur sebagai orang luar?

"why stop here? enter the room." Ucapnya, Zara hanya ngikut lalu menaruh baby Axel di atas kasur.

"Jadilah pengasuh untuk anakku..." Ujar bule itu tiba-tiba, bahkan tangan Zara yang sedang menurunkan suhu ruangan kini mematung.

"Maaf sebelumnya Mr. Saya hanya membantu disini, saya memiliki pekerjaan yang akan menjadi karir saya nantinya." Sahut Zara dengan sopan tanpa berniat menyinggung pria bule di depannya.

Zara kini berdiri tegak di depan pria tinggi itu. Mereka saling berhadapan.

"Kalau begitu jadilah sekretaris ku..." Tawarnya lagi.

"Maaf Mr, anda membuat saya menjadi pengasuh berkedok sekretaris. Dan saya tidak mau." Kekeuh Zara dengan keputusannya, meski menyukai anak-anak tapi ia tidak mau masa depan dirinya runtuh.

"Dengarkan dulu, kita bicara serius." Ujar pria itu mengajak Zara berbicara di balkon dan duduk pastinya.

"Hanya sampai grandma Axel datang, setelah itu semua tugasmu selesai. Kamu bisa berhenti saat itu juga, dan ya. Bayarannya juga mahal, selain itu saya juga akan memberimu keahlian seorang sekretaris. Itu bisa menunjang karir mu kedepan." Tawar bule satu ini yang mengajaknya berbisnis.

Hati Zara mulai tergoyahkan, bagaimana pun ia juga mengidamkan memiliki skill sekretaris.

"Berapa lama itu? Saya butuh kepastian waktu dan ya, hanya sekedar poin sekretaris? Atau sampai mahir?" Tanya Zara yang tak mau rugi waktu dan tenaga.

"Sampai kamu bisa, bahkan akan saya minta seseorang untuk mengajari kamu manajemen dan akunting yang biasanya harus di kuasai oleh seorang sekretaris. Bagaimana? Dan untuk kepulangan mama saya, kemungkinan 1 bulan kurang lebih."

Zara sedang berfikir, ia ingin menolak tapi kapan lagi datang kesempatan ini. Gadis itu memangku kepalanya dengan tangan kanan dan menatap lurus, lalu melirik pria di sebelahnya yang terlihat mengeluarkan ponselnya. Apa dia sedang mengerjai ku? Atau dia sedang ingin menjadi penipu? Aa... Iya, bisa jadi ia sedang berusaha membuatku menjadi target selanjutnya.

"Akan saya buatkan surat kontrak dimana jika saya berbohong atau mengingkari ucapan saya, maka kamu berhak menuntut dua kali lipat." Kata pria itu memperlihatkan kontrak digitalnya.

"Apa? Secepat itu? Bahkan aku belum berkata iya." Protes Zara tak percaya.

"Diam anda adalah jawaban iya...."

Oeekkk

Axel menangis, Zara segera masuk kedalam kamar dan menghampiri anak bayi yang sedang menangis itu.

"Hay boy, sudah bangun aja. Baru juga di tinggal sebentar, mau bersih-bersih sekarang? Apa lapar?" Ucap Zara dengan tangan sibuk memainkan tangan bayi mungil yang masih sedikit merengek.

"What are you talking about?'' Tanya bule itu yang tidak mengerti, Zara bicara terlalu cepat.

"Tidak ada..." Sahutnya acuh. Lalu menggendong bayi itu menuju kamar mandi dan memandikan bayi tampan itu dengan hati-hati.

Setiap gerakan yang di lakukan Zara di perhatikan oleh pria itu. Bukan karna ingin tau apa saja yang di lakukan Zara, melainkan ia hanya ingin memastikan bahwa bayinya benar-benar diam dan tidak akan merengek.

"Menginaplah disini!" Ujar pria itu dengan mata fokus pada tab nya. Setelah tadi Axel terdengar diam dan tidak rewel, pria itu sudah kembali fokus pada tab nya. Melihat perkembangan saham dan pekerjanya di luar dan dalam negeri.

"Maaf saya tidak bisa tinggal begitu saja, bagaimana saya harus menjelaskan pada orang tua saya nanti. Lagi pula, dalam perjanjian yang tadi saya tanda tangani tidak ada yang namanya tidur di tempat kerja." Protes Zara sembari menimang bayi mungil itu.

"Benar, tapi anggap saja lembur. Karna malam ini saya harus keluar dan tidak bisa membawa bayi itu. Saya akan bayar uang lembur mu sekarang."

Di keluarkan nya uang lima lembar warna merah. Jiwa yang ingin menolak itu hilang seketika saat matanya penuh dengan uang.

"Baiklah kalau anda memaksa...." Sahutnya dengan tangan yang sudah meraih uang itu dengan senyum licik. Ini namanya rejeki nomplok, sudah dapat menginap di hotel lalu kini yang lima ratus ribu di dapat dengan hanya menemani bayi tampan ini tidur.

"Saya akan pesankan pakaian untukmu agar tidak ada alasan untukmu kabur dengan uang ku." Ucap pria itu angkuh.

Zara hanya menatap kesal, namun apa boleh buat. Uang membuatnya buta, ucapan kasar pria itu tak membuatnya gentar.

"Baiklah, saya akan mengabari orang tua saya dulu. Sebelum itu, saya juga akan mengambil tas yang masih ada di loby." Zara menatap sebentar bayi kecil itu, lalu pergi begitu saja. Memang dia saja yang bisa kasar dan tak tau sopan santun? Hello zara juga bisa! Senang gadis itu keluar dari kamar dengan angkuh.

Gedubrak!

Sialnya di saat angkuh begini, hal yang paling memalukan adalah terlihat bodoh di depan orang yang ingin ia beri pelajaran. Kenapa juga tangga itu tidak ia lihat padahal sudah sering ia lewati.

"Oh shit! Aku sangat malu...." gumam gadis itu berusaha bangun lagi dan tak menoleh ke belakang. Ia sudah sangat malu untuk menatap pria itu.

Pria yang dari tadi menatanya hanya tersenyum meledek, bahkan itu sangat tipis dan tak akan di sadari oleh siapapun.

Bersambung.......

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!