Dentuman suara musik menggema di lantai dansa dengan sekumpulan muda-mudi berpakaian minim dengan goyangan tak terarah mengikuti iringan musik yang dimainkan oleh DJ diskotik tersebut.
Wajah cantik Delisa si gadis cantik yang ingin terlihat gaul tidak lagi menjadi dirinya sendiri saat ini karena terlampau bahagia.
Ia bosan dengan aturan kedua orangtuanya yang selama ini mengekang kebebasannya sebagai remaja yang ingin mengenal cinta namun selalu dituntut menjadi gadis baik-baik agar mendapatkan pria baik-baik di masa depan.
"Sekarang aku sudah dewasa dan aku bisa memilih jalanku sendiri. Siapa pria di sini yang bisa aku ajak kencan malam ini?" batin Delisa sambil melirik kiri kanan mencari orang yang tepat untuk ia dekati.
Tanpa sengaja tatapannya terbentur dengan sosok pria tampan dengan usia yang lebih matang darinya sekitar 10 tahun lebih. Pria itu duduk di depan meja bar dengan kaki bertopang angkuh sambil meneguk minumannya.
"Astaga...! Dia..? Dia tampan sekali..!" puji Delisa yang baru kali ini melihat wajah tampan seorang lelaki dewasa yang langsung membuat hatinya bergetar hebat.
Sementara sang lelaki terlihat datar menikmati minumannya namun hatinya memaksa untuk terus mengawasi Delisa yang sudah dijejali temannya dengan minuman beralkohol.
Jericho bisa membedakan mana gadis muda yang baru belajar minum alkohol dan mana gadis yang sudah terbiasa dengan minuman surga dunia yang mencintai dunia mabuk.
"Ayolah seteguk lagi...! jika kamu minum lagi maka kamu baru bisa dikatakan sahabat kami yang terbaik." Devina menyeringai licik.
"Uhuk...uhuk...uhukk...!" Delisa memukul-mukul dadanya karena rasa panas menjalar ke seluruh tubuhnya hingga ia tidak kuat lagi untuk meneguk habis minuman itu.
Matanya terasa kabur dengan kepala pening yang luar biasa seakan bumi yang ia pijak berputar hebat membuat tubuhnya hampir limbung namun temannya memanggil seseorang yang sejak tadi menunggu perintah dari Devina yang ingin menghancurkan masa depan Delisa.
"Bawa dia dan serahkan pada tuan Erland...! Jangan lupa uangnya sudah terkirim di rekening milikku..!" titah Devina yang berubah menjadi germo dalam semalam.
Selama ini kedua orangtuanya Devina selalu memuji kehebatan Delisa yang selalu juara kelas dan jauh dari pergaulan bebas. Ditambah lagi keluarga tuan Dermawan Syah.
"Selamat tinggal tuan putri. Apakah setelah kehancuranmu malam ini, apakah masih ada yang mau mengagumi dirimu?" ucap Devina terkekeh sambil meneguk minumannya dan melihat tubuh Delisa di papah oleh seorang pria menuju mobil mewah warna putih.
Di dalam sana sudah ada pria paruh baya yang merupakan musuh bebuyutan tuan Dermawan.
"Akhirnya aku bisa menikmati gadis perawan dari keluarga Dermawan; batinnya menyeringai saat melihat tubuh Delisa tergolek lemah tak berdaya karena minumannya sudah bercampur dengan obat tidur.
Beruntungnya Delisa mengenakan celana jins yang lumayan ketat dan jaket kulit yang menutupi tubuh seksinya. Namun kecantikan paripurna itu makin menggairahkan walaupun tidak terlihat sisi bagian tubuh Delisa secara langsung.
"Dia milik anda bos..! Selamat berpesta dengan daun muda...!" ucap sang pria yang merupakan anak buahnya Devina.
Segepok uang di dalam amplop coklat dilempar oleh asisten pribadinya tuan Erland pada pria itu. Mobil langsung bergerak menuju sebuah villa yang akan menjadi tempat berpesta se*s malam ini.
"Muaachh...! Keberuntunganku malam ini dua kali lipat seperti biasanya." Anak buah Devina mengecup uang itu lalu menuju motornya segera meninggalkan diskotik tersebut.
Di tempat parkir, beberapa orang pria tak dikenal menguntit Devina. Sebelum gadis itu menuju mobilnya, dirinya dibekap dari belakang oleh salah satu pria yang mengenakan masker hitam dan memasukkannya ke dalam mobil mewah.
Tidak lama mobil itu sudah membawa pergi Devina. Sementara Delisa tertidur pulas di dalam mobil mewah lainnya. Seorang lelaki hidung belang nampak bergairah melihat tubuh molek Delisa terbalut kaus ketat karena jaket kulitnya yang setengah terbuka menunjukkan aset berharganya yang meluluhkan iman pria manapun.
"Kita akan bersenang-senang sayang?" ucap sang pria hendak menarik resleting jaket milik Delisa. Namun sebelum tangan kotornya menyentuh jaket mahal itu, sebuah mobil mewah menabrak mobilnya hingga ia terjungkal ke depan.
"Sialan....!" pekik Erland sambil menahan dadanya yang terasa sangat sakit.
Sang sopir terpaksa menghentikan laju mobilnya dengan menginjak rem secara mendadak karena mobil mereka di hadang oleh empat mobil sekaligus.
Jericho memerintahkan anak buahnya untuk menukar Delisa dan Devina saat anak buahnya dan anak buahnya sang penjahat baku hantam satu sama lain.
"Pindahkan gadis itu ke dalam mobilku...!" titah Jericho namun anak buahnya tidak berani melakukannya.
"Kenapa diam? Apakah kalian tidak mengerti ucapanku?" geram Jericho yang biasa dipanggil Richo ini dengan nada membentak.
"Tuan. Bukankah tuan tadi bilang jangan sampai kami menyentuh kulitnya gadis itu? Bukankah dia sangat berharga untuk tuan?" sahut salah satu anak buahnya dengan wajah tertunduk.
Richo mengusap wajahnya kasar karena lupa akan perintahnya sendiri. Ia menghampiri mobil musuhnya dan mengeluarkan Delisa yang masih tertidur pulas.
Sementara sang penjahat dibuat mabuk oleh anak buahnya Richo dengan obat perangsang setelah berhasil mereka lumpuhkan.
Tidak ada perlawanan berarti saat penukaran kedua gadis cantik nan seksi itu. Jericho sudah membawa Delisa ke apartemennya. Terdengar suara Delisa yang mengigau tidak jelas oleh Jericho.
"Dasar gadis aneh. Kau sangat menyusahkan. Sepertinya kamu baru mengenal dunia diskotik dan juga minuman alkohol," tebak Richo seraya menyelimuti tubuh Delisa.
Setibanya di apartemennya, Richo membaringkan Delisa di kamarnya. Ia berlalu ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya.
Di kamar sebuah villa mewah, Devina dan tuan Gerrard nampak menikmati gairah birahi mereka karena terpengaruh obat perangsang. Devina yang terjebak dengan permainannya sendiri yang awalnya ingin menghancurkan Delisa yang terkenal hebat dari segi apapun.
Keduanya menikmati kenikmatan bercinta hingga berakhir tidur bersama sambil melewati malam menuju esok pagi.
"Akkkkkkkkkk.....!" pekik Delisa saat melihat tubuh polosnya di kamar orang lain.
Richo yang berada di dapur sedang memasak sarapan pagi untuk mereka berdua nampak menyeringai puas mendengar teriakannya Delisa.
"Oh my God...! Apa yang terjadi padaku? kamar siapa ini? Apakah ini hotel atau apartemen?" Tebak Delisa gemetar ketakutan.
Ia mencari bajunya yang berserakan dilantai. Tiba-tiba ada rasa takut mencekam dalam dirinya.
"Apakah ada lelaki yang telah menjamah tubuhku?" tanya Delisa seraya melilitkan tubuhnya dengan selimut itu dan turun ke bawah untuk memunguti pakaiannya lalu hendak masuk ke kamar mandi.
Cek...lek...
Duarrrr.....
Wajah Delisa kembali menegang di tempatnya berdiri kala melihat seraut wajah tampan yang semalam telah membuat jantungnya berdebar tak karuan.
"Kauuu...?!" gugup Delisa sambil berjalan mundur mendekati pintu kamar mandi.
"Kamu sudah bangun? mau sarapan?" tanya Richo nampak cuek dengan kegelisahan Delisa.
"Keluar...! Keluarrrr....!" pekik Delisa sambil menyelimuti seluruh tubuhnya.
"Kenapa takut...? Aku sudah melihat semuanya dan menikmati setiap jengkal tubuhmu. Lagi pula kamu itu sudah tidak perawan lagi saat semalam kita bercinta. Tapi masih tetap nikmat, legit dan mengigit. Jadi, tidak perlu sungkan padaku karena aku memahami jiwa muda mu itu," ucap Richo tanpa beban.
"Apaaaa....?! Aku sudah tidak perawan? Bagaimana mungkin? Sementara aku tidak pernah mengenal lelaki manapun selain keluargaku. Tidak mungkin...tidak mungkin... kamu bohongg...!" teriak Delisa ketakutan dan sangat kecewa pada dirinya sendiri.
"Kamu lihat saja seprei putih itu..! Apakah ada bercak darah perawan di atas kasur itu?" ledek Richo membuat air mata Delisa berderai.
"Mengapa kamu tega melakukannya padaku?" lirih Delisa yang saat ini ingin rasanya mau pingsan.
Jericho meletakkan sarapan pagi untuk Delisa di atas meja khusus untuk makan di atas tempat tidur. Ia meninggalkan Delisa yang masih memikirkan nasib tubuhnya yang sudah dijamah oleh Jericho tanpa ijinnya.
Walaupun Jericho mengaku kalau mereka sudah tidur bersama, namun Delisa masih menyelimuti tubuhnya rapat-rapat hingga menyisakan wajahnya saja. Tubuhnya tetap tegak berdiri di depan pintu kamar mandi.
"Makanlah..! Aku tunggu kamu di ruang tamu. Kamu tidak berniat tinggal denganku di sini, bukan?" ledek Jericho dengan senyum smirk penuh arti yang berbeda.
Tanpa ingin menjawab pertanyaan Jericho, Delisa masuk ke kamar mandi ingin membersihkan tubuhnya dan pulang kembali ke mansionnya.
"Aku harap mami dan papi sudah pergi mengurus urusan mereka supaya aku pulang tidak disambut dengan omelan. Ya Tuhan, mengapa aku bisa terdampar di tempat tidur pria itu.
Aku ingin marah, tapi kenapa tidak bisa. Kenapa aku malah menyukainya?" lirih Delisa merasa menemukan telaga ketenangan pada diri Jerico.
Sementara itu, Jerico sibuk dengan laptop miliknya yang ditemani secangkir kopi hangat yang ia buat sendiri. Jericho memang tidak ingin ada pelayan di apartemen miliknya kecuali dua hari sekali ada yang datang membersihkan unit apartemennya saat ia berangkat ke perusahaannya.
Delisa terlihat segar kembali dengan wajah tanpa polesan karena ia tidak membawa alat tempur kecantikannya itu. Walaupun begitu wajahnya memang sudah cantik dari hasil maha karya Tuhannya.
Delisa tidak menyentuh sarapan yang sudah dibuat oleh Jericho hanya berupa roti sandwich itu. Ia buru-buru ingin pulang karena takut akan ada badai di rumahnya nanti.
Delisa berlalu begitu saja di depan Jericho yang hanya menatapnya dingin tanpa ingin mencegahnya untuk pergi. Ia bingung harus berkata apa pada pria yang sudah mengaku tidur dengannya.
"Sialan...! Berengsek...!" umpat Delisa membatin hendak membuka pintu utama itu namun tidak bisa karena harus menggunakan kode sandi.
Ia menarik nafas berat menahan amarahnya yang hampir meledak. Namun entah mengapa keberaniannya seakan terhisap oleh wajah dingin Jericho yang tidak menganggapnya ada.
"Berapa nomor sandinya?" tanyanya lirih menahan air matanya yang sudah memenuhi kerongkongan.
"Habiskan sarapanmu...! setelah itu aku akan mengantarmu pulang," datar Jericho dengan jemari lincah berselancar di atas keyboard laptopnya.
"Tidak mau. Aku harus pulang sekarang juga. Aku tidak mau terlihat seperti pelacur oleh keluargaku," ucap Delisa berusaha tidak menangis dan sialnya air mata itu turun juga hingga ia harus menyekanya sambil membalikkan tubuhnya agar tidak tampak bodoh di depan Jericho.
"Lima menit dan kamu boleh pulang," dingin Jericho yang memang sengaja menahan Delisa lebih lama berada di apartemennya.
Delisa kembali ke dalam kamar dan terpaksa memakan sandwich itu dengan cepat hingga kedua pipinya menggelembung terlihat sangat menggemaskan oleh Jericho yang memperhatikan gadis belia itu dari laptop miliknya.
"Sekarang cctv bermanfaat juga setelah sekian lama bermukim di dalam kamarku. Tapi, apakah gadis itu yang aku inginkan? Tidak....! gadis itu tidak layak menggantikan Bianca," batin Jericho mengenang wanitanya entah masih hidup atau sudah mati saat terjadi kecelakaan pesawat 5 tahun yang lalu.
Jericho memang belum move on dari kekasihnya itu sampai ia bertemu dengan Delisa semalam yang sedikit mirip dengan Bianca. Walaupun Delisa lebih unggul dari Bianca dari segi apapun.
Tidak lama kemudian, Delisa sudah keluar lagi menemui Jericho yang kembali ke mode datar. " Aku mau pulang...!" Delisa berjalan cepat menuju pintu utama diikuti oleh Jericho yang menyambar kontak mobilnya yang digantung di balik pintu utama.
...----------------...
Dalam perjalanan pulang, Delisa nampak terdiam sambil mengingat apa yang terjadi semalam. Lagi-lagi ingatannya hanya sebatas berdansa bersama dengan teman-temannya.
"Apakah Devina sengaja menjebak aku dengan pria blasteran ini? Sialan...! Kenapa dia terlihat sangat tampan sekali. Oh jantungku...! Tahu malulah sedikit. Kau tidak pantas genit di depan pria aneh ini," batin Delisa yang hanya sibuk melihat layar ponselnya.
"Di mana rumahmu?" tanya Jericho karena ia sama sekali tidak tahu rumahnya Delisa.
Andai ia tahu, mungkin ia sudah mengantar pulang Delisa ke rumahnya semalam. Karena gadis itu sangat mabuk, ia harus membawa Delisa ke apartemennya.
Jericho memang sudah memeriksa tas tangan milik Delisa. Hanya saja dompet Delisa sulit untuk dibuka karena harus menggunakan kode sandi untuk membukanya. Alhasil, Jericho tidak bisa mengambil identitas milik Delisa di dalam dompet gadis cantik itu.
Di lihat dari penampilan dan barang-barang branded yang dikenakan Delisa, Jericho bisa mengetahui kalau Delisa bukan putri orang kelas menengah ke bawah.
"Di mana rumahmu?" tanya Jericho untuk ke sekian kalinya.
Delisa memperlihatkan google map pada Jericho agar Jericho tidak lagi bertanya kepadanya. Jericho melihat sekilas alamat Delisa membuat Jericho panas dingin sendiri.
"Siall....! Ternyata dia putri dari tuan Dermawan," batin Jericho mulai panik karena ia pernah bertandang ke rumah tuan dermawan sekitar 7 tahun yang lalu.
Tiba di depan pintu gerbang utama, Delisa mencegah Jericho untuk memasuki mobilnya ke dalam halaman mansionnya.
"Cukup antar aku sampai di sini saja...! Terimakasih banyak...!" Delisa siap turun dari mobil Jericho yang nampak acuh padanya.
Namun sebelum menggeser bokongnya untuk turun dari mobil mewah itu, Delisa kembali diserang rasa cemas.
"Tunggu sebentar...!" Delisa kembali masuk ke dalam mobil Jericho walaupun satpam mansionnya sudah membuka pintu pagar untuknya.
"Bagaimana kalau aku hamil? Apakah aku harus membuang bayimu?" tanya Delisa dengan kalimat yang tersendat dengan wajah tertunduk.
Tangan yang terkepal menahan malu dan juga takut akan masa depannya yang tidak indah lagi seperti bayangannya.
"Kenapa aku yang harus bertanggungjawab padamu? Bukankah kamu sendiri yang datang padaku dan merayuku?" sebuah kalimat menohok dari Jericho mampu melemparkan Delisa ke dalam laut terdalam.
"Baiklah. Kalau begitu aku akan lakukan aborsi jika aku benar-benar dinyatakan hamil anakmu. Aku juga masih punya impian besar untuk meraih cita-citaku.
Menikah di usia muda tidak ada di dalam jadwal terencana karena aku tidak suka bersentuhan dengan anak kecil apalagi melayani kebutuhan seorang suami. Itu hal sangat menjijikkan untukku," balas Delisa tidak kalah menohok dari Jericho.
Ia turun buru-buru dari mobil Jericho tanpa ingin menatap wajah Jericho yang awalnya sangat membuat ia jatuh hati.
Delisa berlari kecil karena letak mansionnya masih cukup jauh dari gerbang utama. Jericho menancapkan gas mobilnya dan kembali ke apartemennya karena hari itu adalah hari libur.
"Aku tidak berniat untuk memilikimu, bocah ingusan...!" maki Jericho yang tidak suka dengan kalimat penolakan Delisa padanya yang rasanya sangat sakit luar biasa.
Delisa berjalan mengendap-endap untuk melihat keadaan sekitarnya jika saja bertemu dengan kedua orangtuanya. Dan bodohnya ia tidak menanyakan dulu kepada pak satpam depan tentang keberadaan kedua orangtuanya.
Ia memasuki pintu lift untuk mencapai kamarnya. Baru saja tiba di lantai dua dan pintu lift terbuka, betapa terkejutnya Delisa melihat tampang galak kedua orangtuanya yang siap mengeksekusi dirinya.
"Habis dari mana kamu jam segini baru pulang?" cecar sang ibu yang terkenal galak melebihi ayahnya.
"Delisa menginap di rumah Devina mami," ucap Delisa terlihat tenang walaupun jantungnya seakan ingin melompat keluar kini.
"Jadi, kamu sudah tahu apa yang terjadi dengan temanmu Devina itu?" tanya nyonya Ayumi.
"Memangnya apa yang terjadi dengan Devina keparat itu?" batin Delisa bingung harus menjawab apa.
"Jawab pertanyaan mami Delisa ...!!" bentak nyonya Ayumi hampir membuat Delisa ingin pingsan saat ini juga.
"Aku....aku....!" gugup Delisa tidak bisa meneruskan kalimatnya hingga papinya memperlihatkan isi berita tentang Devina di berita pagi ini.
Mata Delisa terbelalak dan ia tidak sanggup melihatnya akhirnya jatuh pingsan.
Tubuh Delisa menegang dengan mulut tak bisa bicara saat siuman dari pingsannya. Kedua orangtuanya menatapnya dalam seakan ingin tahu secara langsung apa yang terjadi dengan Devina.
Delisa yang masih terbaring di kasur empuknya tidak tahu harus menjelaskan apa pada orangtuanya dengan melihat berita kematian Devina yang over dosis oleh narkoba dan tubuhnya tertutup oleh selimut hotel.
Anehnya Devina seakan dipindahkan dari tempat kejadian perkara ke tempat lainnya untuk menghilangkan jejak pelaku yang telah memperkosanya.
"Jika kamu menginap di rumah Devina, apakah kamu bisa jelaskan mengapa Devina justru tewas di kamar hotel sementara kamu terlihat baik-baik saja. Di mana kamu tidur semalam, hah...?" bentak tuan Ferdi Dermawan.
"Aku...aku....!" kata itu tidak mampu keluar dari mulut Delisa. Dirinya benar-benar syok berat. Tatapannya nanar dengan pikirannya terasa kosong saat ini. Hanya pendengarannya yang berperan aktif namun ia tidak bisa memberikan komentar balik pada kedua orangtuanya yang terus menerus mendesaknya untuk menjelaskan apa yang dilakukannya semalam hingga pulang pagi.
Tok....tok... tok...
Ketukan pintu kamarnya membuat kedua orangtuanya Delisa menggumam bersamaan.
"Masuk...!"
Cek..lek....
Wajah pucat seorang pelayan bernama Ines memberitahukan informasi pada tuan dan nyonya nya itu." Ada apa? Kenapa kamu gugup seperti itu?" selidik nyonya Ayumi berdiri dengan berkacak pinggang ke arah Inez.
"Di bawah ada polisi nyonya. Mereka sedang mencari nona muda," ucap Ines.
"Astaga...! Bagaimana ini papi?" panik nyonya Ayumi.
"Kita harus bilang kalau putri kita pulang dan tidur di rumahnya. Dan dia saat ini sedang syok karena baru mengetahui berita kematian Devina," jelas tuan Ferdian Dermawan menciptakan alibi untuk putrinya.
"Ya Tuhan. Menyusahkan saja ini anak. Sekalinya dikasih kebebasan langsung mendapatkan masalah. Tahu gitu tidak usah kasih kebebasan sekalian," geram nyonya Ayumi jadi membenci putri kebanggaannya itu.
Delisa masih terperangkap dalam pikirannya. Kedua orangtuanya yang tidak mengerti kondisi kejiwaan putrinya saat ini menganggap jika Delisa hanya menghindari pertanyaan mereka dan berpura-pura terlihat syok.
Dibawah sana, polisi sedang bicara serius dengan tuan Ferdian Dermawan. Mereka menanyakan keberadaan Delisa namun nyonya Ayumi yang cepat tanggap mulai bersandiwara dengan kondisi putrinya.
Tujuannya bukan untuk melindungi putrinya namun ia hanya menjaga reputasi keluarga besar agar perusahaan mereka tidak terkena imbas dengan masalah Devina.
"Jam berapa putri anda tiba di rumah semalam nyonya?" tanya polisi Beno.
"Sekitar jam 12 malam," bohong nyonya Ayumi asal bicara.
"Apakah kamu bisa bertemu dengan putri anda? Kami hanya ingin tahu keadaannya. Dan kami juga ingin memeriksa beberapa hal termasuk urine dan keterlibatan nona Delisa yang mungkin saja ikut melakukan se*s bebas dengan teman-temannya ," ucap polwan cantik yang bernama Fenya.
"Apaaa....? Kenapa sampai sejauh itu kalian membutuhkan bukti atas keterlibatan putriku sementara dua tidak melakukan apapun. Bahkan dia tidak mabuk sama sekali semalam." Lagi-lagi tuan Ferdinand berbohong.
"Boleh kami periksa bekas baju yang dipakainya semalam?" selidik polwan itu tidak main-main.
"Sial...!" bagaimana ini? Bahkan baju putriku yang dipakainya semalam masih melekat di tubuhnya.
"Jika harus tes urine, bagaimana kalau putriku terkena narkoba juga? Ya Tuhan. Ini sangat membuatku pusing," keluh nyonya Ayumi membatin.
"Ok. Silahkan ikut denganku ke kamar putri kami. Kondisinya saat ini tidak baik-baik saja," ucap tuan Ferdinand mulai melunak. Tidak segarang tadi.
Di kamar Delisa, gadis ini benar-benar terlihat syok dengan posisi tubuh tidak berubah dengan ekspresi wajah yang terlihat sendu dan pikiran kosong. Kematian Devina menjadi pukulan berat baginya.
Satu-satu yang menjadi saksinya atas tidak terlibat dirinya adalah Jericho. Apa kabar pria tampan itu yang mengaku sudah tidur dengan dirinya.
"Apakah nona Delisa seperti ini sejak tadi?" tanya polisi Fenya pada nyonya Ayumi yang mulai gelisah melihat keadaan putrinya.
"Benar Bu. Sejak kami memberitahukan kabar kematian temannya Devina, ekspresinya ya seperti itu setelah siuman dari pingsannya," jelas nyonya Ayumi apa adanya.
"Ada dokter psikolog di sini. Biar dia yang memeriksa keadaannya Delisa sebelum putri kalian mengalami trauma yang lebih berat," ujar polisi Fenya.
"Silahkan dokter...! Kami serahkan keselamatan putri kami pada anda," ucap nyonya Ayumi meninggalkan dokter Ajeng yang memang khusus melayani pasien gangguan mental dan pasien narkoba.
Ada juga dokter yang akan memeriksa keterlibatan Delisa dalam pesta seks yaitu dokter obgyn yang berhubungan langsung dengan area kewanitaan Delisa.
"Selamat pagi nona Delisa...!" sapa dokter Ajeng ramah.
Delisa terdiam hanya gerakan matanya saja yang menatap wajah dokter cantik itu. Dokter Ajeng memperkenalkan dirinya dan mulai mencaritahu tentang peristiwa semalam dengan masuk ke dalam alam bawah sadarnya Delisa.
"Apa yang kamu lakukan kemarin malam sekitar pukul 7 malam, nona Delisa? Apakah kamu masih ingat?" tanya dokter Ajeng lembut.
"Ke diskotik."
"Dengan siapa kamu ke sana?"
"Devina, Sella dan Della. Kami bertempat ke sana."
"Bisa kamu ceritakan apa yang kalian lakukan di dalam diskotik itu?" selidik dokter Ajeng lebih lanjut.
Delisa menceritakan apa yang dia ingat untuk terakhir kalinya dan selebihnya ia tidak mengingat lagi karena minuman yang ia tenggak sudah bercampur dengan obat penenang yang membuatnya tidak sadarkan diri.
"Bagaimana bisa kamu pulang dalam keadaan mabuk dan mengetahui jalan pulang ke rumahmu?" tanya dokter Ajeng dan kali ini Delisa mengingat ia tidur di tempat lain dan melihat wajah seseorang dan ia belum sempat berkenalan dengan Jericho hingga tiba di rumahnya.
Delisa tidak bisa lagi menceritakan apapun pada dokter Ajeng tentang Jericho karena ia tidak yakin dengan apa yang ia ingat saat ini. Apakah itu nyata baginya atau hanya bagian dari mimpi. Delisa memegang kepalanya yang terasa sangat sakit sambil mendesis.
Dokter Ajeng tidak bisa lagi mengorek informasi lebih lanjut pada Delisa. Iapun menarik kesimpulan kalau Delisa tidak terlibat atas kematian Devina. Kasus itu menjadi buntu bagi mereka karena kondisi kejiwaan Delisa.
"Aku sudah selesai dokter Rika. Silahkan lanjutkan tugas anda untuk mengetahui gadis ini ikut terlibat pesta s*ks atau tidak?" ucap dokter Ajeng meninggalkan dokter Rika dengan Delisa sendirian di dalam kamar untuk menjaga privasi Delisa.
"Baiklah."
Dokter Rika mengambil darah Delisa untuk mengetahui kadar alkohol yang mungkin terdapat di dalam darah Delisa. Setelah itu ia melanjutkan tugas intinya yaitu memeriksa jalur rahim Delisa.
Beberapa menit kemudian, dokter Rika menyelesaikan tugasnya dan turun kembali ke lantai bawah menemui kedua orangtuanya Delisa.
"Apa kalian menemukan sesuatu pada putriku? Apakah dia terlibat dalam pesta se*s?" cecar nyonya Ayumi tidak sabaran.
Dokter Rika menarik nafas panjang lalu melihat ke arah polisi Beno, polwan Fenya dan dokter Ajeng.
"Sebenarnya nona Delisa ....?"
Bersambung....
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!