"Dua garis ... tidak mungkin. Rasanya saat itu ia menggunakan pengaman. Zoya membolak-balikkan hasil test pack-nya. Sudah lima alat yang ia gunakan hanya untuk memastikan kehamilannya. Bagi pasangan suami istri tentu merupakan kabar gembira. Tetapi bagi Zoya yang hanya seorang guru di sekolah menengah atas, tentu hal ini merupakan aib bagi dirinya.
Hal itu terjadi beberapa bulan lalu saat Karin dan Andre mengumandangkan ikatan cinta mereka. "Mulai hari ini kita pacaran," seru Karin dan Andre. Mereka tersenyum sumringah mengumumkan ikrar cinta mereka kepada sahabatnya itu. Zoya yang mendengar ikrar cinta dadakan hanya terbengong ria bagaikan disambar petir di siang bolong. Ia mengucapkan selamat dengan terbata-bata, setengah hatinya masih belum bisa menerimanya. Bagaimanapun Andre merupakan cinta sepihaknya, tentu Zoya sakit hati mendengarnya. Teganya kedua sahabatnya mengkhianatinya.
Zoya, Karin dan Andre adalah teman sejak SMP, lebih tepatnya Zoya dan Andre adalah teman masa kecil lalu Karin bergabung saat mereka menginjak di sekolah menengah pertama. Setelah berteman sekian lama, mereka pun mulai melupakan awal dari kedekatan mereka. Bodohnya lagi, Zoya berpikir bahwa mereka hanyalah sahabat saja, tak bisa lebih dari sekedar teman.
"Ternyata boleh lebih dari sekedar teman. Harusnya aku dulu memberanikan diri untuk mengakui perasaanku," rutuk Zoya dalam hati.
Zoya merasakan sakit luar biasa di dadanya, ia berusaha menahan sakit yang ditahannya di depan kedua sahabatnya. Padahal ia sudah bersusah payah menahan rasa cintanya untuk Andre demi kelangsungan geng tiga serangkai. Zoya menyesali perbuatannya. Andai dulu ia lebih sedikit egois, mungkin Andre sudah menjadi miliknya saat ini. Melihat kebahagiaan mereka berdua, entah mengapa Zoya merasa seperti dikhianati.
"Srooot," Zoya menangis sesenggukan mengenang cinta tak berbalasnya.
" Sial, aku benar-benar dikhianati sahabatku. Tapi bukan salah mereka sih, aku yang memendam perasaanku sendiri," gumam Zoya di kamarnya
Zoya memutuskan menghibur dirinya dan menuju klub malam yang didaftarkan oleh Karin. Sebenarnya ini kali pertama Zoya mengenal klub malam.
"Ayo Zoya, semangat! Lupakan saja cinta sepihakmu!" seru Zoya menyemangati dirinya.
Namun siapa sangka keputusan sesaat itu membuatnya menyesal seumur hidup.
"Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan?" Zoya termangu menatap lima test pack yang menunjukkan hasil positif.
Saat Zoya sedang melamun akan nasibnya, tiba-tiba Karin masuk ke kamarnya dan mengejutkannya.
"Zoya, apa yang kamu tutupi itu?" Karin menaruh curiga pada sahabatnya.
Dengan terbata-bata Zoya menjawab pertanyaan sahabatnya. Namun, bukan Karin namanya kalau tidak kepo terhadap masalahnya. Ia pun mendekati sahabatnya dengan gesit dan alangkah terkejutnya saat Karin mendapati banyak test pack dengan tanda positif.
"Kamu hamil, Zoya? Siapa ayahnya?" Karin menghujani Zoya dengan pertanyaan.
Zoya yang bingung akan keadaannya, hanya bisa menangis sesenggukan, ia bingung bagaimana caranya harus menjelaskan ini semua ke sahabatnya.
"Zoya, siapa ayahnya?" Lagi-lagi Karin menanyakan pertanyaan yang sama.
"Aku nggak tahu, Kar."
"Apa? Nggak tahu? Kok bisa Zoya, kamu seberani ini? Cinta satu malam maksudmu?"
Zoya hanya mengangguk lemah, mengiyakan pertanyaan Karin.
Karin merasa bersalah karena sudah mendaftarkan Zoya ke bar tersebut. Karin pun segera mengajak Zoya untuk memeriksakan kehamilannya.
Menerima perhatian berlebihan dari Karin membuat Zoya enggan, karena bagaimanapun dialah pemicu yang membuat Zoya sampa melakukan tindakan itu.
Zoya dan Karin pun segera menuju klinik ibu dan anak. Namun, Karin tercengang melihat penampilan nyentrik Zoya.
"Hei, kostum apa itu? Kita mau ke rumah sakit, bukan jalan-jalan," ucap Karin.
"Ini mode penyamaran Karin, aku takut bertemu salah satu orang tua muridku, bisa gawat nanti," sahut Zoya.
Karin hanya menggelengkan kepala melihat tingkah sahabatnya. Tak berselang lama Alex pun datang menyusul Karin dan Zoya. Zoya yang tidak diberitahu akan kedatangan Andre, merasa terkejut dan protes akan kehadirannya. Namun, kali ini Zoya tidak diberi kelonggaran untuk protes karena memang masalah ini harus dipikirkan bersama-sama. Zoya merasa sedikit risih didepan Alex, mantan gebetannya.
Karin yang mulai kesal akan tingkah Zoya mulai menginterogasinya.
"Jadi tidak ada informasi apapun yang kamu tahu tentang laki-laki itu?" tanya Karin.
"Entahlah aku tidak mengingat apapun, yang aku ingat dia bilang bekerja dibagian pengawasan, terus dia ganteng, terus ...," Zoya tidak melanjutkan kalimatnya karena malu.
"Terus servisnya memuaskan, itu maksudmu Zoya?" jawab Karin kesal.
Ia tak habis pikir sahabatnya yang polos ini bisa sampai kebablasan. Akhirnya pencarian si ayah bayi mengalami titik buntu karena sama sekali tidak ada informasi yang Zoya ingat. Ketika mereka bertiga sedang dalam mode serius, tiba-tiba seorang siswi dari sekolah Zoya melewati mereka.
"Zoya, bukankah itu seragam sekolahmu?" kata Karin sembari menunjuk ke areal resepsionis.
"Dimana? Katanya kalau periksa disini aku tidak akan bertemu dengan siapapun." Zoya nampak protes kepada Karin.
Namun alangkah terkejutnya Zoya ketika melihat siswinya bersama seorang pria paruh baya. Ia penasaran apa yang dilakukan oleh siswa didiknya.
Zoya segera mendekati sosok pria yang datang bersama muridnya dengan gesit ia menarik kerah baju pria itu.
"Hei, Pak! Apakah anda tidak malu menghamili siswi SMA? Dimana letak moral anda? Anda yang tua seharusnya mengayomi bukan merusak masa depan mereka." Zoya nyerocos panjang menceramahi pria itu, sampai akhirnya ia tersadar akan satu hal.
"Alamak, bukannya pria ini, pria di malam itu," gumam Zoya.
Setelah mengembalikan kesadarannya, Zoya buru-buru ngacir bersembunyi di belakang sahabatnya. Karin dan Andre pun bingung dibuatnya.
"Kenapa sembunyi? Bukannya tadi ocehanmu sepanjang rel kereta api. Kenapa sekarang malah ciut," tanya Karin penasaran.
"Itu, dia ayah dari bayiku."
Karin dan Andre terkejut mendengar pengakuan Zoya. Bagaimana mungkin dunia sesempit ini hingga mereka langsung bertemu disini. Namun, bukan Karin namanya kalau dimanapun tidak heboh. Begitu mengetahui pria itu ayah dari janin Zoya, Karin langsung menghujani Alex dengan berbagai pertanyaan. Alex pun nampak kebingungan dengan pertanyaan Karina. Tak mau terbelit dalam kesalahpahaman, akhirnya Alex pun bertanya pada keponakannya.
"Mereka siapa?" tanya Alex.
Rena pun menjelaskan bahwa salah satu dari mereka adalah wali kelasnya. Namun Rena tidak kenal dengan kedua pria dan wanita yang bersama dengan wali kelasnya. Rena pun memperkenalkan Zoya kepada pamannya.
"Oi bocah, dia beneran pamanmu?" Karin memastikan lagi karena ini menyangkut dengan masalah Zoya.
"Iya ini memang benar paman saya, memang kelihatan muda tapi dia benar-benar paman saya. Apa perlu saya bawakan kartu keluarga?" Rena menjawab pertanyaan Karin dengan ketus.
Setelah menyelesaikan semua kesalahpahaman mereka pun saling bertukar salam. Tiba-tiba Alex menyadari kalau wali kelas Rena adalah wanita yang ditemuinya di bar malam itu.
Mulailah timbul perasaan cemas di dadanya, ia bertanya-tanya apakah wanita itu hamil. Disisi lain Zoya pun bertanya-tanya mengapa mereka berdua mengunjungi klinik kandungan.
"Rena, kenapa kamu disini?" tanya Zoya.
Rena pun menjelaskan bahwa ibunya baru saja melahirkan. Jadi ia datang ke klinik untuk menemui ibunya dan adiknya. Zoya pun lega karena alasan siswanya kemari bukan seperti hal yang dibayangkannya.
"Bu Zoya, ada perlu apa ke dokter kandungan?" Rena bertanya dengan polosnya.
Zoya yang tiba-tiba dihujani pertanyaan, langsung bingung harus menjawab apa. Ia pun beralasan mengantar temannya yang sedang hamil. Namun namanya kebohongan ditutupi pun pasti akhirnya ketahuan. Tiba-tiba perawat dengan lantangnya memanggil nama Zoya.
"Pasien atas nama Zoya," panggil perawat itu.
"Ya Tuhan, gini amat nasibku. Baru aja berbohong sudah ketahuan," rutuk Zoya dalam hati. Dengan langkah gontai akhirnya Zoya masuk ke dalam ruang periksa.
Selama Zoya didalam, diam-diam Karin memperhatikan pria yang telah menghamili Zoya.
"Aku sudah takut hingga berpikir kalau pria yang menghamili Zoya hanyalah preman kampung, tapi ternyata wajahnya lumayan. Bajunya juga bermerek. Apa dia orang kaya?" Beribu pertanyaan bersarang di kepala Karin. Ia ingin segera mempertemukan kedua insan ini, agar masalahnya cepat selesai.
Sedangkan disisi lain, Alex berpikir dalam diam. Ia yakin betul kalau wanita tadi adalah wanita yang ditemuinya di bar. Ingatan itu masih segar dikepalanya, ia bahkan ingat wanita itu meninggalkan uang lima ratus ribu setelah mereka melakukan malam yang bergairah. Padahal dengan segenap tenaga, Alex mencari wanita itu. Ternyata mereka malah kebetulan bertemu disini. Sungguh kebetulan yang aneh pikirnya.
Di dalam ruang pemeriksaan, Zoya diberitahu bahwa usia kandungannya sudah masuk minggu keenam. Zoya hanya terdiam sedikit menyimak perkataan sang dokter.
"Apakah suami anda tidak ikut?"
"Saya bertanya, apakah suami anda tidak ikut kesini?" tanya dokter itu.
Zoya bingung harus menjawab apa, ingin rasanya berbohong, ia malu harus mengatakan kenyataanya.
"Anda tahu kan kalau aborsi itu ilegal," tiba-tiba Bu dokter mengatakan hal itu.
"Selain itu klinik ini tidak melayani aborsi. Jadi apabila anda berpikir demikian, harap urungkan niat anda atau pergilah ke rumah sakit lain," lanjutnya.
Zoya yang menerima ceramah dadakan bertubi-tubi, tiba-tiba meneteskan air mata. Ia tak menyangka kalau dokter tersebut berpikir ia akan melakukan aborsi. Padahal ia hanya ingin memeriksakan kandungannya. Walaupun harus menjadi ibu tunggal, ia tidak akan menggugurkan kandungannya.
"Bu dokter, walaupun hamil diluar nikah tidak patut dibanggakan. Tapi saya tidak terpikir sedikit pun untuk melakukan aborsi. Walaupun seorang diri, saya pasti akan membesarkan anak ini, Bu."
Selesai mengucapkan apa yang dipikirannya, Zoya langsung meninggalkan ruangan itu. Baru saja ia keluar ruangan tiba-tiba Rena langsung menghampirinya.
"Bu Zoya, apa pemeriksaannya sudah selesai? Lantas bagaimana hasilnya, Bu?" tanya Rena antusias.
"Hmm, alamak jawab apa lagi nih? Masa bohong lagi?" rutuk Zoya dalam hati.
" Sebenarnya ibu tadi ada pemeriksaan kanker, karena beberapa bulan terakhir haid ibu tidak lancar, ibu jadi kepikiran deh untuk periksa," imbuh Zoya.
Belum ada satu menit Zoya menjawab tiba-tiba seorang perawat memanggilnya.
"Pasien Zoya, jangan lupa hasil USG bayi anda," teriak perawat itu dengan semangat.
Zoya langsung membatu, menahan malu didepan anak didiknya. Bagaimana mungkin ia berbohong dua kali langsung ketahuan pula. Kalau bisa menghilang mungkin ia sudah berharap menghilang ke tempat yang jauh saja. Zoya benar-benar malu saat itu. Di tengah kebingungannya, Alex langsung membawanya pergi meninggalkan keponakan dan sahabat Zoya.
"Sudah agak tenang bukan?" tanya Alex pelan
"Apa?"
"Habisnya kamu terlihat gelisah seperti mengkhawatirkan sesuatu. Apalagi sampai berbohong, itu semua pasti ada alasannya bukan," selidik Alex.
"Saya tahu apa yang pamannya Rena khawatirkan, tindakan saya memang tidak dibenarkan ...,"
"Bu Zoya, nama saya Alexander bukan pamannya Rena," imbuh Alex.
"Ya tuhan perkara nama aja sampai dimasalahin. Dasar nyebelin. Dari tadi songong banget sih. Kenapa juga sok-sok peduli dengan masalahku," rutuk Zoya dalam hati. Zoya pun dengan sabar memasang wajah manisnya, padahal kenyataanya ia sudah jengkel setengah mati.
Zoya pun kembali menjelaskan agar masalah kehamilannya jangan sampai tersebar di forum sekolah. Ia harus dengan sungguh-sungguh meyakinkan si paman sombong ini agar tidak menyebarkan gosipnya di forum orang tua siswa. Sesungguhnya ia sudah malas beramah tamah dengan pria di depannya, tetapi demi kelangsungan hidupnya ia harus bersabar menghadapi pria sombong ini. Ekspresi dan nada bicaranya benar-benar seperti mengejek kondisinya. Zoya pun jadi ragu, apa benar pria itu pria yang sama saat kejadian itu.
Zoya pun memohon agar Alex bisa memisahkan masalah pribadinya dan urusan di sekolah. Ia berjanji, apapun yang terjadi dalam kehidupan pribadinya, tidak akan mempengaruhi kinerjanya di sekolah. Memang kalau masalah moral, perilaku Zoya sebagai seorang pengajar sudah pasti salah. Tapi ia berharap semoga pamannya Rena tidak menyebarluaskan masalah pribadinya. Zoya masih berharap bahwa pria ini akan sedikit membantunya. Setelah selesai menyampaikan apa yang ada dipikirannya Zoya langsung pergi beranjak dari kursinya dan meninggalkan pria itu sendiri. Baru selangkah Zoya berjalan, tiba-tiba pria itu menanyakan sesuatu.
"Apakah itu anakku?"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!