NovelToon NovelToon

Janji Seorang Penjaga

(JSP chapter 1) Menderita

"Kau lihat pakaiannya?"

Ini dia, hal yang ku benci disekolah. Ketika diremehkan orang lain karena penampilan. Mereka menyebutku "si cupu". Aku tidak peduli, karena bagiku aku tidak perlu repot-repot untuk mengubah penampilan karna orang lain.

Namaku Hazel. Aku bersekolah di sekolah ternama. Murid disini rata-rata adalah orang kaya. Tapi jangan tertipu dengan itu, karna aturan disini tidaklah berlaku.

Seperti sekolah lain, disini jauh lebih buruk. Kekerasan tidak bisa membuatmu dikeluarkan dari sekolah.

Aku punya 2 kakak laki-laki. Keluargaku bisa dibilang sangat kacau meski orang tuaku sebenarnya sangat kaya. Dan kakak tertuaku, Philips yang mewarisi perusahaan ayah kami

"Kakakmu bisa melakukannya lebih baik darimu" Nilaiku sebenarnya sempurna tapi itu hanya alasan ibuku agar dia bisa menghinaku.

Ibuku adalah orang yang egois. Dia juga memaksakan kehendaknya padaku. Dengan sombong, dia melemparkan kertas ujian itu

Tentu saja orang berpikir aku mungkin harus bersyukur karna setidaknya keluargaku mempunyai uang yang banyak. Tapi tidak, itu benar-benar merusak pikiranku.

Untungnya ada satu teman yang aku percayai. Dia secantik namanya. Elena, kami sudah berteman dari kecil. Meski aku diganggu oleh anak lain, dia berdiri paling depan ketika itu terjadi

"Aku tidak mungkin berteman dengan si cupu itu" Elena sedang berkumpul dengan temannya yang dia anggap jauh lebih gaul dariku. Aku tidak tahu, aku hanya mendengarnya dari jauh ketika ia bahkan tidak menyadari kehadiran ku.

Sayang sekali, bahkan Elena sekarang sudah tidak berpihak padaku. Itu membuatku sangat terguncang. Aku berlari ke atap sekolah dimana masih sepi jika masih pagi.

Aku terdiam, merenung sambil memikirkan perkataan Elena. Dia bersikap baik padaku belakangan ini. Tapi perkataannya membuatku berubah pikiran.

Saat itu aku yakin disana benar-benar sepi. Seharusnya tidak ada orang yang datang. Tapi bunyi pintu terbuka kembali menyadarkan ku. Aku mengusap air mataku ketika melihat seorang pria berdiri dibelakang pintu

"Siapa kau?" Dia berdiri di sana seperti patung.

Dia menatapku dari atas kebawah dan tampaknya dia mengenaliku. Dia melirik kearah lain, membiarkan pintu itu terbuka dan berjalan mendekatiku.

"Kau cewek yang sering diganggu itu kan?" Dia bahkan tidak mencoba untuk menyembunyikannya.

Aku tidak ingin berlama-lama di sini, aku menabrak bahunya dan berlari keluar. Aku takut dia akan menghinaku juga seperti yang lain.

Saat aku masuk kedalam kelas, air mengguyur tubuhku dari atas pintu. Entah siapa yang melakukannya, tapi aku yakin mereka sudah mempersiapkannya.

"Baju si anak cupu basah deh~" salah satu murid mengejek sambil tertawa. Aku melihatnya duduk dimeja.

"Jangan kayak gitu, nanti dia ga ada baju lagi" murid yang lain juga menghinaku. Tentu saja ini bukan pertama kalinya aku diganggu seperti ini.

Aku hanya bisa diam, karna dari dulu aku pengecut. Aku kemudian berbalik dan berniat untuk mengganti pakaian tapi seseorang menghalangi.

"Benar ya ternyata kau Hazel, anak yang sering diganggu itu" laki-laki yang tidak sengaja bertemu diatap kini berada didepanku.

"Zen, ngapain kau ngurusin anak itu?" Salah satu murid dikelasku mengenalinya.

Ternyata namanya Zen, mengingat namanya aku tahu bahwa dia anak band. Terkadang mereka diperlukan ketika acara sekolah.

Tapi cerita lain yang aku dengar Zen adalah seorang playboy. Mereka cukup terkenal namun seharusnya dia tidak punya urusan apapun denganku.

"Kenapa kau mengganggunya?" Zen berbicara setelah menatapku lama sekali.

"Kenapa? Kau tidak suka?" Murid cewek lain angkat bicara, dia menyilangkan tangannya dan beranggapan bahwa Zen tidak akan berani melawan mereka.

"Jangan melakukan lebih dari ini. Jika aku melihat kejadian seperti ini lagi, kalian akan mampus" Zen mencoba membelaku. Seluruh teman dikelasku terkejut ketika mendengar itu.

Zen tanpa basa-basi lagi menarik tanganku. Beruntung seragam hari ini hanya kemeja putih. Zen ternyata punya baju lain didalam lokernya

"Ini pakailah, nanti kau masuk angin" ucap Zen sembari memberikan bajunya padaku.

Aku ragu untuk menerima itu. Karna aku tahu kebanyakan orang hanya mempermainkanku. Tidak mungkin orang terkenal seperti Zen berbaik hati memberikan bajunya.

"Jangan berpikir macam-macam" Zen mencoba untuk meyakinkan bahwa dia tidak punya niat buruk. Mungkin aku harus percaya sekali lagi.

Tapi itu keputusan yang salah dan terburuk yang pernah ku ambil. Kami memang dekat belakangan ini, tapi ternyata Zen juga terpikat dengan Elena.

"Jangan khawatir, kebaikanku itu hanya pura-pura" Zen berbicara disamping lokernya dengan Elena ketika saat itu sedang sepi. Dia berusaha meyakinkannya.

Aku tidak bisa berkata-kata, lalu berlari ke toilet dan membilas wajahku dengan kasar seolah mencoba untuk tetap tenang.

Saat pulang sekolah, aku biasanya bersama Elena. Tapi setelah mendengar pembicaraannya dengan temannya, sejak itu dia menghindari ku. Aku terpaksa pulang sendirian.

Sedikit yang ku tahu, aku bahkan tidak berpikir bahwa dia akan melakukan hal yang berbahaya. Aku tidak tahu apa yang dia pikirkan.

Disinilah dia, berdiri dibelakangku dengan pisau ditangannya. Sialnya dia melakukannya saat aku berada ditempat sepi. Dia tidak sendirian, dia membawa temannya.

Aku dengan sekuat tenaga mencoba untuk menghentikannya dan menahan pisaunya agar tidak menancap dileherku. Aku bahkan kesulitan untuk menahannya.

"Menyedihkan" suara yang samar tiba-tiba muncul. Aku berpikir mungkin itu hanya halusinasi.

"Mau aku bantu?" Suara itu terdengar lagi, kali ini aku yakin itu bukan khayalan.

Beberapa detik kemudian, aku merasakan hawa dingin menjalar. Teman-temannya tiba-tiba pingsan dan Elena nampak kebingungan

"Hei bangun bodoh, apa yang kalian lakukan?" Elena berteriak beberapa kali namun tidak berhasil membangunkan temannya.

"Halo" sosok bayangan muncul didepanku dan Elena. Saat itu juga Elena melepaskan pisaunya dan lari dengan cepat.

Bayangan itu kini menatapku, aku ketakutan namun tidak bisa pergi karna tubuhku tidak bisa bergerak.

"Aku yakin kau Hazel" dia berbicara, sangat dekat denganku. Aku tidak tahu apa yang dia inginkan.

"Ya aku Hazel" aku tidak sadar bahwa aku bahkan berani menjawab pernyataannya.

Dia tidak menghilang. Dia hanya berdiri disana, melayang tanpa kaki. Tidak jelas seperti apa sosoknya karna dia hanya berbentuk bayangan. Aku mencoba menahan diri agar tidak pingsan.

"Aku berhasil menemukan mu" bayangan itu tampaknya berusaha keras untuk mencari ku. Tapi aku tidak bisa bertanya karna mulutku seperti dikunci.

Dia kemudian berubah menjadi roh berbentuk manusia. Tapi hawa dingin masih meluap keluar dari sosoknya.

"Jangan takut. Aku hanya ingin membantumu" dia kemudian menghilang sambil tersenyum lebar

Itu menakutiku, aku sempat terdiam disana seperti patung. Membeku dan sulit bergerak. Aku langsung berlari ke rumah ketika bayangan itu pergi.

Sesampainya dirumah, aku tidak bisa bersantai. Ibuku selalu menyuruhku dengan kasar. Aku tahu bahwa anak perempuan terbiasa melakukan pekerjaan rumah.

Tapi menjambak rambut dan menamparku tanpa sebab? Itu jelas sebuah penyiksaan. Bahkan ayah dan kedua kakakku hanya bisa diam sambil mengamati.

"Ngapain makan disini? Makan didapur!" Ibu membentak ku lagi. Aku hanya diperbolehkan memakan nasi sebanyak setengah genggaman tangan dan hanya memberiku telur rebus sebagai lauknya.

Dia bahkan tidak mengizinkanku untuk makan diruang makan. Aku sempat membenci kehidupan ini, tapi aku sadar bahwa aku harus mengubah hidupku.

Aku masuk kekamar tidur setelah selesai mendengar berbagai cacian dan kata-kata kasar. Aku biasanya tidak mempermasalahkan itu karena biasanya Elena selalu membuatku lebih baik.

Tapi kini aku merasa beban ku lebih berat dari sebelumnya. Tapi aku juga tidak ingin tersiksa lebih lama. Pertama, apa yang harus ku lakukan?

Aku memikirkan seberapa pentingnya penampilan mengubah wujud seseorang. Beruntung aku punya alat riasku sendiri. Dan itu masih bisa dipakai

Sulit untuk belajar merias wajah sendirian secara otodidak. Tapi aku hanya perlu memberi sedikit riasan diwajah karna aku masih perlu belajar.

Aku tidak sadar, sudah berapa lama aku duduk didepan cermin? Aku melihat ke arah jam dan sudah menunjukkan pukul 22.00 malam. Aku berdiri dari kursi dan memutuskan untuk tidur.

Tapi gerakanku terhenti ketika melihat sosok bayangan itu muncul didekat jendela. Dia sampai datang kesini? Beberapa menit aku menatapnya namun tidak terlihat tanda-tanda bahwa dia akan menggangguku.

Dia hanya mengamati, lalu menghilang seperti sebelumnya.

(JSP chapter 2) Memulai hari

Keesokan paginya aku bersekolah seperti biasa. Tapi aku tahu bahwa akan diejek lagi disekolah. Jadi aku mencoba memakai riasan sedikit.

Seperti biasa, ibuku selalu mencari-cari kesalahanku.

“Hei jalang, kau ingin menggoda pria dengan mengubah penampilanmu itu?”

Ibuku menjambak rambutku. Aku kemudian menepis tangan ibu yang membuat seluruh orang di meja makan terkejut. Ayah kemudian berdiri dan meninju meja makan lalu mendekatiku.

“Anak kurang ajar” ucapnya sambil melayangkan tangannya ingin menamparku. Namun aku menahannya

Ketika ibuku memaki, aku hanya diam seolah tak mendengarkan ibuku. Aku melewati ibu begitu saja. Kakak kedua memukul meja dengan kepalan tangannya

"Dasar tidak sopan! Apa kau mendengarkan ibumu?!”

Teriak Kakak kedua. Dia membentak karena aku tidak memedulikan ibu. Kakak Philips hanya menatap dengan ekspresi datar. Aku kemudian pergi ke sekolah dan bertekad untuk melawan balik Elena

Aku berdiri di dekat gerbang sekolah, dan melihat Elena dari kejauhan menatap ku dengan sinis. Dia terus berjalan bersama temannya. Tiba-tiba anak dari kelas lain mendekatiku, seorang pria tampan dan populer dengan otot ditubuhnya.

“Hai, aku Mike. Dan bolehkah aku tahu namamu?”

Aku mendongak sedikit karena dia tinggi. Lalu aku teringat bahwa laki laki ini adalah atlet bela diri yang dikenal banyak orang dan sangat berpengaruh disekolah. Aku lalu membalas jabatan tangan Mike.

“Aku Hazel. Senang bertemu denganmu.”

Setelah mendengar namaku, dia berhenti sesaat seolah mengenali namaku. Kemudian dia melihat penampilanku yang sudah berubah. Namun, dia memilih untuk bungkam dan menanyakan pertanyaan yang lain.

“Ngomong-ngomong kau kelas berapa?”

Aku menatap Mike, dan menjawab “kelas 1A”

Mike mengangguk sambil tersenyum “sayang sekali kita tidak satu kelas. Aku kelas 1B. Tapi sepertinya kelas kita bersebelahan” ucap Mike sambil terkekeh pelan

Suasana menjadi hening. Tapi Mike tidak mempermasalahkan itu. Dia mengajakku ke kelas bersama meskipun dia tahu kelas kami berbeda.

Tidak lama kemudian, mataku berpapasan dengan Zen. Hal itu membuatku tidak bisa mengendalikan ekspresi wajahku dipenuhi amarah. Mike yang menatapku, heran melihat ekspresi ku. Dia menepuk pundakku.

“Hei Hazel, apa kau punya masalah dengan laki-laki itu?”

Mike adalah orang yang baru kukenal selama aku masuk sekolah beberapa minggu ini. Dia tidak tahu apapun, dan aku juga tidak bisa memberitahunya sekarang. Aku hanya tersenyum kepada Mike berusaha memberi kesan yang baik.

“Tidak. Aku hanya sedang banyak pikiran”

Aku berbohong demi menutupi rahasiaku. Mike hanya mengangguk sambil tersenyum lalu dia berubah menjadi serius dengan wajah yang agak gugup. Dan akhirnya dia menanyakan pertanyaan itu

“Kudengar kau, sering diganggu? Aku tahu dari namamu” katanya berusaha tetap tenang walaupun aku bisa melihat bahwa dia gugup

“Ya.” kataku dengan nada datar dan dengan santai menatap Mike

“Tampaknya sekarang kau mengubah penampilanmu”

Katanya dengan nada lembut berusaha untuk tidak membuatku marah atau merasa tidak nyaman dan menatapku dengan cemas. Aku terkejut dan terdiam. Kemudian aku mendengar suara seseorang

‘Apa dia marah? Apa aku keterlaluan?’

Suara itu berasal dari Mike tapi aku memperhatikan bahwa bibirnya tidak bergerak. Lalu Mike melirik kearah lain kemudian berbicara lagi

“Kurasa karna kau diganggu akhirnya kau mengubah penampilanmu ya Hazel?” ucapnya dengan senyum canggung seolah mengalihkan topik karna takut aku akan marah

Aku hanya diam, tidak menjawab karna memikirkan suara yang tiba-tiba muncul sebelumnya. Mengetahui aku tidak menjawab, Lalu suara itu muncul lagi.

‘Sepertinya benar. Aku keterlaluan, aku harus minta maaf’'

Suara itu berasal dari Mike saat dia sedang tidak berbicara dan tidak lama setelah itu Mike meminta maaf padaku. Kemudian saat itulah aku sadar bahwa aku bisa membaca pikiran orang lain.

Bel masuk kelas berbunyi, kemudian aku memasuki kelas dan menempati kursi ku. Seperti biasanya, Elena ingin menggangguku tapi tidak bisa, dia kemudian mundur karena guru masuk begitu cepat setelah nya.

Beruntungnya aku dari awal tidak duduk sebangku dengan Elena. Disana aku banyak mendengar suara hati mereka.

‘Duh aku lupa bawa bekal.'

'Dimana sih handphone ku.'

'Nanti istirahat makan apa ya.’

Dugaanku benar. Dengan kekuatan yang aku miliki, aku bisa membedakan mana yang benar-benar baik padaku dan mana yang ingin memanfaatkanku. Disanalah aku bisa memanfaatkan kemampuanku.

......................

Bel istirahat berbunyi, aku tidak melihat Elena. Kemudian, teman disampingku yang memiliki rambut ungu pertama kalinya berbicara padaku. Dan aku ingat gadis ini adalah Hana, hanya dia yang tidak pernah menggangguku

"Namamu Hazel kan? Mau ke kantin denganku?"

Aku menoleh dan menatap mata gadis itu sambil mengangguk sedikit "Ya tentu, Hana"

Aku kemudian berdiri dan berjalan dibelakang Hana. Waktu aku berjalan dilorong bersama Hana, aku berpapasan dengan Zen. Aku melihat Zen menatapku. Dia tampaknya terkejut setelah aku mengubah penampilanku

'Wah cantik sekali'

Aku mendengar suara hati Zen. Zen hanya terdiam disana selama beberapa detik. Hana tidak menyadari itu dan aku hanya terus berjalan dibelakang Hana. Tiba-tiba Zen berbalik, lalu memegang tanganku.

“Bisakah kita ke kantin bersama?" ucap Zen sambil tersenyum manis padaku. Aku menatapnya tanpa ekspresi sementara Hana menoleh ke belakang.

"Kurasa kau pintar bergaul juga! Kau malah mengajak seorang gadis!” seru Rai teman yang berada disamping Zen, menggoda Zen sambil tertawa.

Zen menoleh ke arah Rai dan menyadari bahwa Rai menggodanya. Jadi Zen hanya tertawa sambil berbicara dengan santai "Biar kita lebih banyak orang saja" Zen menjawab sambil merangkul pundak Rai

Aku menatap sinis dengan perasaan tidak senang.

"Oh baiklah jika kalian ingin ikut" jawab Hana dengan santai sambil mengangguk.

Ketika kami semua tiba di kantin, kami hanya saling memandang. Rai dan Zen tersenyum canggung. Lalu Zen berdehem dan memberanikan diri bertanya padaku

“Ngomong-ngomong, bagaimana kabarmu?” ucap Zen sambil menatapku dengan lembut

Aku menatap Zen beberapa detik dan berusaha setenang mungkin ketika berhadapan dengan Zen. “aku baik-baik saja, terima kasih Zen”

Lalu aku melihat Zen tersipu. Aku hanya menatap Zen dengan bingung sementara ia memalingkan wajahnya. Rai menyadari itu kemudian cekikikan melihat Zen sementara Hana mengangkat sebelah alisnya.

Kami kemudian memesan makanan, lalu memilih kursi. Kami duduk disana dengan canggung. Lalu Rai angkat bicara, tapi dia berbicara dengan Hana. Mereka berdua mengobrol sementara aku dan Zen hanya memakan makanan kami.

Aku menyadari Zen sesekali menatap ku saat makan, namun saat aku menatapnya kembali, dia langsung memalingkan wajahnya.

‘Hazel ternyata sangat cantik saat dia mengubah penampilannya.’

Aku tiba-tiba mendengar suara hati Zen. Aku melihat rona merah di pipi Zen. Dan rupanya Rai menyadari hal itu

"Heh kenapa wajahmu merah begitu" kata Rai berbisik dan sedikit menyenggol bahu Zen

Rai tertawa sedangkan Zen masih memerah sambil menatapku. Tetapi aku hanya diam, tidak terlalu peduli. Kemudian aku melihat Elena tiba-tiba datang entah darimana

“Hai kalian. Sedang makan bersama?” Ucap Elena agar dia terlihat seperti orang yang menyenangkan. Dia juga tidak merasa canggung ketika berdiri di dekat Zen dan Rai.

‘Wah ada Zen dan Rai juga disini'.

Aku mendengar suara hati Elena. Zen dan Rai menoleh ke arah Elena sementara aku melihat Hana menatap Elena dengan tidak senang.

Elena menatap kami secara bergantian sejenak

“Aku boleh bergabung tidak?"

Tanya Elena dengan senyum manisnya sambil melihat kearah Zen. Dia tidak menatapku sedikitpun. Dan saat itu suasana Hatiku memburuk

Zen hanya mengangguk dan perlahan-lahan ekspresinya berubah tetapi tampaknya Elena tidak menyadarinya. Lalu Elena duduk disebelah Zen. Zen tampak tidak nyaman.

'Ah tidak nyaman, kenapa dia datang langsung mendekat ke sini? Bukankah dia bisa disamping Hazel dan Hana?.'

Aku mendengar suara hati Zen yang sedang mengeluh. Kemudian aku bangkit dari kursi.

Zen dan Rai terdiam menatapku ketika aku berdiri dari kursi. Sementara Elena mengalihkan pandangannya kearahku dan Hana memegang tanganku sambil bertanya dengan bingung

“Ada apa Hazel?” katanya sambil memiringkan kepalanya sedikit

“Aku sudah selesai. Apa kau ingin ikut keperpustakaan?” kataku menjawab Hana.

Hana terdiam sambil menatap mataku, dan tangannya masih memegang pergelangan tanganku. Seolah dia mengerti dengan situasi sekarang, dia mengangguk

Rai dan Zen mendengarnya dengan syok sementara Elena kembali santai, setelah mendengar perkataan ku.

“Ya kurasa itu bagus. Aku akan ikut” jawab Hana sambil berdiri dari kursi. Sementara Rai dan Zen hanya terdiam dikursi. Zen seperti ingin ikut denganku juga, tapi tampaknya dia tidak bisa berkata apa-apa

Aku kemudian berjalan berdua dengan Hana. Hana menoleh menatap kearahku seolah ingin mengatakan sesuatu tetapi dia terlihat gugup. Hana lalu memegang tanganku dan berbicara

“Hazel, aku benar-benar tidak suka dengan Zen” katanya dengan canggung sambil menggaruk pipinya dengan telunjuknya. “Sebenarnya aku juga tidak suka Elena” dia menambahkan

Aku terdiam disana menatap Hana. Dan bertanya-tanya mengapa dia juga merasakan hal yang sama denganku. Melihatku terdiam, Hana mulai panik dan mulai mengguncang tubuhku dengan lembut

“Hazel, apa kau tersinggung dengan kata-kata ku?”

Katanya dengan panik sambil memegang pundakku. Aku menatap Hana sambil menggeleng perlahan

“Tidak. Aku tidak tersinggung.”

Kataku sambil melepaskan perlahan tangan Hana dari pundakku. Aku kemudian bertanya

“Ngomong-ngomong apa yang membuatmu berpikir seperti itu?” kataku sambil menatap Hana dengan penasaran

Hana berdehem, sebelum berbicara dengan lebih tenang sekarang setelah aku memaklumi kata-kata nya

“Aku merasa Zen bukan orang yang baik. Dia suka mendekati orang tiba-tiba dan itu mencurigakan. Aku juga tidak suka dengan Elena. Bukankah dia yang selalu mengganggu mu?“ ucap Hana serius sambil menjelaskan dengan jujur.

Aku hanya mengangguk sambil perlahan tersenyum.

“Ternyata begitu” kataku dengan nada rendah lalu berbicara lagi “Zen pernah berteman denganku sebelumnya, namun dia berpihak pada Elena”

Kataku terdengar kecewa yang membuat Hana syok saat mendengarnya.

“Aku sejujurnya tidak berani dengan Elena. Itu sebabnya aku tidak pernah menolongmu. Dia pernah membuat keluargaku hampir bangkrut gara-gara aku tidak menurutinya” Ucapnya dengan nada rendah sambil menatap mataku

Aku yang mendengarkan hanya terdiam dan sempat terkejut sebelum aku mengangguk sedikit.

“Ya aku mengerti. Kekuasaan seseorang memang sulit untuk dihadapi”

Aku berusaha memahaminya dan tidak mempermasalahkannya. Aku mengajak Hana ke perpustakaan untuk mengalihkan pikirannya dari hal-hal yang mengganggu.

......................

Sepulang sekolah aku melihat Zen menunggu didepan pintu luar sekolah.

“Hai Hazel mau pulang bareng?”

Aku menatap Zen dengan amarah yang hampir meledak. Tapi, aku berusaha menahan diri. Aku kemudian menghampiri Zen setelah aku menenangkan diriku.

“Aku akan pulang sendiri”

Kataku dengan nada datar sambil berlalu melewati Zen. Wajah Zen menjadi sayu dan penuh kekecewaan

‘Mengapa kau tidak ingin pulang denganku?’

Aku mendengar suara hati Zen, tetapi aku tidak berhenti. Didepan pagar sekolah, aku melihat kak Philips menunggu didepan mobil diluar pagar sekolah dengan masih memakai jas kantor.

(JSP chapter 3) Sosok misterius

Kak Philips seorang CEO terkenal nomor dua dikota setelah Hyun. Kedatangannya disekolahku, membuat semua murid menatapnya. Dia bersandar dengan santai di badan mobil.

“Hazel ayo pulang denganku” Dia tiba-tiba menawarkan diri. Aku menaikkan sebelah alisku.

“Apa yang membuatmu bertingkah seperti ini?” Kataku sambil masih menatapnya dengan curiga.

“Apa salah jika aku menjemput adikku?” jawabnya dengan santai sambil melipat tangannya. Dia berkata seolah ini bukan hal yang aneh. Tetap saja, ini adalah pertama kalinya dia menjemputku.

Aku merasakan ada sesuatu yang aneh namun aku tidak mengetahuinya. Aku hanya diam didalam mobil. Namun aku dikejutkan oleh suaranya yang tiba-tiba.

“Mengapa kau melamun?” tanya kak Philips sambil memegang setir mobil dan melirikku sejenak sebelum kembali memperhatikan jalan.

Aku yang tadinya menatap jendela mobil, lalu melirik kakakku “tidak ada”

Seketika itulah aku mendengar suara hati kakakku

‘Maaf Hazel kau jadi menderita’.

Bola mataku melebar mendengar suara hati kakakku. Aku tidak mengerti apapun. Dia meminta maaf untuk apa? Setelah itu aku berpura-pura menatap jendela mobil dengan penuh rasa penasaran dipikiranku

Ketika tiba dirumah, terdengar suara keras dari dalam. Barang-barang berhamburan, vas bunga kaca pecah. Ibu berteriak kepada ayah.

“Dasar kau tidak becus jadi suami, bagaimana bisa kau bilang perusahaan anak kita akan bangkrut?!”

Aku yang mendengar itu sangat syok. Aku yang baru datang menjadi pelampiasan ibu.

“Hei kau, setidaknya harus lebih berguna demi ibu.”

Ibu menarik kerah bajuku. Aku diam menatap ibuku dengan mata melebar. Sementara kak Philips hanya terdiam melihat ibu ku menarik kerah bajuku. Tiba-tiba ayah berbicara

"Ayah punya masalah dengan CEO Hyun Joong. Dan mereka tidak mau hanya dengan mengganti rugi. Bantulah ayah agar perusahaan kakakmu terselamatkan. Menikahlah dengan CEO Hyun Joong".

Bola mataku melebar mendengar itu. Seorang anak SMA menikah dengan orang yang usianya lebih tua 4 tahun? Perlahan-lahan aku menyadari ini yang dimaksud kak Philips saat aku mendengar suara hati nya didalam mobil.

Kak Philips disampingku terdiam dengan mata melebar dan mengepal tangannya

'Tidak, jangan adikku’

Aku mendengar suara hatinya. Tetapi dia tidak bisa berbuat apapun. Kakak keduaku, Ken menyeringai. Seolah menyukai hal ini terjadi kepadaku. Tetapi aku melawan, memberontak kepada mereka berdua.

"Apa?! Aku harus menikah dengannya katamu?!"

Mereka berdua memelototiku.

"Dasar anak kurang ajar! Kau harus patuh padaku!”

Teriak ibuku dengan tangan yang melayang, tetapi kak Philips menghalaunya

"Sudah cukup ibu" Ucap kak Philips

Ibu kaget, kemudian melepaskan tangannya. Kakak Philips menatapku, dengan suara pelan dia berkata

"Tolong turuti saja" matanya menunjukkan kesedihan

'Hah? Kau menyuruhku melakukan itu dan diam saja menuruti mereka?'

Batinku tampak kesal dengan kak Philips, tetapi aku benci mengakui bahwa aku tidak bisa berbuat apapun untuk saat ini. Aku hanya bisa menuruti mereka.

Ketika aku berjalan ingin memasuki kamar, Kak Philips menghampiriku sambil menggenggam tanganku dengan lembut dan menunduk lalu berkata

"Maaf”

Aku terkejut, gagang pintu yang sebelumnya sudah kupegang kini kulepas kembali. Aku bertanya-tanya ada apa dengan kakak Philips. Mengapa dia meminta maaf padaku? Apa karna dia tidak bisa membelaku sebelumnya?

"Lupakan, ini sudah terjadi"

Aku memilih untuk tidak memperpanjang masalah, karena merepotkan bagiku untuk memikirkan hal itu.

"Tidak Hazel. Jika saja aku lebih berkuasa, aku bisa menolongmu”

Ucap kakak Philips dengan nada menyesal dan seolah ingin menangis. Aku syok melihat perubahan sikapnya yang tadi sangat dingin kini menjadi lembut. Aku tidak membalas perkataannya dan masuk kekamar begitu saja.

Tapi tiba-tiba ketika aku masuk ke kamar tidurku, aku melihat sesosok ‘hantu’ itu lagi. Dia dengan santai berdiri di tepi tempat tidur sambil menyeringai dan menatap dengan mata tajamnya

“Kurasa kau tidak selemah itu ketika diganggu” ucapnya dengan nada sombong dan menatap mataku dalam-dalam seolah menganalisis sifatku

Aku berusaha membaca pikirannya tapi tidak bisa. Aku bingung, apakah dia memang sedang tidak memikirkan sesuatu?

“Apa kau bertanya-tanya Mengapa kau tidak bisa membaca pikiranku?”

Katanya dengan senyum sombong sambil masih berdiri di sana sementara aku terkejut dengan mata terbelalak. Bagaimana dia bisa mengetahuinya?

“Aku adalah jiwa, bukan manusia”

Dia kemudian perlahan mendekatiku dan sekarang berdiri di depanku. Aura dinginnya sangat menyengat dan tatapannya begitu mengintimidasi

“Tidak perlu khawatir, Hazel”

Suaranya seperti bisikan sambil membelai pipiku dengan telunjuknya, tangannya terasa sangat dingin di kulitku sampai aku merasa merinding. Dia kemudian menghilang sambil tersenyum lebar.

Keesokan paginya. Ibuku sudah membicarakan tentang pernikahan ku dengan CEO Hyun

“Kau harus menuruti semua yang dia katakan. Jika tidak, keluarga kita akan hancur,” Ibu berkata dengan nada kasar sambil menyiapkan piring makan kami

“Akhir pekan kau akan diundang ke pestanya. Kakak pertamamu akan menemani mu membeli gaun” ayah menambahkan, sambil meminum kopi yang ada ditangannya.

Setelah yang terjadi mereka sama sekali tidak menganggap diriku sebagai anak mereka. Aku melihat kakak Philips marah. Tangannya mengepal diatas meja. Tetapi kemudian dia menatapku. Matanya berubah menjadi sayu lalu memijit kepalanya.

“Aku tidak bisa melakukan apapun”

Kakak Philips bergumam tetapi ayah dan ibu tidak mendengar. Aku hanya diam menghabiskan makananku.

......................

Setelah sampai disekolah, Mike dari belakang menghampiriku menepuk pundak ku

“Hazel, ayo jalan ke kelas bersama.”

Ucap Mike sambil tersenyum lebar padaku. Tiba-tiba Zen menemui ku dan berlari ke arahku.

“Hazel, ayo berjalan bersama kekelas”

Mike melirik Zen dengan wajah datar, sementara aku hanya diam sambil membiarkan Zen disampingku. Lalu aku melihat Elena didepan kelas menatap dengan cemburu.

Zen bingung karena aku tidak menjawabnya tapi dia tetap mengekor padaku seperti anak anjing. Zen benar-benar berubah 360° setelah aku mengubah penampilanku. Lalu aku menyadari Elena benar-benar kesal sekarang.

'Apa sih menarik nya Hazel?’

Aku mendengar suara hati Elena dan dia terlihat menggertakkan giginya.

Setelah sampai didepan kelas, Mike masuk kedalam kelasnya sementara Zen masih berdiri ditempat

“Baiklah sudah sampai. Sampai jumpa diistirahat pertama”

Ucap Zen melambaikan tangannya lalu masuk dalam kelas.

“Hei Hazel. Sepertinya kau sudah berani padaku karena aku terlalu memanjakanmu” ucap Elena sambil mendekatkan dirinya padaku setelah Zen masuk kedalam kelasnya.

Aku menoleh kearah Elena dengan datar “Benar aku sudah berani. Dan bersiaplah untuk menderita” ucapku dengan nada dingin seolah mengancam Elena.

Elena menggertakkan giginya, menatapku dengan penuh kebencian dimatanya. Lalu aku hanya berlalu melewati Elena dengan angkuh.

Bel istirahat pertama berbunyi. Aku dan Hana berjalan menuju kantin. Zen yang sudah lebih dulu ada dikantin menyapaku agar aku duduk bersamanya. Tapi Elena kebetulan ada disana bersama temannya dan ketika dia melihat itu, tanpa pikir panjang berlari menghampiri Zen.

“Hai Zen”

Elena menyapa Zen sambil tersenyum. Tetapi Zen hanya menatap kearahku yang membuat Elena semakin membenci ku. Lalu aku makan bersama Hana berlalu melewati Zen.

“Hazel apakah kamu ikut ekskul nanti?”

Dia memegang tanganku. Aku berhenti dan menatap kearah Zen

“Entahlah aku belum memikirkannya” jawabku dengan nada cuek

Melihat hal itu sepertinya membuat Elena kesal karena aku menjawabnya dengan nada malas.

Ketika selesai makan, Rai dan Zen kembali ke kelas bersama. Hanya tersisa aku, Elena dan Hana. Elena masih menatapku, lalu tiba-tiba menarik tanganku. Sambil mendekatkan dirinya, dia berbisik

“Hazel ayo temani aku ketoilet sebentar.”

Awalnya aku tidak tahu apa yang ingin dilakukannya, tetapi aku setuju untuk menemaninya ke toilet. Hana menatapku dengan khawatir diwajahnya tapi aku tersenyum mencoba meyakinkannya bahwa semuanya akan baik-baik saja.

Aku mengikuti Elena ketoilet, sesampainya di toilet dia mendorongku dengan kasar ke dinding dan mencengkram erat tanganku. Dia melototiku. Dia terlihat kesal karna aku mendekati Zen. Aku tidak terkejut. Karna aku tahu ini akan terjadi, karena inilah sifat aslinya.

“Hazel, ini peringatan terakhir. Jauhi Zen, atau kau akan kubuat menderita” ucap Elena dengan nada mengancam sambil menatapku dengan tajam

Aku tidak ikut campur dan tidak peduli. Biarlah mereka bersama lagipula mereka cocok. Sesama binatang yang tidak tahu malu, cocok untuk dipasangkan

“Ya baiklah” kataku tampak tidak peduli.

Mendengar itu Elena kemudian menyeringai puas dan menatapku dengan angkuh

“Itulah yang ingin aku dengar, teman baikku.“ katanya dengan nada sarkastik sebelum dia keluar dari toilet.

Ketika pulang sekolah aku dan Hana berpapasan dengan Elena saat berjalan keluar sekolah, aku melihat kak Philips menungguku dan Zen dengan motor disampingnya. Melihat Zen, Elena kemudian menghampiri dan langsung memeluknya dengan manja.

Zen yang melihat itu terkejut lalu mulai panik. Dia takut bahwa rahasia mereka berpacaran terbongkar, meski aku sudah tahu fakta bahwa mereka berpacaran. Aku tidak menanggapinya dan berlalu melewati nya

Melihat itu Zen hanya menatapku dengan kecewa saat aku menghampiri kak Philips. Kemudian aku mendengar suara hati Zen.

‘Apakah Hazel sudah tahu bahwa aku berpacaran dengan Elena?’

Batin Zen sementara aku terus berjalan tanpa berbalik sedikitpun dan menghampiri kak Philips

“Kau menjemputku lagi” aku memulai pembicaraan duluan

Dia menatapku dengan tatapan datar, tanpa basa basi menyuruhku untuk masuk kedalam mobil.

“Hari ini aku akan menemanimu membeli gaun”

Dia berkata sambil menyalakan mobil. Aku terkejut dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba menjadi dingin kembali setelah kemarin sangat lembut padaku. Tapi aku hanya diam tidak memikirkan itu.

“Ya baik.” Ucapku dengan singkat

Seperti biasanya kak Philips tidak mengatakan apapun selama perjalanan, tetapi walau begitu aku bisa merasakan kak Philips terlihat sangat tidak tenang.

Sesampainya ditempat toko baju, dia sibuk memilih pakaian bagus untukku pakai.

“Coba ini dulu”

Dia memberikan dress berwarna ungu tanpa lengan dengan hiasan permata kecil berwarna biru di bagian dada. Aku mengganti pakaianku, dan keluar dari ruang ganti.

“Bagaimana?” Aku bertanya sembari berjalan keluar menghampiri kak Philips yang duduk di sofa

Kak Philips terdiam sejenak seolah mengagumi penampilanku. Wajahnya sedikit memerah. Aku hanya terdiam, lalu aku memanggil kakak.

“Kak? Bagaimana?”tanyaku sambil menatap wajah kakak ku

Kakakku tersentak, sambil memalingkan wajah sejenak dan mengusap wajahnya dengan lembut lalu dia berkata

“Ya bagus, cobalah yang lain”

Jawab kakakku dengan santai duduk di sofa dan berusaha untuk tetap tenang, tapi aku tahu dia seperti salah tingkah. Aku lalu berbalik dan ketika ingin masuk keruang ganti aku mendengar suara hati kakakku

‘Kenapa dia sangat cantik?’

Aku berbalik badan lalu kakakku terkejut melihatku membalikkan badan, aku lupa kakak tidak tahu aku bisa membaca pikiran orang.

“Apa?” kak Philips bertanya dengan bingung sambil menaikkan sebelah alisnya

Aku menghela nafas pelan lalu menggeleng “tidak” Jawabku dan berjalan cepat menuju ruang ganti untuk mengganti gaun lagi. Kali ini gaun berwarna merah dengan lengan panjang serta di tutupi dengan kain tipis putih dibagian dada. Setelah selesai aku keluar dari ruang ganti

"Bagaimana dengan ini?" Aku bertanya pada kakak sambil sesekali merapikan gaunku

"Ya bagus, kurasa beli keduanya tidak masalah”

Kakak ku mengalihkan pandangannya dan aku bisa melihat telinganya memerah karena tersipu ‘Aku bisa gila’

Batin kakakku. Aku merasa aneh dengannya, tapi aku tidak memikirkan itu lebih jauh. Setelah selesai memilih baju, kami berdua pulang kerumah. Dalam perjalanan kak Philips berkata.

“Jika kau merasa tidak nyaman dengan pria itu, kau bisa kembali kerumah"

Sambil mencengkram erat sabuk pengaman. Aku mengira aku salah dengar, tetapi ternyata dia memang berkata seperti itu. Aneh, aku tidak mengerti dengan sikapnya

Sesampainya dirumah, aku terkejut melihat mobil mewah didepan halaman. Sepertinya kak Philips juga tidak tahu ada seseorang yang datang.

Aku dan kakak masuk kedalam rumah. Disana ayah dan ibu sedang mengobrol dengan seseorang sambil tersenyum lebar serta kakak keduaku berdiri disamping mereka

"Ada apa ini?"

Tanya kak Philips terdiam sambil berdiri melihat situasi itu

"Duduk lah dulu Philips"

Ucap ayah pada kak Philips sambil menunjuk sofa disamping. Kemudian aku dan kak Philips duduk di sofa menyamping dengan orang itu

“Mengapa CEO Hyun datang kemari?" Tanya kak Philips penasaran.

Ada seorang laki-laki yang duduk tegap memakai jas hitam rapi dan memakai kacamata hitam dengan melipat kedua kakinya serta dua orang pengawal dibelakang nya dan sekretaris yang sangat cantik duduk disampingnya. Aku rasa dia orang penting yang dimaksud.

"Apakah aku tidak boleh kemari?"

Orang itu berbicara dengan dingin dan penuh aura mengintimidasi saat menjawab pertanyaan kakak Philips. Dia menatapku, kemudian membuka kacamata nya

"Ini orangnya?" dia bertanya sambil menaikkan sebelah alisnya dan masih memegang kacamata di tangannya

"Ya tuan, bagaimana menurut anda?" jawab ayahku

Dia hanya mengangguk sambil melihat kearahku dengan seringai lebar

Dia memasang kembali kacamatanya. Kemudian beranjak pergi tanpa basa basi. Sambil berjalan keluar dia berkata

“Ingatlah pada akhir pekan aku akan menunggu kedatangan kalian”

Pria itu pergi tanpa berbalik. Aku hanya diam merasakan aura yang menekan darinya. Setelah pria itu pergi, ayah dan ibu berbicara dengan ramah padaku. Kak Philips kemudian berbisik.

“Dengar, jika suatu saat orang itu melukaimu aku tidak akan mengampuninya” ucap kak Philips berkata dengan tegas.

Aku menyorot mataku pada kakak. Lalu dia beranjak dari sofa dan pergi masuk kedalam kamar nya.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!