Cindy tersenyum lebar seraya berjalan menurunkan anak tangga, diusianya yang ke 10 tahun ia akhirnya bisa merayakan ulang tahun bersama teman-teman di sekolahnya.
Tentu saja, ia merayakan ulang tahunnya ke 10 dengan menggunakan tabungan miliknya sendiri. Setiap hari, ia selalu menabung kan uang yang diberikan oleh kedua orangtuanya, karena itu sudah menjadi kebiasaannya dari umur 5 tahun.
“Cindy, kamu cantik sekali. Gaun kamu bagus,” puji teman sebaya.
Cindy hanya tersenyum lebar mendapatkan pujian dari Rio, anak laki-laki yang menurutnya paling tampan di kelas.
Hadiah demi hadiah datang padanya, ucapan selamat terus datang bergiliran seiring banyaknya hadiah yang Cindy terima.
“Ayo anak-anak, kita nyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Cindy bersama-sama ya,” ucap Ibu Putri, selaku wali kelas Cindy di kelas 4 A.
Mereka dengan kompak menyanyikan lagu ulang tahun untuk Cindy. Setelah selesai menyanyikan lagu tersebut, Cindy memotong kue ulang tahun itu dan diberikan kepada Ibu tercinta.
“Terima kasih kesayangan Ibu,” ucap Ibu Julia, Ibu kandung Cindy.
Potongan pertama telah Cindy berikan kepada Ibu Julia, kemudian potongan selanjutnya Cindy berikan pada wali kelasnya dan kemudian teman-teman sebayanya.
Setelah acara selesai, Cindy langsung menutup pintu rumah dan menangis sedih. Ia cukup kesal dengan Sang Ayah, yang belum juga kembali dari pekerjaannya.
Melihat Cindy menangis, Ibu Julian mendekati putrinya untuk menanyakan alasan mengapa Sang Putri menangis padahal sebelumnya terlihat sangat bahagia.
“Tuan Putri Cindy kenapa menangis?” tanya Ibu Julia.
“Apa Cindy nggak boleh menangis ya Bu? Cindy sedih karena Ayah belum pulang, sampai acara Cindy selesai,” terang Cindy kecewa.
“Kalau Cindy mau menangis ya menangis aja. Ibu juga gak bisa melarang Cindy,” sahut Ibu Julia.
Cindy semakin menangis, sampai akhirnya Ayah Rianto datang dengan membawa hadiah yang cukup besar.
“Ayah pulang,” ucap Ayah Rianto dengan penuh semangat.
Cindy yang menangis, seketika itu berlari menghampiri Ayah tercinta. Maklum, karena sejak bayi Ayah Rianto lah yang menjaga Cindy, sementara Ibu Julia sibuk bekerja.
“Ayah kenapa lama sekali? Cindy padahal sudah menyiapkan kue ulang tahun untuk Ayah,” ujar Cindy yang sudah berada di gendongan Ayah Rianto.
Ayah Rianto menoleh ke arah pintu seraya mempersilakan orang yang berada di luar untuk masuk ke dalam.
Tiba-tiba seorang remaja laki-laki masuk ke dalam rumah yang mana hal itu membuat Ibu Julia maupun Cindy terkejut.
Cindy menggerakkan tubuhnya agar Ayah Rianto menurunkan dirinya, kemudian ia berlari kecil menghampiri Ibu Julia.
“Mas, siapa anak laki-laki itu? Kenapa Aku tidak pernah melihat dia? Apa-apaan ini Mas?” tanya Ibu Julia mencerca beberapa pertanyaan secara langsung kepada suaminya.
Ayah Rianto tak langsung menjawab, ia justru meminta Cindy untuk masuk ke dalam kamar terlebih dahulu.
Cindy yang tak tahu apa-apa, hanya bisa mengikuti perintah Sang Ayah untuk masuk ke dalam kamarnya.
Beberapa saat kemudian.
Ayah Rianto dan Ibu Julia mendatangi Cindy di kamarnya yang ternyata sedang menggambar. Dengan penasaran, Cindy menanyakan perihal remaja laki-laki yang dibawa pulang oleh Sang Ayah.
“Ayah, tadi itu siapa?” tanya Cindy penasaran.
“Cindy, itu paman angkat kamu. Panggil dia Paman David ya,” ucap Ayah Rianto.
“Iya sayang, sekarang Paman David sudah menjadi keluarga baru kita,”sahut Ibu Julia.
Cindy tanpa banyak bertanya mengiyakan ucapan kedua orangtuanya, kemudian meminta kedua orangtuanya untuk membantunya membuka hadiah.
“Sebelum membuka hadiah dari teman-teman Cindy, bagaimana kalau Cindy membuka hadiah dari Ayah?” tanya Ayah Rianto.
Cindy penuh semangat berlari menuju ruang tamu untuk melihat hadiah apa yang Ayah Rianto berikan untuknya.
“Paman sedang ngapain?” tanya Cindy ketika melihat David memakan kue ulang tahun miliknya.
Cindy ingin sekali marah, namun ia tidak bisa karena wajah David terlihat cukup tampan.
“Makanlah,” ucap Cindy yang dengan cepat mempersilakan David untuk melanjutkan makannya, pada dibeberapa detik sebelumnya ia terlihat hendak memarahi David.
Cindy perlahan membuka hadiah pemberian dari Sang Ayah.
“Wah, boneka raksasa berwarna biru. Hadiah ini akan menjadi kado terindah untuk Cindy,” ucap Cindy.
Ayah Rianto dan Ibu Julia akhirnya datang menyusul. Mereka tersenyum lebar melihat Cindy yang sangat bahagia dengan boneka raksasa tersebut.
David telah selesai memakan separuh kue ulang tahun milik Cindy dan tak lupa mengucapkan terima kasih karena Cindy mempersilakan dirinya menikmati kue tersebut.
“David, mari ikut Mas ke dalam. Mas akan menunjukkan kamar tidur kamu,” ujar Ayah Rianto mengajak David ke kamar barunya.
David pun mengikuti Ayah Rianto menuju kamar yang dimaksud.
“David, ini akan menjadi kamar kamu ke depannya. Mas harap kamu betah untuk tinggal di sini bersama kami,” ucap Ayah Rianto.
“Terima kasih, Mas,” balas David mengucapkan terima kasih.
Ayah Rianto mempersilakan David untuk masuk dan beristirahat. Kemudian, ia kembali berkumpul dengan istri serta buah hatinya di ruang tamu.
“Ayah, boneka yang Ayah belikan sangat bagus. Cindy sangat menyukainya, terima kasih ya Ayah,” ucap Cindy seraya memeluk Sang Ayah.
Untuk pertama kalinya, Cindy berangkat sekolah diantar oleh Paman angkatnya. Karena kedua orangtuanya mendadak ada pekerjaan yang tidak bisa mereka tinggalkan meskipun hanya setengah jam.
“Paman, kenapa harus Paman yang mengantarkan Cindy? Kenapa tidak Ayah dan Ibu saja?” tanya Cindy kesal.
David hanya diam sambil terus berjalan menuju sekolah Cindy.
Jarak antara rumah dan sekolah sekitar 5 menit jika berjalan kaki, namun Cindy tidak pernah berangkat seorang diri. Dirinya pasti diantar oleh Ayah ataupun Ibu ke sekolah.
“Paman, kaki Cindy rasanya capek,” ucap Cindy yang tidak ingin melanjutkan langkahnya menuju sekolah.
Tanpa berbicara, David langsung menggendong Cindy agar segera sampai ke sekolah.
“Paman, turunkan Cindy. Cindy malu,” ucap Cindy sambil melihat ke arah sekitar, takut jika ada teman-teman yang melihat dirinya digendong layaknya anak kecil.
“Tadi kamu bilang capek, jadi Paman berinisiatif untuk menggendong kamu,” balas David sambil menurunkan Cindy dari gendongannya.
Cindy yang kesal, menendang lutut David dan berlari menuju sekolahnya dengan cukup cepat.
David tersebut kecil melihat Cindy yang berlari dengan kaki kecilnya.
David saat itu tidak langsung pulang ke rumah, ia terus berjalan sambil memantau kemana larinya Cindy.
Setelah Cindy benar-benar masuk ke dalam kelas, David pun memutuskan untuk pulang dan akan datang kembali ke sekolah ketika waktu pulang sekolah.
Di rumah, David memilih untuk membereskan rumah. Ia melakukan pekerjaan rumah dengan hati senang, mulai dari menyapu, mengepel, mencuci piring hingga pakaiannya pun ia lakukan.
Ia sadar, untuk tinggal di tempat itu tidaklah gratis. Ada keringat yang harus ia bayar untuk bisa terus tinggal di rumah tersebut.
Setelah semuanya beres, David beristirahat sejenak di ruang tamu untuk tidur sebentar. Ia akan tidur selama 10 menit, sebelumnya akhirnya ia bangun untuk menjemput Cindy di sekolah.
David memejamkan matanya dan akhirnya tertidur pulas.
Bunyi bel sekolah berbunyi, yang artinya sudah waktunya bagi anak-anak sekolah pulang. Cindy keluar dari kelasnya seraya menoleh ke arah gerbang sekolah, namun ia tidak melihat orang tuanya ataupun Paman angkatnya.
Cindy yang sudah tahu harus bagaimana ketika belum ada yang menjemputnya, memutuskan untuk menunggu di ruang koperasi sekolah.
“Cindy, kamu belum dijemput?” tanya salah satu guru yang bertugas menjaga koperasi di hari itu.
“Iya Bu, Cindy disini dulu ya,” jawab Cindy dengan sopan.
Tak sampai 5 menit, Paman angkatnya pun datang untuk menjemput Cindy.
“Bu, Cindy pulang ya. Assalamu'alaikum,” ucap Cindy.
Cindy dan Paman angkatnya pun berjalan bersama menuju rumah.
“Kenapa Paman yang menjemput Cindy? Ayah dan Ibu belum pulang ya?” tanya Cindy.
David tak menjawab pertanyaan Cindy, karena fokus memayungi Cindy dari teriknya panas matahari.
“Paman bawa uang? Belikan Cindy es teh ya,” ucap Cindy sambil menunjuk ke arah penjual es teh jumbo yang harganya 3 ribu.
“Paman tidak ada David uang, Cindy,” balas David.
Cindy mengeluarkan uang di sakunya, uang yang seharusnya ia tabung pada akhirnya ia gunakan untuk membeli es teh.
“Ayo Paman, kita beli es teh,” ujar Cindy sambil menarik tangan David untuk segera membeli es teh tersebut.
Sesampainya di rumah, rupanya orang tua Cindy sudah pulang. Mereka berdua kompak mengucapkan terima kasih karena rumah mereka terlihat rapi. Namun, meskipun begitu keduanya melarang David untuk melakukan pekerjaan rumah tersebut dikemudian hari.
“David, kami sangat berterima kasih. Tapi tolong, untuk kedepannya jangan seperti ini ya. Kami tidak ingin membuat kamu merasa tidak nyaman,” pungkas Ayah Rianto.
“Tidak apa-apa, Mas. Kalau saya hanya berdiam diri saja, yang ada saya justru yang merasa merepotkan Mas dan Mbak. Jadi, biarkan saya melakukan apa yang sudah seharusnya saya lakukan di sini,” balas David.
David dari awal memang tidak ingin merepotkan keluarga tersebut, ia tidak ingin bila kehadirannya justru menjadi beban untuk mereka.
“Ayah, Ibu baru pulang ya?” tanya Cindy dengan napas terengah-engah.
“Iya sayang, kamu kenapa berkeringat?” tanya Ayah Rianto.
“Tadi habis balap lari sama Paman David,” jawab Cindy dan berlari masuk ke dalam kamarnya untuk segera mendinginkan tubuhnya yang terasa panas.
Beberapa tahun kemudian.
Cindy sudah beranjak dewasa, diusianya yang ke 21 tahun dirinya telah berani untuk berpacaran. Karena di umur 21 tahun itu, ia merasa sudah waktunya untuk merasakan yang namanya hubungan serius antara wanita dan juga pria.
Cindy menatap wajahnya yang cantik di cermin kamar miliknya. Berulang kali ia memuji kecantikan hakiki yang ia miliki.
“Tumben jam segini sudah siap, mau kemana kamu?” tanya David yang nyelonong masuk ke dalam kamar keponakan angkatnya itu.
“Paman seharusnya ketuk dulu dong sebelum masuk, kalau Cindy belum pakai baju bagaimana?” tanya Cindy.
“Kamu mau kemana? Ada janji ya?” tanya David penasaran.
“Mau kencan, mumpung libur kerja,” jawab Cindy sambil memoles lipbalm ke bibir.
“Kencan? Kamu sudah ada pacar? Anak mana? Kerja di mana dia?” tanya David semakin penasaran.
“Paman tidak usah banyak tanya. Bukannya Paman seharusnya pergi ya sama tante Renata?” tanya Cindy.
Renata yang Cindy maksud adalah kekasih hati David, yang sudah David pacari sejak 2 tahun yang lalu.
“Nanti malam, dia jam segini masih sibuk dengan teman-teman nya,” jawab David.
“Paman masih mau dikamar Cindy? Kalau begitu, tolong bereskan kamar Cindy ya. Cindy sekarang mau pergi kencan. Kalau Ayah dan Ibu sudah datang, tolong jangan kasih tahu mereka ya kalau Cindy sudah ada pacar,” pungkas Cindy.
“Oh tidak bisa, bagaimana Ayah dan Ibumu harus tahu,” balas David.
“Iya, Cindy juga paham. Tapi, biarkan Cindy cari waktu yang tepat untuk bicara dengan Ayah dan juga Ibu. Paman David mengerti, 'kan?” tanya Cindy yang bersiap keluar dari kamar.
David hanya menganggukkan kepalanya tanpa ingin mengiyakan.
“Good,” ucap Cindy.
Malam Hari.
“Darimana saja kamu?” tanya David serius.
David duduk tegak di kursi ruang tamu sambil melipat kedua tangannya didada.
“Kenapa baru pulang?” tanya David menunjuk ke arah jam di dinding yang menunjukkan pukul 9 malam.
Cindy yang baru saja sampai rumah, hanya meminta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi hal yang sama lagi.
“Ini bukan masalah janji untuk tidak mengulangi hal yang sama seperti ini lagi, Cindy. Namun, Paman harus tahu kemana saja kamu pergi?” tanya David menginterogasi Alina.
“Motor yang dikendarai pacar Cindy bermasalah, Paman. Hampir 2 jam kami menunggu motor diperbaiki, kalau Paman tidak percaya ya tidak apa-apa,” ungkap Cindy.
“Benarkah begitu?” tanya David dengan wajah yang masih serius.
“Iya Paman. Cindy tidak mungkin berbohong, kalau Paman tidak percaya Cindy akan mengantarkan Paman ke tempat bengkel dimana motor Dimas diperbaiki. Di sana juga ada CCTV-nya,” pungkas Cindy.
“Di mana alamatnya? Biar Paman pergi malam ini untuk memeriksa!”
Cindy mengernyitkan keningnya, ia reflek melempar remote televisi ke arah Pamannya.
“Jadi, Paman tidak percaya sama Cindy?” tanya Cindy kesal dan memberitahu alamat di mana dirinya dan Dimas memperbaiki motor di bengkel.
Setelah mendapatkan alamat bengkel yang dimaksud, David pun bergegas pergi seorang diri.
“Aneh, sama keponakan sendiri tidak percaya,” celetuk Cindy.
Cindy menyadari bahwa orang tuanya belum kembali. Karena takut sendirian di ruang tamu, Cindy bergegas pergi ke kamarnya untuk segera beristirahat karena besok ia harus kembali bekerja.
Keesokan pagi.
Sebelum berangkat bekerja, Cindy menghampiri David yang saat itu sedang mencuci motor milik Ayah Rianto.
“Bagaimana? Apakah Paman sudah percaya dengan ucapan Cindy?” tanya Cindy penuh percaya diri.
David tak menjawab, ia memilih fokus mencuci motor matic tersebut.
“Paman, Cindy minta tolong boleh?” tanya Cindy lirih.
“Apa?” tanya David datar.
“Tidak jadi,” jawab Cindy yang mengurungkan niatnya untuk meminta diantar oleh David.
“Ya sudah,” balas David dingin.
Cindy memutar mata dengan jengah, ia tidak habis pikir dengan sikap dingin Pamannya itu.
“Kasihan sekali wanita yang akan menjadi istri Paman,” celetuk Cindy dan berlari kecil mencari ojek terdekat.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!