Tahun 1521.
“Nona!!”
Seorang pelayan bernama Arun datang ke kamar Irapanusa setiap jam 6 pagi untuk membangnkan Irapanusa. Sayangnya begitu tiba di kamar Irapanusa, anak gadis satu-satunya dari Kapita Lao* Kerajaan Na itu telah meninggalkan kamarnya tanpa memberitahu siapapun.
*Kapita Lao artinya panglima perang.
“Nona!!” Arun sekali lagi memanggil Irapanusa sembari mengecek seluruh kamar Irapanusa dan lagi-lagi … Irapanusa menghilang. Arun sebagai pelayan Irapanusa, panik dan langsung memanggil pengawal di rumah untuk mencari keberadaan Nona Irapanusa.
Di sisi lain.
“Bidik dengan baik sasaranmu, rasakan angin yang bertiup dan ketika kamu sudah merasa angin tidak akan menghalangi ujung panahmu, lepaskan panahmu!”
Sejak pagi buta-matahari belum terlihat, Irapanusa yang tidak bisa tidur, memilih untuk keluar dari kamarnya menuju ke lapangan belakang di mana beberapa pasukan kerajaan kadang berlatih. Di sana … Irapanusa mengambil busur dan panah dan mencoba memanah dengan mata tertutup.
Syuttt!!
Beberapa anak panah yang dilepaskan oleh Irapanusa berhasil mengenai bagian tengah target dan sisanya hanya meleset sedikit dari bagian tengah targetnya.
Sepertinya latihanku masih kurang!! Irapanusa membatin ketika melihat beberapa anak panahnya yang masih belum tepat mengenai target sasaran.
Huft!! Irapanusa menghela napas sejenak sebelum akhirnya mengambil anak panah dan bersiap untuk menembakkan anak panah tersebut dengan busurnya. Syutt!!
Kali ini … anak panah itu menancap tepat di bagian tengah sasaran dan terdengar bunyi tepuk tangan dari kejauhan.
Prok, prok!!
Menyadari ada penonton ilegal yang sedang menonton latihannya, Irapanusa berbalik dan menatap tajam ke arah penonton itu. Tapi ketika berbalik, Irapanusa menemukan seseorang yang dikenalnya dengan baik: Dawan.
“Dawan!” Irapanusa yang tadinya ingin memberikan tatapan tajam seolah ingin membunuh kepada penonton ilegalnya, langsung mengubah raut wajahnya dan memasang senyumannya. Dawan adalah teman baik Kakak Irapanusa yang meninggal setahun lalu dan sekarang menjadi ahli strategi bersama dengan ayahnya yang duduk di jabatan Kapita Lao.
“Kukira kamu akan membunuhku dengan tatapan tajam itu, Ira!! Kenapa tiba-tiba mengubah rautmu dan memasang senyum ketika melihatku??” Dawan berjalan mendekat ke arah Irapanusa lengkap dengan senyum menawannya.
Dawan bersama dengan Kakak Irapanusa-Gasa, adalah beberapa pria yang jadi incaran para gadis di Kerajaan Na. Bahkan anak-anak gadis keturunan Sultan* juga berebut untuk menarik perhatian Dawan dan Gasa dikarenakan wajah Dawan dasn Gasa yang tampan dan juga sudah memberikan kontribusi yang besar untuk Kerajaan Na di usia muda. Terlebih lagi … Dawan dan Gasa dua tahun berturut-turut memenangkan kompetisi tahunan antara Kerajaan Na dan Kerajaan Re yang membuat banyak gadis semakin mengagumi Dawan dan Gasa.
*Sultan adalah posisi tertinggi dalam kerajaan Na dan Re, sebutan lain untuk Raja.
Sayanganya … Gasa meninggal hampir setahun lalu dalam perang dan membuat banyak gadis patah hati dengan kematiannya.
“Ha ha ha!! Kalau orang lain yang datang, mungkin aku akan melakukannya. Tapi yang datang adalah kamu, Dawan, jadi aku mengurungkannya.”
Dawan tersenyum melihat tangan Irapanusa yang sedikit terluka karena terus menarik busur untuk melepaskan anak panah. “Sebagai seorang wanita, tidakkah kamu terlalu bekerja keras berlatih panah, Ira??”
Dawan mengambil sapu tangannya dan membalut luka di jari Irapanusa dengan sapu tangan miliknya.
“Apa aku tidak boleh melakukannya??” tanya balik Irapanusa.
“Pelayanmu sekarang sedang bingung mencarimu karena kamu menghilang dari kamarmu dan ternyata … kamu ada di sini berlatih panahan seorang diri. Kalo Kapita Lao tahu, kamu mungkin akan dihukum, Ira!!” Setelah membalut tangan Irapanusa yang terluka, Dawan melepaskan genggaman tangannya di tangan Irapanusa.
“Ya setelah ini aku akan kembali!” Irapanusa mengangguk sembari membereskan bxzur miliknya dan bersiap untuk kembali.
“Kenapa kamu berlatih sangat keras, Ira??” Sebelum Irapanusa keluar dari lapangan latihan, Dawan bertanya pada Irapanusa mengenai kegiatannya setelah Gasa meninggal. “Apa yang membuatnu berlatih sangat keras, Ira?? Sultan … sudah menghadiahimu pernikahan dengan anak dari Kapita Lao dari Kerajaan Re, kudengar dia adalah pria yang hebat. Harusnya … kamu merasa senang. Tapi kenapa aku sama sekali tidak melihatmu merasa senang??”
Irapanusa tadinya ingin terus berjalan pergi tanpa menjawab pertanyaan Dawan. Akan tetapi setelah kehilangan Gasa-kakak kandungnya, Dawan lah satu-satunya orang yang dekat dengan Irapanusa. Dawan jugalah yang selalu melindungi Irapanusa dari kekesalan ayahnya. Jadi Irapanusa berpikir tidak ingin merahasiakan niat dan rencana yang sudah dibuatnya setelah Gasa meninggal.
“Aku tidak mau menikah! Ibuku sudah meninggal sejak kecil, Gasa sudah pergi hampir setahun lalu dan jika aku pergi juga, maka ayahku akan seorang diri di sini! Aku tidak bisa melakukan hal itu!!” Irapanusa menjelaskan.
“Lalu apa yang akan kamu lakukan, Ira?? Pernikahanmu itu, Sultan sendiri yang mengaturnya karena sayang padamu dan juga sangat berterima kasih dengan ayahmu dan Gasa. Kamu tidak mungkin bisa menghindari pernikahan itu, Ira!!”
“Ada satu cara, Dawan.” Irapanusa menawab tanpa menoleh melihat Dawan.
“Jangan bilang kamu akan ikut-“ Dawan dengan cepat menebak apa yang direncanakan oleh Irapanusa setelah kematian Gasa.
“Ya, Dawan!! Aku akan kut kompetisi itu hanya agar aku tidak menikah dengan anak Kapita Lao dari Keraaan Re dan tetap di sini bersama dengan ayahku!” Dawan berjalan cepat menuju ke arah Irapanusa dan berniat untuk membujuk Irapanusa dengan ucapannya. Sayangnya sebelum melakukan itu, Irapanusa lebih dulu membaca niat Dawan. “Jangan hentikan aku, Dawan!! Aku mengatakan ini karena aku sudah menganggapmu sebagai kakak sama seperti Gasa!! Kamu tahu dengan baik, sekarang aku hanya punya ayah dan kamu!! Jika aku pergi menikah dengan anak dari Kapita Lao dari Kerajaan Re, aku akan kehilangan kalian berdua! Aku tidak mau kehilangan lagi, Dawan! Aku tidak mau merasakan kehilangan lagi!!”
“Tapi Ira!! Kompetisi itu hanya bisa diikuti oleh pria! Kamu wanita!! Kamu tidak akan bisa bertahan mengikutinya!!”
Huft!! Irapanusa tahu Dawan bicara begitu karena merasa khawatir padanya, tapi … Dawan tetaplah Dawan: kakak kedua Irapanusa yang selalu lebih mengkhawatirkannya dibandingkan dengan Gasa-kakak kandungnya.
“Percaya padaku, Dawan!! Aku punya cara dan aku pasti bisa menang nantinya!!”
Dawan ingin bicara lagi, tapi Arun-pelayan Irapanusa datang dan langsung berteriak memanggil Irapanusa.
“Nona!!!” Arun berlari sekuat tenaga menghampiri Irapanusa dengan wajah lelah dan napas yang tersengal-sengal karena sudah mencari Irapanusa satu jam yang lalu. “Nona ke mana saja?? Kenapa setiap pagi selalu begini? Menghilang begitu saja tanpa memberitahuk?? Apa Nona ingin saya dihukum oleh Tuan besar??”
Mendengar banyak pertanyaan keluar dar mulut Arun-pelayannya, Irapanusa langsung mengangkat tangannya dan menutup rapat dua bibir Arun agar tidak bicara lebih dari ini. “Sudah, sudah!! Ayo kembali!! Aku lapar!!”
“Nona!!” Arun yang kesal langsung melepaskan tangan Irapanusa yang berusaha membungkam mulutnya untuk bicara. “Lain kali tolong bilang jika ingin pergi berlatih!”
Irapanusa yang sudah lelah mendengar omelan dari Dawan dan Arun, kemudian berjalan pergi sembari menutup dua telinganya setelah mengalungkan busurnya di punggungnya.
“Aku lapar, Arun!! Ayo kembali!! Sekarang juga!!”
“Bagaimana menurutmu, istriku?” Sultan Bala dari Kerajaan Na bertanya kepada istrinya, Permaisuri Kila.
“Apanya yang bagaimana, Sultan?” Permaisuri Kila berbalik bertanya karena tidak mengerti dengan arah pertanyaan dari Sultan Bala.
“Bagaimana pendapatmu tentang orang asing yang datang?? Apa kita harus menyambutnya? Atau justru mengusirnya??” Sultan Bala bertanya mengenai bangsa Gis yang baru saja datang dan meminta ijin untuk berdagang rempah-rempah.
“Kalau memang Bangsa Gis datang hanya untuk berdagang, itu akan menjadi keuntungan kita, Sultan. Berkat mereka, mungkin kita bisa meningkatkan dan memperluas area perdagangan. Tapi harap batasi pengaruh mereka, Sultan. Mereka bangsa pendatang, kita tidak pernah tahu apa yang ada di dalam pikiran mereka.” Permaisuri Kila memberikan jawabannya dengan bijak. “Bagaimana pendapat Fala Raha*, Jogugu*, Hukum Sangadji*??”
*Fala Raha: empat klan pendukung Kerajaan yang bertugas untuk memilih calon atau pewaris kerajaan.
*Jogugu: Menteri tingkat tinggi yang mengatur kerja pemerintahan.
*Hukum Sangadji: Menteri urusan luar negeri.
“Mereka mengatakan hal yang sama denganmu, permaisuriku. Mereka bilang jika kedatangan Bangsa Gis membawa keuntungan untuk Kerajaan Na, kita bisa menerima mereka. Tapi jika kedatangan Bangsa Gis membawa kerugian untuk Kerajaan Na, kita harus mengusir mereka sebelum terlambat.”
“Lalu apa yang Sultan lihat dari kedatangan Bangsa Gis?” Permaisuri Kila bertanya.
“Keuntungan.”
“Apa Pangeran Tase juga setuju dengan pendapat Sultan?” Permaisuri Kila bertanya lagi.
“Ya.”
“Kalau begitu … maka jawabannya adalah kita harus menerimanya, Sultan. Bagaimana pun banyak orang berpendapat jika kedatangan Bangsa Gis akan membawa keuntungan untuk Kerajaan Na dan sekitarnya. Mungkin ke depannya Kie Raha* juga akan mengalami keuntungan yang sama.”
*Kie Raha artinya kesultanan empat gunung, dua di antaranya adalah Kerajaan Na dan Kerajaan Re.
Sultan Bala memeluk istrinya dengan erat. “Terima kasih, permaisuriku. Kamu memang istriku yang bisa diajak bicara.”
Begitulah awal bagaimana Bangsa Gis dari sisi bumi lain akhirnya datang dan diterima di Kerajaan Na. Sultan Bala mengira dengan kedatangan Bangsa Gis, perdagangan rempah-rempah di Kerajaan Na akan meningkat dan nantinya Kerajaaan Na bisa menjadi Kerajaan yang luar biasa dan dikenal di seluruh penjuru muka bumi. Tapi sayangnya … perkiraan Sultan Bala meleset. Bangsa Gis tidak sepenuhnya seperti apa yang dipikirkan oleh Sultan Bala. Bangsa Gis yang melihat kelemahan Kerajaan Na, mulai untuk melakukan siasatnya demi menghancurkan Kerajaan Na dan memonopoli rempah-rempah mereka.
*
“Nona!!” Arun yang hendak membantu Irapanusa, melihat Irapanusa sudah mengenakan pakaian tanpa bantuannya. “Nona berpakaian sendiri??”
“Ya, kamu terlalu lama. Jadi aku berpakaian sendiri. Tolong pasangkan penutup rambutnya, Arun!!”
Arun langsung bergegas dan memasangkan penutup rambut di kepala Irapanusa. “Setelah ini … bagaimana Nona akan menyamar sebagai prajurit jika sebagai wanita, Nona diharuskan menutup aurat??”
Irapanusa tersenyum kecil mendengar kekhawatiran Arun. “Aku punya cara. Aku sudah mencobanya dan aku bisa melakukannya nanti. Tenang saja, Arun!”
“Apa Nona benar-benar harus ikut kompetisi itu? Kompetisi itu berbahaya dan harusnya hanya diikuti oleh lelaki saja, kita sebagai gadis tidak seharusnya menantang bahaya!” Arun bicara dengan wajah khawatir. “Tuan besar hanya punya Nona saja sekarang. Jika Nona juga-“
Buk!! Irapanusa memukul bahu Arun dan langsung menghentikan ucapan Arun yang belum sempat diselesaikannya. “Aku akan baik-baik saja, Arun! Percaya padaku!!”
“Tapi Nona-“
Buk!! Irapanusa sekali lagi memukul bahu Arun untuk meyakinkannya. “Aku ini anak Kapita Lao. Aku tidak akan mati dengan mudah!! Percaya saja padaku, Arun!!”
Arun menyelesaikan tugasnya membantu Irapanusa berpakaian dan Irapanusa sekarang tersenyum melihat bayangan dirinya di cermin. “Sekarang … ayo kita pergi ke istana. Permaisuri sudah menungguku!”
Harusnya sebagai seorang putri dari Irapanusa anak kereta kuda dan duduk di dalamnya bersama dengan Arun-pelayannya. Tapi Irapanusa sejak kecil sudah pandai naik kuda, jadi dari pada duduk di dalam kereta kuda, Irapanusa lebih suka naik kuda sendiri bahkan jika itu perjalanan menuju ke istana.
“Ira!!” Permaisuri Kila menyapa Irapanusa setelah mendengar pemberitahuan jika Irapanusa akan datang berkunjung ke istana.
“Salam, Permaisuri.” Begitu melihat permaisuri yang anggun, Irapanusa menghentikan kudanya, turun dari kudanya dan langsung memberikan salam kepada Permaisuri Kila dengan penuh rasa hormat.
“Sudah kuduga kamu akan naik kuda lagi, Ira!!” Permaisuri Kila tersenyum melihat kuda milik Irapanusa. “Kamu benar-benar tidak berubah bahkan ketika setelah ini kamu akan menikah.”
Irapanusa tidak suka mendengar masalah pernikahannya. Tapi karena yang bicara sekarang adalah Permaisuri Kila, Irapanusa tidak punya pilihan lain selain menelan ucapan itu dan memasang senyum ramahnya. “Tidak akan ada yang berubah meski nantinya saya akan menikah, Permaisuri. Saya akan tetap naik kuda jika saya mau, saya akan tetap memanah jika saya mau dan saya akan tetap berkeliling jika saya mau. Saya sudah terbiasa seperti dan kebiasaan itu tidak akan berbah bahkan setelah saya menikah.”
“Ha ha ha!!” Permaisuri Kila tersenyum mendengar balasan Irapanusa pada ucapannya. “Memang tidak akan ada yang sanggup mengubahmu, Ira!! Putri Kapita Lao memang putrinya!! Kalian mirip sebagai ayah dan anak!”
“Terima kasih untuk pujiannya, Permaisuri.” Irapanusa menundukkan kepalanya menerima pujian dari Permaisuri Kila.
“Ayo masuk, Ira!! Aku sudah lama sekali rindu padamu!!”
Permaisuri Kila berjalan lebih dulu menuju ke ruangannya dan Irapanusa bersama dengan Arun mengikuti di belakangnya.
Irapanusa selain putri kesayangan Ayahnya: Kapita Lao-Kaimana, juga merupakan putr kesayangan dari Permaisuri Kila. Alasannya mudah: sebelum Ibu Irapanusa meninggal, ibunya adalah teman baik Permaisuri Kila. Karena Permaisuri Kila berasal dari Kerajaan Re, awalnya menikah dengan sultan dari Kerajaan Na merupakan sesuatu yang berat bagi Permaisuri Kila. Harus tinggal jauh dari keluarga dan temannya, Permaisuri Kila merasa kesepian dan orang yang selalu menemani Permaisuri Kila adalah Ibu Irapanusa yang juga sering membawa Irapanusa kecil. Dan hubungan itu tidak berubah bahkan setelah Ibu Irapanusa meninggal. Dalam sebulan, dua atau tiga kali, Irapanusa akan mengunjungi Permaisuri Kila dan menceritakan apa saja yang terjadi di luar istana.
“Bagaimana menurutmu tentang kedatangan Bangsa Gis?” Permaisuri langsung mengajukan pertanyaan setelah Irapanusa meminum teh pemberian dari Permaisuri Kila.
“Ehm … “ Irapanusa berpikir lebih dulu sebelum memberikan jawaban untuk pertanyaan itu. Irapanusa sudah mendengar menganai kabar kelompok bangsa lain yang datang di Pelabuhan. Mereka mengenalkan dirinya sebagai Bangsa Gis dan datang ke Kerajaan Na dengan tujuan untuk berdagang. Dari yang Irapanusa dengar, Bangsa Gis sangat tertarik dengan pala dan cengkeh milik Kerajaan Na. Tapi dari yang Irapanusa dengar tidak hanya itu saja, Bangsa Gis juga datang ke berbagai daerah lain dan kemungkinan Kerajaan Re juga.
“Apa pertanyaan itu terlalu sulit untukmu, Ira?” Permaisuri Kila bertanya lagi karena tak kunjung mendapat jawaban dari Irapanusa mengenai pertanyaannya.
Irapanusa menganggukkan kepalanya lemah. “Setiap hal selalu punya dua hal yang mengikutinya: satu keuntungan dan yang lainnya adalah kerugian. Jika melihat sisi keuntungannya, maka Bangsa Gis mungkin bisa jadi pembeli besar dalam perdagangan Kerajaan Na.”
“Bagaimana dengan sisi ruginya?” Permaisuri Kila yang sudah tidak sabar menyela penjelasan Irapanusa.
“Saya tidak yakin dengan sisi ruginya karena kita belum mengenal dengan baik Bangsa Gis. Akan lebih baik tetap memasang sikap waspada dan hati-hati meski nantinya Kerajaan Na akan bekerja sama dengan Bangsa Gis.” Irapanusa memberikan jawaban dengan sangat hati-hati. Bagaimanapun meski pertanyaan itu adalah pertanyaan sederhana, tapi jika orang yang bertanya merasa tersinggung, Irapanusa bisa kehilangan nyawanya.
Huft!! Permaisuri Kila mengembuskan napasnya dan Irapanusa dapat dengan jelas melhat bahwa pemikiran Permaisuri Kila sama seperti dirinya.
Permaisuri Kila tiba-tiba menggenggam tangan Irapanusa. Genggaman itu begitu erat seolah mengatakan jika Permaisuri Kila tidak ingn kehilangan Irapanusa. “Aku harap aku tidak berpisah denganmu, Ira!! Tapi aku tidak bisa mengubah keputusan Sultan mengenai pernikahanmu dengan Putra Kapita Lao dari Kerajaan Re.”
Irapanusa membalas genggaman tangan Permaisuri Kila dan tersenyum pada Permaisuri Kila. “Saya akan baik-baik saja, Permaisuri. Jangan khawatirkan saya, Permaisuri.”
Sultan sedang melakukan rapat bersama dengan pejabat-pejabatnya di aula Istana seperti biasanya. Hanya saja agenda hari ini sedikit berbeda dengan agenda-agenda hari-hari biasanya. Semalam informan yang dikirim menyusup di tiga kerajaan Kie Raha*. Salah satu informan yang dikirim ke Kerajaan Re mengirim pesan bahwa pihak Bangsa Gis juga mengincar kerja sama dar Kerajaan Re.
*Kie Raha artinya kesultanan empat gunung. Di antaranya adalah Kerajaan na dan Kerajaan Re.
“Salam, Sultan!”
Para menteri menyapa Sultan Bala ketika melihat Sultan Bala memasuki aula pertemuan.
“Salam.” Sebelum duduk di kursi singgasananya, Sultan Bala membalas sapaan para menterinya yang berkumpul pagi ini di aula pertemuan. Sultan Bala melihat raut wajah para menterinya dan menyadar jika ada sesuatu yang mengganjal di hati para menterinya. “Dari wajah kalian … aku bisa lihat kalian sepertinya ingin bicara. Bicaralah!”
Perwakilan Hukum Soa Sia* maju dan membuka mulutnya menyuarakan suara dari departemennya. “Kami merasa kerja sama dengan Bangsa Gis hanya akan membawa kerugian untuk Kerajaan Na di ke depannya.”
*Hukum Soa Sia adalah sebutan untuk menteri dalam negeri.
“Kenapa begitu?” Sultan Bala langsung bertanya mengenai alasannya para Hukum Soa Sia menolak gagasan yang dibuatnya untuk bekerja sama dengan Bangsa Gis.
“Apa Sultan sudah mendnegar mengenai kabar dar informan kita yang dikirim ke tiga kerajaan lain??” Perwakilan Hukum Soa Sia berbalik mengajukan pertanyaan kepada Sultan Bala.
“Ya, aku sudah mendengarnya. Kudengar … Bangsa Gis juga berusaha untuk mendapatkan hak perdagangan dari Kerajaan Re.” Sultan Bala menjelaskan. “Lalu apa hubungannya dengan itu?? Bukankah kita seharusnya lebih cepat menjalin kerja sama dengan Bangsa Gis sebelum didahului dengan Kerajaan Re??”
“Tapi Sultan, melihat sikap Bangsa Gis yang juga berusaha menalin kerja sama dengan Kerajaan lain bahkan sebelum Kerajaan Na memberikan keputusan, bukankah itu sikap yang tidak sopan??”
Sultan Bala mengerutkan alisnya. “Kalau aku juga berdiri di sisi yang sama dengan Bangsa Gis, aku juga akan melakukan hal yang sama. Bagaimana dengan yang lainnya??”
Perwakilan dari Hukum Sangadji* maju dan membuka mulutnya untuk menyuarakan suara dari departemennya. “Mohon izin bicara, Sultan.”
*Hukum Sangadji adalah sebutan untuk menteri urusan luar negeri.
“Bicaralah!”
“Kami menilai kerja sama itu adalah kerja sama yang menguntungkan. Kita tahu selama ini yang namanya kerja sama selalu memiliki resiko yang besar tapi di antara resikonya yang besar, kita bisa melihat keuntungan yang lebih besar dari pada resikonya. Itu yang kami lihat, Sultan!”
Mendengar jawaban dari Hukum Sangadji yang sependapat dengan dirinya, Sultan Bala tersenyum kecil. “Aku juga memikirkan hal itu. Bagaimana dengan yang lainnya?” Sultan Bala melihat ke arah menteri-menterinya yang lain dan matanya berhenti pada Kapita Lao dan adiknya Pangeran Tase yang selama ini selalu membantunya. “Bagaimana menurut kalian, Kapita Lao, Pangeran Tase??”
Karena menurut jabatan … Pangeran Tase lebih tinggi, maka Pangeran Tase maju dan membuka mulutnya lebih dulu menyuarakan pendapatnya. “Saya rasa kerja sama itu bukanlah hal yang buruk, Sultan! Namanya kerja sama selalu ada untung dan rugi, jika untungnya lebih banyak maka kita harus mengambil kerja sama itu, Sultan.”
“Aku suka jawabanmu, Pangeran Tase.” Sultan Bala tersenyum puas mendengar jawaban dari Pangeran Tase. “Bagaimana denganmu, Kapita Lao?”
Kapita Lao-Kaimana yang tidak lain adalah ayah dari Irapanusa, maju dan memberikan jawabannya. “Saya setuju dengan jawaban Pangeran Tase. Tapi saya juga memaham kekhawatiran dari Hukum Soa Sia. Jika Sultan ingin membuat kerja sama dengan Bangsa Gis, akan lebih baik jika Sultan membuat rencana cadangan jika sewaktu-waktu Bangsa Gis bertindak lebih dari seharusnya.”
Sultan Bala menganggukkan kepalanya setuju dengan ucapan Kapita Lao. “Aku suka jawaban bijakmu, Kapita Lao. Kamu memang pantas berada di jabatan itu.”
“Terima kasih untuk pujiannya, Sultan.” Kapita Lao-Kaimana menundukkan kepalanya berterima kasih menerima pujian dari Sultan Bala.
Di akhir pertemuan pagi ini, sang juru tulis kerajaan menuliskan hasil agenda di mana Sultan Bala akan bekerja sama dengan Bangsa Gis dan memberikan hak monopoli perdagangan pada Bangsa Gis. Semua itu dilakukan oleh Sultan Bala demi mendapatkan Bangsa Gis sebelum Kerajaan Re.
*
Dor!!
Dor!!!
Di lapangan latihan, Dawan membawa Irapanusa untuk berlatih dengan senjata baru mereka-Istinggar*. Dawan menunjukkan cara kerja Istinggar pada Irapanusa sebelum membiarkan Irapanusa mencobanya.
*Istinggar adalah jenis senjata api matchlock (kancing sumbu)
“Wuahhh!!” Irapanusa terkejut dengan betapa hebatnya senjata api yang baru saja diperlihatkan oleh Dawan padanya. “Itu … hebat sekali!!”
“Kamu mau mencobanya, Ira??” Dawan menawarkan apa yang sudah ditunggu-tunggu oleh Irapanusa.
“Tentu saja, aku harus mencobanya!!” Irapanusa mencoba menggunakan Istinggar seperti penjelasan dari Dawan: dari memasukkan bubuk mesiu hingga membakar sumbunya agar bubuk mesiu itu meledak.
Dor!!
Dor!!
Irapanusa yang dibantu oleh Dawan merasakan tekanan yang luar biasa bersamaan dengan suara ledakan yang kencang ketika Istinggar itu melepaskan tembakannya.
“Bagaimana?” tanya Dawan setelah Irapanusa mencoba Istinggar secara langsung.
“Daya ledaknya bagus, kalau di tangan yang ahli, pasti ini akan jadi senjata yang mematikan.” Irapanusa menjawab setelah membuat pengamatan pada percobaan pertamanya.
“Kam benar, Ira! Jika berada di tangan yang tepat senjata ini akan menjadi senjata yang mematikan. Tapi sayangnya … dalam satu menit, penggunanya hanya bisa menembakkan satu atau dua tembakan saja dan hal itu jadi kelemahannya. Jika penggunanya seorang diri, maka dia pasti sudah akan kehilangan nyawanya setelah melepas satu atau dua tembakan.” Dawan menjelaskan.
“Tapi lain halnya kalau ada banyak orang yang menggunakannya kan??” Irapanusa bertanya dengan mata melirik tajam. “Apa Sultan akan mempersenjatai pasukannya dengan Istinggar ini??”
Buk!! Dawan memukul bahu Irapanusa. “Kalau saja kamu lahir sebagai laki-laki, kamu pasti sudah punya jabatan di kerajaan Na. Sayangnya kamu lahir sebagai perempuan padahal otakmu secerdas ini, Ira!”
Buk!! Pukulan bahu yang dilakukan oleh Dawan dibalas dengan sikutan oleh Irapanusa. Dan sikutan itu membuat Dawan sedikit tersentak karena sikutan Irapanusa cukup terasa sakit.
“Wuah!! Sikutanmu lumayan sakit, Ra!!”
“Bagus kalau kamu sadar!!” Irapanusa membalas dengan sedikit sengit. “Kamu tahu kita lahir sebagai gadis atau pria, tidak akan bisa diubah. Jika bisa memilih, aku ingin lahir sebagai pria saja. Dengan begitu … aku tak perlu terikat pernikahan menyebalkan itu!!”
“He he he!!” Dawan terkekeh. “ Tapi kalo kamu lahir sebagai pria … kurasa baik aku maupun Gasa tidak akan ada yang berani padamu!! Sebagai gadis saja, kamu sdah terlalu garang apalagi jika kamu lahir sebagai pria!! Aku nggak bisa bayangkan, Ra!!”
Buk!! Irapanusa menyikut Dawan lagi. “Kalo gitu … jangan dibayangkan!!”
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!