Seorang wanita tampak berjalan dengan lunglai melintas keramaian orang-orang yang sepertinya pulang ke kampung halaman sebagaimana wanita itu. Pandangan di depannya sungguh membuat jiwanya ingin menyerah menjalani hidup.
Bagaimana tidak, kalau saat ini yang ada di hadapannya adalah kekasihnya dan wanita lain. Entahlah dirinya juga masih belum mengetahui secara pasti siapa wanita itu. Namun dilihat dari kedekatan mereka, tampaknya kekasihnya dengan wanita itu sudah kenal lama.
Viola menghembuskan nafas dengan kasar demi menetralkan perasaan nya yang sejak tadi bergemuruh. Ingin sekali berlari kemudian menyeret wanita itu untuk melepaskan tangannya yang sejak tadi merangkul lengan Nathan dengan erat.
"Huh" desahnya. Viola sadar kini tak lagi berhak, karena Nathan dengan tegas sudah mengusir dirinya dari kehidupan pria itu.
Miris, begitu yang dirasakannya. Namun dirinya tak akan menyerah untuk mendapatkan hati Nathan kembali. Sekalipun pria itu sudah sebegitu kecewa terhadap dirinya. Viola tak peduli.
"Kak Nathan beneran biarin Kak Viola pergi?" tanya Reya tak yakin.
Melihat bagaimana Nathan yang mengizinkan Viola untuk pulang ke tanah air bersama mereka. Reya merasa Nathan sesungguhnya masih begitu mencintai wanita cantik itu.
Saat ini mereka sedang berada di bandara internasional. Setelah dinyatakan sembuh, Nathan memutuskan untuk pulang ke tanah air. Tentu saja membawa Reya serta, untuk alasan tertentu.
Awalnya mereka hanya akan pulang berdua. Namun Viola yang mengetahui rencana kepulangan mereka, pada akhirnya juga ingin ikut pulang. Nathan menolak untuk satu penerbangan bersama Viola. Namun melihat bagaimana Viola mengiba akhirnya Nathan mengizinkan meskipun dengan wajah terpaksa dan ketusnya.
"Itu keinginannya" tutur Nathan menjawab dengan acuh. Dirinya tak ingin lagi dipusingkan dengan permasalahan asmaranya bersama Viola. Sikap wanita itu terlalu memuakkan untuknya.
"Apa Kak Viola akan ikut pulang ke rumah Kak Nathan?" tanya Reya lagi.
"Tentu saja tidak." Tegas Nathan. Tak ada alasan bagi wanita itu untuk datang ke rumahnya.
"Tapi biasanya Kak Viola akan mampir terlebih dahulu." Ujar Reya.
Kenyataannya memang begitu. Selama ini Viola akan mampir ke rumah Nathan terlebih dahulu sepulang dari luar negeri. Biasanya sekedar memberikan oleh-oleh atau melepas rindu dengan calon mertuanya.
Namun setelah kandasnya hubungan mereka. Entahlah apakah akan masih tetap sama?
"Kakak tak akan mengizinkannya." Ujar Nathan dengan yakin.
Setelah berjalan perlahan, Nathan dan Reya serta Viola yang berada di belakang mereka telah sampai di mana lokasi kendaraan yang menjemput mereka. Lebih tepatnya, menjemput Nathan dan Reya.
Nathan dan Reya segera masuk ke dalam kendaraan yang menjemput mereka. Sementara Viola masih diam mematung, bingung bagaimana mengatakannya. Karena jujur dirinya merasa canggung.
"Nath, boleh aku ikut kalian?" tanya Viola pada akhirnya.
Viola cukup sadar diri untuk tak lagi memanggil Nathan dengan panggilan kesayangan mereka. Karena pria itu dengan tegas ingin dirinya pergi dari kehidupan pria itu. Viola hargai keputusan nya. Namun bukan berarti dirinya akan menyerah memperjuangkan Nathan. Tentu saja tidak.
Meski mendapati wajah Nathan yang berubah pias mendengar keinginannya. Namun Viola tak perduli. Viola juga ingin pulang ke rumah orang tua Nathan terlebih dahulu seperti biasanya.
"Lo lupa apa yang gue bilang kemarin?" tanya Nathan dengan sarkas.
Membuat Viola menelan ludahnya dengan susah payah. Nathan tampak begitu menakutkan jika sedang mode dingin begini. Apalagi selama mengenal Nathan, dirinya tak pernah mendapatkan tatapan sedingin ini dari kekasihnya itu.
Nathan selaku hangat terhadap nya. Berbeda dengan saat ini. Viola menjadi sedikit canggung. Meskipun Nathan menganggap dirinya mantan kekasih, baginya Nathan tetaplah kekasih nya.
"Please, aku gak mau orang tua kamu tahu tentang permasalahan kita." Ujar Viola.
Sontak jawaban Viola membuat Nathan tersenyum sinis. "Itu lebih bagus, gue yang akan jelasin ke mereka kalau kita udah gak berhubungan." Jawab Nathan menatap tajam Viola.
Viola dibuat terdiam dengan kata-kata Nathan. Ternyata Nathan tak main-main ingin berpisah dengan nya. "Tapi Nath .."
"Jalan pak." Titah Nathan kepada pengemudi, membuat Viola tak jadi melanjutkan perkataannya.
"Huh" Viola menghembuskan nafasnya, dirinya harus berusaha sabar mulai detik ini.
Akhirnya Viola memutuskan untuk menggunakan kendaraan lain. Namun tujuannya tatap sama, menuju kediaman orang tua Nathan. Jika anaknya sedang marah padanya, bukankah melalui orangtuanya bisa membantu.
***
Setelah menempuh perjalanan beberapa saat, akhirnya Viola sampai di kediaman orang tua Nathan.
Viola bergegas untuk masuk ke rumah megah itu. Namun Viola dibuat mematung dengan apa yang saat ini dilihatnya.
Tampak wanita yang dibawa Nathan begitu akrab dengan orang tua Nathan. Bahkan dengan kakak ipar Nathan juga, Kak Nesya.
Hak itu semakin membuat Viola bertanya-tanya sebenarnya siapa wanita itu. Mengapa mereka tampak akrab dan begitu dekat dengan wanita itu. Jika tidak salah namanya Reya.
Baiklah, daripada banyak berpikir sendiri seperti ini. Lebih baik dirinya segera masuk dan menanyakan kebenarannya pada meraka. Dirinya juga akan menyiapkan hati dan jiwanya untuk menghadapi kenyataan yang terjadi nantinya.
"Mami" sapa Viola mendekati Mami dan Nesya yang tengah asik bersenda gurau dengan Reya. Sedangkan Nathan, entah pria itu kemana. Mungkin sudah masuk ke kamarnya untuk mandi atau membersihkan diri.
Sontak ketiga wanita beda generasi itu menoleh ke sumber suara. Mami dan Nesya tersenyum melihat kedatangan Viola. Kemudian memeluk wanita cantik itu.
"Mami kira kamu gak ikut pulang. Tumben gak satu mobil sama Nathan." Ujar Mami sembari memeluk Viola.
"Iya Vi, kakak kira kamu gak ikut pulang." Tutur Nesya menimpali.
Mereka memang belum mengetahui sama sekali. Karena Nathan langsung masuk ke kamar begitu saja setelah memeluk mereka. Hingga mereka tak memiliki kesempatan untuk menanyakan terkait Viola yang tak ikut pulang serta.
Viola melepaskan pelukan mereka. Memejamkan mata sejenak dan menghembuskan nafasnya dengan pelan. Ini resiko yang harus dihadapinya. Dirinya yang salah jadi harus bertanggung jawab.
"Iya Mi, Viola lagi berantem dikit sama Nathan" Ujar Viola dengan jujur. Tak ada niat sedikitpun untuk mengadu, dirinya hanya berusaha untuk tidak menutupi apapun.
"Hem kalian ini, langsung menikah aja daripada berantem terus gini." Ujar Mami ikut pusing mendengar hubungan anak bungsunya yang sering ada masalah.
"Iya Mi, lebih cepat lebih baik." Nesya ikut menimpali.
Viola hanya tersenyum canggung dengan perkataan dua wanita cantik beda generasi itu. Dirinya mau saja jika seperti itu. Namun Nathan belum tentu, atau bahkan tidak mau sama sekali.
"Kamu gimana Rey, setuju kan kalau Kak Nathan kamu itu cepet-cepet nikah aja. Biar gak ngambekan terus." Ujar Mami pada Reya.
Reya hanya tersenyum saja, bingung juga mau menanggapi seperti apa. Karena dirinya tahu bagaimana Nathan terluka sedemikian rupa oleh Viola.
Next .......
Viola masih di rumah Nathan saat ini, bersama Mami dan juga Nesya. Sementara Reya yang merasa lelah setelah menempuh perjalanan memilih untuk beristirahat.
"Mami pikir kalian bakal langsung menikah pulang dari sana. Soalnya Nathan lama nyusul kesananya. Ternyata malah berantem, heran Mami sama kalian." Tutur Mami mengungkap keluh kesahnya.
"Emang Nathan belum cerita apa-apa selama di sana Mi?" hanya Viola dengan hati-hati.
"Hem jangankan cerita Vi, baru sampai udah langsung masuk kamar" Jawab Mami menerangkan.
"Kalau waktu di sana, apa Nathan enggak ada cerita apa gitu Mi?" tanya Viola penasaran.
"Enggak ada Vi, hubungi Mami aja jarang banget Nathan selama di sana." Ujar Mami.
Viola mengangguk mengerti. Rupanya Nathan menutupi segala hal yang terjadi selama di Jerman. Termasuk kecelakaan Nathan yang disebabkan oleh dirinya.
Namun meskipun begitu, dirinya tetap harus menyiapkan diri. Karena bukan berarti Nathan sengaja menutupinya. Bisa saja Nathan hanya belum menceritakan semuanya pada kedua orangtuanya.
"Em Mi, sebenarnya banyak tragedi yang terjadi waktu Nathan ke Jerman. Sepertinya Nathan memang belum siap menceritakan ke Mami. Tapi Viola mohon sama Mami, kalaupun nanti Nathan udah cerita semuanya. Tolong jangan benci Viola ya Mi. Viola udah terlanjur sayang sama Mami, Papi, Kak Nesya, dan semua keluarga ini Mi." Ujar Viola dengan lirih.
Netranya nampak berkaca-kaca. Begitu takut kala membayangkan dirinya akan dibenci dan kehilangan orang-orang sebaik mereka yang begitu tulus menyayanginya.
Mendengar curahan hati calon menantunya, Mami membawa Viola ke dalam pelukannya. Tidak tega melihat Viola yang tampak sedih saat mengungkapkan isi hatinya.
"Kamu udah seperti anak Mami sendiri. Gimana Mami bisa benci sama anak Mami." Jelas Mami dengan lembut.
"Iya Vi, mana mungkin Mami sama Kakak bisa benci sama kamu. Kamu udah kayak adik Kak Nesya." Tambah Nesya.
Mendengar perkataan mereka, membuat Viola akhirnya menjatuhkan air mata nya. Iya merasa terharu sekaligus sedih. Bahagia karena tak akan dibenci. Namun sedih jika sampai benar-benar akan kehilangan kepedulian mereka.
"Kalau kamu takut nanti kita jadinya benci. Kenapa gak kamu aja yang ceritain semuanya Vi? Biar kira bisa paham dari sudut pandang kamu." Ujar Nesya memberi saran.
Viola menggeleng kala mendengar perkataan Nesya. "Enggak kak, aku merasa gak berhak untuk cerita semuanya. Karena Nathan di sini korbannya." Jelas Viola memberikan alasan mengapa dirinya menolak.
"Ya udah gak papa Vi kalau memang kamu gak bisa." Ucap Mami yang memahami kegundahan hati Viola.
Ditengah perbincangan mereka, Nesya harus berpamitan untuk pergi. Wanita cantik itu memiliki acara bersama suami tercintanya, Nicko.
Nesya tentu melihat bagaimana romantis nya Nicko dan Nesya. Dirinya juga ingin kelak seperti itu jika sudah menikah. Tentunya menikah dengan Nathan. Karena tak ada bayangan pria lain dalam benaknya.
"Kak Nesya sama Kak Nicko kayaknya bahagia banget ya Mi. Jadi pengen nanti kayak gitu juga kalau udah nikah, tetap harmonis." Ujar Viola tersenyum melihat keromantisan pasangan yang terlihat bahagia itu.
Mami tersenyum mendengar perkataan Viola. "Tenang Vi, Nathan kan gak kalah romantis dibandingkan Kak Nicko." Ujar Mami menggoda Viola.
"Iya sih Mi, tapi lagi gak akur aja sekarang." Ucap Viola kembali murung.
"Nanti Mami bantuin biar kalian baikan oke."
***
"Emm Mi, boleh Viola nanya?" tanya Viola dengan ragu-ragu.
"Boleh dong sayang, mau nanya apa?" ujar Mami.
"Perempuan yang datang sama Nathan sebenarnya siapa nya Nathan ya Mi? Kayaknya deket banget sama Nathan."
"Ya ampun jadi kamu belum tahu siapa dia sayang? Astaga anak itu benar-benar ya." Ujar Mami yang begitu tak menyangka kalau Viola belum tahu siapa Reya.
"Reya itu sepupu nya Nathan, sayang. Adiknya Rania." Lanjut Mami menjelaskan.
Viola menganggukkan kepalanya dan tersenyum cerah. Hatinya terasa lega, karena kekhawatiran nya rupanya salah. Ternyata hubungan persepupuan, wajar kalau Reya bilang lebih dari hubungan nya dengan Nathan. Karena ini menyangkut hubungan darah.
"Ternyata sepupu ya Mi. Kemarin Viola sempat cemburu karena mereka kayak Deket banget gitu. Tapi ternyata Viola salah." Ujar Viola tersenyum malu.
Lama mereka saling berbincang tentang banyak hal, sekaligus saling melepaskan kerinduan terhadap calon mertua dan menantu. Hingga tanpa sadar waktu telah menjelang malam. Viola harus segera pulang ke rumah kedua orangtuanya.
"Mi, Viola pamit ya. Nanti Viola akan sering-sering kesini nemuin Mami dan ketemu Nathan." Ujar Viola berpamitan.
"Iya sayang, biar Nathan yang anterin kamu ya. Nanti bahaya kalau malam-malam pulang sendiri." Ujar Mami yang bersiap untuk memanggil Nathan.
"Mi, biar Viola aja yang panggil Nathan." Ujar Viola menghentikan langkah Mami.
Setelah mendengar kalau Reya sepupu Nathan. Viola seolah mendapatkan harapan baru. Dirinya yang awalnya merasa putus asa karena ada orang lain diantara mereka. Apalagi Nathan yang terlihat begitu menyayangi wanita itu.
Sekarang semua pemikiran Viola berubah. Wajah Nathan terlihat begitu hangat dan seolah menyayangi Reya. Karena mereka sepupu. Dengan begitu juga, Reya bukanlah sebuah ancaman akan hubungan mereka. Karena ternyata mereka hanya sepupu bukan kekasih atau hubungan pasangan lainnya.
Viola menjadi memiliki harapan untuk kembali pada Nathan. Dirinya akan berusaha merebut hati Nathan kembali. Bagaimana pun caranya, akan dirinya lakukan dan perjuangkan.
Viola melangkah perlahan menuju kamar Nathan. Tentu saja dirinya hafal setiap bentuk rumah mantan kekasihnya itu. Karena dirinya memang sering berkunjung ke rumah megah itu.
"Ngapain lo di sini?" tanya sebuah suara mengangetkan Viola.
Viola menoleh dan mendapati Nathan tengah berjalan ke arahnya. Tampaknya pria itu baru dari dapur untuk mengambil minuman. Tampak di tangan kanan Nathan sebuah minuman soda.
"Nath, Mami nyuruh kamu anterin aku pulang." Ujar Viola apa adanya dengan menatap lekat wajah Nathan. Sungguh Ia begitu merindukan Nathan yang hangat dan mencintai nya.
Namun yang ada dihadapan nya kini hanyalah Nathan yang menatapnya dengan tatapan dingin. Viola juga tak lagi melihat tatapan penuh cinta yang biasa Nathan berikan untuknya.
Sementara Nathan tersenyum sinis mendengar perkataan Viola. "Lo manfaatin Mami gue buat kepentingan Lo?" tanya Nathan dengan sarkas.
Viola menggeleng pelan. "Enggak Nath, Mami nyuruh kamu memang karena keinginan nya. Bukan karena aku minta atau apapun itu." Jelas Viola dengan lembut.
"Lo pikir gue bakal percaya? Lo punya kaki, jadi bisa pulang sendiri kan. Gak usah manja. Di Jerman lo sendirian aja berani, gak manja. Jadi sekarang gak usah lebay." Ujar Nathan dengan sinis.
Viola menatap Nathan dengan tatapan sendu. Tak menyangka Nathan bisa berbicara sesinis itu padanya.
"Tapi aku pengen kamu anterin, Nath."
Next .......
"Gue gak sudi nganterin lo." Jawab Nathan.
Viola menghembus nafasnya. "Ya udah gak papa kalau gitu. Aku pulang sendiri aja." Ujar Viola.
"Tapi kamu harus inget Nath, aku gak akan nyerah buat ambil hati kamu lagi. Apalagi aku udah tahu kalau Reya itu sebenarnya sepupu kamu bukan pacar atau tunangan kamu." Jelas Viola.
Nathan kembali menerbitkan senyuman sinisnya pada Viola. "Reya emang sepupu gue. Tapi bukan berarti lo bisa luluhin gue. Jangan mimpi Vi, mendingan lo pulang ke asal lo." Ujar Nathan kemudian berlalu pergi.
"Kita liat aja Nath, aku bakalan bikin kamu tetap jadi milik aku." Ujar Viola dengan penuh tekad.
Viola akhirnya kembali berjalan ke ruang depan untuk menemui Mami. Ternyata di sana tak hanya ada Kami saja sekarang, sudah ada Reya yang sedang berbincang dengan calon mertuanya itu.
"Mi, Viola pulang dulu ya." Pamit nya pada Mami.
"loh Nathan gak jadi anterin kamu?" tanya Mami.
"Enggak Mi, Nathan masih istirahat kayaknya capek banget. Viola berani kok Mi pulang sendiri." Ujar Viola.
...***...
"Gue tau lo sepupu Nathan. Tapi gue heran kenapa seolah lo ngaku-ngaku sebagai pacar Nathan waktu itu?" tanya Viola penasaran.
Karena pada saat itu, Reya memang melakukan hal itu. Seolah merasa bahwa dirinya adalah kekasih Nathan.
"Ternyata anda sudah tau. Bagus lah kalau begitu. Tapi terkait pacar Kak Nathan, memang saat ini saya bukan pacarnya, tapi gak tau kedepannya." Ujar Reya dengan angkuhnya.
"Maksud lo apa?" tanya Viola terkejut mendengar jawaban Reya.
Saat ini Viola tengah diantar pulang oleh Reya. Mami yang mendengar bahwa Nathan sedang lelah dan butuh istirahat berniat untuk mengantarkan Viola bersama sopir. Namun Reya melarang Mami dan menawarkan diri untuk mengantarkan Viola.
Reya tampak menyeringai, seolah mengejek Viola. "Saya memang sepupu Kak Nathan." Ucapnya serasa melirik Viola sinis. "Tapi saya mencintai Kak Nathan dan akan menjadikan dia milik saya." Lanjut Reya yang membuat Viola terkejut.
Viola menatap Reya dengan terkejut. "Bukannya Lo harusnya gak boleh bersatu sama Nathan? Kalian sepupu." Ujar Viola.
Reya tersenyum tipis. "Kita bukan saudara kandung. So gak ada yang ngelarang bukan. Di keluarga Brown juga gak ada larangan kayak gitu." Jelas Reya dengan yakin.
"Jadi anda harus siap melupakan Kak Nathan dan membiarkan nya menjadi milik saya." Lanjut Reya.
Viola mendelik sinis mendengar perkataan Reya. Mudah sekali wanita itu berkata, sejak awal Nathan miliknya. Dan hanya dirinya yang berhak bukan orang lain. Apalagi wanita di sampingnya itu.
"Dan untuk kesedihan saya mengantarkan anda ini, jangan salah paham. Saya sengaja mau mengantar kamu karena ingin memperingatkan tentang hal tadi. Saya harap anda paham maksud saya." Jelas Reya dan sarkas.
Viola tak menyangka sepupu mantan kekasihnya itu begitu berani mengancam dirinya. Tampaknya dia belum tahu siapa dirinya. Bocah ingusan seperti dia begitu berani mengancam dirinya.
"Lo pikir gue akan menyerah hanya karena perkataan lo itu? jangan mimpi." Ujar Viola dengan tatapan tajam, disertai seringaian.
"Dan thanks untuk jasa lo ya udah bersedia nganterin gue, meski lo gak niat. Btw gue risih lo ngomong saya saya. Lo gak usah sok sopan, padahal lo begitu kurang ajar." Lanjut Viola dengan tegas.
...***...
Seminggu berlalu. Setelah kepulangan Viola dan Nathan dari Jerman, sampai saat ini Viola masih belum datang kembali ke rumah Nathan. Viola sengaja mengistirahatkan hatinya untuk menghadapi sikap Nathan yang dingin dan sinis kepadanya.
Apalagi saat ini bertambah yang harus dirinya hadapi. Wanita sepupu Nathan yang mengaku akan merebut Nathan dari dirinya. Dirinya tak perduli dan sama sekali dan tidak takut. Karena begitu yakin kalau hati Nathan masih miliknya dan akan tetap menjadi miliknya.
"Sayang, kamu gak main ke rumah Nathan? Mami udah nyariin kamu, tadi nelpon mama." Ujar Mama Viola.
"Iya Ma, besok aja Viola kesana." Ujar Viola.
Viola merasa begitu jenuh dengan rutinitas nya selama seminggu ini yang hanya diam di rumah. Akhirnya dirinya menghubungi sahabatnya yang sekiranya tidak sibuk untuk diajak jalan-jalan.
"Bi, Lo sibuk enggak. Jalan yuk keluar, bosen gue." Ajak Viola.
"Lo udah balik, Vi. Wah parah lo gak bilang-bilang." Ujar Bianca di seberang.
"Ya sorry, makanya sekarang gue ajak lo hangout bareng." Ujar Viola.
"Ya udah kuy, gue juga lagi bosen ini." Jelas Bianca.
Mereka bertemu di sebuah pusat perbelanjaan yang begitu besar.
"Kangen banget gue sama lo. Lama gak ada kabar juga sih Lo." Keluh Bianca mengomel.
"Gue juga kangen lo. Gue sibuk banget di sana jadi gak sempet buat ngabarin kalian." Jelas Viola. Mereka sedang berpelukan saat ini.
"Gimana hubungan lo sama Nathan? Kayaknya ada yang mau married nih bentar lagi." Goda Bianca.
Terlihat jelas raut wajah Viola berubah sendu ketika mendengar hubungan mereka dibahas.
"Gue udah putus sama dia, Bi." Ujar Viola dengan lirih.
"Astaga! Kok bisa sih Vi, padahal kalian itu bucin banget." Ujar Bianca tak menyangka.
"Panjang ceritanya kalau gue ceritain. Nathan marah karena gue egois." Ujar Viola merasa menyesal.
"Ya ampun, Vi. Gue benar-benar gak tau kalau kalian udah putus." Ujar Bianca mengulurkan tangan untuk memeluk Viola.
Tangis Viola pecah dalam pelukan Bianca. Sungguh selama seminggu ini dirinya begitu terpuruk dengan sikap Nathan yang begitu dingin padanya. Ditambah saat ini dirinya memiliki saingan dalam meluluhkan Nathan, meskipun itu sepupu Nathan sendiri.
"Ya udah ceritain semuanya sama gue, Vi. Gue bakal bantu sebisa gue." Ucap Bianca serasa menenangkan Viola.
"Gue gak bisa ceritain sekarang, Bi. Gue belum sanggup untuk ingetnya. Tapi ada yang lebih penting sekarang untuk lo bantuin gue." Jelas Viola.
"Apa?" tanya Bianca penasaran.
"Gue bakal terhambat nanti buat luluhin Nathan lagi. Karena ada cewek yang lagi tertarik sama dia. Dan dia sepupu Nathan." Jelas Viola.
"Maksud lo Rania?" tanya Bianca.
Viola menggeleng. "Adiknya Rania tepatnya." Ujar Viola.
"Kok bisa, gimana lo bisa tau?" tanya Bianca tak menyangka. Dalam keluarga Brown bisa mencintai sepupu nya sendiri.
"Dia yang bilang ke gue Bi, bahkan dia nyuruh gue buat lupain Nathan. Gila gak tuh bocah. Berani banget dia nyuruh gue buat nyerah sama Nathan." Ujar Viola yang menjadi emosi kala mengingat hal itu.
"Apa Nathan tau kali sepupunya itu suka sama dia?" tanya Bianca.
"Menurut gue sih enggak. Karena selama ini Nathan gak ada pertanda apa-apa selama sama gue. Gue juga yakin, hati Nathan masih milik gue." Ujar Viola dengan begitu yakin.
Next .......
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!