Buliran bening yang jatuh dari langit dengan derasnya membuat seorang gadis yang tengah mengendarai motor maticnya harus berteduh sejenak di depan sebuah ruko.
"Bagaimana aku bisa segera tiba di kampus jika hujannya semakin deras begini." Dea terlihat mengibas-ngibas kemejanya yang sedikit basah karena air hujan.
Sudah sepuluh menit Dea berteduh namun hujan tak kunjung reda. suara klakson mobil yang berhenti tak jauh darinya mengalihkan perhatian Dea ke sumber suara.
Tak berselang lama, seorang pria terlihat turun dari mobil mewah tersebut dengan membawa sebuah payung lalu menghampiri Dea.
"Sepertinya hujannya awet, sebaiknya kamu berangkat ke kampus bersamaku!!!." Ajak Dani yang merupakan sahabat sekaligus teman sekampus Dea.
"Ayolah.... jangan menolak, lagi pula setengah jam lagi kamu ada mata kuliah, bukan????." kata Dani ketika melihat Dea seakan enggan menerima tawarannya. Bukan apa apa, Dea hanya tidak ingin sampai kekasih dari sahabatnya itu sampai salah paham dan marah pada dirinya seperti yang terjadi sebelumnya.
"Tidak perlu mencemaskan Lita, nanti aku yang akan menjelaskan padanya." tutur Dani seakan paham dengan pemikiran Dea saat ini.
"lalu bagaimana dengan motorku???."
"Tidak perlu khawatir, setelah hujan reda aku akan meminta orang suruhan papa untuk mengantarkannya ke kampus."
Setelah berpikir sejenak akhirnya Dea pun terpaksa menerima tawaran Dani untuk berangkat ke kampus bersama.
Tanpa di sadari Dea, dari balik kaca mobil sepasang mata kini tengah menatapnya dengan tatapan penuh kemarahan, Apalagi saat hendak masuk ke mobil Dea dan Dani berteduh pada satu payung yang sama.
"Sialan kamu Dea, sepertinya selama ini kamu tidak pernah mengindahkan peringatan dariku." Ya, sepasang mata indah yang sejak tadi memperhatikan keduanya adalah Lita, seorang gadis sebaya dengan Dea sekaligus kekasih hati dari Dani. lebih tepatnya gadis itu sendiri yang menobatkan diri sebagai kekasih dari pria itu sementara Dani sendiri tidak pernah mengungkapkan cinta padanya.
Mengingat Lita merupakan anak dari sahabat ayahnya, maka Dani pun membiarkan begitu saja Lita yang selama ini mengaku sebagai kekasihnya, Namun akhir akhir ini Dani jadi jengah sendiri dengan sikap Lita yang menurutnya sudah keterlaluan. Di mana Lita melarangnya sekedar berinteraksi dengan Dea.
Sementara hubungan Dani dan Dea, keduanya merupakan sahabat sejak duduk di bangku sekolah menengah atas. Dani dan Dea murni berteman tanpa ada perasaan lebih di antara keduanya.
**
Setelah waktu kuliah selesai Dea segera meninggalkan kampus dengan mengendarai motor maticnya yang tadi telah diantarkan oleh orang suruhan Dani.
Di perjalanan kembali ke rumah, Dea merasa seperti ada kendaraan yang sedang membuntutinya namun ketika gadis itu menoleh ia tak melihat apapun yang mencurigakan di belakang motornya.
Namun, saat melintas di jalanan yang cukup sepi tiba-tiba saja motornya di salip oleh sebuah mobil sedan berwarna hitam hingga membuat gadis itu meremas rem secara mendadak.
Tubuh Dea terlihat bergetar ketakutan saat melihat beberapa orang pria bertubuh kekar baru saja turun dari mobil tersebut. Dari perawakannya, para pria tersebut seperti penjahat yang ada di Film Film yang pernah ia tonton di layar TV.
"Kalian mau apa??." dengan tubuh bergetar ketakutan Dea bertanya kala beberapa orang pria berpakaian serba hitam semakin melangkah mendekatinya. berteriak pun rasanya percuma karena jalanan yang ia lalui sangat sepi, sudah pasti tidak akan ada yang mendengar teriakannya.
Tanpa mengindahkan pertanyaan Dea, dua orang di antaranya semakin mendekat pada Dea lalu menempelkan sebuah handuk kecil pada mulut gadis itu.
"Emh...emh...." suara teriakan Dea tercegat kala mulutnya di bekap, hingga sesaat kemudian Dea pun tak sadarkan diri akibat obat bius.
*
Perlahan Dea membuka matanya, walaupun kepalanya masih terasa pusing. sepertinya akibat reaksi obat bius tadi.
"Kau sudah sadar, Nona???." suara bariton seorang pria mengalihkan perhatian Dea ke sumber suara. Dea memulai pandangan nya pada para pria bertubuh kekar yang tadi menangkapnya, sampai kini pandangannya terhenti pada seorang pria bertubuh tegap dengan stelan jas hitamnya. Pria itu nampak duduk bersandar di sofa dengan menyilangkan kedua kaki serta kedua tangannya yang direntangkan pada sandaran Sofa.
"Anda siapa??? mengapa anda membawa saya di tempat ini, tuan???." cecar Dea, dengan keberaniannya yang tersisa.
Bukannya menjawab, pria itu justru menatap Dea dengan tatapan terhunus tajam layaknya seekor elang yang hendak menerkam mangsanya.
Menyadari aura kemarahan di manik mata coklat tuannya, para pria bertubuh kekar tadi memilih meninggalkan ruangan tersebut lalu kemudian menutup kembali pintu ruangan itu.
Perlahan pria itu berdiri dari duduknya, mendekat ke arah Dea yang kini terduduk dengan posisi kedua tangan serta kakinya yang sengaja diikat oleh seuntai tali.
"Jauhi pria bernama Dani!!!." tekan pria itu dengan tatapan membunuh, hingga membuat nyali Dea semakin menciut.
"Kau bebas menjajakan tu_buhmu pada pria manapun di luar sana asalkan bukan pada pria itu!!!."
"Jaga ucapan anda, tuan!!!." sentak Dea, entah keberanian dari mana yang membuat Dea berani berkata demikian pada pria asing dihadapannya itu. mungkin karena merasa tersinggung dengan kata-kata yang diucapkan pria itu hingga tanpa sadar Dea meninggikan nada suaranya.
Dengan kerasnya pria itu meremas rahang Dea dengan tangan besarnya. "Beraninya kau berteriak padaku, Nona???." tatapan manik mata coklat pria itu terlihat semakin tajam.
"Jadi kau menantang ku???." sinis pria itu kala melihat Dea membalas tatapannya tak kalah tajam.
Tanpa aba aba pria itu meraup bi_bir Dea dengan kasarnya, bahkan ia terlihat menggigit bi_bir bagian bawah gadis itu saat Dea masih saja merapatkan bi_birnya.
"Arg...." rintihan Dea tercegat saat pria itu mulai mengabsen semua bagian mu_lutnya dengan li_dahnya. Dea yang merasa di le_cehkan terdengar terisak dalam tangisnya.
Menyadari gadis itu hampir kehabisan oksigen pria berperawakan bule itu pun lantas melepas pa_gutannya. Namun itu hanya sesaat, sebelum kemudian ia kembali meraup bi_bir mungil Dea, namun kali ini pria itu melakukannya dengan penuh ha_srat.
"Emmt.....emt.....emt......" Dea terus berusaha melepas pa_gutan pria itu, namun tubuh pria itu yang jauh lebih besar dan juga lebih tinggi darinya membuat usaha Dea sia sia.
Crek.
Dengan sekali hentakan pria itu berhasil membuat hampir semua kancing kemeja yang kini dikenakan Dea terlepas. Spontan Dea menyilangkan kedua tangannya untuk menutupi kedua a_set miliknya yang kini hanya tinggal di tutupi oleh bra berwarna merah terang.
Dengan kasarnya pria itu menarik tangan Dea yang menghalangi pandangannya.
"Waw....pantas saja pria itu tidak mau jauh darimu, ternyata tu_buhmu cukup meng_gairahkan." tutur pria itu seraya menatap kedua gu_nung kembar Dea yang hanya tinggal tertutup oleh benda yang menyerupai kacamata.
Tatapan pria itu terlihat semakin terbakar ga_irah hingga ia mengarahkan tangan kekarnya untuk menarik bra yang menyangga dua buah benda ke_nyal yang sejak tadi membuatnya penasaran ingin mencicipinya.
"Tuan, saya mohon jangan lakukan itu!!! Apa salah saya pada anda??? Saya bahkan tidak mengenal anda, tuan." dengan berderai air mata Dea memohon pada pria asing dihadapannya itu, berharap pria itu masih memiliki sedikit rasa iba padanya.
Tetapi sayangnya Isak tangis Dea tak mampu menghentikan pergerakan pria itu. Dengan kedua tangan yang terikat di belakang punggungnya, Dea hanya bisa pasrah dan menangis hingga sesenggukan ketika pria itu mulai meny_esap salah satu buah da_danya dengan rakus, Sementara salah satu di antaranya terlihat dimainkan oleh pria itu, mulai dari mere_mas hingga meme_lintirnya dengan gerakan sen_sual.
Seperti tengah dirasuki setan, pria mendorong tubuh Dea Hingga terjerembab ke ranjang, lalu kemudian mengung_kungnya.
"Arg....." ringisan Dea tak mampu memadamkan gai_rah pria itu. dengan gerakan cepat pria itu menarik celana jeans yang dikenakannya hingga menampilkan area sen_sitifnya yang tinggal tertutup oleh benda segitiga senada dengan warna bra yang dikenakan nya.
Sembari men_yesap salah satu ujung benda kenyal milik Dea, pria itu memasukkan jemarinya ke dalam benda segitiga milik Dea. Permohonan serta Isak tangis Dea seakan tak berpengaruh apapun padanya.
Kini tu_buh mulus Dea tak lagi terbalut sehelai benang pun. ikatan pada kaki serta tangannya pun telah dilepaskan oleh pria itu, namun hal itu tak serta Merta membuat Dea bisa menyelamatkan diri. Bukan hanya Dea yang kini telah po_los namun pria itu pun sama, dengan belalai besar yang berdiri tegak dengan sempurna.
Pria itu membolak-balikkan tubuh mungil Dea dengan sesuka hatinya sebelum sesaat kemudian bersiap memasuki area yang sejak tadi membuatnya menggila.
"Argh......" rasa sakit kian menjalar di sekujur tub_uh gadis itu saat merasakan benda tumpul yang kini berusaha membenamkan diri dalam int_inya.
"Bukankah kata Lita, gadis ini rela menjajakan tub_uhnya pada kekasihnya tapi kenapa rasanya begitu sempit???." sejenak batin Brian bertanya tanya, namun sesaat kemudian pertanyaan dibenaknya itu seakan hilang begitu saja setelah merasakan kenik_matan tiada Tara kala mil_iknya berhasil masuk dengan sempurna.
Sejenak Brian menatap wajah polos gadis yang saat ini berada di bawah Kung_kungannya, ada perasaan yang berbeda hinggap di relung hatinya saat melihat air mata di sudut mata indah itu, apalagi setelah tahu jika gadis itu baru saja berstatus mantan pera_wan akibat perbuatannya.
Malam itu Brian melakukannya bukan hanya sekali sehingga membuat Dea kehabisan tenaga dan tanpa sadar memejamkan matanya. Entahlah apakah wanita itu sedang tidur atau justru jatuh pingsan karena kelelahan. kenik_matan yang tidak pernah dirasakannya sebelumnya kini dinikmati Brian dari gadis yang baru ditemuinya beberapa saat yang lalu, gadis malang yang harus kehilangan kepe_rawanannya di tangan pria asing.
Selamat datang di karya baru aku sayang sayangku.......😘😘😘😘 jangan lupa untuk memberikan like, koment, vote, give, and subscribe ya........dan jangan lupa untuk memberikan ulasan 🥰🥰🥰🥰
Pukul enam pagi Dea terjaga dari tidurnya, wajah pria yang kini terlelap di sampingnya menjadi pemandangan pertama saat gadis yang kini telah berstatus mantan perawan tersebut membuka mata. Perasaan benci memenuhi benak Dea kala terbayang perbuatan keji pria itu padanya semalam. Jika memiliki kekuatan mungkin saat ini Dea sudah membunuh pria itu dengan tangannya sendiri, namun Dea masih menggunakan akal sehatnya yang tersisa. Jika sampai melakukan hal itu bisa jadi justru nyawanya yang akan melayang ditangan pria itu, mengingat bagaimana kejamnya pria itu memperlakukan dirinya semalam.
Dengan memaksakan kakinya untuk melangkah Dea turun dari tempat tidur hendak meraih pakaiannya yang teronggok tak beraturan di lantai.
Melihat semua kancing kemejanya sudah terlepas tak beraturan akibat perbuatan pria itu, Dea jadi bingung harus mengenakan apa untuk menutupi bagian atas tu_buhnya. sesaat kemudian pandangan wanita itu beralih pada sebuah lemari besar. Ia kemudian beranjak untuk meraih sesuatu yang bisa ia kenakan agar bisa segera meninggalkan tempat itu, sebelum pria yang kini masih terlelap dalam tidurnya terjaga.
Sebuah kemeja putih yang diyakini milik pria itu di raih Dea kemudian dikenakannya, sebelum kemudian meninggalkan tempat di mana ia kehilangan sesuatu yang begitu berharga dalam hidupnya. Sesuatu yang seharusnya ia persembahkan untuk suaminya kelak.
Dengan langkah berjinjit agar tidak sampai menimbulkan suara, Dea meninggalkan kamar tersebut. sepertinya alam sedang berpihak pada Dea, buktinya para pria bertubuh kekar yang bertugas berjaga masih terlelap dalam tidurnya masing-masing di ruang tengah.
Setelah berjuang akhirnya kini Dea berhasil keluar dari rumah mewah dengan gerbang yang menjulang tinggi tersebut. Dengan berjalan tanpa alas kaki Dea menyusuri jalanan yang masih nampak sepi. Jika orang yang tidak mengenalnya pasti akan mengira Dea adalah gembel. dengan kemeja yang kebesaran serta kaki yang tak beralas, lalu apa lagi sebutan yang tepat kalau bukan gembel.
"Emh....." Brian, pria berperawakan bule itu terdengar bergumam seakan merasa tidurnya terganggu kala sinar matahari mulai masuk melalui celah-celah kecil kamarnya.
Seketika Brian membuka matanya dengan sempurna saat tak merasakan keberadaan Dea di sampingnya. "Kemana gadis itu???." Brian pun merubah posisinya dengan duduk, sebelum sesaat kemudian beranjak turun dari tempat tidur hendak mencari keberadaan Dea di kamar mandi. Namun saat membuka pintu kamar mandi ia tak menemukan siapapun di sana, kamar mandi kamarnya terlihat kosong tak berpenghuni.
"Apa dia sudah pergi????." tebak Brian. Jika benar wanita itu bisa pergi meninggalkan rumahnya, sudah pasti semua anak buahnya akan menjadi sasaran amukan dari pria itu.
"Kemana wanita itu???." suara Brian yang menggema membuat semua anak buahnya kompak gelagapan.
"Bukannya wanita itu berada di kamar anda, tuan???."
Brian terlihat geram mendengar jawaban anak buahnya. "Jika dia ada di dalam kamar bersamaku, lalu untuk apa aku bertanya pada kalian, hah???." sentak Brian geram.
"Sepertinya kalia sudah mulai bosan bekerja denganku." masih dengan tatapan tajam Brian berucap.
"Tidak, bukan begitu tuan, sepertinya kami semua ketiduran."
Brian memijat pangkal hidungnya menahan geramnya. "Apa kalian pikir aku menggaji kalian di sini untuk tidur tiduran, begitu???." ucapnya setelah menyudahi kegiatannya.
"Maafkan kami tuan, kami akan segera mencari keberadaan wanita itu dan membawanya kembali pada anda." kata salah seorang anak buahnya ketika melihat raut wajah Brian semakin tak bersahabat.
"Tidak perlu!!." tegas Brian, sebelum sesaat kemudian kembali ke kamarnya.
Bercak noda darah yang mengotori seprei tempat tidur menjadi pemandangan pertama yang menyambut kedatangan Brian setelah kembali ke kamarnya.
Ada perasaan berbeda di dalam sana ketika menyadari jika ternyata ia baru saja membuat seorang gadis kehilangan sesuatu yang paling berharga dalam hidupnya. Namun itu semua hanya terjadi sesaat saja karena setelahnya yang ada dibenak Brian adalah bagaimana dia bisa kembali membawa Dea untuk meng_hangatkan ran_jangnya, tanpa berpikir bagaimana perasaan gadis itu setelah kejadian yang menimpanya tadi malam. Bagi Brian tu_buh Dea benar benar memabukkan dirinya hingga ia ingin lagi dan lagi untuk menik_matinya.
Panggilan telepon dari asisten pribadinya mengalihkan pemikiran Brian dari sosok Dea.
"Ada apa???."
"Tuan, pukul sembilan pagi ini kita ada pertemuan penting dengan klien." dari seberang sana Bani mengingatkan Brian tentang jadwal meeting pagi ini.
"Baiklah." Setelahnya Brian pun menyudahi panggilannya.
Setelah mengganti seprei sisa pergu_latan mereka semalam Brian lantas beranjak ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. empat puluh menit berlalu, Brian telah selesai mandi dan bersiap dengan stelan jas lengkapnya, pria itu siap berangkat ke perusahaan.
Selama menghadiri meeting pagi ini, bayangan Dea terisak di bawah Kung_kungannya terus terlintas di benak dan pikiran Brian sehingga membuat pria itu tak sepenuhnya fokus pada pekerjaannya.
*
Di tempat yang berbeda, Dea terlihat mengguyur tubuhnya yang terasa begitu Kotor dan menjijikan di bawah kucuran air shower.
"Siapa sebenarnya pria itu, kenapa dia tega melakukan semua ini padaku??? Apa tanpa sadar aku pernah berbuat salah padanya???." di sela Isak tangisnya Dea terdengar bergumam lirih.
Sudah dua jam lamanya Dea berada di bawah kucuran air shower hingga kulitnya terlihat mengerucut. Namun ia merasa tubuhnya masih saja terasa kotor dan menjijikan.
"Bagaimana jika sampai kak Aris mengetahui semua ini, kak Aris pasti akan sangat marah dan juga kecewa." teringat akan sosok kakak laki-lakinya yang sudah bekerja keras demi membiayai kuliahnya membuat tangisan Dea terdengar semakin memilukan.
Untungnya setibanya Dea di rumah tadi kakak laki-lakinya itu sudah berangkat ke kantor hingga sosok yang kini menjadi ayah sekaligus ibu baginya itu tak harus mempertanyakan kenapa ia bisa berpenampilan seperti tadi pagi saat ia tiba di rumah. Aris bahkan rela tak memikirkan untuk segera menikah demi membahagiakan adiknya, pria itu baru ingin menikah jika adiknya telah berhasil meraih cita-citanya.
"Maafkan Dea, kak." gumam Dea di sela tangisnya.
Rasa pusing di kepalanya membuat Dea memilih menyudahi kegiatan mandinya kemudian mengistirahatkan tubuhnya di ranjang.
Pukul tiga sore Dea terjaga dari tidurnya. Meskipun tu_buhnya serasa mau remuk semua namun ia tetap harus berangkat kerja. Setiap harinya sepulang kuliah Dea akan bekerja part time di sebuah cafe yang letaknya tak begitu jauh dari rumahnya.
Selesai mandi, bersiap dan tak lupa mengisi perut Dea pun berangkat menuju cafe tempatnya bekerja dengan mengendarai motor maticnya. Motor matic hadiah dari Aris saat ia lulus sekolah menengah atas dengan nilai tertinggi dua tahun yang lalu.
"Hai...De." salah seorang teman kerja sekaligus sahabatnya itu terlihat menyambut kedatangan Dea siang ini.
"Hai Lin." sahut Dea tak semangat seperti biasanya.
"Are you okay???." tanya Lini saat melihat sikap Dea tidak seceria biasanya. "Wajah kamu pucat sekali, De." lanjut gadis itu dengan tatapan curiga.
"I'm OK." sahut Dea seraya berusaha mengulas senyum seperti biasanya untuk meyakinkan rekan kerja sekaligus sahabatnya itu jika ia sedang baik baik saja.
"Cari tahu tentang wanita itu dan juga latar belakang keluarganya!!!." titah Brian seraya menutup berkas yang baru saja di tandatanganinya.
"Baik tuan." Sahut Bani yang paham dengan wania yang dimaksud Brian karena kemarin Bani sendiri yang mengerahkan beberapa orang suruhan mereka untuk mencari keberadaan gadis bernama lengkap Deanita elisya tersebut atas perintah dari Brian. Namun semalam ia harus melakukan tugas mendadak dari Brian sehingga ia tak tahu lagi apa yang terjadi di kediaman Brian malam harinya.
Bani pun pamit pada Brian untuk segera melaksanakan tugas dari pria itu. setelah kepergian Bani, Brian kedatangan sahabatnya, Damar, yang sore itu sekedar mampir ke perusahaannya.
Pembahasan kedua sahabat tersebut seputaran kontrak kerja sama perusahaan mereka dengan pihak perusahaan asing. Sesekali kedua pria dewasa yang sama sama tampan dengan porsinya masing-masing tersebut membahas tentang kehidupan pribadi, tentunya minus dari cerita Brian yakni sesuatu yang telah ia lakukan sehingga membuat seorang gadis kehilangan harta yang paling berharga dalam hidupnya.
Percakapan di antara Brian dan Damar terjedah kala mendengar seseorang mengetuk pintu ruang kerja Brian.
"Masuk!!."
"Selamat siang tuan, ini berkas yang anda Minta." salah seorang pegawai Brian dari divisi keuangan datang membawa laporan keuangan bulan kemarin yang dimintanya pagi tadi.
"Letakkan saja di situ." Brian menunjuk ke arah meja dengan dagunya.
"Baik tuan."
Setelahnya pria itu pun pamit, tapi baru saja ia hendak beranjak, seruan Brian kembali mengalihkan perhatian pria itu pada pimpinannya.
"Pak Aristio." bukannya hafal dengan semua nama dan wajah pegawainya, namun Brian mengetahui nama pria itu dari tanda pengenal yang menggantung di lehernya.
"Tolong anda bawakan berkas ini pada kepala divisi anda, minta dia untuk memeriksanya kembali!!!." Brian menyodorkan salah satu map yang berisikan beberapa berkas pada pria itu.
"Baik tuan." pria itu pun mengangguk sopan. Di saat Brian masih memberi penjelasan pada pria itu akan beberapa hal, tiba tiba saja ponsel pria itu berdering.
"Maaf tuan." pria itu merasa tidak enak ketika deringan ponselnya menyela pembicaraan pimpinannya.
"Terima saja panggilannya siapa tahu saja penting!!!." kata Brian. dengan perasaan sungkan pria itu mulai mengeluarkan ponsel dari saku celananya kemudian menerima panggilan.
"...."
"Tapi kamu baik baik saja kan???." entah apa yang dikatakan seseorang di seberang sana hingga pria itu bertanya demikian.
"...."
"Syukurlah kalau kamu tidak kenapa Napa."
setelahnya pria itu pun memutuskan sambungan telepon dengan alasan masih berada di ruang kerja pimpinannya.
"Ada apa???." entah kenapa Brian yang sejak tadi mendengar percakapan pegawainya yang bernama Aristio tersebut merasa penasaran hingga membuatnya bertanya. sesungguhnya bukan hanya pegawainya itu yang merasa aneh, Damar pun begitu, mengingat baru kali ini Brian mau ambil pusing dengan urusan pegawainya apalagi itu tidak ada hubungannya dengan pekerjaan.
"Ban motor adik saya tiba tiba saja meledak saat tengah melaju, tuan, untungnya adik saya tidak sampai kenapa napa." jawab Aristio apa adanya.
"Sepertinya kau sangat menyayangi adikmu." komentar Brian, mengingat seperti apa paniknya pria itu ketika bicara di telepon tadi.
"Dia adik saya satu satunya tuan, hanya dia yang saya miliki di dunia ini setelah kedua orang tua kami meninggal dunia." beritahu pria berusia dua puluh lima tahun tersebut.
Brian dibuat tersentuh mendengar jawaban pegawainya itu.
Merasa tak ada lagi keperluan di ruangan pimpinan Aristio lantas pamit kembali ke ruang kerjanya.
"Sepertinya pria itu tak jauh berbeda denganmu, kalian sama sama Sayang pada adik kalian." komentar Damar setelah kepergian Aristio, mengingat besarnya kasih sayang Brian pada adik sepupunya, Lita.
"Aku sudah menganggapnya seperti adik kandung ku sendiri." beritahu Brian.
"Ya aku tahu, tapi sekali lagi aku ingatkan jangan sampai rasa kasih sayangmu pada Lita membuatmu melakukan tindakan tanpa berpikir panjang!!!." untuk kedua kalinya Damar berpesan demikian pada sahabatnya itu.
Deg.
Brian jadi salah tingkah mendengarnya. Bagaimana tidak, ia bahkan sudah melakukan hal yang di khawatirkan oleh sahabatnya itu.
***
Di tempat yang berbeda, Dani yang tengah melintas dengan mobilnya tak sengaja melihat sosok gadis yang dikenalnya tengah berjongkok di tepi jalan. Dari apa yang dilihat Dani sepertinya ban motor gadis itu bermasalah.
Dani lantas turun dari mobil mewahnya kemudian menghampiri Dea.
"Dea, apa yang terjadi pada ban motormu???." seruan Dani mengalihkan perhatian Dea dari ban motornya.
"Sepertinya ban motor kamu meledak." komentar Dani setelah memperhatikan kondisi ban motor sahabatnya itu.
Dea mengangguk mengiyakan dugaan Dani.
"Sepertinya bengkel di daerah sini masih jauh, sebaiknya kamu ikut saja bersamaku, aku akan mengantarmu pulang. Untuk motor kamu biar nanti sopirku yang akan mengurusnya." tawar Dani.
"Jauhi pria bernama Dani!!!." ucapan pria asing itu kembali terngiang di telinga Dea.
"Terima kasih atas niat baik kamu tapi sepertinya tidak perlu karena sebentar lagi kak Aris akan segera ke sini." Dea terpaksa berdusta pada Dani, ia tak ingin pria yang telah merebut kesuciannya semalam kembali berbuat jahat padanya jika tahu ia tak kunjung menjauhi sahabatnya itu.
"Sambil menunggu kedatangan kak Aris aku akan mendorong motorku perlahan. Kalau begitu aku duluan ya Dan...." Dengan sekuat tenaga Dea berusaha mendorong motornya menjauh dari Dani.
"Kenapa aku merasa Dea seperti sengaja menghindari ku???." lirih Dani seraya menatap punggung Dea yang semakin menjauh darinya. "Semoga itu hanya perasaanku saja." lanjut gumam Dani, sebelum kemudian beranjak kembali ke mobilnya.
Sudah hampir lima ratus meter Dea mendorong motornya namun ia tak kunjung melihat keberadaan bengkel di sekitar jalan yang ia lalui sementara hari sudah hampir gelap. Bayangan para pria yang menculiknya kemarin kembali terlintas di pikirannya hingga rasa takut kembali hinggap di hati Dea.
"Oh tuhan lindungilah hambamu ini!!!!." dalam hati, Dea memanjatkan doa agar Tuhan selalu melindungi dirinya dari orang jahat, kejadian kemarin masih begitu membekas di hati dan pikiran Dea.
Sorot lampu mobil yang berhenti tak jauh darinya mengalihkan perhatian Dea. Dea bahkan menutup wajahnya dengan telapak tangannya karena merasakan silau.
Pegangan tangannya pada motor terlepas seketika saat melihat sosok pria yang baru saja turun dari mobil mewah tersebut, bahkan kakinya yang terluka dan mulai mengeluarkan darah akibat tertindas motor sekalipun tak lagi terasa oleh Dea.
"Anda mau apa lagi???." dengan tubuh yang bergetar hebat Dea berucap dihadapan pria yang ternyata adalah Brian tersebut.
"Hey....kakimu terluka, apa kau tidak menyadarinya???." bukannya menjawab, Brian justru balik bertanya melihat kondisi yang dialami Dea saat ini. Pria itu menatap Dea dengan tatapan tak terbaca.
Pandangan Dea beralih pada kakinya, dan benar saja kini bagian tubuhnya itu telah mengeluarkan darah tapi ekspresi gadis itu seperti tak merasa sakit sama sekali.
Bani yang saat itu bertugas mengemudikan mobil Brian memilih turun dari mobil, ada rasa tak tega di hatinya saat melihat air mata di sudut mata gadis yang hampir seusia adiknya itu.
Bani membantu untuk menegakkan kembali motor Dea. "Sepertinya kaki anda terluka, Nona." tutur Bani dengan ekspresi wajah seperti sedang menahan sakit.
"Saya baik-baik saja." sahut Dea tanpa menatap wajah Bani, karena wanita itu masih memandang ke arah Brian, khawatir pria itu akan melakukan sesuatu padanya.
Tak berselang lama sebuah mobil yang dikenali Dea menepi tak jauh dari mobil Brian.
"Kak Aris." melihat kakaknya yang baru saja turun dari mobilnya, Dea lantas berlari ke arah Aris tanpa peduli dengan kakinya yang terluka.
"Kamu kenapa De???." Dea memang tidak menangis namun tubuh gadis itu bergetar hebat seperti orang yang sedang ketakutan.
"Dea baik baik saja, kak." dustanya.
Saking mencemaskan kondisi adiknya beberapa saat kemudian barulah Aris menyadari keberadaan pimpinan perusahaan tempatnya.
"Tuan Brian." cicit Aris.
Brian hanya meresponnya dengan anggukan.
"Karena anda sudah ada di sini maka kami pamit, pak Aristio." kata Bani, sementara Brian, pria itu sudah kembali ke mobilnya tanpa sepatah katapun.
Jika Aristo sengaja melintas di jalan itu karena beberapa saat lalu sempat mengirim pesan pada Dea, berbeda dengan Brian yang secara kebetulan melintas di jalanan itu.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!