NovelToon NovelToon

Sekedar Menjadi Ibu Sambung

Kakak Ipar, Adik Ipar

Siapa pun pasti tidak mau kehilangan orang yang sangat dicintai dan disayangi, baik itu saudara kandung, suami atau istri, atau orang tua dan anak. Namun, jika ajal sudah datang tak akan bisa ditolak atau dibatalkan karena semua sudah menjadi kuasa Sang Maha Pencipta.

Langit cerah yang menerangi bumi mulai tertutup dengan awan hitam, suara gemuruh dibalik awan hitam tersebut mulai saling bersahutan seakan memberitahukan pada makhluk hidup di dunia jika hujan akan segera datang.

Beberapa orang yang sejak tadi berjongkok dekat salah satu pusara pemakaman, terpaksa bangkit demi tubuhnya tidak terkena hujan jika memang akan turun hujan.

“Ayo Jihan, kita harus bergegas pulang, hari sudah mau hujan kasihan Ezra nanti akan kehujanan,” pinta Ibu Kaila ibunya Jihan.

Dengan mengusap air matanya yang masih saja betah keluar dari ujung netranya, gadis ayu yang baru saja lulus sekolah menengah atasnya kemarin langsung bangkit dari jongkoknya.

“Sini Bu ... Ezra-nya biar Jihan gendong saja, nanti Ibu akan kesusahan jalannya,” pinta Jihan dengan mengulurkan kedua tangannya pada batita laki-laki yang baru saja menginjak usia 3 tahun. Wanita paruh baya itu membuka ikatan kain gendongannya dan membiarkan Jihan mengambil alih anak almarhumah kakaknya.

Sementara itu, di antara mereka bertiga ada sosok pria yang bernama Fathi Dizwhar Prawidja, suami dari almarhumah kakaknya Jihan yang bernama Embun. Melihat mereka berdua bangkit dari tepi pusara, dia ikutan beranjak, tapi sebelumnya pria itu mengusap pusara istrinya yang telah berpulang ke rahmatullah enam bulan yang lalu.

Pria yang miliki paras tampan, tubuhnya yang besar dan tinggi jalan terlebih dahulu mendahului kedua wanita itu, Jihan melengoskan wajahnya ketika kakak iparnya melewatinya begitu saja. Jangankan Jihan, Fathi saja juga tidak sudi melihat wajah adik iparnya yang telah menyebabkan istrinya meninggal dunia.

“Sabar ... sabar untung udah bukan kakak ipar lagi. Kalau enggak wiih nih jantung bisa terjun payung setiap hari! Selalu aja gue yang disalahi ... Huft! Memangnya hanya dia yang kehilangan Kak Embun, gue juga kehilangan Kak Embun, lalu ibu dan ayah juga kehilangan dan bersedih,” gerutu batin Jihan sendiri. Menurutnya sudah cukup dia menahan dirinya selama enam bulan jadi bual-bualan kakak iparnya itu.

Namanya musibah tidak pernah ada yang tahu, termasuk Jihan di saat dia meminta kakaknya jemput di salah satu rumah temannya karena takut pulang malam sendiri, lantas Embun menjemputnya dengan motornya. Tapi apa yang terjadi, belum tiba di rumah temannya, Jihan dapat kabar dari rumah sakit kalau kakaknya mengalami kecelakaan.

Semua anggota keluarga kocar kacir termasuk Fathi yang sebagai dokter langsung datang ke rumah sakit di mana istrinya di bawa ke sana, tapi semuanya terlambat, ajalnya sudah menjemput Embun.

Di sinilah Fathi marah besar pada Jihan, karena sebelumnya dia sudah melarang istrinya untuk menjemput adik manjanya itu. Fathi menyalahkan kematian istrinya karena adik manja istrinya tersebut yang bernama Jihan Aisha. Semenjak kematian Embun, Fathi berubah total sikapnya termasuk pada Jihan, awalnya dia biasa saja dengan adik iparnya, tapi sekarang sangat membencinya, setiap bertemu pandang seperti ingin memakan gadis muda itu.

Mereka semua bergerak menuju mobil mewah milik Fathi, dan seperti biasa Jihan akan ambil posisi duduk di belakang kemudi bersama keponakannya, dan ibunya duduk di samping kemudi.

BRAK!

Bahu Jihan berjengit ketika Fathi membanting pintu mobilnya sendiri, seolah-olah saat ini dia meluapkan emosinya di depan Jihan.

“Wiss eling-eling, tuh pintu mobil gak berdosa, yo kok dibanting ... kasihan anak ganteng Tante jadi kaget ya,” gumam Jihan sendiri sembari melirik keponakan yang ganteng persis banget kayak papa-nya.

Ucapan Jihan barusan terdengar jelas di telinga Fathi, dan samar-samar dia melirik Jihan dan anaknya melalui kaca tengah dengan tatapan mencebiknya.

“Kita langsung pulang, atau Ibu mau mampir ke sesuatu tempat?” tanya Fathi. Hari ini kebetulan dia libur praktik di rumah sakit milik keluarganya, maka dari itu dia bisa mengantar ibunya Embun berziarah, tapi siapa sangka jika ibu mertuanya mengajak adik manjanya Embun, sudah tentu bikin moodnya swing.

“Su-su dan diapers Ezra kebetulan stocknya abis Fathi, mungkin kamu mau belikan dulu di supermarket,” ucap Bu Kaila.

“Kalau begitu kita mampir ke supermarket dekat rumah,” jawab Fathi sembari menyalakan mesin mobilnya dan melaju meninggalkan pemakaman umum. Sepanjang perjalanan menuju supermarket, tidak ada pembicaraan yang hangat, yang ada hanya suara cempreng Jihan yang sedang melantunkan lagu anak-anak bersama putranya Fathi.

Ingin rasanya Fathi menegurnya untuk tidak menyanyi, tapi apa dayanya ketika Jihan berhenti bernyanyi anaknya malah menangis, ya terima nasiblah Fathi mendengar suara cempreng Jihan sampai tiba di tujuan.

30 menit kemudian, mobil yang dikemudikan oleh Fathi tiba di supermaket yang menuju rumah Jihan, setelah terparkir rapi barulah mereka keluar dari mobil. Kebetulan Fathi tidak membawa stroller anaknya, dan membiarkan gadis itu mengendong putranya.

Jihan hanya bisa mendesah, dan terima resikonya kalau begini, perangai kakak iparnya itu udah luar binasa rasanya mulutnya ingin mengumpat. Karena tidak mungkin dia bergantian dengan ibunya yang lagi sakit pinggang mengendong batita yang gemoy dan menggemaskan ini, mengesalkan!

“Laut masih jauh ya, rasanya pengen tenggelami  orang ke laut rasanya!” celetuk Jihan, sengaja melangkahkan kakinya mendahului Fathi, dan biar suaranya terdengar jelas di telinga sang dokter tersebut.

“Ck ...!” berdecak kesal Fathi sembari menarik troli besi untuk menampung belanjaan.

“Fathi, Ibu tunggu di sini saja ya, kayaknya Ibu gak kuat kalau keliling masuk ke dalam,” ucap Bu Kaila menunjuk bangku tunggu, sembari mengusap pinggangnya,

“Ya Bu, tunggu di sini saja. Biar aku sama Jihan yang belanja,” jawab Fathi sebelum meninggalkan Bu Salwa.

Jihan yang sudah berjalan duluan dengan mengendong Ezra langsung bergerak ke lorong susu, dan mengambil beberapa kotak susu yang biasa diminum. Lalu, dia celingak-celinguk ke belakang baru menyadari jika tidak ada yang mengikutinya.

“Duh ... de ternyata hanya kita berdua aja, papamu emang keterlaluan! Yang punya anak siapa, kenapa Tante yang repot sih ngurusin kamu!” gerutu Jihan, bukan bermaksud dia tidak ikhlas mengurus keponakannya, tapi lebih kesal sama si papanya Ezra.

“Dokter jabatannya, anak pemilik rumah sakit, wajah ganteng, tapi ngeselin. Tante masih saja disalahkan, andaikan dibolehkan Tante pengen tenggelamkan papanya Ezra ke empang biar dicubit-cubit gemes sama ikan gurame, ikan nila, ikan mujair sama kena patilnya lele, pasti sedap banget ya, De.” Dasar Jihan, batitalah diajak curhat yang ada tuh bocah nyengir kasih lihat giginya yang masih putih mengkilap tak ada cela.

“Hmm!”

Baru aja lagi sesi curhat, ada suara orang yang kayaknya tenggorokannya nyangkut tulang ikan mas.

“Hmm!”

Jihan yang masih menatap Ezra, menolehkan wajahnya ke belakang bahunya.

“Bagus ya, ngajarin anak aku yang enggak-enggak!” tegur Fathi akhirnya keluar suaranya setelah hampir sekian lama lebih banyak diam setelah habis-habisan memaki Jihan di depan keluarga dirinya dan keluarga Jihan. Ya, walau saat itu sangat menyakitkan buat Jihan, tapi dia menerimanya lapang dada, dan untungnya jiwa Jihan bukan jiwa cengeng, setelah larut dalam kehilangan kakaknya dia kembali ke setelan pabrik yaitu agak bar bar dan manja.

“Aduh De, tadi Tante cerita nama-nama ikan'kan, eeh sekarang muncullah ikan paus yang ganas. Jadi gimana kalau kita pindah ke laut sebelah ya De,” balas Jihan masih ajak ngobrol si batita, sembari menaruh box susu ke dalam troli, lalu dengan gesitnya dia bergerak menjauhi Fathi.

“Iss ... ada Om Dokter galak!” gumam Jihan sendiri.

“Dasar bocah manja!” gerutu Fathi kesal.

bersambung ...

Halo Kakak Readers yang cantik dan ganteng, ada yang kangen gak ya sama Mommy Ghina 🤭, pasti gak ada yang kangen ya 😁. I'm comeback nih dengan karya terbaru di tahun 2024. Semoga kisahnya bisa menghibur ya, dan seperti biasa temani ya saya nulis di sini sampai kisahnya tamat.

Jangan lupa selalu tinggalkan jejaknya ya, like, komentar, poin dan sebagainya sebagai bentuk dukungan karya ini ya. Makasih sebelumya.

Lope Lope sekebon 🍊🍊🍊🍊🍊

Visual MC

Fathi Dizwhar Prawidja, usia 32 tahun, Dokter sekaligus anak pemilik rumah sakit.

Ezra Prawidja, usai 3 tahun, anaknya Fathi dan Embun.

Jihan Aisha, usia 19 tahun, baru lulus sekolah rencana mau kuliah. Adiknya Embun.

Apa! menikah!

Satu setengah jam kemudian ...

Perbelanjaan asupan gizi untuk Ezra sudah selesai, tidak perlu berlama-lama di supermarket, Jihan dan Fathi sama-sama tidak tahan kalau jalan berbarengan kayak berasa aneh. Tapi demi kepentingan bocah ganteng ini jadi sangatlah terpaksa.

Lagi-lagi Fathi mendengkus sebal melihat kantong belanjaan bawaannya, selain isinya susu, diapers dan snacknya Ezra terselip lah ... eh bukan terselip lagi tapi begitu banyak cemilan milik Jihan mulai dari chiki, biskuit, coklat. Bukannya Fathi tidak punya uang buat membelikannya, tapi memang dasarnya benci dengan Jihan jadi yang berhubungan dengan Jihan bikin dia semakin kesal.

Bu Kaila sudah masuk terlebih dahulu ke rumahnya dengan dahinya mengernyit karena melihat ada mobil milik orang tua Fathi, tumben pikir Bu Kaila datang di siang hari dan tanpa memberikan kabar terlebih dahulu, agar dia bisa menyambut kedatangan besan kaya-nya tersebut.

Sebenarnya bukan hanya Bu Kaila yang tampak heran, tapi Fathi sendiri juga heran kenapa ada mobil papanya terparkir rapi di halaman rumah mantan mertuanya. Kalau Jihan sendiri dia sih santai aja dengan batita di dalam gendongannya dia menyusul langkah ibu dan pria itu.

Di dalam rumah tampaklah kedua orang tua Fathi sedang bercengkerama dengan bapaknya Jihan. Dan Bu Kaila langsung menyapa mereka berdua.

“Cucu Oma, kemari sayang ... Oma kangen sama Ezra,” pinta Mama Erina. Jihan yang mengendong Ezra langsung memberikannya pada wanita tua tersebut.

Bik Yun, asisten rumah tangga yang bekerja di rumah Jihan setelah menyuguhkan minuman untuk tamu tuan rumahnya bergegas mengambil tentengan dari tangan Fathi, lalu pria itu ikutan duduk bersama, sementara Jihan yang merasa tidak ada urusan pengen ke kamarnya yang ada di lantai dua.

“Jihan duduk dulu di sini,” pinta Ayah Iqbal melihat anak bungsunya sepertinya ingin meninggalkan ruang tamu.

“Iya Yah,” jawab Jihan patuh, lalu mendaratkan bobotnya di atas sofa dekat keberadaan ibu dan ayahnya.

“Mama, Papa tumben ke sini tidak kasih kabar dulu. Kalau tahu begitu tadi bisa janjian denganku berangkatnya,” ucap Fathi.

“Sebenarnya sudah lama ingin ke sini, tapi kamu tahu sendiri di rumah sakit lagi banyak pasien,” jawab Papa Gibran, selain pemilik rumah sakit papanya Fathi salah satu dokter spesialis anak.

“Fathi kebetulan kamu sedang di sini, jadi ada yang ingin Papa sampaikan padamu. Dan sebelumnya Papa dan Mama juga sudah bicarakan dengan orang tua Embun. Di sini kami datang lagi untuk mempertegasnya kembali,” lanjut kata Papa Gibran, menatap lekat putra sulungnya.

Tunggu sebentar, Jihan terlihat memicingkan netranya saat melihat meja tamu, begitu banyak bawaan yang ada di atas meja tamu selain cangkir teh yang diantar oleh Bik Yun.

Bu Kaila sudah tahu apa yang ingin dibahas oleh besannya tersebut, lantas dia pun menatap suaminya dan dijawab dengan anggukkan pelan. Di sini pun tidak hanya Jihan  yang heran namun Fathi juga sama.

“Fathi maksud Papa dan Mama datang ke sini, ingin melamar Jihan sebagai istrimu—“

“APA!” sela Jihan dan Fathi serempaknya dengan seruan yang tinggi, sebelum Papa Gibran menyelesaikan pembicaraannya.

“Jihan, Fathi tolong jangan disela dulu, dan tolong dengarkan baik-baik,” pinta Papa Gibran dengan tenangnya.

Bibir Jihan sebenarnya sudah mau merepet aja, enak sekali bilang mau ngelamarnya buat jadi istri mantan kakak iparnya, dunia rasanya sedang bercanda dengan kehidupannya.

“Ish, ogah amat gue nikah sama Om-Om galak begitu, kayak di dunia ini gak ada lelaki lain aja! Emangnya yang nama cowok udah habis apa!” gerutu batin Jihan.

“Selama Embun telah meninggal, Ezra tinggal di sini dan maunya sama Jihan, yang seharusnya Ezra diurus sama kamu sebagai papa-nya. Dan kami selaku opa dan omanya Ezra juga merasa sayang karena Ezra sudah tidak memiliki seorang ibu, tapi melihat Jihan begitu dekat dengan Ezra. Ezra masih membutuhkan kasih sayang seorang ibu, dan selama Embun tiada Ezra mendapatkan kasih sayang itu dari Jihan.” Papa Gibran jeda sejenak, dan memperhatikan Jihan dan Fatih secara bergantian.

“Sebenarnya ini sudah lama Papa bicarakan dengan orang tua Jihan, dan sudah tidak bisa lama-lama seperti ini keadaannya, apalagi sekarang Jihan sudah lulus sekolah. Jika keadaannya Ezra selalu tinggal di sini, maka semakin lama kamu sebagai papa-nya akan terlupakan, bounding antara papa dan anak semakin renggang. Papa tidak mau hal ini terjadi pada cucu Papa. Dan amat jarang wanita di luar sana bisa menyayangi dan menerima Ezra dengan tulus seperti Jihan. Jadi kami menginginkan kalian besok menikah, ini semua demi Ezra,” ucap Papa Gibran.

Jihan menarik napasnya dalam sampai ulu hari agak ngilu. “Interupis Pah ...  eh maksudnya Interupsi Pah!” seru Jihan sambil angkat tangannya, udah kayak di dalam kelas aja si Jihan.

“Ya, Jihan mau interupsi apa?” balas Papa Gibran, semua mata memandang Jihan, jadi grogikan si Jihannya.

“Jadi begini Papa yang ganteng dan Mama cantik, bisa dicancel aja rencananya. Karena menurut feeling Jihan kalau Jihan itu gak akan cocok dan kurang pantas buat jadi istrinya Om Dokter itu. Mungkin aja di rumah sakit ada tante dokter atau perawat yang cocok bersanding sama Om Dokter ini, lagian Jihan juga belum siap menikah soalnya mau lanjut kuliah. Dan sebenarnya Jihan gak pengen punya suami tipe Om-Om begitu, maunya yang sebaya aja umurnya. Terus Papa sama Mama juga harus tahu, Jihan itu pemalas loh, gak bisa masak, dan aduh gak bisa berbenah rumah ... apalagi ngurusin suami ... duh kebayangkan Pah, Mah kalau nanti Om Dokter gak ke urus, nanti Ji—“ Netra Jihan terbelalak, dan menurunkan pandangan ke bagian mulutnya yang sudah dibungkam oleh tangan besar berkulit putih. Loh kapan pria itu berdiri, apa pas Jihan bicara panjang kali lebar barusan.

“Aku bersedia menikahi Jihan besok!” jawab Fathi dengan tegasnya.

“WHAT!” seru Jihan saat mulutnya masih dibungkam, lantas tangannya menepuk-nepuk tangan Fathi agar melepaskan bibir ranumnya tersebut.

“Alhamdulillah,” jawab serempak para orang tua.

 “Gak ... gak mau, Jihan gak mau nikah sama Om Dokter!” tolak Jihan netranya sudah hampir ingin menangis sembari beranjak dari duduknya. Lantas Fathi menarik lengan Jihan.

“Aku permisi, akan bicara dulu dengan Jihan,” pamit Fathi.

“Mau bicara apa! Jihan gak mau ngomong!” seru Jihan, tapi lengannya sudah ditarik paksa oleh pria bertubuh besar, tubuhnya terhuyung mengikuti langkah Fathi yang mengajaknya ke lantai dua dan membawanya ke kamar embun, di mana tempat pria itu tidur jika menginap.

Mmm ... kalau ada yang nanya kenapa Jihan panggil Fathi Om bukannya Kak atau Mas Fathi. Karena sudah kebiasaan sejak kakaknya menikah dengan Fathi di saat dia berumur 10 tahun. Bisa dibayangkan jika seusia itu menganggap Fathi itu ya Om-Om bukan kakak, panggilan ipar yang sangat berbeda.

Bersambung ... ✍🏻

Hutang budi atau balas budi?

Sekarang tinggallah mereka berdua di kamar Embun, Fathi dan Jihan sama-sama beradu pandang dengan sorot yang begitu tajam.

“Om Dokter mau ngomong apa? Sudah jelas Jihan gak mau menikah dengan Om, dengan alasan apa pun. Masalah Ezra Jihan bisa tetap menyayanginya!” tukas Jihan, dengan keberanian power full.

Fathi berdecap. “Disangkanya aku mau menikahi bocah manja dan ingusan seperti kamu, bocah yang telah menghilangkan nyawa istriku itu!” sentak Fathi.

“Nah, itu tahu lalu kenapa Om Dokter bilang bersedia menikahi Jihan, kalau begitu kita kasih tahu papa sama mama sekarang juga,” jawab Jihan, lalu tubuhnya bergerak menuju pintu kamar, namun pergelangan tangannya dicekal oleh Fathi dan sangat erat.

“Eeeh ... OM!” seru Jihan sembari menyentakkan tangan kakak iparnya, tapi semakin kuat mencengkeramnya.

“Tidak semudah itu kamu bilang sama papa dan mama!” sentak Fathi, sudut bibirnya menyeringai tipis. Sedangkan Jihan mendengus sebal dengan pria tersebut.

“Lalu!” Jihan kembali memberanikan diri menatap pria dewasa itu.

“Kamu harus bertanggungjawab atas semua kelakuan kamu yang telah menghilangkan nyawa istriku. Kita akan menikah, tapi bukan menjadi suami istri yang sesungguhnya! Aku akan menikahimu sekedar menjadi ibu sambung Ezra, hanya itu saja! Dan jangan berharap aku mencintai kamu atau menganggap kamu sebagai istriku sepenuhnya!” sentak Fathi, tatapan menghunus tajam hingga mampu merasuki relung hati Jihan.

Jihan sama sekali tidak menginginkan pernikahan yang seperti ini, impiannya menikah karena saling mencintai dan mengasihi, dan saling ingin memiliki serta memiliki mimpi yang sama untuk membangun mahligai rumah tangga yang SAMAWA.

“Om Fathi sangat jahat! Selalu saja tidak menerima takdir atas kematian Kak Embun, dan hanya karena saat itu Kak Embun ingin menjemputku lalu di jalan mengalami kecelakaan lantas aku yang disalahkan! Aku juga kehilangan Kak Embun sebagai Kakak, bukan Om saja yang kehilangan Kak Embun seorang!” jawab Jihan lantang dengan rasa yang amat menyesakkan di hatinya, ingin rasanya menangis tapi air matanya sudah habis, yang ada kini netranya hanya berembun.

Pria itu menyeringai tipis dan menatap sinis pada gadis muda itu, dibalik permintaan kedua orang dan mertuanya barusan, muncullah ide untuk membalaskan rasa sakit atas kehilangan istrinya, dan terbit ingin membalas rasa sakitnya itu pada adik istrinya tersebut. Pria itu sangat mencintai Embun dan memang masih belum menerima kehilangan wanita yang sudah hampir 9 tahun menemaninya dalam suka dan duka. Apalagi sekarang ada anak di antara mereka berdua.

Jika dia merasakan kesedihan yang berlarut-larut karena kehilangan belahan jiwanya, maka Fathi juga menginginkan adik iparnya merasakan hal yang sama dengan menikah dengannya, dia akan memastikan tidak ada kebahagiaan buat Jihan, maka dari itu dia langsung mengiyakan.

“Besok kita akan menikah! Tidak ada penolakan dan tidak boleh lari dari pernikahan! Jika berani kabur, maka terima resikomu!” ancam Fathi tidak main-main, lalu pria itu melepaskan cengkeramannya, kemudian dia bergerak menuju pintu dan membantingnya dengan kencang, sampai Jihan berjengit kaget.

Jihan menatap nanar daun pintu tersebut, sudut bibirnya menyungging tipis, ingin sekali dia tertawa tapi seakan ada yang melarangnya, pada akhirnya dia menatap foto Embun dan Fathi yang terpajang di dinding kamar kakaknya.

Gadis itu tersenyum miris. “Haruskah Jihan menikah dengan suamimu Kakak?” Jihan menarik napasnya dalam-dalam. “Kenapa suami kakak selalu menyalahkan Jihan! Dan Kenapa Kakak harus meninggal ... huh! Kenapa Kak?” Pertanyaan itu terlontarkan begitu saja, walau tahu potret tersebut pasti tidak akan bisa memberikan sebuah jawaban untuknya.

Jihan menengadahkan kepalanya ke langit-langit, agar buliran bening yang semakin mendesak ingin keluar tidak sampai terjatuh membasahi pipinya. Kini, pada siapa dia harus mengadu dengan permasalahan baru yang mendadak datang menghampirinya. Menikah dengan kakak iparnya! Lelucon sekali hidupnya. Sudah menentang rencana pernikahan secara langsung ternyata tidak ada yang mau mendukung dirinya.

Jihan menjatuhkan bobotnya di tepi ranjang, dengan sekali tarik napas dia menangkup wajahnya dengan kedua tangannya, rasa lelah tanpa alasan mendadak hadir di hatinya.

“Jihan ...,” ada suara yang memanggilnya di saat pintu kamar baru saja terketuk.

Jihan menegakkan kepalanya, menatap malas daun pintu yang sudah terlihat terbuka. “Ya Bu,” sahut Jihan malas. Lantas, wanita paruh baya itu masuk ke dalam, menghampiri putri bungsunya dan duduk di sampingnya.

“Pasti kamu sangat terkejut,” ucap Bu Kaila membuka suara.

“Ya ... Jihan sangat terkejut,” jawab Jihan apa adanya.

“Maafkan Ibu dan Ayah jika tidak mendiskusikan ini padamu terlebih dahulu, kami melakukan ini juga demi masa depan kamu dan anak kakak kamu, Jihan. Selama ini Ibu selalu mimpi kakak kamu dan selalu meminta kamu untuk menjaga anaknya, maka dari itu Ibu diskusikan pada ayah. Coba kamu pikirkan jika Fathi menikah dengan wanita lain, pasti Embun akan sangat bersedih karena anaknya diasuh dengan wanita lain yang belum tentu menyayanginya dengan tulus,” imbuh Bu Kaila.

Jihan sejak kakaknya hamil sampai melahirkan selalu menemani Embun, dan ketika Ezra lahir Jihan luar biasa bahagia dan turut andil merawat Ezra, walau Fathi menyediakan baby sitter untuk membantu istrinya mengurus anak mereka.

“Ya, tapi Bu tidak mesti  menikah dengan kakak ipar juga dong. Kenapa gak Ezra jadikan anak angkat saja sama Jihan, jadi Jihan saja yang mengurus Ezra, papanya gak usah ikut-ikutan,” timpal Jihan agak kecewa.

Bu Kaila mengusap lembut lengan Jihan. “Tidak semudah itu membesarkan anak seorang diri,  anak itu butuh kasih sayang kedua orang tuanya, dan juga butuh biaya untuk memenuhi kebutuhannya. Sedangkan kamu baru lulus sekolah, belum memiliki pekerjaan tetap. Dan sebenarnya kita juga sudah banyak berhutang budi dengan keluarga Fathi, kamu masih ingat'kan saat Ibu kena serangan jantung, keluarganya membantu mengurus semua biaya operasi, biaya rumah sakit sampai Ibu sehat di rumah sakit mereka. Jadi Ibu sangat memohon padamu kabulkanlah permintaan kami sebagai orang tua,” pinta Bu Kaila dengan lembutnya.

Jihan menghela napas panjang, lalu menundukkan kepalanya dan kembali memikirkan ucapan ibunya, sekarang meminta dengan dalih balas budi pada keluarga Fathi. Memang benar beberapa tahun yang lalu ibunya kena serangan jantung dan butuh biaya yang sangat besar saat dokter jantung merujuk untuk segera ditindak operasi, dan syukurnya keluarga Fathi yang menanggung semua biaya yang menghabiskan ratusan juta. Sementara ayahnya Jihan hanyalah aparatur sipil golongan empat, jika pinjam uang ke koperasi kantor tidak akan bisa sampai ratusan juta rupiah dalam waktu cepat.

Jihan menatap dalam wajah sendu ibunya dengan menarik napasnya dalam-dalam, sementara orang yamg berada di bawah sudah terlihat sibuk menghubungi event organizer untuk menyiapkan acara akad nikah yang akan diselenggarakan esok hari di kediaman orang tua Jihan.

“Tak akan aku biarkan hidupmu bahagia, Jihan!” gumam Fathi sendiri sembari menatap sinis bingkai foto keluarga mertuanya tersebut.

Bersambung ... ✍🏻

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!