NovelToon NovelToon

Unknown Baby

Rumah

Ketika namaku berada di atas namamu dalam kartu keluarga, maka aku sudah memberikan kartu cinta paling sakral di alam semesta.

************

..

Lampu menyala terang di rumah berlantai dua bercat coklat yang berada di pinggiran kota Metro, Lampung. Pagar abu-abu mengelilingi sebagai pembatas dengan rumah masyarakat yang lain.

Seperti biasa, Myesha sibuk dengan pekerjaannya sebagai komikus. Komiknya yang berjudul 'Yusha, sang pangeran' mendapat rating buruk dan kehilangan banyak pembaca akhir-akhir ini. Hal itu membuat gadis itu sangat stres dengan tekanan dari editor.

Sementara itu di lantai bawah, sang pemilik rumah. Faiq sibuk memandikan kura-kura kesayangannya, Cucut. Pria berusia 28 tahun itu adalah seorang dokter gigi. Ia tak begitu mengenal dan peduli dengan Myesha yang tinggal di lantai dua. Selama gadis berusia 23 tahun itu membayar sewa tepat waktu, Faiq tak akan berurusan dengannya.

Selama dua tahun meraka tinggal satu atap tanpa ada masalah berarti, hanya sesekali bertemu untuk memberikan uang sewa atau jika ada urusan dengan masyarakat mereka akan iuran .

Tetapi malam itu berbeda, Myesha mendengar suara bayi begitu keras. Keningnya berkerut kemudian melirik jam dinding, pukul sebelas malam. Ia berpikir sejenak, mencoba mengingat apakah ada tetangganya yang memiliki bayi?

Myesha memang tidak pernah bergaul dengan lingkungan karena terlalu sibuk menggambar. Tapi seingatnya rumah di sebelah kirinya adalah kos-kosan anak kuliah, sedangkan yang sebelah kanan adalah mini market.

"Bayi siapa sih?" gumamnya. Mencoba berpikir dan mencari jawaban di kepala.

Ia meletakkan pencil android di samping tablet gambar. Kemudian berdiri setelah membenarkan kacamatanya. Berjalan melewati barang-barang yang berserakan. Ntah kapan terakhir kali Myesha membereskan kamarnya yang tak jauh lebih baik dari kandang kambing. Gadis itu sampai tidak ingat.

Bulan tampak samar dengan ditutupi awan hitam beserta hembusan angin dingin, pinggiran kota yang masih merasakan betapa kehidupan malam di Metro pusat begitu terang. Sekali lagi Myesha tak ingat kapan terakhir kali keluar dari rumah selain membeli bahan makanan di mini market.

Gadis itu menuruni tangga yang berada di samping rumah, kemudian mencari suara tangis bayi yang sedari tadi mengganggunya. Ketika menginjak tanah tak sengaja berpapasan dengan Faiq, sang pemilik rumah.

"Mas Faiq juga denger suara itu?" tanya Myesha menatap Faiq.

"Iya, sepertinya ada di sekitar sini. Ayo cari."

Dengan menggunakan senter ponsel milik Myesha mereka mencari sumber suara, berjalan menuju gerbang tanpa pintu. Mata mereka terkejut melihat keranjang bayi berwarna coklat di sana.

Masih menggunakan senter ponsel dua manusia itu melihat ke dalam keranjang. Mendapati bayi mungil yang bergerak tidak nyaman. Myesha menutup mulutnya dengan terkejut. Tak terkecuali Faiq. Mereka mundur.

"Bayi siapa, Mas?" Myesha memandang Faiq, ia masih shock dengan pemandangan yang baru dia lihat.

"Mana aku tahu." Faiq mengangkat bahunya tanda tak mengerti.

Gerimis turun di saat yang kurang tepat. Tanpa aba-aba membasahi mereka berdua dengan tiba-tiba. Air hujan turun perlahan dan semakin deras.

"Bawa bayi itu masuk ke dalam," perintah Faiq sembari menutup kepalanya supaya terhindar dari air hujan.

Myesha langsung mengambil keranjang bayi berwarna coklat itu dan berlari ke rumah bersama Faiq. Pria itu membuka pintu, membiarkan Myesha dan bayi mungil masuk ke dalam rumahnya.

.

.

.

bersambung

Keranjang

Berbeda dengan ruangan lantai atas milik Myesha, bagian bawah rumah milik Faiq begitu rapi dan rajin. Terlihat betul betapa pria itu menjaga kebersihan.

Hujan gerimis di luar, Myesha menyeka air yang menempel di baju setelah meletakkan keranjang bayi di atas meja. Faiq mendekat, melihat bayi yang membuatnya terkejut itu lebih dekat.

Mungil, kecil dan berpipi merah. Faiq yakin usia bayi ini belum genap dua minggu.

"Siapa orang gila yang membuang bayi ini? Nggak tanggung jawab banget."

Myesha menggerutu sembari membersihkan kacamatanya yang terkena tetasan air hujan.

"Yang pasti orang itu tidak waras. Dia pikir ini panti asuhan. Aku akan menghubungi lurah."

Faiq berjalan ke kamarnya, menghidupkan lampu sebelum mengambil ponsel yang sedari tadi dicas.

Sementara itu Myesha melihat ke sekitar, ruang tamu bercat warna pastel. Foto Faiq ketika wisuda terpajang di sana beserta orang tua yang tersenyum cerah. Ada vas bunga di meja, terlihat segar dan harum. Myesha menyingkirkannya karena terlalu dekat dengan keranjang bayi. Dia berjalan meletakkan vas bunga itu di atas lemari kecil tempat sepatu.

Bayi mungil itu menangis lagi, membuat Myesha mendekat untuk melihat lebih dekat. Suara tangisan yang kencang membuat Faiq buru-buru menyalakan ponselnya. Ia tidak tahan karena ketenangannya terusik.

"Bayi kecil yang malang. Cup cup." Myesha mencoba menepuk bayi itu ringan. Tetapi tangisannya tidak mau berhenti.

"Dia tidak akan diam jika kamu tepuk seperti itu, coba gendong." Faiq berjalan mendekat setelah menutup pintu kamarnya.

"Aku nggak bisa gendong bayi, Mas. Kalo salah gimana?"

"Nggak akan salah selama kamu nggak lempar itu bayi."

Mendengar itu Myesha meyakinkan diri bahwa dia bisa menggendong bayi mungil itu. Perlahan tangannya masuk dan mengangkat bayi mungil yang digendong dengan sangat hati-hati. Mendekat kepelukannya untuk ditimang.

"Aku akan menelpon lurah buat bawa bayi ini."

"Iya, cepat."

Baru saja ponselnya berdering menyambungkan kepada lurah. Pintu rumah mereka diketuk. Waktu menunjukkan hampir dua belas malam. Siapa yang berkunjung malam-malam begini? Dan lagi suara di luar terdengar tidak hanya satu dua orang.

Faiq membuka pintu dan langsung mendapati Pak Lurah dan Pak RT. Di belakang mereka tampak beberapa warga membawa payung.

"Saya baru saja akan menghubungi Pak lurah. Kami menemukan bayi di depan rumah, Pak." Faiq melaporkan.

Wajah Pak Lurah tampak marah, orang-orang menatap Faiq dengan tajam ketika Faiq menunjuk bayi yang sedang digendong Myesha.

"Oh, ya. Silakan masuk dulu. Di luar hujan."

Faiq menyingkir dan membiarkan Pak lurah, Pak RT dan beberapa warga masuk ke dalam rumahnya. Wajah mereka kesal menatap Faiq dan Myesha.

"Awalnya saya tidak percaya dengan laporan warga bahwa anda kumpul kebo sampai mempunyai anak. Tetapi setelah melihat langsung seperti ini saya sebagai lurah tidak bisa tinggal diam." Pak Lurah tampak kecewa.

"Padahal Dokter, tapi nggak punya etika." Kali ini Pak RT menambahi dan mencibirnya.

"Kalian mempermalukan kelurahan ini. Dasar nggak tahu malu." Suara-suara hujatan dari warga yang lain terdengar.

Myesha yang mendengar itu mendekat. Ia masih menggendong bayi yang kini jauh lebih tenang dari sebelumnya.

"Tunggu ini salah paham. Bayi ini bukan bayi kami." Faiq mencoba menjelaskan.

"Kalian salah paham. Kami menemukan bayi ini di luar rumah." Kali ini Myesha ikut bersuara.

Walau sudah dijelaskan tetapi wajah mereka tetap tidak percaya. Pak Lurah mendekat ke arah keranjang bayi. Ia dan Pak RT mencoba mencari bukti di dalam keranjang bayi yang terletak di atas meja.

Ada kalung yang terselip di sana. Mereka membacanya inisial yang tertulis di kalung berbentuk love itu. Lalu tambah marah.

"Kalian benar-benar keterlaluan. Sudah salah bukannya diperbaiki malah mau membuang bayi tidak berdosa ini." Pak RT menunjuk Faiq dan Myesha secara bergantian. Membuat dua manusia itu tambah kebingungan.

....

.bersambung

Ruang Tamu

Faiq bekerut kening, dia tak tahu apa yang Pak Lurah maksud dan kenapa salah paham ini bisa terjadi. Pemuda itu mendekat dan melihat kalung yang dipegang Pak Lurah. Melihat inisal di sana.

FAA dan MA. Pasti mereka mengartikan sebagai Faiq Akbar Alamsyah dan Myesha Anindita.

"Ini bukan kalung kami, sungguh." Faiq mencoba membela diri. Kemudian matanya beralih kepada Myesha yang menggeleng. Gadis itu juga tak mengerti kenapa ada inisial namanya di sana.

"Kalian ingin masalah ini sampai ke balai desa atau diselesaikan secara kekeluargaan?" tanya Pak lurah memberi pilihan.

Adu argumen malam itu terjadi. Perdebatan sengit dan tak ada yang mau mengalah. Sayangnya bukti menunjukkan bahwa bayi itu adalah anak mereka lewat kalung berinisal dan selimut Faiq yang hilang beberapa hari yang lalu.

Lalu seorang wanita separuh baya datang, katanya seorang bidan. Awalnya Myesha lega ketika akan diperiksa. Tapi bidan itu malah berbohong dan mengatakan ke semua orang bahwa dia habis melahirkan. Semua tambah kacau. Faiq yang merupakan dokter juga berdebat hebat dengan bidan tersebut. Tapi sayangnya bidan itu lebih dipercaya semua orang dibanding dirinya.

Pak Lurah meminta orang tua dari Faiq dan Myesha datang untuk membahas masalah ini. Menghadapi masyarakat tak semudah yang Faiq pikirkan. Ia kalah telak lewat arguman tak masuk akal yang disetujui semua orang. Tak ada satupun yang membelanya sekalipun dia meneriakkan kebenaran.

Padahal selama ini Pak Lurah, Pak RT dan masyarakat tahu bahwa Myesha hanya ngekos di lantai atas rumahnya. Hal itu sangat umum di sini karena kota Metro merupakan salah satu kota pendidikan Lampung. Banyak anak sekolah dan kuliah ngekos di daerah sekitar rumah Faiq.

Pemuda itu menerima Myesha dua tahun lalu karena gadis itu bukan bocah yang akan membuat masalah dan berisik. Pekerjaannya pun cocok dengan Faiq yang tak suka berisik. Benar saja, selama dua tahun ini tak ada masalah apapun dengan mereka.

Hingga kini bayi muncul dan membuat kesalahpahaman terjadi.

"Sepertinya kita dijebak," kata Faiq yang duduk di samping Myesha.

Mereka berada di rumah lurah, menunggu kedua orang tua dari tersangka. Wajah mereka menunduk. Tatapan warga seperti menghakimi.

"Terus kita harus gimana, Mas? Aku sungguh bukan ibu dari bayi itu. Menggendong saja tidak bisa."

Myesha panik, matanya memerah. Hampir menangis. Ia melirik ke bayi yang menjadi masalah, kini bayi itu digendong Bu Lurah. Digantikan popok setelah menangis kencang. Myesha sungguh tak tahu cara mengurus bayi.

Pada akhirnya mereka ketiduran di sana, pagi tepat jam tujuh orang tua dari Faiq sampai setelah perjalanan selama 3 jam dari Simpang Sribawono, Lampung Timur. Mereka berangkat subuh demi menemui bayi yang dikabarkan adalah cucu dari mereka.

"Mana bayi itu? Laki-laki atau perempuan?" tanya Pak Darman dengan antusias.

Padahal baru sampai dan masuk rumah. Tetapi matanya langsung memindai seisi rumah sederhana itu mencari sosok bayi.

"Ini nggak yang seperti Bapak pikirkan, sungguh."

Faiq mencoba mencegah ayahnya. Tetapi percuma, Bu Lurah masuk ke ruang tamu membawa bayi mungil.

Mata Darman, ayah Faiq langsung berbinar. Ia tersenyum cerah.

"Ini bayi laki-laki, Pak, " kata Bu Lurah memberi jawaban.

Mendengar itu Darman semakin berbinar. Ia sangat senang.

"Mirip sekali dengan saya, ini pasti cucu saya. Saya yakin seribu persen. Istriku, lihat cucu laki-laki kita."

Faiq menepuk jidat. Ayahnya sangat suka dengan keturunan laki-laki, sudah pasti responnya seperti itu. Apalagi selama ini Faiq selalu menolak dipaksa menikah.

Tak lama berselang orang tua dari Myesha datang. Mereka melakukan perjalanan jauh dari Kalianda. Datang dengan terpaksa ketika dihubungi perihal bayi Myesha.

.

.

bersambung

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!