NovelToon NovelToon

Menghapus Jejak

00.01 Kisah Awal - AnyaBima

...“Pada akhirnya mimpi tinggi akan jatuh karena satu kesalahan.”...

...***...

Bel pertanda apel pagi telah berbunyi. Beberapa gerombolan siswa datang ke area lapangan lantas beberapa anak Osis mengatur tempat nan tugas. Ada yang riweuh bahkan berteriak mengintruksi agar tidak berisik sebab apel pagi akan segera dimulai.

Anya Dien, kelas 10 yang masih menjadi Osis percobaan sebelum adanya LDK pelantikan Osis satu minggu lagi ikut riweuh dengan sibuk mengatur teman seangkatannya agar berbaris dengan benar. "SIAP GERAK!" Anya bersikap sempurna diikuti oleh teman-temannya.

Setelah Anya melihat semua sudah dalam sikap sempurna, dia lantas berlari ke area Osis untuk ikut berbaris di dalamnya. Anya berdiri tepat di samping sang ketua Osis— Bima Albara Sakti. Anya sempat tersenyum hormat pada seniornya tersebut sebelum akhirnya fokus ke depan.

Dapat Anya lihat dari sudut matanya bahwa Bima telah berjalan ke depan sebagai bintara apel pagi ini. Benak Anya menilai bahwa Bima sosok yang sangat baik, rendah hati, serta pintar. Mungkin akan sulit menaklukkan hatinya. Tapi, segera Anya singkirkan pikiran itu sebab Anya sudah tahu bahwa tidak ada yang diperbolehkan menjalin hubungan lebih dari pertemanan dalam Osis SMA Bangsa.

Lantas semuanya serempak memberi hormat pada sang pembina yang telah memberi pidato singkat pagi ini. Tak lama kemudian apel pagi diakhiri dengan sikap istirahat di tempat dan menunjukkan Bima yang telah tersenyum simpul di depan dan akan menyampaikan sesuatu.

"Selamat pagi teman-teman!" sapanya ramah, serentak semua membalas, "Pagi Kak!"

"Selain yang ikut Osis boleh kembali ke kelas dan Osis dipersilakan masuk ke ruangan Osis sekarang! Terima kasih."

Setelahnya ada suara riuh para siswa yang akan kembali ke kelas mereka. Sedangkan beberapa anak Osis tertawa riang berjalan menuju ruangan, berbeda dengan Anya yang masih diam saat Bima memanggilnya.

"Anya, tolong bawain ini ke ruang Osis, ya!" Anya mengangguk lantas menurut atas perintah Bima yang kini telah pergi bersama yang lainnya.

Saat itu pula seseorang menepuk bahu Anya. "Ingat! Masuk Osis bukan karena ngincer kak Bima tapi cari pengalaman baru." Anya melirik Puji teman yang sudah menjadi seniornya. Anya memutar bola mata malas lantas mendengus sambil membawa buku ikrar. Tentu, Puji terkekeh melihat tingkah temannya.

Setelah sampai semua sudah duduk berjajar rapi dengan Bima serta Andrian di depan barisan. Anya datang dan memberikan buku ikrar itu pada salah satu seniornya lantas duduk bersama para junior. Anya terus memalingkan wajahnya saat senyuman Bima terpancar indah di setiap kata yang laki-laki itu ucapkan. Amat manis dan indah di pandangan Anya.

"Ingat, salah satu peraturan paling penting di Osis! Tidak ada yang boleh berpacaran sebab akan mengganggu fokus kita saat melakukan tugas. Kita di sini teman dan sama." Bima menatap seluruh juniornya.

"Kak Bima mau tanya sama kalian. Alasan kalian masuk Osis apa?" Bima maju satu langkah ke arah kanan tepatnya tempat duduk Anya.

Anya terkesiap sambil menatap dengan mata berkedip pada Bima. Bima mengangguk membuat Anya kebingungan dan kelimpungan. "Maksudnya?" Semua tertawa melihat respon Anya.

"Kamu duluan mengajukan alasan kenapa kamu mau masuk Osis?" Bima kembali berkata dengan lembut.

Anya menggaruk kepalanya. "Awalnya cuma ikutan temen terus jadi niat aja, sih. Tapi-"

"Tapi semua jadi bener-bener niat saat tahu ketosnya ganteng kayak kak Bima, 'kan, Nya?" Semua melirik ke arah Puji yang sudah tertawa kecil. Anya spontan mendelik dan menolak pernyataan Puji.

"Sumpah nggak, kok. Kak Bima jangan percaya!" Bukannya marah Bima justru tertawa malu sebab semuanya tertawa dan entah siapa yang mereka tertawakan yang jelas Bima ikut malu.

"Udah lupain! Sekarang yang benar alasannya apa?" Bima mengakhiri tawa tersebut membuat Anya bernapas lega.

"Em … dulu pas SMP aku gak lulus seleksi Osis dan benar-benar marah entah sama diri sendiri atau sama kakak Osisnya. Terus pas SMA dikasih kesempatan buat ikut walau belum tentu lulus karena belum ada LDK. Tapi, jujur aku beneran berusaha memperbaiki diri supaya bisa lulus minggu depan. Sebab aku pengen tahu banget gimana, sih, kerjanya seorang Osis? Karena aku belum punya pengalamannya, Kak." Anya mengembuskan napas lega yang dibalas senyuman ramah dari Bima.

"Alasannya sangat realistis." Anya menyengir hambar mendengar jawaban Bima yang kini telah bertanya pada orang selanjutnya. Lantas Puji kembali menghampirinya dan tersenyum jahil membuat Anya spontan mendelik.

Tak lama sesi tanya jawab alasan pun selesai dan dilanjutkan dengan acara membuat pernak-pernik untuk kemping LDK minggu depan. "Ingat, ya, teman-teman di sini kalian akan dinilai!" peringat Bima.

Anya kelimpungan sebab tidak mendapatkan anggota kelompok. "Kok, aku gak kebagian tempat Kak?!" protesnya pada Puji.

Puji melirik heran lantas melirik-lirik ke arah juniornya. "Kasihan banget jadi kamu, Nya. Sengsara— terus kena bully lagi."

Anya berjalan ke arah kursi lantas duduk dengan hentakan kuat. Puji tak heran dengan sikap Anya yang mudah emosian, judes, cerewet dan gemesin. Lalu para senior justru terkekeh bukan marah dengan tingkah menggemaskan Anya. Apalagi saat Bima datang menghampiri dan memberikan kertas karton pada Anya.

"Bikin tulisan LDK OSIS 2005-2006 yang bagus nanti ada nilai plus buat kamu." Anya menatap kertas serta Bima secara bergantian lantas mendengus.

"Nilai plus, sih, cuma tetap capek kalo kerjanya sendiri." Anya berjalan sambil mengambil karton tersebut lantas duduk lesehan sendirian.

Bima melirik ke arah Puji yang malah mengangkat bahu acuh lantas melenggang ke dalam kerumunan anak Osis lainnya. Bima seperti kebingungan dengan sikap Anya yang menurut namun sering protes. Apakah Bima harus membantu pekerjaan Anya atau bagaimana? Saat melihat wajah tertekuk Anya serta mulut yang berkumat-kamit mengerutu membuat Bima terkekeh geli.

"Kalo sekiranya capek ngerjain sendirian ayo gabung ke sini!" tawar Bima yang sudah duduk di antara para senior.

Lantas Anya melirik dan menatap bingung. "Emangnya boleh?" tanya Anya yang dibalas tatapan malas oleh Puji.

"Anya Dien binti Fathur Dien Alatas. Kalo gak boleh kenapa kak Bima nawarin? Pake logika kalo ngomong." Lantas Puji kembali pada aktivitasnya.

Anya melemparkan tatapan tajam pada Puji. "Gak usah bawa-bawa nama pabrik kenapa? Ngeselin," gerutu Anya yang berjalan ke arah Bima.

Bima serta yang lain tertawa kecil melihat junior satu ini. Tingkah konyol nan bibir cerewetnya telah menjadi penghangat ruangan yang selalu dilanda keseriusan. Ruangan yang selalu diberi ketegangan oleh tugas-tugas serta program kerja, sidang dan kegiatan lainnya. Bima yang dikenal sebagai laki-laki random, kadang serius, pemarah, pemalas, pendiam, bijak, konyol, nan tingkah lainnya. Lalu sekarang ditambah satu orang yang mungkin memiliki tingkah yang sama pula.

"Jadi kamu anaknya om Fathur?" selidik Bima sambil melanjutkan kegiatannya.

Anya mendelik. "Kok, tahu? Kepoin aku, ya?" cerca Anya.

Bima memutar bola mata malas. "Cuma meyakinkan aja. Tadi, 'kan, Puji bilang kamu anaknya om Fathur … binti Fathur," koreksi Bima.

Anya mengangguk. "Oh." Jawaban singkatnya telah membuat Bima serta yang lain melotot kicep.

Akhirnya hening mereka kian sibuk pada pekerjaan masing-masing. Ruangan ini telah kembali dilanda keseriusan serta dengusan lelah juga suara lalat hinggap di jendela. Terkadang Bima mengabadikan momen tersebut oleh camera miliknya, kadang pula tanpa sepengetahuan sang empu. Tetapi, kala memotret sosok Anya si cerewet yang kini diam dan serius seketika itu pula hati Bima mendadak kalut. Hati Bima mendadak gelisah seakan-akan telah diterjang masalah yang bertubi-tubi. Bima lantas berhenti memotret dan memandang ke arah lain sambil memegang dadanya yang berdetak kencang.

"Kenapa sama perasaan gue?"

...***...

Bersambung…

00.02 Waktunya Pergi

...“Katanya perasaan seorang Ibu itu selalu benar terjadi.”...

...***...

Anya membisu di dalam mobil bersama Vanya— kakak serta Vanila— Bundanya. Kakak serta bundanya heran dengan sikap Anya yang terus diam tak seperti biasa yang selalu ceria.

"Apa kamu belum siap pergi kemah?" Vanya bertanya seraya bersandar di bahu Anya.

Anya sempat melirik sebelum akhirnya bersandar pada jendela. "Siap cuma—"

"Cuma kenapa?" tanya Vanya yang diangguki Vanila.

"Takut ada setan di sana!" Anya meringis sambil memeluk kakaknya yang malah kicep-kicep sebab tidak sangka dengan jawaban Anya.

"Beloon! Jadi cuma itu yang buat kamu diam?" Anya mengangguk dalam pelukkan Vanya. "Dasar anak dajjal!" sungut Vanya yang di tegur Vanila.

"Kakak!" Vanila mengelus kepala Anya walau terhalang tubuh Vanya. Ada perasaan tidak rela membiarkan putri bungsunya pergi berkemah selama beberapa hari. Sebenarnya bukan kali pertama Anya pergi kemah, tapi ini untuk pertama kalinya Vanila dilanda khawatir yang bertubi.

Vanya melihat Vanila heran sebab raut wajah bundanya itu nampak khawatir. "Bunda! Anya itu gak akan kenapa-kenapa, kok," ujar Anya bukan Vanya.

Vanila tetap diam dengan senyuman simpul yang membuat kedua putrinya memeluk, membuat sang supir tersenyum hangat kala melihat bagaimana harmonisnya keluarga ini. Hingga pelukkan itu berakhir sebab mobil telah berhenti tepat di depan SMA Bangsa. Sudah ramai oleh teman-teman Anya serta tiga bis sudah siap.

Ketiga perempuan itu keluar mobil dengan Anya yang membawa satu tas besar serta selempang kecil. Vanya membantu sang adik walau tidak ada gunanya sebab Anya terus mengerutu.

"Kak Puji!" panggil Anya kala Puji terlihat di balik bis lantas Puji menghampiri Anya dan tersenyum lalu menyalimi tangan Vanila serta Vanya.

"Udah siap, Nya?" tanya Puji yang diangguki Anya.

"Puji. Tante titip Anya selama di sana, ya!" Vanila terlihat lebih khawatir sekarang, dengan tangan yang mengelus bahu Puji seakan benar-benar meminta pertolongan.

Puji mengangguk penuh. "SIAP TANTE!"

Anya memeluk Bundanya sambil tersenyum. "Anya bakal pulang dengan kondisi baik-baik aja, kok, Bunda!" Anya mengelus punggung Vanila.

Vanila sesekali mengecup kepala Anya. "Jaga diri kamu baik-baik sayang. Bunda gak mau Anya kenapa-kenapa di sana!" Vanila seakan kalut, hatinya terus menolak kala melepas Anya untuk pergi selama tiga hari dua malam.

"Anya cuma pergi selama tiga hari dua malam Bunda. Bukan bertahun-tahun, jadi jangan khawatir, oke!" Anya menguraikan pelukkan lantas meyakinkan Vanila.

Vanila mengangguk. "Oke!" Vanila mengelus pucuk kepala Anya yang kini telah memeluk Vanya dengan erat tak lupa tingkah jahilnya.

"Selama aku pergi Kak Vanya gak boleh tidur di kasurku nanti lepet sebab badanmu gede!" peringat Anya yang dibalas tatapan malas.

Anya berdiri di samping Puji. "Bunda... di sana ada kak Bima sama kak Andrian. Mereka yang akan jaga kami semua jadi Bunda gak perlu khawatir!" Anya menunjuk keberadaan Bima serta Andrian yang tengah sibuk mengatur tempat.

Vanila mengikuti arah telunjuk Anya lantas kembali melirik putrinya yang tengah tersenyum simpul memandang ke arah Bima dan Andrian. Vanila termenung sebab perasaan itu makin menjadi lantas Vanya yang mengerti langsung mengelus bahu sang Bunda seakan meyakinkan semuanya akan baik-baik saja.

"Semuanya, ayo kumpul!" perintah Bima berteriak.

Anya dan Puji spontan melirik dan mengangguk ke arah Bima. "Bunda! Anya pergi dulu." Anya menyalimi tangan Vanila serta Vanya begitu juga Puji.

Mereka berdua melenggang dari hadapan Vanila serta Vanya yang melambaikan tangannya. Vanya melirik Bundanya lantas mendengus lelah. "Vanya bakalan terus nanyain kabar Anya ke Puji biar Bunda gak khawatir," bisiknya yang membuat Vanila melirik.

Lantas Puji serta Anya bersenandung riang berjalan menuju bis. Bis tempat Anya kebetulan kumpulan senior bahkan hanya ada beberapa junior yang ada di bis tersebut. Sebelum masuk Bima mengabsen satu per satu dan menunjukkan di mana letak tempat duduk mereka. Lalu, kali ini giliran Anya, di belakangnya Puji. Bima sempat diam saat melihat Anya berdiri di depannya dengan senyuman ramah menunggu namanya disebutkan.

Anya mendengus saat Bima tak kunjung menyebutkan namanya dan hanya menatap penuh arti. "Kasihan yang di belakang kelamaan nunggu Kak. Jadi buruan aku harus duduk di mana?" Anya membuyarkan lamunan Bima.

"Anya duduk di bangku paling depan samping kak Bima," ujar Bima yang membuat Anya melotot.

"Kok, gitu?" Anya tak terima.

"Udah bagiannya. Kak Bima gak tahu sebab yang ngurus list ini Puji," jelas Bima malas lantas Anya mendengus sambil berjalan ke bangkunya, lalu Puji terkikik geli di belakang yang di balas tatapan malas oleh Bima.

"Kak Bima jangan baper!" Puji berlari kecil dan duduk di bangku belakang Anya.

Puji melihat Anya yang sudah menutup mata dengan tenang. Puji tak hiraukan dan sudah melakukan hal yang sama. Bahkan setelah itu suara pintu bis tertutup telah terdengar juga suara samar Bima di dekat pintu pun terdengar bahwa bis sudah terisi penuh.

"Teman-teman! Karena perjalanan sedikit jauh kalian bisa tidur atau apapun asalkan jangan berbuat riuh! Maka dari itu sebelum perjalanan dimulai alangkah baiknya kita berdoa menurut agama dan kepercayaan masing-masing. Berdoa mulai!"

Setelah berdoa selesai Bima berjalan ke arah bangkunya lalu berhenti di depan Anya. Anya yang duduk di bangku sisi membuat Bima heran. "Kamu duduk di pojok!" perintah Bima yang membuat Anya membuka matanya.

"Kak Bima aja," jawabnya malas.

"Duduk di samping bahaya kalo kamu tidur bisa jatuh," balas Bima.

"Ada sandaran kursi."

"Kalo kamu tidurnya ke samping gimana?"

"Paling ba—" Ucapan Anya berhenti kala tubuh Bima sudah menindih pahanya sebab bis melaju tanpa aba-aba.

Lalu, para siswa yang lain malah melongo melihat adegan langka itu di depan mereka berbeda dengan Puji yang malah terkikik. Bima bahkan membeku ditambah dahinya yang terbentur jendela lalu bagian bawahnya yang menyentuh paha empuk milik Anya membuat pikirannya entah ke mana.

Lantas Anya spontan memukul punggung Bima bertubi tanpa ampun. "Ikh modus! Bangun Kak Bima! Geli tahu ada yang ganjel!" teriak Anya spontan semua memalingkan wajah sebab tak tahan ingin tertawa. Apalagi Andrian yang duduk di bagian samping bangku Anya malah memotret adegan itu.

Bima meringis saat tubuhnya jatuh ke bawah dengan tempo yang cepat. "Anya!" sentak Bima nyaris menangis.

Anya langsung pindah posisi sesuai perintah Bima dan berpura-pura bahwa kejadian tersebut tidak pernah terjadi. Melihat Bima yang berdiri dengan memegang pinggangnya membuat Anya tak kuat menahan tawa. Tapi sayang tatapan tajam Bima membuat Anya berhenti terkikik. Anya semakin menggeser duduknya saat Bima duduk di sampingnya.

"Jangan deket-deket, Kak Bima modus!" kata Anya yang membuat Bima melirik tajam.

Lantas Bima mendengus dan kembali memandang ke depan dengan rasa sakit di pinggang yang belum kunjung hilang. Perasaan Bima kembali kalut seperti saat memotret Anya di ruang Osis minggu lalu. Entah kenapa pula saat matanya menatap mata Anya yang teduh perasaan kalut itu kembali tumbuh.

Bima kembali melirik Anya yang kini telah memejamkan mata dan mungkin telah tertidur pulas. Terkadang Bima memikirkan Anya di setiap malam ketika akan tidur. Dari mulai tingkah, wajah, serta perhatiannya pada setiap orang. Bima suka dengan cara Anya hidup selalu menghibur siapapun yang sedih walau mungkin dia juga sedih karena uang jajannya selalu berkurang kala kakaknya jahil mengambil uang jajannya di meja makan. Mengapa Bima tahu kisah itu? Sebab Anya yang cerewet selalu bercerita tentang kesehariannya pada para senior Osis yang senantiasa mendengarkan dengan kidmat.

Sampai akhirnya pikiran Bima mengingat kejadian dua hari lalu saat Anya memecahkan pot bunga di ruang Osis tanpa sengaja sebab terlalu banyak membawa barang.

Bima serta yang lainnya sempat melarang agar Anya tidak membeli pot bunga baru dari sisa uang jajannya. Tapi Anya malah berkata pada Bima, "Kak Bima, kalo dari kesalahan kecil kita gak mau bertanggung jawab, maka saat dilanda kesalahan besar kita malah lari bukan mencari solusi."

...***...

...Tbc…...

00.03 Sandaran Bahu Serta Perhatian Kecilnya

..."Siapa yang gak akan baper kalo dikasih perhatian sama orang yang kita kagumi meskipun masih ragu."...

...***...

Kurang lebih tiga jam menempuh perjalanan rute Jakarta-Puncak Bogor. Memakan waktu yang cukup lama membuat siapapun akan merasa lelah hingga akhirnya memilih tidur agar perjalanan tak terasa. Sama halnya dengan Anya yang nampak pulas sambil bersandar di bahu Bima yang sama pula tertidur namun tak sepulas Anya. Bima merasakan pegal di bagian bahunya sebab kepala Anya yang tak kunjung bergeser.

Sebab rasa pegal yang makin kentara, perlahan mata Bima terbuka menyesuaikan penglihatannya yang sedikit memburam lantas melirik kanan dan kiri, depan belakang yang ia dapati hanya keheningan sebab semua tertidur pulas. Akhirnya Bima melirik ke arah Anya, ia tersenyum kecil melihat wajah polos seorang Anya Dien. Wajah ketus Anya saat ini sangat manis di pandangan Bima. Seraya menatap Anya Bima membenarkan beberapa helai rambut yang menutupi sebagian wajah gadis itu. Kali ini makin manis.

Hingga adegan tersebut buyar ketika suara deheman Andrian yang lumayan keras. "Ingat Bim, nanti baper! Kalo yang sering gue tonton di teve dari adegan sandaran bahu di bis ujung-ujungnya pasti pacaran. Awas, ya, lo juga begitu. Lo, kan, Pak ketua yang harus memberikan contoh baik buat para penerusnya. Kata Pak Asep untuk sekarang gak boleh pacaran kalo udah lulus dan gak punya jabatan bodoamat mau nikah juga." Setelahnya Andrian tertawa geli.

Bima melirik tajam lantas mendengus. "Cuma nolongin biar Anya gak pegel!"

Andrian tertawa mesem. "Gak usah pake benerin helaian rambutnya dong," ledek Andrian terkikik.

Sebelum Bima menjawab suara decitan rem terdengar pertanda perjalanan telah usai. Andrian dan Bima lantas melihat ke arah jendela yang memang mereka telah berada di lokasi. Bima mengucap syukur sebab telah selamat sampai tujuan begitu pula Andrian.

"Semuanya bangun kita udah sampai!" teriak Andrian yang membuat riuh lelah seisi bis.

Bima acuh pada hal itu dan malah menepuk-nepuk bahu Anya sebab gadis itu tak kunjung bangun padahal suara toa Andrian menggema. "Anya bangun, udah sampai!" bisiknya yang dibalas gumamam malas. Bima mendengus lelah.

"Pegel, Nya. Kamu sandaran dari dua jam lalu," ujar Bima kesal.

Beban di bahu Bima sedikit ringan dan setelahnya benar-benar ringan. Bima melirik Anya yang sudah duduk tegak dengan raut wajah terkejut. "Jadi aku sandaran di bahu Kak Bima gitu?" Bima mengangguk polos.

Anya menganga. "Kak Bima gak modus lagi, kan?" Dan tanpa mereka sadari Puji melihat adegan itu dari atas lebih tepatnya mengintip dari sandaran kursi. Puji menggeleng lelah melihat kelakuan temannya itu bahkan Puji memukul jidatnya sendiri dan membenturkan tubuhnya ke kursi bis, sedangkan yang lain satu per satu keluar dari bis.

Bima melotot tak terima. "Modus apaan Anya? Aku aja tidur."

"Alasan," ketus Anya lantas berdiri dan melenggang pergi membuat Bima menggaruk kepala pusing.

Ketika Bima ingin turun tatapannya malah fokus pada jaket Anya yang tertinggal di sandaran membuat Bima inisiatif untuk memberikannya. Langkah Bima sedikit lebar untuk mengejar langkah Anya yang menuju ke bagian bagasi bis.

Saat tangan Anya akan mengambil tasnya, tangan Bima sudah lebih dulu menghentikan dengan cara menyodorkan jaket Anya. Anya menatap jaket itu lantas Bima dan diam membuat Bima heran bahkan beberapa kali Bima menyodorkan jaket tersebut tapi Anya tetap diam.

"Pake Anya! Di sini dingin entar kamu sakit," ujar Bima sambil memakaikan jaket itu pada Anya sebab kesal tak mendapat respon.

Anya melirik ke arah siswa yang lewat di belakangnya dan menatapnya penuh binar sebab Bima yang perhatian padanya. "Ma─kasih Kak Bima," lirihnya.

Bima mengangguk lalu tersenyum dan mengambil tas miliknya yang kebetulan berada di dekat tas milik Anya. "Mana tas punya kamu?" tanya Bima tanpa beralih fokus.

"Yang warna biru tua," jawab Anya yang telah menerima tasnya dari tangan Bima.

Bima melenggang ke arah Andrian sedangkan Anya ke arah Puji, dua tempat yang berbeda. Puji tersenyum sejenak ke arah Anya sebelum akhirnya fokus pada dua orang yang kini tengah berbicara. Sedangkan Anya malah berkelana pada kejadian di bis tadi. Dari mulai Bima yang jatuh ke pahanya, lantas Anya yang bersandar di bahu kukuh Bima, bahkan mungkin itu sebabnya Anya merasa nyaman tertidur di dalam bis. Ditambah perhatian kecil dari Bima yang membawa jaket juga mengambilkan tas miliknya. Pikiran itu membuat Anya tanpa sadar tersenyum bahagia.

"BAIK KAK!" seru semuanya yang membuat Anya sadar akan lamunan tersebut. Anya heran apa yang mereka bicarakan sampai menjawab serentak, daripada kelimpungan lebih baik Anya bertanya pada Puji.

"Ada apa Kak?" Puji melirik dan menatap heran, ia kira Anya mendengarkan perintah dari Bima.

"Kamu gak dengerin?" Anya mengangguk. "Kata kak Bima kita jalan ke atas sana selama kurang lebih setengah jam. Tapi kita istirahat dulu sebentar di sini biar gak kecapekan. Terus nanti gak boleh pisah-pisah sama temen dan hati-hati sebab jalannya licin!" Setelah menjelaskan itu semua Puji melenggang ke arah Bima meninggalkan Anya yang diam sebagai tanda mengerti.

Kali ini Anya tidak mengikuti ke mana Puji pergi, tapi dia memilih duduk di bangku kayu seorang diri dan bersandar pada pohon sembari memejamkan mata lelah. Helaan napasnya terdengar, beberapa kali meringis sebab tas yang ia bawa lumayan berat untuk dipikul oleh badan sekecilnya.

Sambil memejamkan mata Anya berkata, "Seandainya ada cowok baik yang bersedia bawa tas berat punyaku. Akh. Pastinya raga ini akan berkata 'terima kasih pangeranku.'" Lantas Anya tersenyum bahagia.

Anya bahkan tidak sadar dengan keberadaan Bima yang kini tengah berjongkok di hadapannya dengan kekehan geli tanpa suara. "Emang seberat apa tas kamu?" Setelah berdehem Bima langsung bertanya membuat senyum Anya perlahan memudar dan matanya perlahan terbuka. Anya langsung terkesiap dan merubah posisi.

"Kak Bima!" Bima berdiri dan menyodorkan satu botol teh pada Anya.

"Semuanya pada ambil sendiri cuma kamu yang kurang mandiri kudu di anterin," ujar Bima setelah meminum teh miliknya.

Anya pun sama pula minum lantas mendengus. "Aku istirahat dululah capek tahu!"

Bima mengangkat satu alisnya. "Lebih capek aku yang nahan beban kepala kamu." Lantas Bima melenggang dengan tawa kecil.

Anya menghentakkan kakinya sambil meringis kesal hingga akhirnya Puji datang dengan tatapan keheranan. "Kenapa lagi, sih, Anya? Perasaan judes terus." Puji duduk di sampingnya.

Anya mendelik. "Kesel sama pak ketua," ujarnya yang langsung melenggang membuat dengusan lelah keluar dari mulut Puji.

Tak terasa waktu istirahat pun usai, Bima meminta semua orang untuk berkumpul dan bersiap melanjutkan perjalanan ke puncak. Banyak pesan serta himbauan dari Bima agar mereka senantiasa berhati-hati dan mengingatkan kembali untuk tidak melepaskan jaket sebab udara di puncak sangat dingin.

Setelah memberikan himbauan mereka mulai berjalan sesekali Anya tertawa kecil bersama Puji dengan Bima yang ada di belakangnya dan Andrian berjalan paling depan untuk berjaga jika ada yang lelah di bagian depan itu berarti tugas Andrian dan sebaliknya Bima. Sesekali Bima menatap punggung Anya, kembali lagi perasaan kalut itu terasa.

Bima bahkan beberapa kali mendengus dan mencoba menenangkan perasaan serta pikirannya. Sampai tak sengaja telah menabrak tubuh Anya hingga terpental ke arah jurang dan untung saja dengan sigap Bima menahan. Puji menjerit terkejut, alih-alih segera berdiri kembali Anya dan Bima justru saling menatap penuh dan tak menghiraukan tatapan terkejut semua orang.

Anya yang sadar akan tatapan teman-temannya memilih berdiri sendiri dan berpura-pura membenarkan penampilannya begitu juga Bima. "Maaf," ujar mereka serentak membuat Puji menatap geli.

Dari depan terdengar teriakan Andrian menggema. "ADA APA, KOK, BERHENTI?!"

"GAK ADA!" jawab Bima tanpa beralih dari Anya yang menunduk malu.

Yang lain kembali berjalan sedangkan Puji, Bima dan Anya masih diam di tempat. "Kita lanjut jalan lagi!" Bima memecah keheningan yang dibalas anggukkan oleh Anya dan Puji.

Dari belakang, Bima tetap memperhatikan Anya yang kini diam membisu. "Kenapa selalu ada perasaan gelisah ketika tatapan gue ketemu sama tatapan Anya? Bahkan sekedar melihat sosok Anya perasaan itu datang."

...***...

...Tbc... ...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!