NovelToon NovelToon

CARAMU MENCINTAIKU

1

Pagi ini aku membuka mataku. Kepalaku terasa berat, seperti aku abis menangis semalam.

Aku berusaha untuk bangun, di sampingku ada Esyeh. Wanita keturunan murni yang amat fasih berbahasa mandarin.

Ia tidur begitu terlelap. Sesekali kudengar dengkuran kerasnya. Aku duduk dan mulai memejamkan mataku.

Aku berdoa kepada Allah dan semesta. Agar hari ini ada rumah produksi yang mau menerimaku. Agar aku bisa membantu biaya pengobatan dan membayar hutang orang tuaku.

"Lhoh Cath, kok udah bangun?" Esyeh menyapaku. Tepat setelah aku berdoa.

"Pagi cik.. Iya aku pagi bangun, biar rejeki kita ga di ambil sama ayam." Aku mulai merenggangkan otot lenganku.

"Gila cicik capek banget lhoh. Semalem syuting jadi extras (penonton numpang lewat), balik jam 4. Kamu malah udah bangun.. " Esyeh masih berbaring dan mengambil ponselnya.

Ia pun memain kan ponselnya. Aku sibuk memilih baju dari dalam tas jinjingku. Akumengambil dompet dan membuka.

Bagaikan mengupas bawang merah. Rasanya sedih, hanya ada 2 lembar uang pecahan 50rb rupiah. Aku harus berhemat sampai akhir minggu.

Aku harus berangkat casting hari ini. Aku memilih pakaian yang terbilang sopan.

Dari undangan yang aku terima, mereka butuh peran anak kuliah. Dengan wajah yang campuran dan tinggi 155cm. Aku rasa, aku memenuhi segala persyaratannya.

Aku berdiri dan bergegas mandi. Esyeh masih sibuk dengan ponselnya. Ia berbicara dengan bahasa mandarin dan indonesia. Entah apa yang dia katakan, namun suaranya keras sekali. Mana mungkin tak seorangpun mendengar, bagaimana dia berbicara dengan lantang.

Aku keluar dari kamar dan menuju kamar mandi umum kami. Aku tinggal di kost yang lumayan. Hanya ada 2 kamar kost. Tante kost dan keluarganya di ruang atas. Jadi area bawah ini bisa untuk kami.

Kamar satunya di huni temanku jessie. Ia sangat Cantik, tinggi, putih dan rambut berwarna coklat alami. Jika aku casting dengan dia, aku bagai asistant seorang artis. Aura kecantikannya itu bisa membius siapa saja.

Sebenar nya, aku masuk dalam 1 management artis. Namun mereka tak begitu memperdulikan kami. Casting pun kami dapat dari sesama anak di kamp.

Kami harus bayar sewa kamp yang lumayan mahal. Dengan tidur alakadarnya, saling berbagi semuanya. Aku pernah mencoba sebulan pertama. Namun....

Aku kehilangan uang ku, dan aku juga tidur dengan tidak layak. Makanya aku memutuskan menabung dari syuting kecil ku untuk kost.

Ada satu mimpi di khayalanku. Aku bukan menjadi artis tetapi menjadi orang yang penting dan membuat orang tuaku bangga.

Mimpi dari orang daerah untuk mengadu nasib di kota.

******

"Cath, jadi pergi kan? Renvi aku minta jemput kita aja. Kamu bawa foto sama make up kan?" Jessie telah bersiap dengan segalanya.

"Sudah jes... Oh iya, yakin kita engga bayar apa - apa? Masak aku numpang gitu aja. Dia kan pacar kamu, bawa mobil juga. Aku naik angkot aja deh.. " Aku memegang erat tas jinjingku.

"Cath.. Kamu kan paham, aku engga pernah jadian sama dia. Dia aja yang geer. Lagipula.. Buat apa juga pacaran? Ribet Cath.. " Jessie merapikan poni tipis di dahi nya.

Aku hanya mengangguk. Tak berapa lama Renvi datang. Ia membawa mobil yang cukup banyak di produksi di kota ini. Dengan warna merah yang menurutku agak kurang oke.

Tapi sudahlah... Aku juga menumpang.

Kami pun mulai perjalanan kami. Tapi aku merasakan jika Renvi kurang suka dengan adanya aku.

Ia diam dan melirik dengan tajam ke arah ku.

Sepanjang perjalanan pun mereka tak mengajak ku berbicara. Mungkin jika dua orang berkumpul, yang ketika adalah nyamuk. Itulah aku...

"Jes... Nanti jadi ke rumahku dulu kan? Mama mau ketemu kamu, aku cerita lagi pergi sm kamu... Calon artis terkenal. " Renvi memandang Jessie.

"Hah? Aduh aku lupa.. Tapi sama Cathrine ya, engga bisa dong gw ninggalin dia gitu aja.." Jessie memasang wajah binggung.

"Aduh... Malah ngajakin temen... " Suara Renvi perlahan, aku bisa mendengar jelas.

"Sudahlah, aku janjian sama temen aku kok. Nanti dia jemput aku... " Aku menyudahi perdebatan mereka.

Sebenarnya aku punya sahabat Gerald. Namun dia juga akan menikah. Tak mungkin aku merepotkan dia. Sudahlah, naik bis pun aku masih bisa. Aku pernah pulang sendiri naik bis dan angkot.

Waktu itu, aku di usir dari tempat syuting. Gara - gara aku terlambat datang dan aku pergi casting ke tempat lain. Padahal waktu itu aku dapat peran dengan dialog.

Dimana artinya aku akan dapat upah lumayan. Aku dan jessie malah kabur casting ke area sekitar lokasi syuting ku.

Hasilnya?

Nol besar .....

Tak ada agency yang menggontak kami...

Kami hampir putus asa...

Bagaimana aku kembali ke kampung halamanku. Sedangkan hutang orang tuaku amat banyak.

Aku anak pertama mereka, masih ada adik ku yang harus kubiayai sekolahnya...

*********

Siang itu aku menegak minuman beralkohol sendiri di kamar kostku. Aku sengaja pindah ke kamar lain, suara Esyeh membuatku pening.

Suara keras nya bak pengeras suara yang entah mengapa tak bisa ia berbicara pelan. Walau sedikit saja, suaranya begitu nyaring..

Jessy sedang pergi untuk callingan syuting. Hanyalah aku sendiri ditemani minuman ini dan sebatang rokok.

Aku membuka dompet, berapa uang yang masih kupunya. Aku belum mengisi perutku dengan makanan berat dari semalam. Padahal saat ini sudah pukul 2 siang.

Sarapanku jessy memberi sepotong roti gandum nya. Siang ini aku harus memakan sesuatu, setidaknya sehari makan sudah cukuplah.

"Mak!! Tinggal 20 ribu? Aku makan apa ini? Besok makan apapula aku. Air minum saja habis, ya Allah..... " Aku lemas tertunduk memandang lantai kamar ku.

Aku mencoba menghubungi orang tuaku. Semoga mereka masih bisa memberiku sedikit uang, setidaknya seminggu ini. Aku butuh untuk casting dan makan ku.

"Hallo... Mama...?"

"Iya Cath, kenapa? Kamu engga ada callingan syuting? Kok masih bisa telpon mama? Terus, udah masuk di film apa? Gimana disana?"

Haruskan aku jujur kalo anak nya ini gagal?

"Ma... Cath lagi ga ada panggilan. Uang Cath juga habis ma, mama bisa kirim ? Nanti Cath ganti anggep aja cath hutang sama mama, Cath butuh ma... "

"Kamu emang syuting dari kemarin engga di bayar? Uang nya kemana? Kamu boros pasti disana. Makanya nabung Cath. Kamu tu mama kasi tahu, papa mama tu udah ga punya uang. Adek kamu sekolah aja belum bayar, kok kamu pede banget mau minta uang sama mama.!! "

"Ma... Cath belom makan ma.... Uangku abis buat naik metromini, naik bis umum sama buat makan ma... Aku makan aja cuman 2x ma sehari... Honorku aja cuman 30rb ma.. Seminggu Cath dapet cuman 150rb, kerja pagi ke pagi ma..."

"Ya udah! Kamu pulang aja sini. Bantu orang tua kek, kerja apa lah kamu. Bikin malu aja orang tua. Mama tu cerita ke orang - orang kamu ke sana jadi Artis. Bikin malu aja. Gausah kamu pulang kalo engga sukses bawa duit!!"

Telponku di putus mama. Nampak nya aku harus puasa untuk saat ini.

Aku meraba telingaku, tanganku berhenti di anting - anting yang aku pakai. Terbesit, bagaimana jika aku jual saja. Lumayan untuk bayar kost, makan dan ongkos castingku.

"Baiklah aku tunggu Jessy. Kalo udah balik cuss ke toko emas. Aku bisa bayar hutang air minum ke dia... "

Aku menunggu jessy sambil menonton tv. Acara yang lucu sampai sinetron yang membuatku ngantuk. Entah lapar yang membuatku mengantuk, atau ini memang jam untuk tidur.

Pukul 6 sore hari.....

Jessy masuk ke kamar, ia melihat Cathrine tertidur dengan meringkuk. Disamping nya ada ponsel nya menemani. Jessy melihat tempat sampah, tak ada bekas makanan. Sepertinya sahabat nya ini belum makan apapun.

Untung ia membawa bungkusan besar makanan. Ia pun meletakkan tas dan membangunkan Cathrine.

"Cath .... Bangun.... Cath.... "

Cathrine mencoba membuka matanya. Perutnya kosong membuatnya lemas. Tak ada energi sama sekali untuk membuka mata nya.

"jessy.... lo udah balik? "

"Cath.. lo tidur dari kapan? ni gw bawain ayam penyet kesenengan lo.. yok kita makan barengan.. "

"waaaa!!! jesss makasih ya.. gw belom makan dari siang ni.. " ups kenapa aku malah jujur. malu diriku kepada jessy...

"terus? lo ngga makan? ato duit lo abis? gw bisa minjemin kali ... jangan sampe lo engga makan, kalo lo sakit gimana? dokter tu mahal disini. lo harus sehat Cathrine! "

aku hanya diam memandang ayam yang masih dalam bungkusan rapi.

"cath!! lo denger engga sih?"

"hah?! iya Jess.. gw cuman sungkan kalo pinjem lo. air minum cuman 10rb aja gw belom bayar jess.. masak gw nambah sih, hehe.... jess.. makan yuk gw laper banget ni... "

"yaudah ayok kita makan... lo harus kenyang makan ini pokok nya. besok nyiapin diri, ni gw ada info casting. besok kita ngebis aja ya... renvie ga bisa nganter kita.. " jessy membuka bungkusan nya dan milik Cathrine.

"jess.. bukannya Renvie engga suka kalo lo casting ngajakim gw? dan dia kan engga suka temen lo ngikut kalo kalian pergi. even itu Casting juga... "

"iya, itu sifat yang gw ga cocok. dia ga mau nolong orang. engga mau kalo orang tu sukses daripada dia. dan dia juga posesif, ini yang gw benci dari dia. mending gw pergi sama Adam... "

aku terdiam sebentar. "Adam itu siapa jess? "

"eh gw belom cerita ya? Adam itu cowok yang aku kenal dari stasiun BCD. pas aku syuting kemarin, wajahnya kaya orang timur tengah gitu. tapi gw sih ngga mikir mau lebih dari patner aja... "

aku makan dengan lahap, sampai nasi yang aku makan tinggal sedikit. Jessy geleng - geleng melihatku.

"pelan aja Cath.. nanti keselek lo susah napass... ha... haa... "

ya, saat ini jessy yang paling mengertiku. ia sekampung denganku, namun kami sama bertemu di panggung ajang pemilihan bintang. dia memiliki aura bintang besar.

bagaimana denganku?

ya begini aja, engga banyak PH melirik ku. wajahku memang tidak oriental, tapi juga bukan wajah indonesia. bagi mereka sulit mencari peran buatku.

jessy hampir setiap hari mendapat panggilan untuk menjadi figuran. sedangkan aku? pengekor buat orang di lokasi. kemana jessy pergi aku selalu ada.

pernah suatu saat aku di tinggal disalah satu sudut lokasi. aku melihat Jessy dari jauh sedang berdialog. disampingku ada barang - barang Jessy.

"mbak! kamu tu Assiten mbak yang disana ya? yang kaya bule itu?" tanya seorang team dari film tersebut.

"engga mas.. aku temennya, tapi aku ga ada kerjaan di kost jadi aku ikut. siapa tau butuh tambahan orang gitu mas... hehee... hehee... "

orang itu mengamatiku dengan mimik wajah tertawa. "mbak.. disini tuh pake fullus kalo mau masuk. temen mu aja yang hoki bisa masuk tanpa di kencani sama sutradara."

"ah masak sih mas?" aku seperti salah mendengar perkataan orang tersebut.

"kamu liat mbak disana? yang duduk dan mendekati sutradara."

"iya mas.. seumuran ku, eh lebih muda sepertinya. "

"nah!! dia itu tiap syuting pasti di panggil. soalnya dia itu juga nemeni sutradara kalo abis syuting. sayang dia ga paham masa depannya mau jadi apa."

"mending sama gw ya cuy.. jelek gini tapi setia.. " saut salah satu dari orang yang memegang kabel roll disamping Cathrine.

"industri begini tu juga ada permainan kotor ya mas.... " aku berbicara klise.

"jangan munafik mbak, ini hal wajar. semua mau jadi artis. tapi ga semua punya hoki dan jalan kaya temen mbak. jadi mbak cari aja kerjaan lain.... "

aku diam dan menunduk, haruskah aku menjual diri seperti anak itu. agar aku dapat uang, setidaknya mengganti apa yang dihabiskan orangtuaku...?

"mbak!! kamu bisa jadi figuran disana? jadi baby sitter yang dorong kereta tapi nanti pura - pura jatuh." astrada (asisten sutradara) mendekatiku.

"bisa mbak!! bisa banget.!!" wajahku semangat energiku full seperti battere yang habis di ini.

"yaudah sana ke bagian wardrobe bilang kamu jadi Asih. baju nya cukup kalo kamu kok."

"siap Mbak! makasih ya mbak...!!"

aku langsung ke bagian wardrobe. aku bahagia sekali dan mendengar arahan dari Astrada soal akting ku. aku harus berusaha maksimal!!

yang terpenting setidaknya ada 50 - 100rb uang yang aku bisa terima.

......

"take 23...." ucap pembawa Clipper

"camera... roll.... Action!" sutradara berteriak.

"aaargh!!!! Adekkk!!!!" kereta bayi nya tertabrak dan Cathrine terbanting sambil membawa boneka bayi.

"CUT!!!!!!"

aku berusaha berdiri, tak ada busa untukku membanting badan. aku memberi boneka ke salah seorang kru.

"take ulang! lo kebanting nya lebih sakit lagi lah, dramatisir seakan lo bakalan mati gitu lho. bisa kan?" ucap sutradara kepadaku.

"bisa pak... bisa banget... " aku cemberut mengambil kembali boneka itu. kereta bayi pun di setting ulang.

"take 24!" clipper sudah dipasang.

"Action!"

aku berjalan santai, namun mobil melaju kencang. langsung ku ambil boneka dari kereta. mobil di arahkan mendekatiku, namun aneh seperti sengaja aku langsung terbanting dan bergulung di tanah.

sakit sekali badanku, seperti benar bahwa aku di tabrak. tanganku sepertinya terkilir, aku mencoba berdiri dan menata pakaianku yang tergulung sedikit.

"bagus! ini nyata, great! ayo scene berikut." kru langsung pergi meninggalkan ku.

"sakit mbak?" astrada menghampiriku.

"lumayan mbak, habis ini saya scene di rs terus selesai?"

"iya mbak, ayo siap2 di lokasi... " aku pun di antar ke lokasi berikut nya.

untung kali ini aku hanya menunggu di depan ruang RS. dahi ku di pasang plester yang sudah diberi darah palsu. biar efek nya nyata.

tapi yang sungguh nyata kakiku sakit dan sedikit luka. tapi aku tak boleh mengeluh, aku bisa satu langkah dapet scene sudah hal yang membanggakan.

2

"Terima kasih ya Jess... Temen lo ngebantu banget selama proses kita... Oh iya ini fee kalian." Adam memberikan beberapa lembar uang yang sudah di lipat ke Jessy.

"Lhoh.. Bukannya lewat agency gw ya?" Jessy binggung menatap Adam.

"Engga jes... Karena gw yang manggil lo berdua.. Ya gw langsung bayar, oh iya temen lo kayanya kesakitan. Beli obat memar deh ada salep nya di apotik tapi gw lupa.. " Adam menunjuk ku yang sedang memijit kaki sebelah kananku.

"Oh iya, kecelakaan kecil. Lagipula lo gimana sih, temen gw kan sakit.. Minta dia gulingan lagi... " Jessy merubah suaranya menjadi manja.

"Maaf ya Jess.... Besok engga kok, habis temen lo akting nya ga oke sih... Hehe... Jangan marah cantik... " Adam memegang tangan Jessy.

Aku mulai eneg dengan pria di samping jessy. Semua pasti engga jauh dari buaya. Menggoda, merayu hingga bersentuhan tangan. Apa memang aku yang kolot saat ini.?

Aku berdiri dan menyendiri dari mereka.

"Cath! Mau kemana?" Tanya jessy.

"Gw mau kesana, nyari minum.." Aku menjawab dan menjauh.

Aku berjalan hingga tiba di sebuah ruangan. Ruangan ini tertutup, namun di depannya ada kursi yang mirip sebuah sofa. Aku duduk dan meluruskan kaki ku.

Ahh... Nyamannya...

********

"Dia siapa? Apa tidak paham ini ruangan siapa?" Sesosok pria melihat kedatangan Cathrine dari dalam ruangan.

"Dia cuman figuran pak... Mungkin numpang duduk disana... Apa perlu saya usir saja?" Ucap pria yang ada di samping nya.

"Tak perlu... " Jawab pria tersebut.

Ia memperhatikan Cathrine dari dalam. Ia lalu ingat ketika datang sedang ada scene tabrakan dengan pemeran pengganti. Tapi terasa sengaja di lakukan sungguhan soal tabrakan itu.

"Pak.. Apa kita punya tromboGel? Atau semacam kompres memar?"

"Untuk apa Bapak Jimmy?" Tanya pria yang ada di sampingnya.

"Berikan saja pada wanita itu, dan beri dia makan yang lebih layak daripada yang sudah di sediakan." Pria tersebut tak acuh namun sesekali ia melihat Cathrine.

Wanita itu kesakitan tanpa ada yang peduli. Entah berapa honor yang ia terima sebagai figuran, namun bukan seperti itu seharusnya prosesn syuting.

"Setelah selesai, priksa apa ada yang luka dan potensi menjadi berbahaya untuk wanita itu. Saya pergi dulu."

Ya pria itu pergi dan membawa laptop kecil di dalam tas. Ia keluar dari ruangan dan berhenti di samping Cathrine.

Mereka saling berhadapan, sepertinya Cathrine kaget bahwa di dalam ternyata ada orang lain.

"Maaf ya pak.. Saya engga tahu kalo ada orang." Ucap Cathrine kepada si pria.

Namun dengan wajah sombong nya Jimmy pergi meninggalkan. Tanpa ada kata terucap dari mulut nya.

"Siapa sih, sombong amat. Cakep sih, tapi songgong!" Cathrine menggerutu.

Orang yang menemani pria itu menyusul keluar dan membawa sesuatu. Ia membawa bungkusan obat dan makanan yang Jimmy minta.

"Mbak.. Ini buat kamu.. " Ia memberikan bungkusan tersebut.

"Hah? Buat apa? Dari siapa ini?" Cathrine binggung dan takut bagaimana menerimanya.

"Dari boss kami yang tadi keluar. Dia liat anda jatuh tanpa di beri pertolongan. Maka ini buat anda, terimalah..."

Cathrine menerima dan membuka nya. Ada beberapa obat dan makanan untuk nya. Ia menelan ludah melihat makanan yang diberi.

Jelas ia amat lapar. Tak ada jatah makan untuknya, karena dari awal tak ada kuota makan untuknya.

"Terima kasih ya pak... Terima kasih sekali.." Wajah Cathrine sumringah.

Lelaki itu pun pergi dari hadapan Cathrine sambil tersenyum. Ia memperhatikan Cathrine sedang makan dengan lahapnya.

Lelaki itu pun tersenyum dan memotret Cathrine dari jauh. Ya sebagai bukti bahwa ia menjalankan tugasnya.

Dan betapa wanita tersebut amat bahagia menerima pemberian Jimmy.

*******

"Jess... Lo bisa dapet banyak Callingan tu gimana sih? Gw kok sepi sepi aja ya... " Cathrine memainkan ponselnya yang nampak sepi dari panggilan.

"Gw ga paham juga, cuman gw pernah casting sekali di daerah permata sana. Terus abis itu banyak yang Calling gw buat jadi figuran." Jawab Jessy sambil sibuk meluruskan rambutnya.

"Apa gw emang ga hoki ya jess.. Mendingan gw balik kampung. Tapi kasian mama, papa sama adek gw. Binggung jess... " Cathrine bangun dan duduk di atas tempat tidur.

Jessy merapikan catokan rambutnya. Ia lalu merapikan rambut dan bulu mata nya.

"Jangan Cath... Malu kali lo ninggalin kampung kok balik ga bawa apa - apa. Sabarlah dikit, jadi artis tu engga kaya masak mie instan. Lo harus membayar mahal buat semuanya... "

"Membayar mahal?? " Cathrine tak memahami apa yang di katakan Jessy.

"Iya Cath... Lihat gw tu modal total biar bisa lolos tiap casting. Coba deh ikutin insting lo. Atau gini deh, ada bilang ada Casting di permata. Di rumah produksi dia kerja.." Jessy mengambil pensil dan menulis diatas nota pembelian di supermarket.

"Nih.. " Ia memberikan ke Cathrine.

"Jalan Permata? Lo yakin ga masalah gw kesana tanpa ada panggilan Casting?" Cathrine ragu dengan hati nya.

"Udah capcus lah, gw juga kesana kok pas sama Renvie. Pasti bisa kaya gw banyak callingan... Yakin deh.....

Oh iya Cath gw tinggal ya, lo gausah nyuci baju gw. Gw laundry aja nanti, sayang tangan lo kalo jadi kasar.. Byee... " Jessy meninggalkan Cathrine, entah kemana ia akan pergi.

Memang sesekali Cathrine mencuci pakaian Jessy. Baginya kasihan sahabatnya itu, dan menganggap ucapan terima kasih karena sering memberi makanan dan meminjamkan uang kepadanya.

Cathrine memegang alamat yang di tuliskan Jessy. 'haruskah aku kesana? Apa seorang diri saja?'

Tak berapa lama ponselnya bergetar. Ada panggilan masuk dengan nama Mama.

"Hallo ma... Gimana?" Suara Cathrine lemas.

"Kamu ada duit engga? Mamah butuh duit ni, mau bayar arisan. Papa kamu belom di bayar tagihannya sama pabrik. Mama ga bisa bayar... Dikit kok cuman 300ribu... Sama... Kamu kalo ada duit mama minta 2 juta. Mama mau balikin duit ke Tante Lani.

Mama hutang dan bunga nya belom bayar.. "

"Mama utang buat apa sih? Aku ga ada kalo 2 juta... 300ribu aja aku ga ada. Kemarin dapet bayaran 250ribu, aku buat beli sabun mandi ama perlengkapan tinggal 200 ma... " Suara Cathrine dengan parau.

"Duh kamu yang pinter deh, cari kerja kek apa gitu disana. Kan kamu juga ga jelek - jelek amat. Susah nya apa sih buat cari duit. Kalo emang kamu ga bisa sukses dapet duit banyak, pulang sini kerja jadi babu!"

Dan panggilannya di putus.

Cathrine diam... Mematung dan berusaha untuk tidak menangis. Sudah biasa untuk nya menghadapi ibu yang seperti itu.

Tak berapa lama ada panggilan masuk dari papa nya.

"Halo papaa!!"

"Hallo anak papa, kamu sehat? Makan teratur kah? Dan bagaimana keadaanmu disana?"

"sehat pa... Makan juga teratur, masuk nasi kok pa.. Malah aku sekarang berat badannya turun, biar di kamera ga keliatan gede. Keadaanku baik pa.. Pelan - pelan ada jalan buat sukses pa.. Walau aku engga nonggol di tv, tapi aku suka bantu di lokasi pa... Jadi dapet tambahan dikit.. " Entah mengapa hatiku bahagia dengan mendengar suara papa.

"Syukurlah kalau kamu engga papa nak.. Hati - hati kalo naik bis ya, inget tempat kamu dimana. Jangan lupa ikut adat istiadat yang ada. Jangan seenak nya aja, sopan santun ya... Selalu jujur dan ingat sama Tuhan ya nak... Papa mau pergi ambil barang, besok kita sambung ya... "

"Iya pa... Papa hati - hati.. Kalo capek papa berhenti dulu ya. Kalo ada aku biasa papa kan aku temenin jadi gantian kalo naik motor. Pokoknya papa harus sehat ya... "

"Iya nak.. Papa janji... "

Aku menutup panggilanku. Aku meneteskan air mata. Harusnya aku bahagia, karena aku masih punya papa. Dia begitu mengerti aku, tak banyak menuntutku.

Bukan soal mengapa aku harus membantu mereka mencari uang. Tapi aku juga ingin kuliah. Mimpiku simple, kuliah kemudian lulus dan kerja di kantor yang biasa aja. Dapet penghasilan pasti dalam sebulan, aku cuman pengen seperti itu.

********

Seminggu setelah kejadian tabrakan dalam scene ku. Aku kembali menemani Jessy syuting. Kali ini ia mendapat peran dengan dialog yang lumayan panjang untuk sebuah film yang langsung selesai.

Lagi... Aku duduk menyendiri di pojok bersama figuran lain. Tak banyak yang mengajakku berbicara. Sepertinya senioritas dan rasa persaingan yang membuat mereka enggan berkenalan.

Aku tetap cuek dan memasang headset di telingaku. Memutar musik lagu favorit dari ponselku. Aku memilih diam dan menikmati kesendirian.

Aku memperhatikan Jessy yang sedang beradu akting dengan pemeran utama. Aku mungkin sudah nasib nya menjadi assistant dia.

Setelah selesai take, jessy duduk di sampingku. Ia mengeluarkan kipas dan bedak compact dari tas nya. Ia terlihat berkeringat dan sangat sibuk.

Aku membantu nya dengan memegang kipas. Namun Jessy mengernyitkan dahi nya. Telapak tangan Jessy memberi kode untuk aku mengipasi nya.

Aku mengangguk dan tersenyum. Aku membantu mengipasi dirinya. Ia seperti bintang besar dan aku upik abu nya. Tak masalah buatku, namanya saja sahabat ya aku harus menolong dia.

"Udah Cath... Udah, nanti gw masuk angin."

"Okai Jess.. Kalo lo panas bilang aja, gw kipasin lo dengan senang hati... "

"Heem... " Jessy hanya menggumam dan bermain ponsel.

Rasanya begitu kikuk dan aneh aku di sampingnya. 'Lebih baik aku berjalan - jalan deh. Jessy juga sepertinya sedang sibuk.'

"Jess, gw ke kamar mandi dulu ya.."

"Ok.. Jangan lupa balik sini ya.. " Jessy melambaikan tangan seperti mengusirku.

Aku lihat setelah aku pergi sutradara menghampiri Jessy. Mereka duduk bersama dan bercanda.

'Sejak kapan mereka saling kenal?' Tanyaku dalam hati.

Duk!! (Aku menabrak sesuatu).

"Eh, maaf saya engga lihat... Maaf ya kak... " Aku berusaha meminta maaf dan tidak membuat masalah di lokasi syuting.

Ternyata dia pria yang kemarin memberi aku obat dan makanan. Tapi pakaiannya kenapa begitu santai dengan jaket hodie.

"Ha.... " Dia hanya bergumam.

"Maaf ya kak, oh iya kamu kemarin yang ngasih obat kan? Terima kasih ya kak, berkat anda luka saya cepat sembuh. Ini saya bisa bergerak bebas. Oh iya, sering disini kak? Apa casting atau syuting?" Aku mencoba untuk bersikap ramah.

"...... " Dia hanya menatapku tajam tanpa berbicara. Ia langsung pergi meninggalkanku.

"Apa ada yang salah ya... Hahh.. " Aku menempelkan telapak tangan di depan mulutku.

"Mulut gw engga bau.. Kaki gw juga engga bau... Apa yang salah ya?"

Aku pun lanjut berjalan di sekitar lokasi. Hingga aku bertemu dengan Adam yang sedang merokok di area lain.

"Mas.. Disini?" Aku mendekati Adam.

"Eh lo temen Jess kan? Sini deh.. Mau rokok?" Adam menawariku sepuntung rokok.

"Engga makasih mas... Cuman mau duduk aja... " Aku pun duduk di samping kiri Adam.

"Jessy sama Pak Gendut (julukan sutradara) ya?" Wajah Adam terlihat tidak suka.

"Iya, daripada gw ganggu jadi gw jalan aja. Mereka ngobrol serius kayanya, gw jadi engga enak... " Aku memainkan kakiku dengan menendang tanah di bawah.

"Serius apa... Paling soal peran doang, gimana dapet peran utama... " Adam menghela nafas.

"Mas kenapa? Maaf sebelum nya, sepertinya kurang suka dengan mereka."

"Hmm... Lo bakalan tau kok. Semoga jess masih inget pesen gw. Jangan sampe dia kaya yang udah - udah. Gw gerah liat perempuan cuman di buat mainan sama tu orang."

Seorang penjual mie ayam mengantar pesanan Adam.

"Bang 1 lagi ya, sama teh manis dingin. " Adam berbicara dengan penjual mie tersebut.

"Siap bang.. "

Tak sampai 10 menit mie pun datang. Ia menaruh di hadapanku.

"Makan Cath, gw tau lo ga dapet nasi box kan, ni engga seberapa sih cuman bisa buat lo ganjel." Adam berbicara sambil menyumpit mie nya.

"Makasih ya Mas. Ini lebih dari cukup, gw laper banget. Makasih ya mas... Gw makan ya.. "

Ya aku menutup sore ku dengan semangkuk mie. Hingga menunggu petang tiba untuk pulang ke kost bersama Jessy..

Kali ini tak ada peran pembantu tambahan buatku. Tapi tak masalah, perutku sudah terisi mie ayam yang Adam berikan.

saat aku sedang membantu Jessy merapikan barang bawaannya. sutradara menghampiri kami,

"Cantik, kita makan dulu ya."

"eh Mas, boleh dong. ajak teman aku juga ya, dia sahabatku. namanya Cathrine."

sutradara melihatku dengan mata nakal nya. ia melihat dari ujung kepala hingga telapak kaki ku.

"hmm... kalau sama dia, besok saja ya. aku jadi malas mau pergi." kalimat Pak Sutradara menusuk hati Cathrine.

"maaf Bapak Sutradara terhormat. apa saya serendah itu kah saya? sampai membuat bapak engga pergi dengan saya?" aku berusaha menahan emosiku.

"mas.. jangan gitu dia temanku, sejak pertama aku bersama dia terus." Jessy menggandeng tanganku.

"kamu tu cantik, teman kamu itu yang tidak menarik. makanya aku malas mau ngajak pergi. sudahlah, lain hari saja perginya.... " sutradara pergi meninggalkan kami.

"Jess.. harusnya kamu tu pergi aja.. sayang banget jes, siapa tahu ada projek film buat kamu. aku sih gampang jes.. " aku berbicara dengan dialog asal kami.

"engga Cath, kan aku dateng sama kamu. pulang nya ya harus sama kamu.. udah yuk, keburu bis nya abis.. "

kami pun meninggalkan lokasi syuting. aku memandang wajah Jessy selama perjalanan. wajahnya cantik bak model luar negeri. hidung mancung, langsing dan tinggi proporsinya. pantas saja jika banyak pria yang jatuh hati kepadanya..

aku melihat dari kaca bis. bagaimana penampilanku, aku dengan jeans hitam. baju ku hanya kaos yang di tutup dengan cardingan hitam. rambutku hitam kecoklatan karena alat pelurus rambut.

wajahku, sulit orang menentukan. wajah asia atau oriental...

3

Cathrine berbaring di atas kasur nya. Ia membuka situs jejaring sosial di ponselnya. Lalu ia mengingat seorang temannya Gerry.

Ia menekan pilihan tinggal kan pesan.

'Gerry, lo masih di jakarta? Gw bisa minta tolong?'

Kirim..

Tak berapa lama Gerry membalas pesan.

'Hai. Masih. Gimana?'

'Ni gw mau minta tolong. Lo kenap sama Production house ngga? Gw mau casting.'

'Tunggu. Lo mau casting??'

Cathrine mengernyitkan dahi, lalu ia memengang kedua pipi nya.

'Ada yang salah?'

'Engga cuman lo itu gimana ya, kalo di kamera tu kurang menjual.. '

'Terus biar menjual gw kudu gimana? Jual d**i? Ogah gw.'

'Gw engga ngomong begitu. Gini deh gw kasih alamat PH om gw. Nanti lo kesana bilang temen Gerry.'

Cathrine memperhatikan alamat tersebut. Namun sama dengan yang diberi oleh Jessy.

Tekat nya makin bulat untuk casting kesana. Ia bangun dan mencari baju terbagusnya.

Cathrine memilih dress simple dengan warna biru transparan. Cocok dengan kulit Cathrine yang putih tersebut.

Kring.... Kring...

"Hallo... Adek gimana?" Panggilan dari adek Cathrine.

"Kak... Kakak kapan pulang? Adek sendiri disini, kemana aja sendiri. Adek bosen denger mama - papa berantem kak."

"Dek... Sabar ya... Kakak disini belum enak hidup nya.. Kakak makan juga belum teratur sehari 3* dek. Oh iya, kamu engga sekolah dek?"

"........ Engga kak, adek malu belom bayar uang sekolah. Apalagi ini kan mau ujian naik kelas kak... "

Cathrine diam dan menahan air mata nya. "Adek sabar ya, kakak akan cari uang yang banyak buat adek sekolah. Adek harus sehat ya, nanti sekolah yang pinter biar engga kaya kakak.... "

"Kakak nangis?"

Ya air mata Cathrine menetes.

"Engga dek, dedek udah dulu ya. Kakak ada panggilan kerjaan. Besok sambung lagi ya dek.. Nitip mama papa ya dek, jagain mereka buat kakak... "

"Kakak ati - ati ya. Dedek sayang kakak... "

"Iya dek.. Bye... " Cathrine mematikan panggilan adiknya.

Ia menghela nafas dengan berat. Tapi hati nya lebih berat lagi menerima kenyataan.

******

Aku berjalan ke keluar area perumahan kost ku. Menuju keramaian orang di sana. Banyak kendaraan umum yang lalu lalang.

Sebuah mobil angkutan umum berhenti di hadapanku.

"Terminal! Terminan neng.. " Ucap kernet dengan badan kurus kering itu.

Cathrine naik dan duduk di antara penumpang lain. Pakaiannya cukup bagus untuk ukuran penumpang angkutan umum.

"Cakep amat mau kemana neng?" Ucap kondektur tersebut.

"Ke rumah temen bang. Diterminal ada bis yang khusus kan sama jalur nya sendiri?" Ucapku sambil memberi uang 2ribu rupiah.

"Ada neng, ati - ati disana. Banyak copet neng. Jangan bawa duit di dompet.. "

"Iya bang... " Jawabku pelan dan menundukkan kepala.

******

"Bagaima bisa Mas! Aku tidak mencintai kamu!!" Kedua Jessy berkaca - kaca memandang seorang pria di hadapannya.

"Cut!!" Sutradara menghentikan syuting mereka.

Lelaki gempal itu kemudian menghampiri Jessy. Ia merangkul pundak Jessy dan mendekati pipi nya.

"Mas apa sih!? " Jessy menepis tangan sutradara.

"Iya maaf kan aku.. Nanti kita makan malem bareng ya. Berdua aja kaya kemarin." Sutradara menelan ludah memandang kulit mulus Jessy.

"Ah aku mau makan sama Cathrine juga. Mas kalo mau ya ajak dia juga. Kasian mas temanku itu. Mas juga janji lhoo mau bantu dia jadi artis sama dapet peran kaya aku... " Jessy memonyongkan bibirnya.

Hal tersebut makin membuat sutradara gemas melihat Jessy. Nampak nya otak kotor nya sudah kecanduan dengan pesona Jessy.

"Gampang Cantik ku. Tapi kamu katanya mau have fun dulu sama mas... Soal temen kamu gampang lah, dia lebih pantas jadi assisten kamu aja. "

"Mas!! Kok ngomong gitu. Dia tu temen berbagiku mas!!" Jessy marah kepadanya.

"coba deh kalian ngaca, kamu tinggi dan memiliki aura bintang. Coba dia? Apa ada pria yang meliriknya? Jadi pemeran pembantu aja gara - gara engga ada orang. Wajahnya tu engga menjual sayang..."

Jessy diam, namun dalam hatinya ia berkata. 'Memang, hanya aku yang selama ini mudah mendapat segalanya. Apalagi semua pria suka sama aku. Cathrine bukan tandinganku. Aku yang tercantik!"

Tak sengaja lelaki yang menolong Cathrine lewat di hadapan Jessy. Pria tinggi dengan badan yang tidak terlalu atletis namun pas dengan tingginya.

Tatapan yang tajam, rahang yang kokoh.

Begitu mempesona buat Jessy. Tak pernah ada pria se'kharismatik itu yang Jessy pernah temui.

Jessy sampai melongo melihatnya.

"Cantik... Cantik??" Sutradara membuyarkan lamunan Jessy.

"Mas...mas... Dia ... Dia siapa??" Jessy menjadi gugup melihat lelaki mempesonanya.

"Oh dia Jimmy. Dia itu yang punya property buat kita syuting. Sama yang punya duit buat kita bikin film.. "

"Buset! Mesti tajir sama masih muda.. " Jessy keceplosan di hadapan sutradara.

"Memang kenapa Cantik? Dia masih muda, tapi kami juluki gunung es. Dia tidak minat dengan wanita ato pria. Tak pernah terlihat menggandeng perempuan. Tapi juga tak terlihat dengan pria."

"Brati dia masih single mas??" Jessy merasa kesempatan buat nya mendekati Jimmy.

"Iya, tapi jangan Jess.. Kamu sama aku aja.. Dia itu punya PH juga yang bikin film semi Dewasa. Tapi dia itu agak aneh, dia dari negara yang itu lho.. Yang tertutup sama teknologi dan punya ideologi sendiri... " Jawab sutradara sambil berbisik.

"Hush!! Jangan ngarang cerita mas kalo engga tau! " Jessy kesal dan meninggalkan sutradara pergi.

Adam memperhatikan mereka dari jauh. ia sulit mempercayai Jessy begitu mudahnya dekat dengan lelaki tua itu.

Adam masih ingat jelas bagaimana ia membawa jessy. mengajari bagaimana berakting dengan baik di kamera. tapi musnah semua sejak sutradara pertama kali melihat Jessy.

gosip pun berhembus Jessy mendapat jalur cepat karena dekat dengan sutradara. bahkan akan ada film dimana jessy jadi pemeran utama wanita.

Jessy melihat adam yang sedang merokok di salah satu sudut lokasi.

"hallo Adam, lama kita engga ngobrol. gimana kabarmu?" tanya Jessy dengan ramah.

"baik gw, lo gimana? gw denger udah mau main film lo. keren."

"ha ha ha... semua berkat bantuan kamu dong Mas.. kalo bukan karena kamu, mungkin nasibku masih kaya Cathrine. bagus namanya tapi sial nasib nya."

Adam tak peduli, ia tetap sibuk dengan benda yang di tangannya. ia mendengar bagaimana Jessy sebenarnya menganggap apa ke Cathrine.

"bayangin deh, orang tua nya udah menuju bangkrut. penyakitan lagi, dia harus kerja keras buat bayar utang sama nyekolahin adeknya. mana disini ga dapet callingan syuting lagi. sekali dapet cuman lewat doang. ya dikit dong dapet duitnya.. " Jessy menghina Cathrine di hadapan Adam.

"lo sombong ya ternyata." kalimat Adam simple tapi menusuk Jessy.

"eh maksud lo apa?!" Jessy naik pitam.

"iya lo sombong! emang lo pikir gimana lo bisa sampe disini?"

"ya bantuan kamu mas. tapi aku kan cantik, dia malah kaya pembantu. kaya asisten sama artis kalo jalan sama aku. wajahnya aja boros, kliatan tua. perawatan aja ga mampu... " Jessy dengan angkuh nya menghina Cathrine.

"tapi hati dia ga busuk kaya lo! sekarang gw ngerti kenapa Pak Jimmy nolong temen lo pas jatoh. sampe ngasih dia makan segala. emang pilihan Pak Jimmy ga salah." Adam membuang rokok ke tanah dan menginjaknya.

"bentar dulu.. tunggu... gw ga salah denger? Pak Jimmy apa tadi? ga salah nih gw? kayanya bakalan badai besar deh... " ucap Jessy dengan angkuh.

"pertama gw ga percaya. sekarang gw percaya, karena gw liat sendiri. waktu Cathrine syuting pas banget, Pak Jimmy juga datang kesini buat ngecek semuanya. dia bahkan berhenti saat adegan temen lo di tabrak secara beneran. wajahnya langsung engga enak, dan gw denger pas dia mau pulang bilang sama pesuruhnya. buat jangan sampe temen lo dapet scene begitu."

"yaelah... begitu doang mas. wajarlah, kalo temenku kenapa - napa kan yang repot Pak Jimmy. mesti engga mau lah, kamu tu kebawa perasaan yang berlebihan!" Jessy tetap tak percaya bahwa Jimmy lebih melihat Cathrine daripada dirinya.

"serah lo percaya apa engga. tapi dari pertama temen lo dateng, dia udah merhatiin terus. lo yang udah lama malah engga di lirik sama dia. gw cowo, jadi gw paham jes.. capek gw, gw balik ya.. bye.. " Adam meninggalkan Jessy yang masih panas mendengar cerita nya.

*********

Cathrine naik dari satu bis ke bis lain. ia terus bertanya arah kepada petugas yang ada. ini kali pertamanya pergi sendiri.

sempat terbesit, 'andai aku sabar dan menunggu Jessy. mungkin aku tidak akan tersesat seperti ini. apa jaraknya masih jauh.'

Cathrine jalan menyusuri perumahan mewah disalah satu daerah. ia melihat tanda papan nama Permata Residence.

'ah .. sudah sampai!! '

secercah harapan tampak dari wajah Cathrine. ia berjalan menuju pos keaman yang ada.

"permisi Pak, PH Biru Putih dimana ya?"

seorang laki - laki berbadan tegap dan berseragam warna biru dongker, berhenti di hadapannya.

"selamat Pagi mbak! ada keperluan apa kesana? apa sudah janjian? "

wajah Cathrine nampak binggung menjawab pertanyaan. "bel... belum Pak. tapi saya di informasi suru datang aja, nanti bertemu dengan orang PH nya. bapak Lutfi apa pernah dengar."

Security kaget mendengar nama Lutfi. ia pun masuk ke dalam pos dan tak berapa lama keluar.

"saya sudah telpon mbak. katanya tidak ada janjian. tapi karena mbak udah datang, langsung saja kesana."

"oh baik pak.. " Cathrine sumringah dan menggenggam tali tas tangannya.

"mbak.. tapi saran saya, kalo engga usah lanjut deh mbak. disana itu... . ehm.. bukan tempat buat orang kaya mbak juga.. . "

"maksud bapak?" Cathrine jadi ragu dengan perkataan bapak tersebut. apa karena ia tidak cantik.

"bukan kenapa - napa mbak.. tapi disana itu biasanya buat film yang kurang bagus mba. saya lihat mbak bukan tipe yang biasa buat film begitu."

Cathrine kaget, "maksud bapak? saya harusnya engga gimana?"

"sudahlah mbak, bukan hak saya lebih baik mbak masuk dan lihat sendiri saja. rumah nya disana yang pagar hijau tua... " security menunjukan rumah dengan cat kelam.

Chatrine berjalan perlahan di tengah panas nya hari. ia berjalan dengan lemas, pantas saja dari pagi ia belum mengisi perutnya.

Cathrine berdiri di depan rumah. lalu ia menekan bel, tak ada tanda jawaban atau orang yang menghampiri keluar.

tak berapa lama pintu terbuka sendiri. Cathrine dengan langkah ragu masuk ke dalam. ia melihat ada satu pintu di garasi yang terbuka.

Cathrine memberanikan diri masuk ke dalam. ia melewati garasi yang amat besar. hanya ada mobil sedan toyota crown terparkir disana.

Cathrine mengikuti hatinya masuk ke dalam. ia bertemu sepasang manusia dengan pakaian seadanya. seperti sepasang kekasih yang telah melakukan hal yang tidak sepantas nya.

"maaf Mbak.. saya mau casting, dimana ya?" tanya Cathrine kepada si perempuan.

lirikan sinis yang di dapat dari perempuan tersebut. tapi si pria justru dengan hangat menjawab.

"owh, mbak masuk aja tu ke ruangan yang ada di lantai 2. yang tulisannya Direktor. didalem yang bakalan Casting mbak. saya pergi dulu ya mba.. ayo sayang ... " mereka pun berlari meninggalkan Cathrine.

Cathrine makin binggung sebenarnya kantor apa ini ? mengapa mereka seperti melihat hantu di siang bolong?

"Cathrine?" seseorang memanggil Namanya.

"iyah.... " Cathrine menoleh dan menjawab.

seorang pria tua kira - kira berumur 47 tahun. wajahnya sangat ramah dan hangat. seperti aura bapak yang sayang anak nya.

"saya Lutfi... kamu teman Garry ya?"

"iya om..Eh Pak Lutfi, salam kenal.. ." Cathrine memberi tangan nya. mereka pun bersalaman.

"mari masuk dan duduk dulu, ada beberapa berkas yang harus kamu isi dulu. sudah bawa foto?"

mereka berbicara sambil berjalan masuk ke rumah.

"sudah Pak.. sudah semua... semoga bisa jadin rejeki saya ya Pak... " senyum Cathrine sumringah.

terlihat lesung pipi dan gigi gingsulnya. sungguh wanita yang manis.

dari atas ada yang sedang mengawasi mereka. sesosok pria yang Cathrine tak menyangka akan dia temui disini. pria tersebut mengepalkan tangan nya. ia nampak tak suka dengan kedatangan Cathrine.

Cathrine di bawa ke suatu ruangan. disana ada sofa, meja dan tempat tidur kecil serta beberapa properti. Cathrine menduga ini salah satu ruangan untuk syuting mereka.

Pak Lutfi meninggalkan Cathrine sendiri. lalu tak berapa lama ia membawa beberapa kertas.

kemudian duduk di samping Cathrine.

ia memberikan kertas tersebut kepasa Cathrine. lalu mengepalkan kedua tangannya.

"kamu isi dulu, nanti saya kembali lagi. ada yang harus saya siapkan dulu ya. nanti saya kembali lagi semoga sudah terisi."

lalu Pak Lutfi pergi meninggalkan Cathrine sendiri.

"untung aku bawa pulpen... " Cathrine mengeluarkan pulpen dari tas nya. ia mulai mengisi tiap lembar pertanyaan dan biodata pribadi.

namun ada pertanyaan yang membuatnya binggung. mengenai ukuran badan nya dan pakaian yang intim dalam dirinya.

"kok seperti ini pertanyaannya.? casting apaan sih benernya.. "

tak berapa lama Pak Lutfi datang. ia duduk di samping Cathrine.

"bagaimana sudah di isi?"

"pak maaf ini kenapa pertanyaan pribadi saya di tuliskan? bukannya ini bukan konsumsi publik dan ini akan jadi berkas anda?"

wajah Pak Lutfi menjadi tak suka. "sudahlah, kamu itu mau Casting aja milih terus! memang kamu tu siapa. sudah cepat kalo mau dapet callingan nurut aja. temen kamu tu pinter narik hati kami! "

Cathrine kaget, ia diam dan merasa hatinya jadi gusar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!