NovelToon NovelToon

Cinta Pertamaku Hanya Milikku

Bab 1

Di sebuah apartemen mewah, tepatnya di dalam kamar yang terlihat luas namun terasa dingin, seorang wanita muda sedang duduk seorang diri menatap ke luar jendela, dia menikmati gemerlapnya cahaya lampu kota saat hari akan berganti malam, yang terilhat sangat indah dari apartemennya, namun keindahan itu tidaklah bisa membuat wanita itu merasa senang apa lagi bahagia, mengingat sejak kecil dia tidak pernah merasakan kasih sayang dari orang tuanya, bahkan dirinya lebih pantas di sebut sebagai anak tiri di dalam rumahnya, hingga saat wanita itu menginjak usia dewasa dan memiliki usaha sendiri, wanita itu memilih untuk tinggal di apartemen, karna baginya itu jauh lebih baik dari pada harus tinggal bersama keluarganya yang tidak pernah perduli dengannya.

Ting

Wanita itu yang tak lain adalah Zira, meraih ponsel yang ada di atas nakas, saat mendengar suara notifikasi pesan lalu membukanya.

[ ''Ayo, ikut makan malam sama kami di apartemen, Kak Mala masak menu kesukaanmu'' ] isi pesan yang masuk di ponselnya.

Zira berdiri dari duduknya, dia meraih tas selempang mini dan juga kunci mobilnya, lalu dia melangkah keluar dari dalam kamarnya, tanpa memoles wajahnya sedikitpun, meskipun begitu Zira tetap terlihat sangat cantik.

Ting Tong

Ting Tong

Ting Tong

Ceklek

''Zira , ayo masuk'' . Ucap seorang pria yang bernama Rio dan membuka lebar lebar pintu apartemennya.

''Maaf Kak, Zira lupa tidak bawa oleh oleh buat Kevin.'' Tukas Zira melangkah masuk ke dalam apartemen pria itu tanpa merasa sungkan sama sekali, mungkin karna Zira sudah sering mendatangi apartemen itu bahkan kadang Zira juga menginap di sana.

Zira mengenal Rio saat baru berusia empat belas tahun hingga kini Zira sudah berusia dua puluh tahun, dan Zira juga menjadi saksi di pernikahan Rio dan Mala empat tahun lalu, bukan hanya dengan Rio saja bahkan Zira juga sangat dekat dengan Mala istri Rio, bahkan saat wekend Zira lebih sering menghabiskan waktu bersama keluarga kecil Rio ketimbang dengan keluarganya sendiri.

''Tidak masalah, kamu mau datang kami sudah senang'' sahut Rio mengikuti langkah Zira yang melangkah semakin masuk ke dalam apartemen, dan berhenti di meja makan, dimana terlihat seorang wanita yang sedang menata semua menu makan malam yang sudah di masaknya sejak dua jam yang lalu, wanita itu yang tak lain adalah Mala tersenyum melihat kedatangan Zira.

''Kevin mana Kak ?'' Zira bertanya sambil celingukan mencari keponakan kecilnya itu, karna biasanya keponakannya itu akan berteriak kegirangan saat melihat dirinya datang.

''Kevin tidur, kamu masuk saja ke kamarnya, sekalian bangunkan dia.'' sahut Mala, Zira menganggukkan kepalanya dan segera melangkah menuju ke sebuah kamar yang di pintunya tertulis nama Baby Kevin, dan Zira langsung membuka pintunya dan masuk begitu saja, Zira tersenyum melihat balita laki laki yang sangat gembul sedang tidur di atas ranjang dengan posisi yang sudah tidak karuan. Bukannya membangunkannya tapi Zira malah ikut naik ke atas ranjang dan merebahkan tubuhnya di samping Kevin, Zira menarik tubuh gembul Kevin ke dalam pelukannya, lalu memejamkan kedua matanya dan perlahan mulai masuk ke alam mimpinya.

Di meja makan Rio dan Mala yang sudah siap untuk menyantap makan malamnya, di buat menatap ke arah pintu kamar putranya yang masih tertutup rapat, mereka sudah menebak jika Zira pasti ikut tidur dengan putranya, karna mereka sama sekali tidak mendengar suara ribut putranya saat melihat keberadaan Zira.

''Sayang, apa perlu Zira aku bangunkan?'' usul Rio.

''Tidak perlu mas, biarkan saja dia tidur, nanti saat dia sudah bangun aku akan menghangatkan masakannya lagi.'' Timpal Mala dan Rio hanya bisa menganggukkan kepalanya saja, mereka tahu jika Zira selalu kurang tidur, bahkan hampir setiap malam Zira sering pergi ke club malam, entah apa yang di lakukan Zira di sana, yang jelas mereka selalu mengingatkan agar Zira tidak meminum alkohol, karna itu bisa memperburuk penyakit yang di derita Zira.

Enam tahun yang lalu Zira yang sering merasakan pusing di kepalanya, memutuskan untuk memeriksakan kondisinya di rumah sakit besar kota, dan kebetulan saat itu yang memeriksa Zira adalah Rio, dan saat itu Mala juga bekerja sebagai perawat di rumah sakit itu. Rio dan Mala merasa kasihan pada Zira yang memeriksakan dirinya tanpa di dampingi kedua orang tuanya, apa lagi saat Rio mengetahui penyakit yang di derita oleh Zira kanker otak stadium awal membuat Rio semakin ingin menjaga Zira, sedangkan Zira yang merasakan perhatian tulus dari Rio membuat Zira perlahan mulai terbuka dengan Rio, hingga akhirnya Rio mengetahui semua tentang hidup Zira yang sangat tidak adil dan kejam menurutnya, dan saat itu Rio memutuskan untuk merawat Zira tanpa di harus di bayar, begitu juga saat Rio akan menikahi Mala, dia meminta pada Mala untuk tidak marah saat dirinya memberikan perhatian lebih pada Zira, dan untungnya Mala tidak mempermasalahkannya di tambah saat Mala tahu mengenai hidup Zira yang tak seberuntung dirinya, membuat Mala juga sangat menyayangi Zira.

Pukul sembilan malam Zira mengerjapkan kedua matanya, dia langsung tersenyum saat melihat balita gembul yang duduk di depannya, sembari berceloteh tidak jelas, namun mampu membuat Zira terkekeh.

''Keponakan Aunty sudah bangun ternyata.'' Ujar Zira beranjak duduk lalu mengangkat Kevin dan di dudukkan di pangkuannya.

''Apa Kevin bangun dari tadi, hem,?'' Zira bertanya sembari menciumi pipi gembul Kevin dengan gemas, yang mana membuat si empunya tertawa keras, bahkan sampai terdengar oleh dua orang yang sedang menonton televisi di ruang tengah.

Ceklek

''Ternyata kalian sudah bangun'' tukas Mala lalu mendekat ke arah Zira dan Kevin, begitu juga dengan Rio yang mengikuti istrinya di belakangnya.

''Zira ayo makan dulu, Kak Mala akan menghangatkan lagi masakannnya'' ujar Mala mengambil alih Kevin dari Zira.

''Iya Kak'' sahut Zira lalu menurunkan kakinya dari atas ranjang, sedangkan Kevin kini sudah di ambil alih oleh Rio dan mereka keluar dari dalam kamar Kevin.

'' Kak, Zira mau pamit pulang'' ucap Zira setelah menghabiskan makan malam dengan menu favoritnya, bahkan Mala dan Rio jauh lebih tahu tentang makanan yang di sukai dan tidak di sukai oleh dirinya ketimbang orang tuanya, karna saat dulu dirinya masih tinggal di rumahnya, Ibunya selalau masak dengan menu ke sukaan Kakanya saja Zahra yang sama sekali tidak di sukai olehnya, dan saat dirinya protes tentang masakan itu Ibunya selalu mengatakan jika itu untuk menjaga ke sehatan Kakanya.

''Kenapa tidak menginap di sini saja?'' tanya Mala berdiri dari duduknya dan menghampiri Zira dengan menggendong Kevin.

''Aunty kenyapa puyang, Kevin masih kangen '' ujar Kevin dengan suara khas anak kecil membuat Zira terkekeh.

''Aunty masih ada urusan sayang, janji besok Aunty akan kesini lagi, dan bermain bersama Kevin sepuasnya'' Timpal Zira sambil menoel pipi gembul Kevin.

''Janji Ya'' ucap Kevin menjulurkan jari kelingkingnya ke hadapan Zira, dan Zira langsung menyatukan jari kelingking miliknya ke jari mungil Kevin.

'' Aunty Janji'' balas Zira tersenyum.

''Apa kamu mau ke club lagi?'' Rio yang sejak tadi hanya menyaksikan interaksi putranya dengan Zira ikut bersuara.

''Zira tidak tahu'' sahut Zira lalu melangkah menuju ke pintu apartemen yang di ikuti oleh Rio dan Mala dengan Kevin di gendongannya.

''Ingat, jangan minum bir, tidak baik untuk kondisimu'' pesan Rio yang hanya di angguki oleh Zira tanpa protes sama sekali, tapi tetap saja membuat Rio dan Mala hawatir, karna mereka sudah tahu betul saat Zira sudah frustasi, maka Zira akan melampiaskan pada bir kadang juga dengan menghisap nikotin.

Bab 2

Zira mengembangkan senyumnya ketika melihat pria yang berada di dalam mobil yang parkir tepat di sebelah mobilnya. Tadi sepulang dari apartemen Rio awalnya Zira ingin pergi ke club, namun di pertengahan jalan Zira merasakan haus, lalu dia membelokkan mobilnya ke minimarket, namun siapa yang mengira kalu dirinya memarkirkan mobilnya di samping mobil milik pria cinta pertamanya, dan kebetulan pria itu ada di dalam mobilnya.

''Kak Zico nunggu siapa?'' gumamnya terus menatap ke arah mobil Zico,karna kebetulan Zico membuka jendela kaca mobilnya, membuat Zira sangat mudah untuk menatap wajah tampan Zico tanpa di sadari oleh si empunya.

Zira meremas kuat setir kemudinya, ketika melihat wanita yang berusia dua tahun lebih tua darinya, keluar dari dalam minimarket dengan tangannya menenteng kresek putih berlogo minimarket. Zira terus menatap wajah ceria wanita itu yang tak lain adalah kakanya Zahra, yang masuk ke dalam mobil milik Zico.

Merasakan emosinya yang memuncak, Zira segera menghidupkan kembali mesin mobilnya, lalu memundurkan mobilnya ke bahu jalan, dan segera meninggalkan lokasi minimarket, bahkan Zira melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi, karna terlalu emosi Zira sampai melupakan rasa haus yang menderanya.

Sedangkan Zico merasa aneh dengan mobil yang tadi sempat parkir di samping mobilnya, karna dia sama sekali tidak melihat seseorang keluar dari dalam mobil itu sejak pertama datang, dan sampai mobil itu kembali meninggalkan mini market, aneh itu lah yang ada di pikiran Zico.

''Kak Zico, ada apa?'' Zahra merasa aneh melihat Zico yang memperhatikan mobil yang baru saja pergi dari minimarket.

''Tidak ada'' sahut Zico lalu menghidupkan mesin mobilnya, dan meninggalkan area minimarket.

''Kau ada masalah apa lagi'' ujar pria yang bekerja sebagai bartender di club ternama di pusat kota, dia seakan akan hafal pada wanita di depannya, ketika sedang emosi dia akan mendatangi bar tempatnya bekerja untuk melampiaskan emosinya dengan meneguk bir sampai mabuk.

''Kau tahu Brayen, dulu hanya aku yang mau berteman dengannya, tapi kenapa sekarang dia tidak mau melihat keberadaanku'' gumam Zira yang sudah mulai mabuk.

Pria yang di panggil Brayen hanya diam menatap Zira yang terus meneguk bir, tanpa ada niatan untuk menghentikannya, Brayen sendiri sampai saat ini tidak tahu siapa yang selalu di bicarakan oleh Zira, karna Zira juga tidak pernah mau memberi tahunya.

''Ma, apa Mama sudah menghubungi Zira?, kalau lima hari lagi aku dan Kak Zico akan bertunangan'' Tanya Zahra sambil melahap sarapan pagi dengan menu kesukaannya.

''Sudah sayang, tapi kamu tahu sendirikan dengan adikmu itu, sejak tinggal di apartemen dia sulit sekali untuk di hubungi'' timpal Mama Nita, Ibu Zahra dan Zira.

Zahra terdiam yang di katakan oleh mamanya benar, adiknya itu memang sulit sekali di hubungi sejak tinggal di apartemen, bahkan Zira juga hampir tidak pernah menginjakkan kakinya ke rumah ini lagi, terkadang Zahra merasa iri dengan adiknya yang menurutnya bisa hidup bebas tanpa harus mendapat penjagaan ketat seperti dirinya, karna saat Zahra baru keluar dari rumah sebentar saja, orang tuanya pasti akan menyuruhnya segera pulang, dengan alasan takut jika dirinya kelelahan atau takut kalau penyakit bawaannya tiba tiba kambuh.

Zira melempar ponselnya ke atas ranjang dengan wajah muram, mamanya memintanya agar pulang saat kakanya melangsungkan pertunangan dengan Zico. Jemari lentik Zira meraih rokok yang berada di atas nakas, lalu mengambil satu putung rokok dan menyulutnya, perlahan mulut Zira menyemburkan asap putih dari rokok yang ia hisap dengan begitu santainya, dia tidak perduli jika kini kamar apartemennya penuh penuh dengan kepulan asap rokok yang keluar dari mulut mungilnya.

Merasa sudah puas dengan barang bernikotin yang ada di sela sela jarinya, Zira menekannya ke dalam asbak, lalu dia berdiri dari duduknya meraih tas selempang juga ponsel yang ia lempar ke atas ranjang tadi, dan melangkah keluar meninggalkan apartemennya.

''Selamat datang Kak Zira'' ucap salah satu pelayan wanita, saat melihat bos tempatnya bekerja datang.

Zira menghentikan langkahnya sejenak untuk sekedar membalas sapaan pegawainya, lalu melanjutkan langkahnya menuju ke ruang kerjanya yang berada di lantai tiga, karna kebetulan Zira membangun restorannya menjadi tiga lantai.

Di sebuah perusahaan seorang pria sedang serius membaca beberapa berkas yang di berikan oleh sekertarisnya, sampai membuat pria itu tidak menyadari kedatangan wanita yang sebentar lagi akan menyandang status sebagai tunangannya.

''Kak Zico.''

Zico mendongakkan kepalanya dan terkejut melihat keberadaan Zahra yang berdiri di sebrang mejanya, lalu Zico berdiri dari duduknya dan menghampiri Zahra.

'' Ke sini sama siapa?'' Zico bertanya sambil menggandeng tangan Zahra, dan membawanya ke sofa yang berada di ruang kerjanya.

''Di antar sama Mama, kebetulan mama mau ke apartemen Zira'' Zico menganggukkan kepalanya, dia tahu jika Zira adik dari kekasihnya tinggal di apartemen, namun sayangnya Zico tidak kenal dengan Zira, bahkan kalau misalnya dirinya berpapasan dengan Zira di jalan, sudah pasti Zico tidak akan mengenalnya, karna semenjak dirinya menjalin hubungan dengan Zahra dia hanya beberapa kali bertemu dengan Zira itupun hanya sekilas, membuatnya kesulitan untuk mengingat wajah Zira.

''Kak Zico sibuk?'' Zahra bertanya sambil menatap wajah Zico yang semakin hari terlihat semakin tampan, membuat Zahra merasa beruntung karna di cintai oleh pria setampan dan sekaya Zico.

''Lumayan, ada apa?'' Zico balik bertanya.

''Aku ingin ke restoran pusat kota, aku dengar makanannya di sana enak enak'' jawab Zahra membuat Zico terdiam sebentar, dia mau menolak permintaan Zahra tapi tidak tega, mau mengiyakan tapi pekerjaannya menumpuk.

''Kalau nanti malam saja bagaimana?'' Zico memberi usulan dan berharap Zahra tidak keberatan, namun dirinya langsung melihat wajah sedih Zahra, yang mana membuatnya terpaksa memberikan pekerjaannya pada asistennya Tomas.

Zahra menarik pergelangan tangan Zico dengan semangat, dan membawanya masuk ke dalam restoran yang ia katakan tadi, sedangkan Zico mengikutinya dengan sedikit terpaksa.

''Pelayan'' seru Zahra dengan semangat, dan si pelayan segera menghampiri meja Zahra, dengan memberikan dua buku menu untuk Zahra dan Zico. Dan lagi lagi Zahara memilih menu makanan dan minuman dengan semangat, berbeda dengan Zico yang yang hanya memilih minuman saja, yang mana membuat Zahra mengerutkan dahinya.

''Kak Zico tidak makan?'' tanya Zahra sambil mengembalikan buku menu pada si pelayan.

''Aku tadi sudah makan siang, jadi kenyang'' sahut Zico beralasan, meskipun tidak kenyang tapi Zico memang tidak lapar, dan entah tiba tiba dia merasa tidak mood untuk makan.

Zahra mengaggukkan kepalanya mengerti, karna yang terpenting Zico sudah mau menemaninya ke sini sudah lebih dari cukup.

''Kak Zico mau kemana?'' Zahra bertanya saat melihat Zico tiba tiba berdiri dari duduknya.

''Aku mau ke toilet sebentar'' sahut Zico lalu segera melangkah meninggalkan Zahra sendiri di meja, dan pergi menuju ke toilet yang berada di dalam restoran, namun saat di tikungan toilet Zico tidak sengaja menabrak seseorang, membuat orang itu sampai menabrak vas bunga yang lumayan besar.

Brukk

''Aduhhh,,,!!''.

Bab 3

Zico dan Zahra sama sama menatap wanita yang kini sedang di obati oleh pelayan restoran, tadi saat wanita itu bertabrakan dengan Zico, membuat siku sebelah kirinya terluka karna membentur vas bunga.

''Zira, mama ke apartemen kamu, apa kamu tahu?'' Zahra mulai membuka suara, sudah sejak sepuluh menit yang lalu sepasang adik kaka itu sama sama saling diam.

''Tidak tahu'' Zira menyahut tanpa menatap wajah kakanya.

 Zico yang sejak tadi tak bersuara diam diam mengamati interaksi Zahra dan Zira, dia bisa melihat dengan jelas jika Zira tidak menyukai keberadaan kakanya, entah ada masalah apa Zico juga tidak tahu, karna selama dia kenal dengan Zahra dia sangat jarang mendengar Zahra bercerita tentang adiknya, Zico hanya tahu jika Zahra memiliki adik yang tinggal di apartemen itu saja, dan Zico juga tidak mencoba untuk bertanya lebih.

Ishhhhh

Zico tersadar dari lamunannya mendengar Zira mendesis, karna si pelayan meneteskan cairan antiseptik pada lukanya.

''Sudah Kak'' ujar si pelayan.

''Terimakasih'' timpal Zira melihat plaster yang menutupi lukanya dengan sempurna, namun tak bohong jika sedikit merasa nyeri saat dirinya menggerakkan tangannya.

''Zira, dua hari lagi kaka sama Kak Zico mau bertunangan, kamu harus pulang'' pinta Zahra yang sama sekali tidak perduli dengan luka di lengan Zira.

Zira berdiri dari duduknya dia menatap kakanya beberapa detik, lalu beralih menatap ke arah luka di sikunya. ''Aku tidak janji '' ucap Zira datar dan terdengar sangat dingin, lalu melenggang pergi begitu saja melewati Zahra dan Zico.

Hari ini Zahra dan mamanya pergi ke apartemen Zira, kemarin mamanya mengatakan jika tidak mendapai Zira di apartemennya, tentu saja karna dia bertemu dengan Zira di restoran yang ia kunjungi kemarin, di tambah Zira terluka karna tak sengaja bertabrakan dengan Zico, awalnya Zahra merasa aneh karna Zico tidak segera kembali ke meja mereka, karna penasaran akhirnya Zahra menyusul Zico, dan saat itu dia melihat Zico menggandeng Zira dan di dudukkannya di kursi panjang yang berada tak jauh dari toilet, awalnya Zahra sudah berfikir yang tidak tidak, namun setelah mendengar penjelasan dari Zico seketika membuatnya bisa bernafas lega.

Ting Tong

Ting Tong

Ting Tong

Zira yang sedang membuat omlet di dapur mendengus kesal, siapa yang sudah bertamu di apartemennya pagi pagi begini, padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan, dan Zira masih menganggapnya pagi mungkin karna dia yang bangunnya yang kesiangan.

''Untuk apa mereka ke sini'' decak Zira melihat keberadaan kaka dan mamanya berdiri di depan pintu apartemennya melalui cctv.

Ceklek

''Syukurlah, ternyata kamu ada'' ucap mamanya dengan tersenyum, namun Zira dia hanya diam saja dan membalikkan badannya melangkah kembali ke dapur, sedangan Mamanya dan Zahra dia langsung masuk ke dalam apartemen lalu duduk di sofa ruang tamu, Mamanya menatap Zira yang terlihat sedang masak di dapur, dia lalu berdiri dari duduknya dan menghampiri putrinya keduanya itu.

''Zira, kamu tidak ingin pulang?'' tanya Mamanya membaut gerakan tangan Zira yang sedang memotong sayuran berhenti tapi hanya sebentar, lalu kembali melanjutkan memotong sayuran.

''Tidak Ma, Zira lebih suka tinggal di sini'' timpal Zira membuat Mamanya hanya bisa menghela nafasnya, lalu melangkah meninggalkan dapur, membiarkan putri keduanya untuk fokus pada masakannya.

''Tuan, pemimpin dari Mega Group meminta untuk bertemu di bar pusat kota'' ucap Tomas membuat Zico mengerutkan dahinya, kenapa harus di bar pikirnya, kenapa tidak di tempat lain di restoran misalnya.

''Bagaimana Tuan, apa anda bersedia datang,'' tambah Tomas.

Zico terdiam beberapa detik lalu menganggukkan kepalanya, padahal jam delapan nanti dia harus ke rumah Zahra untuk pertunangan mereka, tapi tak apalah pikirnya nanti dia akan pamit pada pemimin Mega Group itu .

Jam setengah tujuh malam kedua orang tua Zico sudah tiba di rumah Zahra bersama beberapa pelayan dari mansion mereka, mereka berdua di sambut dengan antusias oleh kedua orang Tua Zahra, sudah seperti yang mereka sepakati jika pertunangan Zahra dan Zico hanya cukup di adakan di rumah Zahra saja.

''Ella, dimana Zico?'' Mama Nita bertanya saat tak melihat keberadaan Zico bersama kedua orang tuanya.

''Zico, sebentar lagi akan menyusul kemari'' timpal Mama Ella.

Di meja bartender club Zira menyunggingkan senyum devilnya, lalu dia menghentikan pelayan wanita yang bekerja di bar itu.

''Ini untuk tamu yang mana?'' tanya Zira.

''Ruangan vip Nona'' sahut pelayan itu dengan ramah, dia sudah hafal dengan Zira yang menjadi pelanggan setia yang selalu duduk di meja bartender club tempat dia bekerja.

''Apa kamu mengenal semua tamu di ruangan itu?'' tanya Zira lagi.

''Saya tidak kenal, tapi saya hafal dengan nama orang orang hebat itu'' timpal si pelayan membuat senyum Zira mengembang, lalu dia mengeluarkan sesuatu dari dalam tas selempangnya, dan di berikannya pada pelayan itu, membuat pelayan itu mengerutkan dahinya.

''Kamu campurkan obat ini ke dalam minuman milik Zico,'' ujar Zira yang faham akan tatapan si pelayan, dan tak lupa Zira memberikan segepok uang pada si pelayan itu.

''Itu uang tutup mulutmu'' tambah Zira dan senyum di wajah si pelayan tercetak jelas, dengan menganggukkan kepalanya.

''Baik Nona, anda tenang saja, saya akan melakukannya dengan baik'' ucap si pelayan lalu pergi meninggalkan Zira yang tak hentinya mengulas senyum di bibirnya.

''Siapa yang ingin kamu jebak?''

Zira menolehkan kepalanya namun dia sama sekali tidak ada rasa takut saat rencananya di ketahui oleh Brayen. ''Menjebak pria yang seharusnya menjadi milikku'' sahut Zira lalu berdiri dari duduknya dan saat akan meninggalkan area bartender langkahnya terhenti dengan ucapan Baryen.

''Kamu tidak takut menyesal nantinya, karna merebut milik orang'' tukas Brayen.

''Mungkin saat penyesalan itu datang, aku sudah tidak ada di bumi ini'' sahut Zira tersenyum devil dan melanjutkan langkahnya menuju ke lantai dua, dimana Zico saat ini berada.

Di lorong lantai dua lagi lagi Zira tersenyum devil, melihat Zico yang berjalan keluar dari ruang vip dengan sempoyongan, Zira mengeluarkan putung rokok dari tempatnya dan di sulutnya, lalu dia menghisapnya sembari menyandarkan punggungnya di dinding .

''Zira,''

Zico mengucek kedua matanya takut jika penglihatannya salah akan keberadaan Zira di depannya. ''Zira, apa yang kamu lakukan di sini?'' Zico menghampiri Zira dengan menahan gejolak di dalam tubuhnya.

''Kak Zico kenapa?'' tanya Zira pura pura tidak tahu, dan tangan kanannya terangkat untuk menyentuh dahi Zico, tapi mampu membuat si empunya merasakan panas yang semakin bergejolak di dalam tubuhnya.

''Jangan menyentuhku Zira!'' sentak Zico menghempaskan tangan Zira dari atas dahinya, tapi bukannya takut Zira malah terkekeh.

Zira berpindah posisi dan bersandar ke salah satu kamar yang kebetulan tidak tertutup rapat, dan seketika tubuh Zira oleng, dan Zira sengaja menarik lengan Zico, membuat Zico jatuh di atas tubuh Zira, tak hanya sampai di situ bahkan bibir mereka saling bersentuhan.

''Zira, apa yang kamu lakukan!! " bentak Zico namun langsung di bungkam oleh ciuman Zira, membuat hasrat di tubuh Zico semakin besar.

''Kamu harus menjadi milikku, Kak Zico '' ucap Zira penuh penekanan, lalu dia berbalik dan kini dirinya yang berada di atas tubu Zico, dan tanpa tahu malu Zira membuka dress yang di pakaiannya di depan Zico, tapi sebelum itu Zira menutup pintu kamar itu dengan menendangnya, Zico membulatkan kedua matanya melihat pemandangan di depannya, dan Zico semakin terkejut saat Zira merobek kemeja yang di pakainya, dan melepaskan dengan paksa celana yang di pakainya , dan jadilah mereka menghabiskan malam dengan saling bertukar peluh.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!