Suara musik remix yang menggema di seluruh ruangan cafe, menciptakan suasana yang meriah dan dinamis, seiring malam yang semakin larut.
Dalam suasana cafe yang meriah, Magika dan teman-temannya menikmati permainan Truth or Dare, menciptakan kenangan indah sebelum memulai babak baru kehidupan akademis, juga sebagai penutup pertemuan terakhir sebelum ujian masuk perguruan tinggi.
Di atas meja yang dipenuhi tawa dan canda, botol kaca berputar cepat, memutari wajah-wajah ceria Magika dan teman-temannya.
Saat berhenti, jarum botol tepat menunjuk Magika, memicu sorak-sorai riang dari teman-temannya yang sudah lama menunggu giliran ini
"Truth or Dare?" Tanya teman-teman Magika secara bersamaan dengan sangat antusias.
Magika yang sudah menghabiskan beberapa gelas minuman berkadar alkohol, mulai merasakan sensasi euforia dari minuman tersebut, adrenalinnya semakin terpacu untuk menyelesaikan permainan ini. Dia tahu teman-temannya pasti tak akan tanggung-tanggung jika memberikan tantangan.
"Dare." Jawab Magika dengan lantang.
Mereka semua tertawa puas mendengar jawaban Magika, karena itu hal yang mereka sudah tunggu sedari tadi, rasanya sudah sangat tidak sabar untuk memberikan tantangan pada Magika.
Di bawah pengaruh alkohol, Magika melepaskan rasa takutnya dan siap menghadapi tantangan apa pun sebagai perpisahan yang tak terlupakan bagi teman-temannya
Teman-temannya tidak akan melewatkan kesempatan emas ini untuk memberikan tantangan.
"Ok langsung aja guy's."
Leonard coba memijat-mijat bahu Magika."Siap-siap Gee lakuin tantangannya."
"Ayo buruan, kelamaan kalian tuh." Ejek Magika.
"Sabaaarr. Ok, Cium salah satu cowok yang ada di cafe ini siapapun, asal bukan Leonard."
Magika terkekeh."Emang Leonard cowok?"
"Wah parah ya, mau liatin kejantanan aku?" Tantang Leonard.
"Kelamaan nanti Magika lakuin tantangannya."
"Iya nih, ayo Gee selesain tantangannya."
Magika memandang sekeliling, mencari target untuk dijadikan bahan eksekusinya, matanya melirik ke berbagai arah, dari banyaknya lelaki yang ada di sini, lagi-lagi dia melabuhkan pandangannya pada lelaki yang duduk sendirian di seberang mejanya.
Sedari tadi sebelum teman-temannya datang, dia sudah memperhatikan lelaki tampan itu, Magika mulai beraksi, dia segera beranjak dari kursi untuk menghampiri incarannya.
................
Setelah menjelajahi kota Bandung untuk mencari kampus impian, Azzrafiq, Yudhistira, dan keempat teman lainnya, memutuskan untuk mengakhiri hari dengan mengunjungi sebuah cafe yang nyaman.
Azzrafiq yang sedang dilanda kalut dalam hubungannya bersama Bianca, memutuskan untuk ikut minum bersama teman-teman lainnya.
Minuman itu seperti sihir yang membalut Azzrafiq dalam keadaan euforia, mengusir kesedihan yang menghantui pikirannya dan menggantinya dengan perasaan ringan dan bebas.
Di antara kerumunan, Azzrafiq menemukan seorang wanita dengan rambut stroberi pirang yang bersinar, dan tawanya yang merdu menarik perhatiannya.
"Fiq ayo kita ke area dance floor." Ajak Yudhistira memecahkan perhatiannya terhadap wanita yang ada di seberang meja.
"Kita ajojing Fiq, Ayo!!" Seru teman-teman lainnya yang terlihat sangat antusias.
"Ya, kalian duluan aja, nanti gue nyusul." Sahut Azzrafiq sembari kembali meneguk minumannya.
Teman-teman Azzrafiq meninggalkannya sendirian di meja, dia kembali memperhatikan wanita yang menarik perhatiannya, namun gerangan itu sudah tak ada lagi di tempatnya.
Azzrafiq kembali termenung sembari melihat buih soda di dalam gelas yang perlahan meletup dan menghilang.
"Hai.." Sapa Magika dengan percaya diri menghampiri Azzrafiq.
Matanya tertuju pada Magika, memperhatikan keanggunan dan keunikan yang terpancar dari sosoknya.
Magika, wanita yang telah mencuri perhatiannya sejak pertama kali, kini berdiri di hadapannya dengan senyum menawan.
Azzrafiq tersenyum menyeringai, lalu dia meneguk habis minuman yang ada di tangannya sebelum merespons sapaan Magika. "Hallo.."
Magika tersenyum manis pada Azzrafiq, wanita itu membungkuk kan tubuhnya dan langsung mencium bibir lelaki yang berparas tampan itu tanpa basa-basi.
Dalam keadaan euforia, Azzrafiq membalas ciuman Magika dengan lembut, keintiman spontan itu membangkitkan gairah yang tak terduga.
Di sisi lain ruangan, tanpa mereka sadari, takdir tengah menjalin benang merah yang akan mempertemukan dua jiwa yang sama-sama ingin melupakan sejenak realitas.
Azzrafiq biasanya tidak suka wanita yang terlalu agresif, tapi kali ini dia tidak merasa terganggu, malah menikmati ciuman yang diberikan gadis itu dan terjebak dalam arus gairah yang tak terduga bersama Magika. Perilaku Magika membangkitkan sisi lain Azzrafiq.
Keduanya berhenti sejenak, saling menatap dengan pandangan yang dalam dan penuh makna, Magika dan Azzrafiq terkesan oleh keunikan ciuman mereka.
Magika teringat pada kenangan-kenangan manis masa SMA, ketika dia membayangkan ciuman pertamanya bukan terjadi dalam permainan truth or dare, namun malam ini, segalanya terasa begitu alami.
Magika tersenyum dan berusaha berdiri, namun Azzrafiq dengan cepat menarik tangannya ke atas pangkuannya.
Magika sedikit terperangah dengan apa yang dilakukan lelaki itu, namun dia malah tersenyum lalu kembali menciumnya, dia belum merasa puas merasakan bibir lembut Azzrafiq.
Ciuman itu seperti api yang membakar, membuat Azzrafiq kecanduan dan tergila-gila pada Magika yang kini sedang merengkuhnya dengan penuh gairah.
Hingga dia tidak mempedulikan teman-temannya yang sudah kembali dari area dance floor
"Woohooo!! Get a room dude!" Seru teman-teman Azzrafiq yang kini duduk mengelilingi keduanya.
Dua sejoli itu terus-menerus bercumbu, tak peduli dengan kehadiran orang lain di sekitar mereka. Magika dan Azzrafiq malah semakin bersemangat, saling memeluk dan mencium dengan penuh gairah.
Dari meja seberang, teman-teman Magika terperangah menyaksikan aksi Magika yang semakin tak terkendali. Mereka terkejut dan tidak percaya bahwa Magika bisa begitu terbawa dalam keintiman dengan orang yang baru dikenalnya.
Magika dan Azzrafiq berhenti sejenak, dan Magika tidak bisa menahan tawa melihat lipstik merahnya yang menempel di bibir Azzrafiq.
"Sorry bikin belepotan." Ucap Magika yang masih berada di atas pangkuan lelaki itu, dengan lembut, Magika menyeka sisa lipstik di bibir Azzrafiq.
"Wanna dance with me?" Tanya Azzrafiq.
Magika mengangguk dengan semangat, lalu dia beranjak dari pangkuan lelaki itu dan menarik tangannya menuju area dance floor.
Magika berputar dalam lingkaran cahaya yang berkilauan, tariannya memancarkan kebebasan dan kegembiraan yang tak terkendali.
Suasana gemerlap yang membiusnya, membuatnya menjadi satu dengan irama musik, seolah-olah tubuhnya digerakkan oleh ritme yang mengalun.
Magika menari dengan gerakan menggoda yang mempesona, sementara Azzrafiq mengikuti langkahnya dengan gerakan yang lembut dan mengikuti irama di belakangnya, keduanya bergerak harmonis seperti dua jiwa yang menyatu dalam irama musik yang semakin pelan dan romantis.
Azzrafiq mendekat, mengendus leher Magika dengan lembut. "Gue suka aroma tubuh lo."
Magika terkekeh merasakan deru napas Azzrafiq yang menggelitiki lehernya."Aku suka semua bagian yang ada di diri kamu."
Dengan gerakan anggun, Magika membalikkan tubuhnya dan melingkarkan tangannya di leher Azzrafiq.
"Lo harus jadi milik gue malam ini." Bisik Azzrafiq seraya mencium pipi wanita berambut pirang stroberi itu.
"Milikilah." Bisik Magika menggoda Azzrafiq.
Mereka berdua kembali bercumbu, seiring irama lagu yang semakin memuncak. Magika menggenggam tangan Azzrafiq dan mengajaknya berlari keluar, menerobos kerumunan orang-orang yang berdesak-desakan di sekitar mereka.
Suara tawa mereka bergema di udara, menciptakan momen yang tak terlupakan. Semakin jauh mereka berlari, suara musik dari dalam semakin memudar, hingga akhirnya hanya terdengar bisikan angin yang mengiringi langkah mereka.
Udara malam yang segar dan dingin membalut wajah mereka, membawa kesegaran. Saat Magika dan Azzrafiq berjalan berdampingan di jalan Braga yang tenang dan gelap, lampu-lampu kota yang berkelap-kelip di kejauhan menambahkan kesan romantis pada malam mereka.
Dalam keheningan malam yang hanya dipecahkan oleh suara langkah kaki mereka, mereka berjalan berpegangan tangan, menikmati keintiman dan kebebasan yang hanya mereka berdua yang memahami.
"Seger banget udara di luar." Seru Azzrafiq.
"Iya bener banget, udara Bandung emang menyegarkan." Sahut Magika.
"Sama kayak orang-orangnya, terutama cewek yang ada di samping gue." Ucap Azzrafiq sambil mengecup tangan Magika.
Magika tersenyum malu-malu, merasa hatinya berdegup kencang, lalu dia menatap Azzrafiq dan mengusap pipinya. "Bisa aja ya kamu."
"Oh ya gue Edward, nama lo siapa?" Kata Azzrafiq memperkenalkan diri dengan nama samaran.
Saat nama Edward terucap dari bibir lelaki itu, Magika seketika teringat pada sosok vampir tampan dalam film Twilight Saga yang selalu membuatnya terpesona.
Dengan senyum yang lembut dan mata yang berkilau, Magika memperkenalkan dirinya dengan nada yang manis, seolah-olah dia adalah Bella Swan yang telah menemukan pasangannya, Edward Cullen.
Magika tersenyum nakal, bibirnya masih sedikit berkilau oleh sisa lipstik. Dia menggoda. "Aku Bella."
"Kayak di twilight ya nama kita."
Suara tawa Magika terdengar melengking saat dia mendengar ucapan Azzrafiq, yang jelas-jelas tidak akan memberitahu nama aslinya pada orang asing, terutama di tempat seperti cafe malam yang dipenuhi oleh orang-orang yang hanya ingin bersenang-senang.
Magika juga yakin bahwa lelaki itu juga tidak akan memberitahu nama sebenarnya, sehingga dia merasa aman dan nyaman dalam permainan nama samaran ini.
"Lo kalo ketawa gitu, makin charming ya." Ucap Azzrafiq, lalu dia membelai wajah Magika dengan lembut untuk menciumnya lagi.
Magika membalas ciuman Azzrafiq dengan penuh gairah, menyadari bahwa waktu bersama mereka terbatas dan tidak akan pernah terulang lagi.
Dari nada bicara Azzrafiq yang khas dan logatnya yang berbeda, Magika dapat mengetahui bahwa Azzrafiq bukanlah orang dari kota yang sama dengannya.
Karena itu, dia memutuskan untuk tidak menahan diri dan membiarkan dirinya terbawa oleh keinginan dan gairah yang memuncak di malam ini.
Dengan langkah yang santai dan gembira, mereka berdua melanjutkan perjalanan menuju jalan Asia-Afrika, salah satu ikon kota Bandung yang penuh sejarah.
Saat tiba di depan Gedung Merdeka, mereka berhenti sejenak dan memutuskan untuk berswafoto bersama.
Dengan pose yang lucu dan romantis, mereka berdua bergantian mengambil foto dengan latar belakang Gedung Merdeka yang megah dan bersejarah.
Suara tawa dan gembira mereka terdengar di udara, menambahkan kesan bahagia dan kebersamaan di malam yang sunyi ini.
Setelah puas berfoto ria, Magika dan Azzrafiq kembali berjalan melanjutkan langkah mereka menuju minimarket yang buka 24 jam, di sana mereka membeli beberapa minuman dan makanan ringan.
Saat mereka berdua berdiri di depan kasir, Magika secara tidak sengaja melihat deretan kondom yang terpajang rapi di rak.
Tanpa ragu-ragu, dia mengambil beberapa bungkus kondom dan meletakkannya di atas meja kasir, menyatu dengan makanan dan minuman yang mereka beli.
Azzrafiq yang berdiri di sampingnya, menoleh ke arah Magika dengan senyum yang sedikit terkejut. "Jadi kita mau lanjut nih?"
"Sampai pagi, jangan nanggung kalo mau senang-senang." Ucap Magika seraya mengerlingkan matanya lalu keluar dari minimarket.
Azzrafiq tidak bisa menahan senyumnya saat melihat Magika berjalan keluar dari minimarket. Dia terkekeh pelan, merasa terkesan dengan keberanian dan kepercayaan diri Magika.
Lalu, dia menyusul Magika dengan langkah yang santai, dan mereka berdua berjalan bersama dengan harmoni yang sempurna, seolah-olah mereka telah berjalan bersama selama bertahun-tahun.
Saat mereka memasuki kamar hotel, atmosfer di sekitar mereka berubah menjadi lebih intim dan romantis. Cahaya lampu yang lembut dan suara musik yang pelan menciptakan suasana yang sempurna untuk malam yang penuh keintiman.
Saat pintu tertutup rapat, Magika langsung mendorong Azzrafiq ke dinding, matanya berkilau dengan gairah yang tak tersembunyi.
Bibirnya kembali mencumbu Azzrafiq, membuat lelaki itu terjebak dalam keinginan yang memuncak. Sambil terus mencumbui, tangan Magika mulai bergerak dengan lincah, membuka satu per satu kancing kemeja yang dipakai Azzrafiq.
Setiap kancing yang terbuka membuat Azzrafiq merasa semakin terbuka dan rentan, namun dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menikmati setiap sentuhan Magika.
Magika menatap Azzrafiq sambil tersenyum nakal. "Ayo kita lakuin lebih dari sebelumnya."
Azzrafiq menyeringai, matanya berkilau dengan keinginan. Dia menyambut Magika dengan ciuman yang perlahan kian memanas, membuat wanita itu terjebak dalam keinginan yang memuncak.
Sambil terus mencumbui, Azzrafiq mengendus leher Magika, dan aroma parfum baby powder yang lembut dan manis membuatnya semakin terlena.
Di tengah hasrat yang menggebu, Magika semakin liar menggodanya, membuat Azzrafiq semakin tergoda.
Namun, dia tidak ingin mengambil kesempatan terlalu banyak, dan ingin memastikan bahwa Magika benar-benar yakin ingin bercinta dengannya malam ini.
Dengan napas yang terengah-engah, Azzrafiq menarik diri sedikit, dan menatap Magika dengan mata yang penuh pertanyaan.
Azzrafiq ingin memastikan bahwa Magika juga merasakan hal yang sama, dia ingin berbagi momen intim ini dengan Magika, dan merasakan bahwa mereka berdua sama-sama ingin dan siap untuk melakukannya, tanpa ada rasa paksaan atau keraguan.
"Wait!! Are you sure?" Tanya Azzrafiq, suaranya bergetar dengan keinginan dan keraguan.
"I'm yours." Jawab Magika seraya kembali menarik wajah Azzrafiq.
Keintiman mereka mencapai puncaknya, Azzrafiq menahan napas, menikmati sentuhan yang tak terbendung dan membara. Ciuman mereka terhenti sejenak, digantikan oleh desahan napas yang membara dan terengah-engah.
"Lo yakin kita mau ngelakuin ini?" Tanya Azzrafiq lagi untuk memastikan.
"Ayolah! Kita udah pesan kamar, ya kali engga Edward, atau kamu mau kita nikah dulu? Karena di film kan Edward gak mau melakukannya sebelum menikah." Jawab Magika disela ciumannya.
Azzrafiq terkekeh mendengar ucapan Magika, dan setelah mendapatkan persetujuan darinya, dia semakin berani dan terbuka.
Dia menyapu habis bibir Magika dengan ciuman yang penuh gairah, dan perlahan-lahan turun ke leher Magika yang semakin memantik hasratnya.
Tangan Azzrafiq mulai bergerilya, mengeksplorasi tubuh Magika dengan sentuhan yang lembut dan penuh keinginan.
Magika merasa dirinya terjebak dalam keintiman yang tak terbendung, dan dia tidak bisa menahan diri untuk tidak menikmati setiap sentuhan Azzrafiq.
"Aahh.." Racau Magika.
Azzrafiq terpukau melihat keindahan tubuh Magika yang terbuka di hadapannya. Dia membeku, menatap pemandangan yang indah itu dengan mata yang terpesona.
Beberapa saat dia membeku, hanya menikmati keindahan yang ada di depannya.
"That's Beautiful." Ucap Azzrafiq mengagumi tubuh Magika.
Ketika akan melanjutkan aksinya lagi, Azzrafiq melihat Magika sudah tak sadarkan diri.
Azzrafiq melihat mata Magika yang sudah terpejam, dia tak berani menyentuhnya, meski hasrat menggebu, Azzrafiq tetap menjaga kesadaran dan menghormati batasan Magika.
Lalu dia menutup pakaian Magika yang terbuka dengan perlahan, dan membalut tubuh wanita itu dengan selimut.
Azzrafiq masuk ke dalam kamar mandi, dia melakukan sesuatu yang pribadi, menuntaskan keinginan yang mengganjal pada dirinya, sambil membayangkan dirinya menakluki Magika.
Setelah selesai, dia tidur di samping Magika sambil memeluk tubuhnya.
Azzrafiq terbangun dari tidurnya dengan kepalanya yang terasa sangat pusing. Dia merasa bingung dan tidak ingat apa yang terjadi semalam.
Saat dia berbalik, dia mendapati ada seorang wanita tidur memunggunginya. Dia memandang wanita itu dengan mata yang masih kabur.
"Apa yang udah gue lakuin?" Gumam Azzrafiq seraya melihat tubuhnya, dan merasa lega ketika pakaiannya masih utuh.
Dia mencoba mengingat apa yang sudah terjadi malam tadi. "Gue gak inget, damn!"
Azzrafiq beranjak dari tempat tidur berukuran king itu, tanpa melihat wajah Magika yang masih tertidur di sampingnya.
Dia tidak ingin membangunkan Magika, dan lebih memilih untuk memulihkan diri.
Dia melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi, berharap bahwa mandi akan membantu menghilangkan pusing yang masih terasa di kepalanya.
Azzrafiq menyalakan shower dan membiarkan air dingin mengalir di tubuhnya, berharap bahwa itu akan membantu membersihkan pikirannya dan mengembalikan ingatannya.
Niatnya setelah membersihkan diri, Azzrafiq akan mengantar wanita yang tengah tidur bersamanya itu pulang, untuk memberikan kesan positif pada Magika, Azzrafiq ingin membuktikan dirinya sebagai pria yang bertanggung jawab.
Percikkan air dari shower membasahi rambut Azzrafiq, memberikan sensasi dingin yang menyegarkan kulit kepalanya.
Bulir-bulir air terjun bebas ke sekujur tubuhnya, membuatnya merasa lebih segar dan siap menghadapi hari.
Pikiran Azzrafiq mulai jernih kembali, dan dia mengingat apa yang dilakukannya semalam. Meskipun dia tidak ingat wajah wanita itu, dia hanya ingat namanya, Bella.
Namun, dia yakin bahwa itu hanya nama samaran saja. Setelah mandi, Azzrafiq berencana untuk memperkenalkan diri secara resmi kepada wanita itu, dan berharap dapat mengenalnya lebih baik. Dia ingin tahu siapa wanita itu sebenarnya, dan apa yang membuatnya begitu menarik.
Azzrafiq tersenyum saat memikirkannya."Gue harus tahu nama asli dia."
Lelaki itu segera membilas tubuhnya yang tengah diselimuti sabun.
Magika merasakan sakit di kepalanya yang kian terasa selagi matanya terpejam, dia meraba-raba sprei yang terasa dingin.
Perlahan dia membuka matanya, dan seketika itu juga dirinya tersentak kaget ketika menyadari bahwa dia terbangun di kamar yang tampak asing.
Dia tidak ingat apa yang terjadi semalam, dan kebingungan itu membuatnya merasa panik. Dia mencoba mengingat apa yang terjadi sebelumnya, tapi ingatannya masih kabur.
Magika melihat sekeliling kamar, mencari petunjuk tentang di mana dia berada dan apa yang terjadi.
Magika meraba tubuhnya, dan merasa lega ketika mengetahui dirinya masih berpakaian dengan lengkap dan tertutup, lalu dia melihat seisi kamar, hanya dirinya saja yang berada di sini. Dia segera turun dari tempat tidur dan berjalan menuju meja untuk mengambil air putih yang tersedia di kamar ini, tenggorokannya terasa sangat kering.
Ketika meminum air botol mineral, Magika melihat ada tas belanjaan dari minimarket, dia memeriksa isinya dan mendapati kondom diantara makanan dan minuman ringan.
"Shit ada kondom, udah gila apa aku? Tapi ini masih utuh dan belum kebuka, apa semalam aku masih aman?" Gumam Magika.
Mendengar ada suara percikan air di dalam kamar mandi, Magika dapat memastikan masih ada orang yang bersamanya di kamar ini, dia segera bergegas keluar ruangan.
Azzrafiq mematikan shower dan mengeringkan tubuhnya dengan bathrobe yang telah tersedia di kamar mandi, lalu dia keluar dari kamar mandi, ketika melangkah menuju tempat tidur, dia tak mendapati wanita itu lagi, Magika telah meninggalkannya begitu saja.
"Tuh cewek udah ilang aja, orang mau diantar balik baik-baik malah kabur, mana gue lupa mukanya kayak gimana." Gerutu Azzrafiq.
Azzrafiq kembali merebahkan diri di atas tempat tidur untuk menonton TV sambil menunggu jam check out, lalu dia merasakan ada benda yang tertindih olehnya, dia meraba-raba benda itu dan berhasil diraihnya.
...(Charm Bracelet Magika)...
"Gelang? Pasti punya Bella." Ucap Azzrafiq, dia menilik gelang itu. "Unik juga ya bentuknya." Lalu dia menyimpan gelang itu di nakas samping tempat tidur.
Ponselnya berbunyi, ada panggilan dari Yudhistira, Azzrafiq segera mengangkatnya.
"Eh kampret lo dimana?" Tanya Yudhistira.
"Gue lagi di Hotel, nunggu check out bentar lagi." Jawab Azzrafiq ringan.
"Gila lo! Berakhir di sebuah Hotel, image Azzrafiq yang baik, ternyata sudah lenyap." Seru Yudhistira sambil tertawa.
"Kalo gue cerita yang sebenarnya juga, lo pasti gak bakalan percaya nyet."
"Lo berdua belum puas indehoy? Ampe mau tengah hari begini."
Azzrafiq berdecak."Tuh cewek udah gak ada, pas gue tinggal mandi, lo perhatiin ciri-ciri tuh cewek gak?"
"Mana gue tahu, pas gue balik ke meja lo sama dia asyik ciuman, cuma rambut tuh cewek aja yang gue lihat, parah lo kalo mabok hahaha, ampe gak peduliin sekitar, lo ninggalin meja aja gak lepas dari bibir tuh cewek." Terang Yudhistira.
Azzrafiq coba mengingat kejadian itu, apa benar dirinya semaniak itu sampai lupa keadaan sekitarnya? Jika benar dirinya seperti itu, malunya baru terasa saat ini, pipinya mulai memerah.
"Masa sih gue kayak gitu?" Tanya Azzrafiq tak percaya.
Yudhistira tertawa."Asal lo tahu aja, tadi malem lo berlagak dunia berasa milik berdua aja, ciuman seenaknya disekeliling orang-orang, mana tuh cewek dance nya erotis banget, dan lo terlihat sangat kegirangan seperti tante-tante."
"Shit, gue gak inget kalo yang itu." Tukas Azzrafiq seraya menggaruk-garuk alisnya.
"Gimana rasanya nyet bercinta sama orang asing?" Tanya Yudhistira mengejek Azzrafiq.
Azzrafiq tersenyum saat mengingat tubuh Magika yang indah. Dia tidak bisa menyangkal bahwa Magika memiliki tubuh yang sangat sempurna, dan dia masih bisa mengingat detail-detail tertentu tentang tubuhnya.
Namun, ironisnya, dia tidak bisa mengingat wajah Magika, yang seharusnya menjadi bagian yang paling penting dari seseorang.
Azzrafiq merasa sedikit kesal pada dirinya sendiri karena tidak bisa mengingat wajah Magika.
"Hmm.. gak tahu, orang kita ketiduran." Jawab Azzrafiq seraya beranjak dari tempat tidur.
Azzrafiq membuka bathrobe yang dipakainya dan kembali menggunakan kemejanya, saat berkaca, dia kembali terkejut melihat beberapa kiss mark di bagian leher dan dadanya, dia mengusap-ngusapnya bagaimana cara menghilangkannya? Teman-temannya pasti akan menertawakan dirinya bila kiss mark ini masih ada.
"Gak usah bohong lo sama gue, lo pikir gue masih bocah." Gerutu Yudhistira.
"Udah gue bilang, lo gak bakalan percaya, mau gue jelasin sampe mampus juga."
"Berapa ronde?" Tanya Yudhistira usil.
Azzrafiq berdecak."Terserah lo dah, udah dulu ya gue mau siap-siap."
"Tunggu! Jemput dimana nanti kita?"
Azzrafiq melihat sekeliling kamar untuk mencari tahu dia berada di Hotel apa. "Preanger Dhis, gue tunggu."
"Ok, lo tunggu kita dan jangan kemana-mana." Tukas Yudhistira sambil mengakhiri panggilannya.
...****************...
Magika masih merasa pusing dan bingung ketika berjalan di lorong Hotel. Dia melihat staff Hotel yang sedang berjalan ke arahnya, dan matanya tertuju pada tulisan nama Hotel yang tertera di seragam staff tersebut. "Hotel Preanger" - demikianlah nama Hotel yang tertera di seragam itu.
Magika mencoba mengingat bagaimana dia bisa berada di Hotel ini, tapi ingatannya masih kabur. Dia hanya ingat bahwa dia pergi ke sebuah bar dengan teman-temannya, lalu bertemu dengan lelaki yang mengaku bernama Edward dan setelah itu... semuanya menjadi tidak jelas.
Magika berjalan menuju lift, namun dia tak bisa membukanya karena tak memiliki kartu aksesnya, lalu dia mencari staff hotel yang baru saja berpapasan dengannya, dan meminta bantuan untuk dibukakan pintu lift.
Setelah sampai di Lobby, Magika memasuki toilet di Lobby Hotel dan memeriksa keadaan tubuhnya lagi. Dia ingin memastikan apakah ada tanda-tanda bahwa dia telah melakukan hubungan badan semalam.
Menurut pengetahuannya, hubungan badan pertama kali biasanya terasa sakit. Namun, ketika dia meraba alat vitalnya, dia tidak merasakan apapun yang tidak biasa. Semuanya tampak normal, kering, dan bersih.
Magika kembali merasa lega, dia duduk di closet yang telah ditutup, ponselnya terasa bergetar, dia segera mengambilnya dari saku celananya, ada panggilan dari Leonard, dia langsung mengangkatnya.
"Haloooooo... Gee kamu dimana sekarang?" Tanya Leonard menyemprot Magika dari jauh sana.
Reflek, Magika menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Ish ya ampun gak usah teriak kali Le, bikin budeg aja."
"Kamu tuh kita cariin semaleman, ditelponin sampe puluhan kali gak diangkat, gimana aku gak teriak-teriak?"
"Iya maaf, kalian udah pada pulang ya?" Tanya Magika.
"Ya menurut lo? Baru aja mereka pada balik, tinggal aku masih di sekitaran Braga." Jawab Leonard kesal.
"Syukur deh kamu masih di sekitaran sini, Aku di Hotel Preanger Le, jemput ya."
"Ya gak mungkin kan aku ninggalin kamu, si Mami bakalan ngegantung aku kalo pulang tanpa anaknya, tunggu ya aku jemput ke.." Ucap Leonard yang omongannya terpotong karena ponsel Magika kehabisan daya.
"Hallo, Le? Hallo?" Tukas Magika, lalu melihat ponselnya telah mati.
Magika berdecak kesal dan keluar dari bilik toilet, dia mencuci tangannya di wastafel dan kemudian mencuci wajahnya untuk membersihkan diri dari rasa pengar yang masih terasa.
Setelah mencuci wajahnya, dia merapikan rambutnya yang sedikit berantakan. Membersihkan wajahnya membuatnya merasa sedikit lebih baik, dan rasa pengar yang dia rasakan mulai menghilang.
"Gila berantakan juga penampilan aku, pantesan aja staff hotel tadi ngeliatin aku gitu banget." Gumam Magika seraya merapikan penampilannya.
Magika keluar dari toilet dan berjalan menuju Lobby utama, tidak menyadari bahwa ponselnya tertinggal di dekat wastafel.
Tak lama kemudian, Leonard datang menjemputnya dan mereka berdua pergi dari Hotel. Magika masih tidak menyadari bahwa ponselnya tertinggal.
Magika menceritakan pengalamannya semalam kepada Leonard, masih terlihat bingung dan tidak yakin tentang apa yang terjadi.
Dia ingat bahwa dia bersama seorang lelaki yang bernama Edward, dan dia masih bisa merasakan sensasi berciuman dengan lelaki asing itu.
Namun, sayangnya dia tidak bisa mengingat wajah Edward, membuatnya merasa frustrasi dan penasaran.
Bagi Magika, semalam terasa seperti mimpi yang tidak jelas, dan dia berharap bisa mengingat lebih banyak tentang apa yang terjadi.
Leonard mendengarkan cerita Magika dengan sabar dan penasaran.
"Edward? Bella? Yakali kalian berdua maen twilight-twilight an, alay banget hahaha." Ejek Leonard.
"Ya biarin kan lucu, kayak mimpi aja sih semalem tuh gak jelas arahnya kemana, tahu-tahu pas bangun udah ada di Hotel." Jelas Magika.
"Kalo kata tulisan di truk-truk ingat rasa tak ingat rupa hahaha, lagian kenapa kamu gak nungguin dia keluar kamar mandi sih?"
"Malu kali, orang aku duluan yang nyosor, gak punya muka buat ketemu lagi, tapi sumpah deh beneran ngeblur aja gitu muka tuh cowok yang ada di ingatan aku."
"Tapi kamu yakin dia gak ngapa-ngapain kamu?" Tanya Leonard memastikan.
"Yakin soalnya aku udah cek semuanya, dan bersih." Ucap Magika tanpa ragu.
Leonard menatap Magika."Yakin tuh cowok normal? Mana ada laki normal yang begitu, kalo aku lihat cewek udah gak sadarkan diri hajar aja sih, mumpung gak kenal dan ada kesempatan."
"Untung bukan kamu ya Le." Ucap Magika kesal namun sedikit bersyukur lelaki itu tidak seperti Leonard.
"Aneh sih kalo kata aku, masa iya ada cowok yang bisa nahan hasratnya dibanyak kesempatan?" Ujar Leonard sanksi, lalu dia melirik Magika dengan tatapan yang usil.
"Mau dicoba lagi gak sama aku buat bukti yang lebih kongkrit? Rela deh gak harus pake imbalan." Celetuk Leonard.
"Akunya yang gak rela." Gerutu Magika.
"Sama orang asing rela, masa sama temen sendiri enggak. Dada kamu merah gitu bekas cupangan tuh cowok, yakin tuh kamu masih perawan?"
Magika langsung menutupi dadanya yang terbuka dengan tangan."Jelalatan amat mata kamu."
"Ya orang terbuka lebar kancing kemeja kamu sampe belahan kelihatan." Gerutu Leonard.
Magika berdecak kesal lalu mengancingi lagi kemeja hitamnya, dan menyandarkan kepalanya di jok mobil, dia coba tertidur dari pada harus adu argumen dengan Leonard.
Empat bulan telah berlalu sejak malam itu, namun Magika tak pernah lagi bertemu dengan Azzrafiq.
Anehnya, justru sejak kejadian itu, setiap malam lelaki itu selalu datang menghantuinya dalam mimpi. Seolah-olah malam itu tidak pernah benar-benar berakhir, terus terulang kembali setiap kali Magika terlelap.
Mimpi itu membuat Magika merasa seakan masih berada di pelukan kenangan yang sama. Membuatnya sulit melupakan sosok lelaki yang telah meninggalkan jejak begitu dalam di hatinya.
Dia bahkan masih bisa merasakan jelas ciuman lembut Azzrafiq di bibirnya, seolah baru saja terjadi. Namun, yang membuat Magika semakin gelisah, wajah lelaki itu selalu kabur dalam ingatannya. Setiap kali dia mencoba mengingatnya, bayangan itu menghilang, samar, tak pernah jelas.
Berulang kali Magika berusaha mengingat detail wajah Azzrafiq, tapi yang tersisa hanyalah kekaburan yang membuat hatinya frustrasi.
Magika menghela napas dalam, menahan kekesalan yang terus mengendap. Namun, di balik itu semua, dia merasa salut pada lelaki itu — pada Azzrafiq — yang meski dalam keadaan tak sadarkan diri, tetap menjunjung tinggi kehormatannya.
Dia kagum. Di masa seperti ini, jarang sekali ada lelaki yang begitu menghormati wanita seperti yang dilakukan Azzrafiq malam itu. Padahal, begitu banyak kesempatan untuk berbuat sebaliknya, tapi dia memilih jalan terhormat.
Hal itu yang membuat Magika semakin terpikat, semakin penasaran pada sosok lelaki yang malam itu memperkenalkan diri sebagai Edward.
“Andai saja HP aku nggak hilang, aku pasti udah cari kamu, Edward... sampai ketemu, meski cuma dalam mimpi,” gumam Magika lirih, seraya memejamkan mata, bersiap menghadapi malam yang nyaris selalu membawanya kembali pada lelaki itu.
Dia tahu, mimpi itu akan datang lagi. Seperti biasanya.
...****************...
Azzrafiq terbangun dari tidurnya dengan napas memburu, tubuhnya basah kuyup oleh keringat dingin. Mimpi itu lagi — dia baru saja bertemu Magika dalam mimpi, dan kali ini, dia merasakan seolah-olah berhasil menaklukkannya sepenuhnya.
Namun, sama seperti malam-malam sebelumnya, wajah Magika tetap saja buram. Seolah semesta sengaja merahasiakan rupa wanita itu darinya.
"Mimpi yang sempurna... cuma kenapa muka Bella masih belum jelas?" gumam Azzrafiq, frustasi. Sejak malam itu, dia selalu memanggil wanita dalam mimpinya dengan nama Bella — nama yang dia yakini palsu, tapi tetap menjadi satu-satunya petunjuk samar tentang Magika.
Sudah berbulan-bulan dia berusaha mencari jejak wanita misterius itu, namun semua usahanya selalu berujung buntu. Tidak ada informasi yang bisa membawanya mendekat, seolah wanita itu lenyap ditelan bumi.
Pikiran tentang Magika terus menghantui hari-harinya. Kenangan di hotel malam itu, saat segalanya terasa nyata namun juga samar seperti mimpi, tak pernah benar-benar hilang dari benaknya. Lebih dari sekadar keinginan, Azzrafiq merindukan Magika dengan cara yang bahkan tidak pernah dia rasakan untuk Bianca.
Azzrafiq melirik ponselnya yang tergeletak di bawah bantal. Tidak ada notifikasi. Tidak ada pesan dari Bianca, kekasihnya selama hampir dua tahun ini. Hubungan mereka kini terasa hambar, nyaris tanpa percikan.
Semakin hari, hatinya justru semakin berpaling. Bukan pada wanita yang selama ini berada di sisinya, tapi pada sosok asing yang hanya hadir lewat mimpi — Magika.
"Apa sebenarnya yang terjadi dengan aku..." desah Azzrafiq lirih, menatap langit-langit kamar yang gelap, seolah berharap jawabannya tersembunyi di sana.
"Kemana sih tuh anak? Ngilang terus, giliran diputusin langsung muncul beserta khodamnya." Gerutu Azzrafiq.
Lagi-lagi Bianca mengabaikannya, perasaan tidak karuan menemaninya pagi ini, bukan karena Bianca tetapi karena dia baru saja memimpikan Bella, dengan malas Azzrafiq turun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi.
Azzrafiq berkaca melihat wajahnya yang tampak berantakan, dia membasuh wajahnya dengan facial wash yang diberikan oleh Bianca. Azzrafiq selalu menuruti perkataan Bianca mengenai perawatan wajahnya.
Selesai mandi, dia berpakaian seadanya, dia memakai kaus oblong yang dibalut dengan jaket dan celana jeans yang sobek di lututnya, peraturan kampus mengharuskan untuk memakai pakaian rapi, jika ingin menggunakan kaos pun harus yang berkerah, tapi Azzrafiq tak memedulikan aturan yang satu itu.
"Yakin lo, ke Kampus pake baju gituan?" Tanya Yudhistira seraya memperhatikan pakaian Azzrafiq.
"Palingan juga kalo Dosen ngeliat gue, langsung diusir." Jawab Azzrafiq pasrah.
"Niat gak sih lo kuliah?"
"Kagak, oh ya si Maul udah pergi?"
"Udah dari tadi, lo kan tahu dia ambis banget jadi tentara, jadinya pagi buta dia udah berangkat, disiplin nomor satu soal Dosen belum datang nomor dua." Sahut Yudhistira.
"Oh, gue berangkat dulu." Azzrafiq berpamitan dengan wajah yang muram.
Azzrafiq keluar dari kost nya, dan berjalan menuju kampus, beberapa orang yang mengenalnya menyapanya sepanjang jalan. Begitu juga para wanita yang mengagumi ketampanannya tak terlewat menyapanya.
"Azzrafiq." Sapa seorang wanita ketika Azzrafiq berjalan menuju Gedung perkuliahan.
Azzrafiq mendongakkan kepalanya barangkali saja dia mengenali orang yang menyapanya. Ternyata dia tak kenal, wanita itu mendekatinya dan memberikan sebuah papper bag padanya.
Azzrafiq bingung, apakah dia harus menerimanya? Rasanya seperti ditodong, bahkan dia saja lupa siapa wanita yang ada di hadapannya ini, tak mungkin juga dapat menolaknya.
"Itu makanan buat sarapan kamu dan bikinan aku sendiri loh, dimakan ya." Ucap wanita itu dengan nada sedikit menekan.
Dengan sungkan dan dicampur bingung Azzrafiq menerimanya. "Kamu jualan?"
Wanita itu terkekeh. "Bukan, ini untuk kamu."
"Oh.. makasih, tapi lain kali gak usah repot-repot begini, saya duluan ya." Ucap Azzrafiq seraya akan meninggalkan wanita itu.
"Oh ya Azzrafiq..." Tahan wanita itu.
Terpaksa Azzrafiq menolehkan kepalanya lagi pada wanita itu. "Ya kenapa?"
"Boleh minta nomor handphone nya?"
Azzrafiq menaikkan sebelah alisnya, dia menggaruk rambutnya sambil mencari alasan untuk tidak memberikannya.
"Saya gak hafal nomor saya, hp nya ada di tas, Saya lagi buru-buru, maaf ya." Ucap Azzrafiq seraya melanjutkan langkahnya menuju gedung perkuliahan.
Keadaan kelas masih belum terlalu ramai, hanya ada beberapa teman-temannya yang baru datang, Azzrafiq duduk paling depan, dia membuka papper bag yang diberikan oleh wanita tadi, dan mengeluarkan wadah yang ada di dalamnya, isinya onigiri terlihat sangat menarik, kebetulan juga dia belum sarapan.
"Tumben bawa bekal." Seru Maulana yang baru datang.
Azzrafiq menawarkannya pada Maulana sambil melahap onigiri. "Lumayan nih rasanya."
"Jangan bilang ada yang ngasih lagi, enak banget jadi lo." Seru Maulana seraya mengambil onigiri yang diberikan Azzrafiq.
"Biasalah, namanya juga rezeki anak sholeh."
"Lagak lo, kayak yang iya aja sholeh." Protes Maulana.
"Bukannya lo udah duluan pergi ya tadi, kok duluan gue yang nyampe kelas?" Tanya Azzrafiq heran.
"Nganterin dulu si Daphnie tadi, hati-hati tuh makanan ada peletnya." Celetuk Maulana sambil tertawa.
Baru terpikirkan olehnya, sudah setengah dimakan, Azzrafiq tak melanjutkan makannya lagi. Tiba-tiba rasa laparnya hilang ketika mendengar celetukkan Maulana.
"Buat lo aja semuanya, sama tempat-tempatnya juga tuh." Kata Azzrafiq.
"Hahaha gitu doang juga langsung terpengaruh, gue cuma bercanda Fiq."
"Males, selera makan gue jadi hilang." Ucap Azzrafiq ketus.
"Jangan sampe kambuh lagi tuh sakit maag." Maulana memperingati.
Tetap saja tak mempengaruhi Azzrafiq yang sudah kadung tak nafsu makan, dia terlalu was-was, bisa saja makanan itu memang ada apa-apanya. Walaupun terkesan konyol, dia bertekad mulai saat ini, tak akan sembarangan menerima pemberian dari orang yang belum dia kenal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah selesai bersolek, Magika segera bersiap untuk berangkat, sebelumnya dia sarapan terlebih dahulu karena Tante Karina sudah menyiapkannya di atas meja makan.
Selama kuliah, Magika tinggal bersama dengan Tante dan Om nya, karena mereka tidak memiliki anak, jadi dengan senang hati Tante dan Om membolehkannya tinggal di sana, dan sudah menganggapnya seperti anak mereka sendiri.
Jarak rumah orang tua Magika cukup jauh dengan kampus, walaupun masih bisa ditempuh, rasanya akan membuat hidupnya tua di jalan.
"Gee, nanti pulang kuliah jam berapa?" Tanya Tante Karina.
"Biasa Tante sore, kalo ada tugas kelompok mungkin bisa malam pulangnya." Jawab Magika sambil memakai sepatu converse nya.
"Kalo gitu kamu bawa makanan ya, Tante udah beli kemaren camilan kesukaan kamu." Seru Tante Karina seraya memberikan sekotak camilan coklat chic-choc pada Magika.
"Waaah makasih Tante, Magika pergi dulu ya, Assallamualaikum." Magika pamitan seraya berjalan keluar pintu.
"Walaikumsalam, hati-hati ya Gee." Teriak Tante Karina dari dalam rumah.
Magika memakai helm sebelum pergi menggunakan scooter vespa kuningnya, dia menghidupkan mesinnya dan melesat keluar perumahan, ketika sampai di jalan raya yang besar, dia sudah disambut dengan antrean panjang mobil dan motor.
Suara klakson yang saling bersahutan mewarnai pagi hari Magika yang akan berangkat ke kampus, belum lagi asap dari bus Damri yang hitam pekat mengepul ke udara.
Suasana jalanan hari senin, di Bandung Timur yang membuat sedikit gila para pengendara jalanan, karena dikejar waktu mereka berebutan jalan saling mendahului.
"Tua di jalan aku, bisa-bisa nyampe kampus aku sudah punya cucu." Gerutu Magika yang terjebak macet.
Akhirnya Magika sampai juga di kampus, normalnya hanya butuh waktu sepuluh menit berangkat dari rumah Tante Karina, tapi karena macet, dia menghabiskan waktu hingga tiga puluh menit untuk sampai ke kampus.
Sebelum masuk Gedung perkuliahan, Magika berkaca pada spion untuk merapikan rambutnya, dirasa sudah sangat telat dia berjalan dengan cepat.
Di dalam Gedung perkuliahan, banyak mahasiswa yang berlalu lalang untuk masuk kelas mata kuliah yang akan diambil, dan masih banyak lagi yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Di tengah terburu-burunya, Magika masih sempat melirik seorang lelaki yang mengalihkan perhatiannya.
Lelaki itu memiliki penampilan yang berbeda dengan mahasiswa lainnya, sehingga menarik perhatian Magika.
Ke kampus pake jaket denim dan kaos oblong biasa, kok bisa sampai gak ditegur Dosen? Mana celana jeansnya sobek-sobek pula. Batin Magika.
Magika melambatkan laju langkahnya, sambil menatap lelaki yang membuatnya terpesona. Dia tidak menyadari bahwa lelaki itu adalah Azzrafiq, orang yang telah meninggalkan kesan yang begitu kuat pada dirinya beberapa bulan yang lalu.
Karena Magika tidak ingat wajah Azzrafiq, dia hanya menatap penuh kagum, seolah-olah pertama kalinya bertemu lelaki tampan itu.
Dia merasa terpesona oleh kegantengan Azzrafiq dan tidak bisa tidak memperhatikan detail wajahnya.
Azzrafiq yang sedang bersandar di dinding kelas yang akan dimasukinya, terlihat santai dan tidak terganggu oleh keadaan sekitarnya. Dia hanya fokus memainkan ponselnya, tidak menyadari bahwa ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Magika berjalan di hadapannya sambil mencuri pandang menatapnya, tiba-tiba seseorang menyenggol bahunya cukup keras, hingga membuat charm bracelet miliknya terjatuh tepat di kaki Azzrafiq.
"Aww." Rintih Magika seraya mengusap bahunya.
Azzrafiq tersentak dengan suara benda yang terjatuh didekatnya, dia melihat sebuah gelang tergeletak di antara sepatunya, lalu berjongkok untuk mengambilnya.
...(Charm Bracelet Harry Potter milik Magika)...
Azzrafiq melihat ada wanita yang berdiri di hadapannya, mungkin itu pemilik gelang yang jatuh ini, gelang itu mengingatkannya pada Bella, karena modelnya sama seperti gelang Bella yang tertinggal di Hotel, dia mendekati wanita itu untuk mengembalikannya.
Magika masih sibuk mengusap-ngusap bahunya, lalu menolehkan kepalanya pada Azzrafiq yang kini berada di sampingnya, keduanya saling bertatapan, mata Azzrafiq seketika terperangkap oleh kedua mata Magika yang indah mempesona.
Azzrafiq terpikat oleh kecantikan wanita berkulit sawo matang tersebut, Magika. Kecantikannya berhasil membuatnya terdiam dan membeku.
Azzrafiq merasa seperti telah terkena sihir, dan dia tidak bisa bergerak atau berbicara. Dia hanya bisa memandang Magika dengan penuh takjub dan kagum, seperti dia telah menemukan sesuatu yang sangat berharga.
Begitu juga yang dirasakan Magika, ketika menatap wajah Azzrafiq dengan jarak yang begitu dekat, dia merasa seperti waktu telah berhenti, dan dunia di sekitarnya menjadi sunyi.
Azzrafiq merasa familiar, apakah mereka pernah saling bertemu sebelumnya? Apakah itu Bella?
Azzrafiq menepiskan pikirannya, yang mempunyai dan menyukai gelang seperti ini pasti bukan hanya Bella, dengan cepat, Azzrafiq mengembalikan gelang itu kepada Magika, berusaha untuk tidak menunjukkan perasaan yang sebenarnya.
Dia khawatir bahwa jika dia terus memperhatikan Magika, dia akan membuatnya merasa risi dan tidak nyaman
"Ini gelang punya kamu?" Tanya Azzrafiq memecahkan lamunan Magika.
"Oh iya, thank's ya udah ngambilin." Sahut Magika yang tersadarkan ketika terlalu lama menatap Azzrafiq.
Azzrafiq memberikan charm bracelet itu pada Magika. "Iya sama-sama."
Magika menerima charm braceletnya sambil tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi di wajahnya, yang membuatnya tampak semakin manis, Azzrafiq kian terpikat olehnya, lalu wanita itu lanjut pergi dan meninggalkan jejak wangi parfum aroma baby powder, wangi yang sangat menarik dan unik bagi Azzrafiq.
Wangi itu seperti memanggil namanya, membuatnya ingin mengikuti jejak Magika dan mengetahui lebih banyak tentang wanita yang telah mencuri hatinya.
"Kayaknya wangi ini, gue pernah cium sebelumnya." Gumam Azzrafiq seraya mengingat-ingat, pupil matanya melebar ketika dia ingat itu wangi parfum Bella.
"Apa itu Bella? Tapi kalo iya Bella, dia pasti ingat gue, tapi tadi tuh cewek kayak baru pertama kali lihat gue, mungkin yang punya wangi itu bukan cuma Bella." Azzrafiq coba menerka-nerka.
Ketika akan melangkah, Azzrafiq menginjak sesuatu yang keras di bawah sepatunya, dia memundurkan kakinya dan mendapati bagian dari gelang wanita tadi yang tertinggal, lantas dia mengambilnya untuk dikembalikan pada pemiliknya, memberikan kesempatan padanya untuk bertemu lagi dengan wanita yang berhasil mengalihkan dunianya.
"Bentuknya kayak topi seleksi di Harry Potter." Ucap Azzrafiq sambil tersenyum, lalu menyimpan charm yang terjatuh itu ke dalam saku jaket jeans-nya.
Magika berjalan sambil tersenyum menahan rasa kagumnya pada lelaki itu, Tuh cowok semester berapa dan jurusan apa ya? He is so adorable, tapi kok kayak familiar gitu ya wajahnya? Batin Magika.
Di dalam kelas, Magika menebarkan senyum yang sumringah karena baru saja bertatapan dengan lelaki yang berhasil mengalihkan dunianya, dia duduk paling depan, bangkunya sudah dicarter oleh teman-temannya untuk dirinya.
"Kenapa Gee kok kelihatan berseri-seri gitu?" Tanya Vanilla dari bangku sebelah kiri yang Magika duduki.
"Lagi semangat aja Nill." Jawab Magika seadanya.
"Semangat banget kayaknya, sampe dari jauh kelihatan senyum-senyum sendiri." Zea menimpali, mengingat Magika selalu menunjukkan wajah letih ketika masuk kelas karena bergelut dengan kemacetan sebelumnya."Tinggal Alin yang belum datang." Sambung Zea yang tampak sedang membalas pesan dari ponselnya.
"Kayak yang lagi banyak uang aja senyumnya." Celetuk Vanilla.
Magika terkekeh."Emangnya senyum yang lagi banyak uang kayak gimana sih?"
"Kayak kamu tadi." Tukas Vanilla.
Zea menoleh pada Magika dan Vanilla setelah selesai dengan ponselnya."Kalo yang aku lihat sih kayak orang yang lagi jatuh cinta."
"Dua-duanya sama-sama bikin bahagia sih, punya banyak uang sekaligus jatuh cinta." Sahut Vanilla.
"Uang muluk perasaan." Gerutu Zea.
"Yang aku butuhkan hanya uang, uang dan uang." Celetuk Vanilla.
Magika memakaikan kembali charm bracelet pada tangannya, namun ada yang hilang salah satu charm nya yang berbentuk topi seleksi di Harry Potter.
Charm bracelet milik Magika bertema Harry Potter, padahal charm bracelet yang dia pakai hari ini salah satu gelang kesayangannya, karena sulit didapatkan, dia sampai harus jauh-jauh ke Korea untuk membelinya.
Karena pada saat itu online shop masih kurang eksistensinya jadi barang yang di inginkan belum mudah didapat seperti saat ini.
"Ish jadi ompong gini kelihatannya." Gerutu Magika.
Magika kembali keluar kelas untuk mencarinya, siapa tahu masih ada dan tergeletak di lantai dimana tadi gelangnya terjatuh, namun ketika sedang mencarinya, Dosen yang mengajar di kelasnya sudah datang dan melewatinya, terpaksa Magika kembali menuju kelas dengan tangan kosong, dia berjalan menyusul Dosen sebelum beliau menutup pintu kelas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!