Suara lagu mix yang diputar menggelegar seantero cafe, keadaan di sini semakin malam semakin ramai oleh orang-orang yang berkunjung, Magika dan teman-temannya bermain Truth or Dare, turut meramaikan suasana bingar di dalam cafe, dan sebagai penutup dari pertemuan terakhir mereka, sebelum akhirnya masing-masing dari mereka sibuk mempersiapkan ujian masuk ke perguruan tinggi.
Botol berputar di atas meja yang telah di tempati oleh Magika dan teman-temannya, dan botol berhenti berputar, menunjuk ke arah Magika, teman-temannya bersorak riang karena sedari tadi dia selalu lolos dari permainan ini.
"Truth or Dare?" Tanya teman-teman Magika secara bersamaan dengan sangat antusias.
Magika yang sudah menghabiskan beberapa gelas minuman berkadar alkohol, mulai merasakan sensasi euforia dari minuman tersebut, adrenalinnya semakin terpacu untuk menyelesaikan permainan ini. Dia tahu teman-temannya pasti tak akan tanggung-tanggung jika memberikan tantangan.
"Dare." Jawab Magika dengan lantang.
Mereka semua tertawa puas mendengar jawaban Magika, karena itu hal yang mereka sudah tunggu sedari tadi, rasanya sudah sangat tidak sabar untuk memberikan tantangan pada Magika.
Biasanya Magika selalu bermain aman, tapi karena sudah dalam pengaruh alkohol adrenalin nya mulai terpacu, dia tak masalah melakukan tantangan apapun sekalian memberikan perpisahan yang terbaik untuk teman-temannya. Dan tentu saja kesempatan kali ini tak akan teman-temannya sia-siakan.
"Ok langsung aja guy's."
Leonard coba memijat-mijat bahu Magika."Siap-siap Gee lakuin tantangannya."
"Apaan sih? Kelamaan kalian tuh." Ejek Magika.
"Sabaaarr. Ok, Cium salah satu cowok yang ada di cafe ini siapapun, asal bukan Leonard."
Magika terkekeh."Emang Leonard cowok?"
"Wah parah ya, mau liatin kejantanan aku?" Tantang Leonard.
"Kelamaan nanti Magika lakuin tantangannya."
"Iya nih, ayo Gee selesain tantangannya."
Magika memperhatikan beberapa orang yang ada di sini untuk dijadikan bahan eksekusinya, matanya melirik ke berbagai arah, dari banyaknya lelaki yang ada di sini, lagi-lagi dia melabuhkan pandangannya pada lelaki yang duduk sendirian di seberang mejanya, sedari tadi memang Magika sudah memperhatikan lelaki tampan itu, tak butuh waktu lama, Magika segera beranjak dari kursinya untuk menghampiri incarannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Azzrafiq dan Yudhistira beserta keempat teman SMA nya berkunjung ke Kota Bandung untuk melihat calon kampus impian mereka, yang dimana nanti mereka akan menempuh pendidikan setelah lulus dari SMA. Hingga malam akhirnya tiba, mereka melanjutkan perjalanan ke sebuah Cafe.
Azzrafiq yang sedang kalut dengan hubungannya bersama Bianca, memutuskan untuk ikut minum bersama teman-teman lainnya, dia tak sengaja melihat seorang wanita ceria yang memiliki rambut warna stroberi pirang, di meja seberangnya, nampaknya tawa dari wanita itu sedikit menarik hatinya.
Setelah beberapa gelas Azzrafiq meneguk minumannya, efeknya mulai terasa, dia merasa sangat rileks dan pikiran mengenai hubungannya dengan Bianca seolah kabur begitu saja.
"Fiq ayo kita ke area dance floor." Ajak Yudhistira.
"Kita ajojing Fiq, Ayo!!" Seru teman-teman lainnya yang terlihat sangat antusias.
"Ya kalian duluan aja, nanti gue nyusul." Sahut Azzrafiq sembari kembali meneguk minumannya.
Teman-teman Azzrafiq meninggalkannya sendirian di meja, lelaki itu kembali termenung sembari melihat buih soda di dalam gelas yang perlahan meletup dan menghilang.
"Hai.." Sapa Magika dengan percaya diri menghampiri Azzrafiq.
Azzrafiq seketika menoleh ke sumber suara yang menyapanya, dia memperhatikan Magika dari ujung kepala hingga ujung kaki, ternyata itu wanita dari meja seberang, yang dari awal dia lihat ketika memasuki cafe ini, wanita yang sedari tadi diperhatikannya.
Azzrafiq tersenyum menyeringai, lalu dia meneguk habis minuman yang ada di tangannya sebelum merespons sapaan Magika. "Hallo.."
Magika tersenyum manis pada Azzrafiq, wanita itu membungkuk kan tubuhnya dan langsung mencium bibir lelaki yang berparas tampan itu tanpa basa-basi, Azzrafiq yang tengah berada dalam euforia dari minuman yang diteguknya, membalas ciuman dari Magika dengan lembut, bibir wanita itu terasa manis dan wangi, keduanya sangat menikmati ciuman mereka, padahal Magika dan Azzrafiq tidak saling mengenal satu sama lain.
Biasanya Azzrafiq sangat anti sekali dengan wanita yang mengejarnya duluan, apalagi ini menyosornya tiba-tiba, tapi kali ini dia malah tak mempermasalahkannya, malah turut menikmati ciuman yang diberikan Magika.
Sekejap keduanya kompak menghentikan ciuman mereka, Magika dan Azzrafiq sama-sama terdiam sambil bertatapan, keduanya sama-sama merasakan sensasi ciuman yang sangat berbeda, rasanya bagaikan melayang seperti ciuman pertama yang pernah mereka lakukan.
Magika menyunggingkan senyum pada Azzrafiq lalu kembali beranjak dari duduknya, namun tangannya ditarik oleh lelaki itu ke atas pangkuannya. Magika sedikit terperangah dengan apa yang dilakukan lelaki itu, namun dia malah tersenyum lalu kembali menciumnya, dia belum merasa puas merasakan bibir lembut Azzrafiq.
Ciuman itu juga membuat Azzrafiq kecanduan dan tergila-gila pada Magika yang kini sedang merengkuhnya, hingga dirinya tak memedulikan keberadaan teman-temannya yang sudah kembali dari area dance floor, dia begitu haus akan ciuman dari wanita itu.
"Woohooo!! Get a room dude!" Seru teman-teman Azzrafiq yang kini duduk mengelilingi keduanya.
Dua sejoli itu tetap bercumbu dan tak memedulikan keberadaan mereka semua, Magika dan Azzrafiq malah semakin bergelora melakukannya.
Sementara dari meja seberang, teman-teman Magika pun terperangah melihat aksi Magika yang semakin liar, mereka tak habis pikir dengan Magika, sebegitu menikmatinya berciuman dengan orang asing.
Magika dan Azzrafiq menghentikan aksi mereka, Magika terkekeh melihat lipstiknya menempel di bibir lelaki itu.
"Sorry bikin belepotan." Ucap Magika yang masih berada di atas pangkuan lelaki itu, dia menyeka jejak lipstik di sekitar bibir lelaki itu dengan tangannya.
"Wanna dance with me?" Tanya Azzrafiq.
Magika mengangguk dengan semangat, lalu dia beranjak dari pangkuan lelaki itu dan menarik tangannya menuju area dance floor, dia sangat menikmati lagu yang dibawakan oleh DJ, Magika menari dengan antusias dan hanyut dalam suasana gemerlap.
Magika menggoyangkan tubuhnya dengan menggoda di hadapan Azzrafiq yang turut menari mengikuti irama di belakangnya, hingga akhirnya lagu berubah menjadi lebih laun.
"Gue suka aroma tubuh lo." Ucap Azzrafiq seraya mengendus leher Magika.
Magika terkekeh merasakan deru napas Azzrafiq yang menggelitiki lehernya."Aku suka semua bagian yang ada di diri kamu."
Lalu Magika membalikkan tubuhnya untuk menghadap ke Azzrafiq, dia melingkarkan tangannya di leher lelaki itu.
"Lo harus jadi milik gue malam ini." Bisik Azzrafiq seraya mencium pipi wanita berambut pirang stroberi itu.
"Milikilah." Bisik Magika menggoda Azzrafiq.
Mereka berdua kembali bercumbu, hingga akhirnya lagu selesai berdendang, Magika mengajak Azzrafiq berlari keluar menerobos kerumunan di sekitar mereka, keduanya tertawa menikmati momen ini, hingga perlahan suara dari lagu di dalam tak terdengar lagi.
Udara segar dari angin malam menerpa wajah keduanya, Magika dan Azzrafiq berjalan menikmati udara malam hari di Braga sambil berpegangan tangan, jalanan tampak sepi, tidak lagi ramai seperti pertama kali mereka datang ke cafe tadi.
"Seger banget udara di luar." Seru Azzrafiq.
"Iya bener banget, udara Bandung emang menyegarkan." Sahut Magika.
"Sama kayak orang-orangnya, terutama cewek yang ada di samping gue." Ucap Azzrafiq sambil mengecup tangan Magika.
Magika tertawa kecil sambil menatap Azzrafiq dan mengusap pipinya. "Bisa aja ya kamu."
"Oh ya gue Edward, nama lo siapa?" Kata Azzrafiq memperkenalkan diri dengan nama samaran.
Mendengar nama Edward dari mulut lelaki itu, seperti tokoh vampir dalam film kesukaannya, seketika Magika memberitahu namanya seperti pasangan vampir tampan di film twilight saga itu.
"Aku Bella." Kata Magika sambil terkekeh.
"Kayak di twilight ya nama kita."
Magika tertawa mendengar ucapan Azzrafiq, yang pasti dia tak akan mau memberitahu nama aslinya pada orang yang tidak dikenalnya, apalagi dengan orang-orang malam yang datang ke cafe hanya untuk bersenang-senang. Dan pastinya dia juga tahu lelaki itu juga tak memberitahu nama aslinya.
"Lo kalo ketawa gitu, makin charming ya." Ucap Azzrafiq, lalu dia membelai wajah Magika dengan lembut untuk menciumnya lagi.
Magika meladeninya dan membalas ciuman Azzrafiq, dia pikir tak akan pernah bertemu lagi dengan lelaki ini, dari nada bicaranya saja Magika dapat mengetahui bahwa Azzrafiq bukan tinggal di kota yang sama dengannya, karena itu dia tak akan menahan semua keinginan yang dirasakannya malam ini, yang dia pikirkan dari tadi hanyalah merengkuh Azzrafiq.
Mereka berdua melanjutkan langkah lagi menuju jalan Asia-Afrika, dan berhenti sejenak untuk berswafoto dengan berbagai pose di depan Gedung Merdeka, Magika mengambil foto lelaki itu dengan ponsel blackberry nya, yang pada saat itu masih eksis keberadaannya, keduanya tertawa riang menikmati momen ini.
Setelah puas berfoto ria, Magika dan Azzrafiq kembali berjalan melanjutkan langkah mereka menuju minimarket yang buka 24 jam, di sana mereka membeli beberapa minuman dan makanan ringan, di kasir Magika melihat deretan kondom yang terpajang, tanpa ragu dia mengambilnya dan menyatukan dengan makanan dan minuman yang akan dibayar.
Azzrafiq tersenyum menyeringai melihat tingkah Magika. "Jadi kita mau lanjut nih?"
"Sampai pagi, jangan nanggung kalo mau senang-senang." Ucap Magika seraya mengerlingkan matanya lalu keluar dari minimarket.
Azzrafiq terkekeh sambil melihat Magika yang berjalan keluar, lalu lelaki itu menyusulnya, mereka berdua tertawa sambil berjalan sedikit sempoyongan menuju Hotel, sampai akhirnya tiba di depan kamar yang telah mereka pesan, keduanya masuk sambil cekikikan.
Setelah pintu tertutup rapat, Magika mendorong Azzrafiq ke dinding lalu kembali mencumbunya, dan perlahan tangannya mulai membuka kancing kemeja yang dipakai Azzrafiq.
Magika menatap Azzrafiq sambil tersenyum nakal. "Ayo kita lakuin lebih dari sebelumnya."
Azzrafiq menyeringai, lalu menyambut wanita itu dengan ciuman yang perlahan kian memanas, dia mengendus leher Magika, tercium aroma parfum baby powder yang semakin membuatnya terlena.
Di tengah hasrat yang tengah menggebu, Magika semakin liar menggodanya, Azzrafiq yang tak ingin mengambil kesempatan terlalu banyak, ingin memastikan, apa yakin wanita itu ingin bercinta dengannya malam ini?
Azzrafiq tak ingin melakukannya karena paksaan, walaupun konteksnya bersenang-senang, dia tak ingin hanya dirinya saja yang merasakan.
"Wait!! Are you sure?" Tanya Azzrafiq.
"I'm yours." Jawab Magika seraya kembali menarik wajah Azzrafiq.
Setelah berhasil membuka kemeja Azzrafiq, tangan Magika turun menuju resleting celana jeans lelaki itu, sekejap Azzrafiq kembali menghentikan ciumannya.
"Lo yakin kita mau ngelakuin ini?" Tanya Azzrafiq lagi untuk memastikan.
"Ayolah! Kita udah pesan kamar, ya kali engga Edward, atau kamu mau kita nikah dulu? Karena di film kan Edward gak mau melakukannya sebelum menikah." Jawab Magika disela ciumannya.
Azzrafiq terkekeh mendengar ucapan Magika, setelah mendapatkan persetujuan darinya, Azzrafiq semakin berani, lelaki itu menyapu habis bibir Magika, ciuman itu perlahan turun ke leher Magika yang semakin memantik hasratnya, tangan Azzrafiq mulai bergerilya mengeksplorasi tubuh Magika.
"Aahh.." Racau Magika.
Dan akhirnya pakaian Magika sudah terbuka, Azzrafiq terpukau melihat ukiran Tuhan yang sempurna di hadapannya, hingga beberapa saat dia membeku, menatap pemandangan yang indah itu.
"That's Beautiful." Ucap Azzrafiq mengagumi tubuh Magika.
Ketika akan melanjutkan aksinya lagi, Azzrafiq melihat Magika sudah tak sadarkan diri.
Azzrafiq melihat mata Magika yang sudah terpejam, dia tak berani menyentuhnya, meskipun dalam pengaruh alkohol dan hasrat yang sudah sangat menggebu-gebu.
Akhirnya dia melakukannya sendiri sambil melihat tubuh Magika yang terbuka, sambil membayangkan dirinya menakluki wanita itu, hingga akhirnya tuntas sudah apa yang sedari tadi mengganjal pada dirinya.
Azzrafiq membersihkan apa yang telah di keluarkannya, lalu dia menutup pakaian Magika yang terbuka dengan perlahan, dan menutupi tubuh wanita itu dengan selimut, dia tidur di samping Magika sambil memeluk tubuhnya.
Pagi telah tiba, Azzrafiq terbangun dari tidurnya, kepalanya terasa sangat pusing, dia mendapati ada seorang wanita tidur memunggunginya.
"Apa yang udah gue lakuin?" Gumam Azzrafiq seraya melihat tubuhnya, dan merasa lega ketika pakaiannya masih utuh. Dia mencoba mengingat apa yang sudah terjadi malam tadi?
"Gue gak inget, damn!"
Azzrafiq beranjak dari tempat tidur ukuran king itu, tanpa melihat wajah Magika yang masih tertidur di sampingnya, dia melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri, mungkin setelah mandi, pusing yang dirasakannya akan hilang, dan dapat mengingat apa yang terjadi malam tadi.
Niatnya setelah membersihkan diri, Azzrafiq akan mengantar wanita yang tengah tidur bersamanya itu pulang, untuk memberikan kesan positif pada Bella, bahwa dia bukan lelaki yang memperlakukan wanita semena-mena.
Percikkan air membasahi rambutnya, sensasi dingin menyelimuti kulit kepalanya, bulir-bulir air dari shower terjun bebas ke sekujur tubuhnya, pikiran Azzrafiq mulai jernih kembali, dia mengingat apa yang dilakukannya semalam, meskipun dia tak ingat wajah wanita itu, tapi ingat namanya Bella, namun dia yakin itu pasti hanya nama samaran saja, setelah mandi Azzrafiq akan memperkenalkan diri secara resmi.
Azzrafiq tersenyum saat memikirkannya."Gue harus tahu nama asli dia."
Lelaki itu segera membilas tubuhnya yang tengah diselimuti sabun.
Magika merasakan sakit di kepalanya yang kian terasa selagi matanya terpejam, dia meraba-raba sprei yang terasa dingin, perlahan matanya terbuka seketika dirinya tersentak ketika menyadari terbagun di kamar yang tampak asing, dia tak ingat apa yang terjadi semalam.
Magika meraba tubuhnya, dan merasa lega ketika mengetahui dirinya masih berpakaian dengan lengkap dan tertutup, lalu dia melihat seisi kamar, hanya dirinya saja yang berada di sini. Dia segera turun dari tempat tidur dan berjalan menuju meja untuk mengambil air putih yang tersedia di kamar ini, tenggorokannya terasa sangat kering.
Ketika meminum air botol mineral, Magika melihat ada tas belanjaan dari minimarket, dia memeriksa isinya dan mendapati kondom diantara makanan dan minuman ringan.
"Shit ada kondom, udah gila apa aku? Tapi ini masih utuh dan belum kebuka, apa semalam aku masih aman?" Gumam Magika.
Mendengar ada suara percikan air di dalam kamar mandi, Magika dapat memastikan masih ada orang yang bersamanya di kamar ini, dia segera bergegas keluar ruangan.
Azzrafiq mematikan shower dan mengeringkan tubuhnya dengan bathrube yang telah tersedia di kamar mandi, lalu dia keluar dari kamar mandi, ketika melangkah menuju tempat tidur, dia tak mendapati wanita itu lagi, Magika telah meninggalkannya begitu saja.
"Tuh cewek udah ilang aja, orang mau diantar balik baik-baik malah kabur, mana gue lupa mukanya kayak gimana." Gerutu Azzrafiq.
Azzrafiq kembali merebahkan diri di atas tempat tidur untuk menonton TV sambil menunggu jam check out, lalu dia merasakan ada benda yang tertindih olehnya, dia meraba-raba benda itu dan berhasil diraihnya.
...(Charm Bracelet Magika)...
"Gelang? Pasti punya Bella." Ucap Azzrafiq, dia menilik gelang itu. "Unik juga ya bentuknya." Lalu dia menyimpan gelang itu di nakas samping tempat tidur.
Ponselnya berbunyi, ada panggilan dari Yudhistira, Azzrafiq segera mengangkatnya.
"Eh kampret lo dimana?" Tanya Yudhistira.
"Gue lagi di Hotel, nunggu check out bentar lagi." Jawab Azzrafiq ringan.
"Gila lo! Berakhir di sebuah Hotel, image Azzrafiq yang baik, ternyata sudah lenyap." Seru Yudhistira sambil tertawa.
"Kalo gue cerita yang sebenarnya juga, lo pasti gak bakalan percaya nyet."
"Lo berdua belum puas indehoy? Ampe mau tengah hari begini."
Azzrafiq berdecak."Tuh cewek udah gak ada, pas gue tinggal mandi, lo perhatiin ciri-ciri tuh cewek gak?"
"Mana gue tahu, pas gue balik ke meja lo sama dia asyik ciuman, cuma rambut tuh cewek aja yang gue lihat, parah lo kalo mabok hahaha, ampe gak peduliin sekitar, lo ninggalin meja aja gak lepas dari bibir tuh cewek." Terang Yudhistira.
Azzrafiq coba mengingat kejadian itu, apa benar dirinya semaniak itu sampai lupa keadaan sekitarnya? Jika benar dirinya seperti itu, malunya baru terasa saat ini, pipinya mulai memerah.
"Masa sih gue kayak gitu?" Tanya Azzrafiq tak percaya.
Yudhistira tertawa."Asal lo tahu aja, tadi malem lo berlagak dunia berasa milik berdua aja, ciuman seenaknya disekeliling orang-orang, mana tuh cewek dance nya erotis banget, dan lo terlihat sangat kegirangan seperti tante-tante."
"Shit, gue gak inget kalo yang itu." Tukas Azzrafiq seraya menggaruk-garuk alisnya.
"Gimana rasanya nyet bercinta sama orang asing?" Tanya Yudhistira mengejek Azzrafiq.
Seketika Azzrafiq teringat lagi tubuh Magika yang indah, dia tersenyum membayangkan pemandangan yang tak pernah terlupakan itu, menurutnya Magika memiliki tubuh yang sangat sempurna, bagian yang erotis saja Azzrafiq ingat, giliran bagian wajah dia malah lupa.
"Hmm.. gak tahu, orang kita ketiduran." Jawab Azzrafiq seraya beranjak dari tempat tidur.
Azzrafiq membuka bathrube yang dipakainya dan kembali menggunakan kemejanya, saat berkaca, dia kembali terkejut melihat beberapa kiss mark di bagian leher dan dadanya, dia mengusap-ngusapnya bagaimana cara menghilangkannya? Teman-temannya pasti akan menertawakan dirinya bila kiss mark ini masih ada.
"Gak usah bohong lo sama gue, lo pikir gue masih bocah." Gerutu Yudhistira.
"Udah gue bilang, lo gak bakalan percaya, mau gue jelasin sampe mampus juga."
"Berapa ronde?" Tanya Yudhistira usil.
Azzrafiq berdecak."Terserah lo dah, udah dulu ya gue mau siap-siap."
"Tunggu! Jemput dimana nanti kita?"
Azzrafiq melihat sekeliling kamar untuk mencari tahu dia berada di Hotel apa. "Preanger Dhis, gue tunggu."
"Ok, lo tunggu kita dan jangan kemana-mana." Tukas Yudhistira sambil mengakhiri panggilannya.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Kepala Magika masih terasa sangat pusing ketika berjalan di lorong Hotel, dia melihat staff Hotel dan membaca tulisan nama Hotel yang disinggahinya di seragam staff tersebut.
Magika berjalan menuju lift, namun dia tak bisa membukanya karena tak memiliki kartu aksesnya, lalu dia mencari staff hotel yang baru saja berpapasan dengannya, dan meminta bantuan untuk dibukakan pintu lift.
Setelah sampai di Lobby Hotel, Magika masuk ke toilet untuk memeriksa lagi keadaan tubuhnya, karena menurut orang yang pernah mencoba berhubungan badan, saat pertama kali mencoba akan terasa sakit, dia coba memastikannya dengan meraba alat vitalnya, tak terasa apapun, masih kering dan tampak bersih.
Magika kembali merasa lega, dia duduk di closet yang telah ditutup, ponselnya terasa bergetar, dia segera mengambilnya dari saku celananya, ada panggilan dari Leonard, dia langsung mengangkatnya.
"Haloooooo... Gee kamu dimana sekarang?" Tanya Leonard menyemprot Magika dari jauh sana.
Reflek, Magika menjauhkan ponselnya dari telinganya. "Ish ya ampun gak usah teriak kali Le, bikin budeg aja."
"Kamu tuh kita cariin semaleman, ditelponin sampe puluhan kali gak diangkat, gimana aku gak teriak-teriak?"
"Iya maaf, kalian udah pada pulang ya?" Tanya Magika.
"Ya menurut lo? Baru aja mereka pada balik, tinggal aku masih di sekitaran Braga." Jawab Leonard kesal.
"Syukur deh kamu masih di sekitaran sini, Aku di Hotel Preanger Le, jemput ya."
"Ya gak mungkin kan aku ninggalin kamu, si Mami bakalan ngegantung aku kalo pulang tanpa anaknya, tunggu ya aku jemput ke.." Ucap Leonard yang omongannya terpotong karena ponsel Magika kehabisan daya.
"Hallo, Le? Hallo?" Tukas Magika, lalu melihat ponselnya telah mati.
Magika berdecak kesal, lalu dia keluar dari bilik toilet dan mencuci tangannya di wastafel, dia juga mencuci wajahnya dan merapikan rambutnya, pengar yang dia rasakan sedikit menghilang setelah membersihkan wajahnya.
"Gila berantakan juga penampilan aku, pantesan aja staff hotel tadi ngeliatin aku gitu banget." Gumam Magika seraya merapikan penampilannya.
Magika keluar dari toilet, dan tak sadar ponselnya tertinggal di dekat wastafel, dia berjalan menuju Lobby utama, tak lama Leonard datang menjemputnya, lalu mereka pergi dari Hotel ini.
Di perjalanan Magika menceritakan apa yang dia ingat semalam pada Leonard, dia ingat bersama seorang lelaki yang bernama Edward, dia juga ingat rasanya berciuman dengan lelaki asing itu, bahkan masih bisa merasakannya sampai saat ini, namun sayangnya dia tak mengingat wajah Edward, semalam terasa bagaikan mimpi baginya.
"Edward? Bella? Yakali kalian berdua maen twilight-twilight an, alay banget hahaha." Ejek Leonard.
"Ya biarin kan lucu, kayak mimpi aja sih semalem tuh gak jelas arahnya kemana, tahu-tahu pas bangun udah ada di Hotel." Jelas Magika.
"Kalo kata tulisan di truk-truk ingat rasa tak ingat rupa hahaha, lagian kenapa kamu gak nungguin dia keluar kamar mandi sih?"
"Malu kali, orang aku duluan yang nyosor, gak punya muka buat ketemu lagi, tapi sumpah deh beneran ngeblur aja gitu muka tuh cowok yang ada di ingatan aku."
"Tapi kamu yakin dia gak ngapa-ngapain kamu?" Tanya Leonard memastikan.
"Yakin soalnya aku udah cek semuanya, dan bersih." Ucap Magika tanpa ragu.
Leonard menatap Magika."Yakin tuh cowok normal? Mana ada laki normal yang begitu, kalo aku lihat cewek udah gak sadarkan diri hajar aja sih, mumpung gak kenal dan ada kesempatan."
"Untung bukan kamu ya Le." Ucap Magika kesal namun sedikit bersyukur lelaki itu tidak seperti Leonard.
"Aneh sih kalo kata aku, masa iya ada cowok yang bisa nahan hasratnya di banyak kesempatan?" Ujar Leonard sanksi, lalu dia melirik Magika dengan tatapan yang usil.
"Mau dicoba lagi gak sama aku buat bukti yang lebih kongkrit? Rela deh gak harus pake imbalan." Celetuk Leonard.
"Akunya yang gak rela." Gerutu Magika.
"Sama orang asing rela, masa sama temen sendiri enggak. Dada kamu merah gitu bekas cupangan tuh cowok, yakin tuh kamu masih perawan?"
Magika langsung menutupi dadanya yang terbuka dengan tangan."Jelalatan amat mata kamu."
"Ya orang terbuka lebar kancing kemeja kamu sampe belahan kelihatan." Gerutu Leonard.
Magika berdecak kesal lalu mengancingi lagi kemeja hitamnya, dan menyandarkan kepalanya di jok, dia coba tertidur dari pada harus adu argumen dengan Leonard.
Empat bulan berlalu, setelah kejadian malam syahdu itu, Magika tak pernah bertemu lagi dengan Azzrafiq, dan yang tak habis pikir, setiap malam lelaki itu selalu menghantuinya melalui mimpi, seakan kejadian malam itu terus berulang setiap harinya ketika Magika tertidur.
Masih terasa sangat jelas ciumannya bersama Azzrafiq, namun sayangnya Magika tak pernah ingat dengan wajah lelaki itu, sekuat apapun dia berusaha mengingatnya.
Dia sangat salut pada Azzrafiq karena masih menghormatinya, lelaki itu tak menyentuhnya selama dirinya tak sadarkan diri, zaman sekarang mana ada lelaki yang seperti itu?
Padahal begitu banyak kesempatan untuk Azzrafiq berbuat sesuka hati padanya, tapi apa yang dilakukannya benar-benar sesuatu yang sangat langka, dan hal itu yang membuat Magika semakin kagum pada Azzrafiq yang pada saat itu mengaku namanya Edward.
"Seandainya hp aku gak ilang, aku pasti bakalan cari kamu Edward, sampai ketemu di dalam mimpi." Gumam Magika yang sudah bersiap untuk tidur, dia tahu akan didatangi Azzrafiq dalam mimpinya, karena memang setiap malamnya selalu seperti itu.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Azzrafiq terbangun dari tidurnya dengan keadaan sekujur tubuh yang basah oleh keringat, dia bermimpi bertemu lagi dengan Magika dan kali ini, dia berhasil menaklukkannya, tapi wajah Magika tampak buram, sampai saat ini Azzafiq masih belum mengetahui keberadaan wanita itu.
"Mimpi yang sempurna, cuma kenapa muka Bella masih belum jelas?" Ucap Azzrafiq sambil tersenyum senang, sebelum beranjak dari tempat tidur, dia menggeliatkan tubuhnya.
Selama beberapa bulan ini Azzrafiq mencari tahu siapa Magika yang dia tahu itu Bella, namun tak pernah ada lagi kabar tentang wanita itu, seolah hilang bagaikan di telan Bumi.
Hubungannya bersama Bianca mulai terasa jenuh, dan semakin menjauh, hati Azzrafiq saat ini malah tertuju pada Magika. Dia selalu berharap bertemu dengan wanita itu apapun keadaannya.
Azzrafiq mengecek ponselnya yang berada di bawah bantal, tak ada notifikasi pesan dari Bianca, kekasih yang telah dia pacari hampir dua tahun lamanya.
"Kemana sih tuh anak? Ngilang terus, giliran diputusin langsung muncul beserta khodamnya." Gerutu Azzrafiq.
Lagi-lagi Bianca mengabaikannya, perasaan tidak karuan menemaninya pagi ini, bukan karena Bianca tetapi karena dia baru saja memimpikan Bella, dengan malas Azzrafiq turun dari tempat tidurnya dan melangkah menuju kamar mandi.
Azzrafiq berkaca melihat wajahnya yang tampak berantakan, dia membasuh wajahnya dengan facial wash yang diberikan oleh Bianca. Azzrafiq selalu menuruti perkataan Bianca mengenai perawatan wajahnya.
Selesai mandi, dia berpakaian seadanya, dia memakai kaus oblong yang dibalut dengan jaket jeans dan celana jeans yang sobek di lututnya, peraturan kampus mengharuskan untuk memakai pakaian rapi, jika ingin menggunakan kaos pun harus yang berkerah, tapi Azzrafiq tak memedulikan aturan yang satu itu.
"Yakin lo, ke Kampus pake baju gituan?" Tanya Yudhistira seraya memperhatikan pakaian Azzrafiq.
"Palingan juga kalo Dosen ngeliat gue, langsung diusir." Jawab Azzrafiq pasrah.
"Niat gak sih lo kuliah?"
"Kagak, oh ya si Maul udah pergi?"
"Udah dari tadi, lo kan tahu dia ambis banget jadi tentara, jadinya pagi buta dia udah berangkat, disiplin nomor satu soal Dosen belum datang nomor dua." Sahut Yudhistira.
"Oh, gue berangkat dulu." Azzrafiq berpamitan dengan wajah yang muram.
Azzrafiq keluar dari kost nya, dan berjalan menuju kampus, beberapa orang yang mengenalnya menyapanya sepanjang jalan. Begitu juga para wanita yang mengagumi ketampanannya tak terlewat menyapanya.
"Azzrafiq." Sapa seorang wanita ketika Azzrafiq berjalan menuju Gedung perkuliahan.
Azzrafiq mendongakkan kepalanya barangkali saja dia mengenali orang yang menyapanya. Ternyata dia tak kenal, wanita itu mendekatinya dan memberikan sebuah papper bag padanya.
Azzrafiq bingung, apakah dia harus menerimanya? Rasanya seperti ditodong, bahkan dia saja lupa siapa wanita yang ada di hadapannya ini, tak mungkin juga dapat menolaknya.
"Itu makanan buat sarapan kamu dan bikinan aku sendiri loh, dimakan ya." Ucap wanita itu dengan nada sedikit menekan.
Dengan sungkan dan dicampur bingung Azzrafiq menerimanya. "Kamu jualan?"
Wanita itu terkekeh. "Bukan, ini untuk kamu."
"Oh.. makasih, tapi lain kali gak usah repot-repot begini, saya duluan ya." Ucap Azzrafiq seraya akan meninggalkan wanita itu.
"Oh ya Azzrafiq..." Tahan wanita itu.
Terpaksa Azzrafiq menolehkan kepalanya lagi pada wanita itu. "Ya kenapa?"
"Boleh minta nomor handphone nya?"
Azzrafiq menaikkan sebelah alisnya, dia menggaruk rambutnya sambil mencari alasan untuk tidak memberikannya.
"Saya gak hafal nomor saya, hp nya ada di tas, Saya lagi buru-buru, maaf ya." Ucap Azzrafiq seraya melanjutkan langkahnya menuju gedung perkuliahan.
Keadaan kelas masih belum terlalu ramai, hanya ada beberapa teman-temannya yang baru datang, Azzrafiq duduk paling depan, dia membuka papper bag yang diberikan oleh wanita tadi, dan mengeluarkan wadah yang ada di dalamnya, isinya onigiri terlihat sangat menarik, kebetulan juga dia belum sarapan.
"Tumben bawa bekal." Seru Maulana yang baru datang.
Azzrafiq menawarkannya pada Maulana sambil melahap onigiri. "Lumayan nih rasanya."
"Jangan bilang ada yang ngasih lagi, enak banget jadi lo." Seru Maulana seraya mengambil onigiri yang diberikan Azzrafiq.
"Biasalah, namanya juga rezeki anak sholeh."
"Lagak lo, kayak yang iya aja sholeh." Protes Maulana.
"Bukannya lo udah duluan pergi ya tadi, kok duluan gue yang nyampe kelas?" Tanya Azzrafiq heran.
"Nganterin dulu si Daphnie tadi, hati-hati tuh makanan ada peletnya." Celetuk Maulana sambil tertawa.
Baru terpikirkan olehnya, sudah setengah dimakan, Azzrafiq tak melanjutkan makannya lagi. Tiba-tiba rasa laparnya hilang ketika mendengar celetukkan Maulana.
"Buat lo aja semuanya, sama tempat-tempatnya juga tuh." Kata Azzrafiq.
"Hahaha gitu doang juga langsung terpengaruh, gue cuma bercanda Fiq."
"Males, selera makan gue jadi hilang." Ucap Azzrafiq ketus.
"Jangan sampe kambuh lagi tuh sakit maag." Maulana memperingati.
Tetap saja tak mempengaruhi Azzrafiq yang sudah kadung tak nafsu makan, dia terlalu was-was, bisa saja makanan itu memang ada apa-apanya. Walaupun terkesan konyol, dia bertekad mulai saat ini, tak akan sembarangan menerima pemberian dari orang yang belum dia kenal.
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Setelah selesai bersolek, Magika segera bersiap untuk berangkat, sebelumnya dia sarapan terlebih dahulu karena Tante Karina sudah menyiapkannya di atas meja makan.
Selama kuliah, Magika tinggal bersama dengan Tante dan Om nya, karena mereka tidak memiliki anak, jadi dengan senang hati Tante dan Om membolehkannya tinggal di sana, dan sudah menganggapnya seperti anak mereka sendiri.
Jarak rumah orang tua Magika cukup jauh dengan kampus, walaupun masih bisa ditempuh, rasanya akan membuat hidupnya tua di jalan.
"Gee, nanti pulang kuliah jam berapa?" Tanya Tante Karina.
"Biasa Tante sore, kalo ada tugas kelompok mungkin bisa malam pulangnya." Jawab Magika sambil memakai sepatu converse nya.
"Kalo gitu kamu bawa makanan ya, Tante udah beli kemaren camilan kesukaan kamu." Seru Tante Karina seraya memberikan sekotak camilan coklat chic-choc pada Magika.
"Waaah makasih Tante, Magika pergi dulu ya, Assallamualaikum." Magika pamitan seraya berjalan keluar pintu.
"Walaikumsalam, hati-hati ya Gee." Teriak Tante Karina dari dalam rumah.
Magika memakai helm sebelum pergi menggunakan scooter vespa kuningnya, dia menghidupkan mesinnya dan melesat keluar perumahan, ketika sampai di jalan raya yang besar, dia sudah disambut dengan antrean panjang mobil dan motor.
Suara klakson yang saling bersahutan mewarnai pagi hari Magika yang akan berangkat ke kampus, belum lagi asap dari bus Damri yang hitam pekat mengepul ke udara.
Suasana jalanan hari senin, di Bandung Timur yang membuat sedikit gila para pengendara jalanan, karena dikejar waktu mereka berebutan jalan saling mendahului.
"Tua di jalan aku, bisa-bisa nyampe kampus aku sudah punya cucu." Gerutu Magika yang terjebak macet.
Akhirnya Magika sampai juga di kampus, normalnya hanya butuh waktu sepuluh menit berangkat dari rumah Tante Karina, tapi karena macet, dia menghabiskan waktu hingga tiga puluh menit untuk sampai ke kampus.
Sebelum masuk Gedung perkuliahan, Magika berkaca pada spion untuk merapikan rambutnya, dirasa sudah sangat telat dia berjalan dengan cepat.
Di dalam Gedung perkuliahan, banyak mahasiswa yang berlalu lalang untuk masuk kelas mata kuliah yang akan diambil, dan masih banyak lagi yang sibuk dengan urusannya masing-masing.
Di tengah terburu-burunya, Magika masih sempat melirik seorang lelaki yang mengalihkan perhatiannya, dia melihat lelaki itu karena penampilannya yang berbeda dengan Mahasiswa lainnya.
Ke kampus pake jaket denim dan kaos oblong biasa, kok bisa sampai gak ditegur Dosen? Mana celana jeansnya sobek-sobek pula. Batin Magika.
Magika melambatkan laju langkahnya, sambil menatap lelaki yang membuatnya terpesona. Ya lelaki itu Azzrafiq, lelaki yang selama ini dia cari, namun karena Magika tak ingat wajahnya, dia hanya menatap penuh kagum, seolah pertama kalinya bertemu lelaki tampan itu.
Azzrafiq yang sedang bersandar di dinding kelas yang akan dimasukinya, hanya fokus memainkan ponselnya, dia tak sadar ada seseorang yang sedang memperhatikannya.
Magika berjalan di hadapannya sambil mencuri pandang menatapnya, tiba-tiba seseorang menyenggol bahunya cukup keras, hingga membuat charm bracelet miliknya terjatuh tepat di kaki Azzrafiq.
"Aww." Rintih Magika seraya mengusap bahunya.
Azzrafiq tersentak dengan suara benda yang terjatuh didekatnya, dia melihat sebuah gelang tergeletak di antara sepatunya, lalu berjongkok untuk mengambilnya.
...(Charm Bracelet Harry Potter milik Magika)...
Azzrafiq melihat ada wanita yang berdiri di hadapannya, mungkin itu pemilik gelang yang jatuh ini, gelang itu mengingatkannya pada Bella, karena modelnya sama seperti gelang Bella yang tertinggal di Hotel, dia mendekati wanita itu untuk mengembalikannya.
Magika masih sibuk mengusap-ngusap bahunya, lalu menolehkan kepalanya pada Azzrafiq yang kini berada di sampingnya, keduanya saling bertatapan, mata Azzrafiq seketika terperangkap oleh kedua mata Magika yang indah mempesona.
Azzrafiq terpikat oleh kecantikan wanita berkulit sawo matang tersebut hingga berhasil membuatnya terdiam dan membeku.
Azzrafiq langsung jatuh hati, Magika begitu tampak sangat mengagumkan bagi dirinya.
Begitu juga yang dirasakan Magika, ketika menatap wajah Azzrafiq sedekat ini, dia merasa dunia berhenti berputar, dan membuat jantungnya berdebar dengan kencang.
Azzrafiq merasa familiar, apakah mereka pernah saling bertemu sebelumnya? Apakah itu Bella?
Azzrafiq menepiskan pikirannya, yang mempunyai dan menyukai gelang seperti ini pasti bukan hanya Bella, dia segera tersadarkan dan mengembalikan gelang yang terjatuh tadi pada pemiliknya, dia khawatir Magika malah risi diperhatikan olehnya.
"Ini gelang punya kamu?" Tanya Azzrafiq memecahkan lamunan Magika.
"Oh iya, thank's ya udah ngambilin." Sahut Magika yang tersadarkan ketika terlalu lama menatap Azzrafiq.
Azzrafiq memberikan charm bracelet itu pada Magika. "Iya sama-sama."
Magika menerima charm braceletnya sambil tersenyum dan memperlihatkan lesung pipi di wajahnya, yang membuatnya tampak semakin manis, Azzrafiq kian terpikat olehnya, lalu wanita itu lanjut pergi dan meninggalkan jejak wangi parfum aroma baby powder, wangi yang sangat menarik dan unik bagi Azzrafiq.
"Kayaknya wangi ini, gue pernah cium sebelumnya." Gumam Azzrafiq seraya mengingat-ingat, pupil matanya melebar ketika dia ingat itu wangi parfum Bella.
"Apa itu Bella? Tapi kalo iya Bella, dia pasti ingat gue, tapi tadi tuh cewek kayak baru pertama kali lihat gue, mungkin yang punya wangi itu bukan cuma Bella." Azzrafiq coba menerka-nerka.
Ketika akan melangkah, Azzrafiq menginjak sesuatu yang keras di bawah sepatunya, dia memundurkan kakinya dan mendapati bagian dari gelang wanita tadi yang tertinggal, lantas dia mengambilnya untuk dikembalikan pada pemiliknya, memberikan kesempatan padanya untuk bertemu lagi dengan wanita yang berhasil mengalihkan dunianya.
"Bentuknya kayak topi seleksi di Harry Potter." Ucap Azzrafiq sambil tersenyum, lalu menyimpan charm yang terjatuh itu ke dalam saku jaket jeans-nya.
Magika berjalan sambil tersenyum menahan rasa kagumnya pada lelaki itu, Tuh cowok semester berapa dan jurusan apa ya? He is so adorable, tapi kok kayak familiar gitu ya wajahnya? Batin Magika.
Di dalam kelas, Magika menebarkan senyum yang sumringah karena baru saja bertatapan dengan lelaki yang berhasil mengalihkan dunianya, dia duduk paling depan, bangkunya sudah dicarter oleh teman-temannya untuk dirinya.
"Kenapa Gee kok kelihatan berseri-seri gitu?" Tanya Vanilla dari bangku sebelah kiri yang Magika duduki.
"Lagi semangat aja Nill." Jawab Magika seadanya.
"Semangat banget kayaknya, sampe dari jauh kelihatan senyum-senyum sendiri." Zea menimpali, mengingat Magika selalu menunjukkan wajah letih ketika masuk kelas karena bergelut dengan kemacetan sebelumnya."Tinggal Alin yang belum datang." Sambung Zea yang tampak sedang membalas pesan dari ponselnya.
"Kayak yang lagi banyak uang aja senyumnya." Celetuk Vanilla.
Magika terkekeh."Emangnya senyum yang lagi banyak uang kayak gimana sih?"
"Kayak kamu tadi." Tukas Vanilla.
Zea menoleh pada Magika dan Vanilla setelah selesai dengan ponselnya."Kalo yang aku lihat sih kayak orang yang lagi jatuh cinta."
"Dua-duanya sama-sama bikin bahagia sih, punya banyak uang sekaligus jatuh cinta." Sahut Vanilla.
"Uang muluk perasaan." Gerutu Zea.
"Yang aku butuhkan hanya uang, uang dan uang." Celetuk Vanilla.
Magika memakaikan kembali charm bracelet pada tangannya, namun ada yang hilang salah satu charm nya yang berbentuk topi seleksi di Harry Potter.
Charm bracelet milik Magika bertema Harry Potter, padahal charm bracelet yang dia pakai hari ini salah satu gelang kesayangannya, karena sulit didapatkan, dia sampai harus jauh-jauh ke Korea untuk membelinya.
Karena pada saat itu online shop masih kurang eksistensinya jadi barang yang di inginkan belum mudah didapat seperti saat ini.
"Ish jadi ompong gini kelihatannya." Gerutu Magika.
Magika kembali keluar kelas untuk mencarinya, siapa tahu masih ada dan tergeletak di lantai dimana tadi gelangnya terjatuh, namun ketika sedang mencarinya, Dosen yang mengajar di kelasnya sudah datang dan melewatinya, terpaksa Magika kembali menuju kelas dengan tangan kosong, dia berjalan menyusul Dosen sebelum beliau menutup pintu kelas.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!