NovelToon NovelToon

Pelayanku Simpanan Suamiku

Bab 1 Janji

"Pak! Jangan kaya gini sama saya, Pak!" mohon Asti sembari memundurkan tubuhnya ke belakang.

"Jangan panggil saya bapak dong. Panggil saya Mas aja, ya," sahut Baskoro lembut sembari berjalan mendekat ke arah Asti.

"Pak, saya mohon, nanti ketahuan sama ibu, saya dipecat, Pak!"

"Shuutt...! Kamu nurut ya, Sayang!" Baskoro yang berhasil meraih tangan lembut Asti.

Asti terdiam dengan takutnya. Tubuhnya bergetar hebat saat Baskoro meraih kedua tangannya dan langsung meletakkannya di pinggul.

"Peluk saya, Sayang! Ayo," ujar suara bariton itu perlahan mendekat ke arah telinga Asti.

Asti yang mendengar itu merasakan desiran aneh yang menjalar dari tubuhnya. Ia ingin menolak dengan tidak ingin menuruti perintah tuannya, namun tubuhnya berkata aneh. Asti mulai menggigit bibirnya. Kedua tangan Asti pasrah berada di pinggul lelaki itu.

Baskoro menatap wajah Asti. Melihatnya dengan penuh rasa ingin menyentuh lebih gadis ini. Ia pun tersenyum nakal menginginkan. Diturunkannya salah satu tangannya untuk menggerayangi pangkal paha gadis yang ada di depannya.

Des*ahan kecil mulai keluar dari bibir Asti. Perlahan-lahan dengan lembut, tangan lelaki itu sudah sampai di daerah terlarang. Ia mulai mengusap* dengan lembut barang kesayangannya itu.

"Teruskan Asti! Aku tau kau menginginkannya juga, kan?" tebak lelaki itu yang masih mengusap lembut bagian terlarang Asti.

Asti dengan cepat menggelengkan kepalanya, ikutin dengan de*Sahan demi des*han.

"Enggak, Pak. Eugh. Tolong berhenti, Pak, eugh."

Terdengar lenguh*an lagi dari bibir Asti. Namun tangan Baskoro sudah berpindah. Tangannya sudah tak menyentuh kain pengaman itu lagi. Gelayar aneh mulai menyelimuti tubuh Asti. Perlahan Asti pun menikmati permainan yang dibuat oleh Baskoro.

"Kamu suka kan, Sayang? Teruskan Sayang! Saya akan memenuhi semua yang kamu mau. Saya akan bertanggung jawab penuh atas kamu, Sayang asalkan kamu nurut sama saya."

Ucapan itu bisa didengar nyata oleh telinga Asti. Seolah ia pasrah dengan perbuatan tuannya, sampai-sampai ia tak sadar sudah tak mengenakan sehelai benang pun.

Baskoro yang menatap penuh dengan keinginan pun langsung menanggalkan seluruh pakaiannya. Ia langsung melahap santapan yang ada di depannya ini. Diraihnya kaki jenjang Asti dan dibukanya lebar-lebar. Baskoro langsung memainkan lidahnya di bawah sana.

Asti yang menggeliat seperti ulat pun merasakan kedutan aneh di bagian intimnya. Merasakan seperti kupu-kupu yang berputar-putar mengelilingi perutnya. Entah ia, tak pernah sekalipun merasakan kenikmatan dunia tiada Tara ini. Lidah Baskoro bermain dengan lincah sampai Asti merasakan ingin mengeluarkan cairannya.

"Augh, Pak... Saya ingin. . ." ujar Asti terbata.

"Keluarkan saja, Sayang," jawab Baskoro yang masih bermain di bawah sana.

Asti sudah tak tahan lagi, dan langsung mengeluarkan cairan itu. Langsung saja Baskoro yang melihat itu tersenyum dan bermain dengan benda tumpulnya. Lengu*Han Baskoro pun keluar dari mulutnya.

"Ough, ini sangat nyaman. Kamu masih disegel ya, Sayang? Ini agak sakit, tahan dikit ya."

Dengan satu kali serangan, Baskoro berhasil membobol gawang yang masih tersegel itu. Asti yang awalnya merasa kesakitan saat benda tumpul itu masuk menerobos langsung merasakan kenikmatan surgawi.

Plok

Plok

Plok

Terdengar suara yang saling beradu. Suara permainan dan lengu*Han bercampur menjadi satu. Suara-suara indah bagi orang yang menikmatinya. Begitu juga dengan Asti dan Baskoro yang menikmati permainan itu. Rasa sakit yang dirasakan oleh Asti pertama kalinya, sudah berubah menjadi kenikmatan surga dunia yang tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata.

Kata "Pak" berubah menjadi kata "Sayang" tanpa sadar. Mereka berdua asyik melakukan hal yang terlarang. Bukan maksud Asti ingin, namun ia juga dipaksa untuk melayani kebutuhan tuannya tersebut.

Setengah jam berlalu, mereka pun menyudahi kegiatan olahraga ranjang tersebut. Asti pun kelelahan dan terlelap dengan tidurnya yang berasa di kamarnya. Benar. Mereka melakukan hal olahraga ranjang itu di kamar Asti. Berkali-kali saat Istri Baskoro, Andini Safira pulang ke rumah.

Flash Back

Baskoro yang masih menyantap makan siangnya di ruangan dapur, tak sengaja melihat Asti, pelayannya itu berlari terbirit masuk ke dalam kamar mandi tepat di samping ruangan dapur. Awalnya Baskoro kebingungan, kenapa Asti berlari terbirit seperti itu dengan hanya mengenakan handuk saja bahkan di dalam kamarnya sudah tersedia kamar mandi. Namun dirinya langsung menepis pikiran-pikiran nakal yang melintas.

Masih melamun dan terngiang oleh tubuh Asti yang sekilas melintas, dirinya dikejutkan olehku yang merupakan istrinya. Andini Safira. Itulah namaku. Aku mendatangi suamiku yang terlihat melamun sendiri di meja makan itu. Sedikit khawatir dengan dirinya yang sudah renta masih mengurusi perusahaan. Aku juga tengah sibuk dengan usaha toko bungaku akhir-akhir ini.

"Sayang, kenapa melamun?" sapaku berdiri tepat di sampingnya.

Baskoro langsung menoleh, menatapku dari bawah hingga ke ujung rambutku. Ia sedikit heran mengapa penampilan istri yang berada didepannya saat ini sangat rapi. "Mau ke mana lagi?"

Aku tersenyum sembari menuangkan air di dalam gelasnya. "Ada meeting dadakan. Beberapa jenis bunga habis stok dan para pekerja pusing mencari pemasok. Kebetulan ada pemasok baru yang datang dan para karyawan langsung memanggilku untuk negosiasi," jelasku panjang lebar.

"Oh. Pulang malam lagi?" tanya Baskoro sedikit kesal.

"Maafkan aku, Sayang. Besok aku pastikan tidak ada jadwal yang mendesak," jawabku sembari tersenyum menatap dirinya. "Aku akan pastikan itu. Baiklah, aku pergi dulu."

Aku lalu mengecup pipinya dan beranjak pergi meninggalkan suamiku yang masih berada di meja makan. Sedangkan Baskoro masih menatap kepergianku dengan sebal.

Tak berapa lama, Asti kembali melintas dengan rambut yang ditutupi handuk menandakan ia habis mandi di kamar mandi dekat ruang dapur. Baskoro pun memilih beranjak dari meja makan, mendatangi Asti yang sudah menuju ke arah kamarnya. Tubuh Asti yang sesik terpampang nyata di depan kamar. Baskoro langsung mempercepat langkahnya untuk menggapai Asti.

"Asti, tunggu!" panggil Baskoro yang adalah tuannya.

Asti pun seketika menoleh ke arah suara yang memintanya berhenti. Ia terperanjat kaget melihat Tuannya berada tepat dibelakangnya. Asti langsung memegang handuk dan melindungi tubuhnya tanda malu.

"Iya, Pak?" jawab Asti menunduk malu.

Baskoro langsung menarik tangan Asti masuk ke dalam kamarnya dan mengunci pintu. Saat itu jugalah, tragedi yang tak disengaja itu pun terjadi. Istri Baskoro yang pergi di siang hari itupun tak mengetahui kalau suaminya berbuat seperti itu kepada pelayannya sendiri.

Flash Back end.

"Kau harus menjadi simpananku, Asti. Kita akan saling membutuhkan setelah ini. Saya pastikan kamu aman dari Ibu dan menjamin semua kebutuhan kamu. Cup."

Baskoro meninggalkan Asti yang tertidur dengan nyenyak berselimut tebal namun tanpa sehelai benang pun di dalamnya.

.

.

.

Bersambung. . .

Happy New Year 2024 semua! Selamat membaca.

Jangan lupa like dan commentnya ya. Gift dipersilahkan 🙏.

Bab 2 Pulang

Baskoro melangkah keluar dari kamar Asti dan menuju kamarnya di lantai 2. Ia memberikan senyuman yang sangat sumringah dari biasanya. Kapan lagi dirinya bisa merasakan gadis bersegel di dalam rumahnya sendiri.

Sembari bersiul, dirinya tengah memikirkan permainan yang baru saja dilakukannya bersama dengan pelayan. Baskoro tak menyangka kalau Asti yang polos dan bersegel itu dapat tergoda dengan dirinya. Dirinya yang sudah memiliki istri bahkan satu rumah dengan istrinya. Baskoro lalu masuk ke dalam kamarnya dan langsung menanggalkan semua pakaiannya, masuk ke dalam kamar mandi untuk berendam.

"Saya sungguh tak menyangka, pelayan pilihan istriku terasa sangat wah. Sudah lama tak merasakan kenikmatan duniawi. He he, Gai*rahku* bangkit dengan sendirinya. Kalau Andini belum pulang, saya akan kembali ke sana. He he," gumam Baskoro yang masih berendam di dalam bathtub- nya.

Semetara aku yang tengah sibuk negosiasi bersama dengan pemasok bunga itu pun akhirnya menemukan titik terang untuk menyepakati harga di antara kami.

"Deal. Saya sangat setuju dengan harga ini. Selain kami mendapatkan keuntungan, pihak Bapak juga akan mendapatkan keuntungan dari kami," ujarku sembari berjabat tangan.

Meeting telah selesai di mana semua sudah disepakati.

"Anda benar, Bu Andini. Senang sekali kami bisa bekerja sama dengan anda. Kalau begitu kita akan bertemu di meeting selanjutnya ya, Bu," ujar pemasok membalas jabatan tanganku.

Setelah semua berlalu, aku melihat ke arah jam tangan yang ada di pergelangan kiriku. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam. Sangat tidak terasa aku hampir satu harian di toko.

"Dinda, kita boleh tutup toko lebih awal. Saya yakin kalian sangat lelah akhir-akhir ini," ujarku mengingatkan.

"Baik, Bu."

"Kalau begitu, saya duluan ya. Kalian kalau pulang hati-hati. Jangan lupa harus ditutup rapat pintunya," ujarku kembali berpesan.

Lantas aku meninggalkan tokoku untuk pulang ke rumah. Aku melangkah menuju mobil yang terparkir di depan toko, dan menstarter mobil. Tak berselang lama, mobil yang aku kemudikan melaju meninggalkan toko bunga.

Di dalam perjalanan, Andini mencoba menghubungi suaminya, Baskoro namun ponselnya tidak aktif.

"Ke mana ya dia? Apa mendadak ada pertemuan? Mana mungkin pertemuan diadakan jam 19.30 malam?" gumamku. "Kalau begitu aku kirim VN suruh Asti tidak usah memasak makan malam," lanjutku bergumam.

'Asti, kamu gak usah masak makan malam. Saya ada belikan makan malam'

Pesan terkirim.

Sementara di rumah.

"Eugh, Eugh, Eugh."

Hanya suara itu saja yang menggema di seluruh ruangan kamar Asti. Suara Leng*u-han kenikmatan surga dunia. Baskoro tak ingin melepaskan sedetik pun gadis ini. Berbagai gaya sudah mereka coba, namun gaya ini yang menjadi favorit mereka berdua.

"Cepat sedikit, Sayang, Eugh enak sekali," racau Asti.

Baskoro yang mendengarkan hal itu, langsung mempercepat gerakannya. Walaupun sudah berumur, lelaki tua ini masih terbilang kuat dan berkharisma. Urusan ranjang mungkin dia yang terbaik yang pernah Asti temui.

Asti terus saja meracau tiada henti, sama halnya dengan Baskoro yang sangat menikmati permainan mereka. Entah sudah berapa lama mereka melakukan olahraga ini, namun mereka berdua tidak ada niatan untuk menghentikan permainan panas ini.

"Eugh, Eugh, aku mau keluar, Sayang, Eugh cepat sedikit."

Erang-an demi erang-an bersahutan sampailah di suatu titik.

"Bersama, Sayang. Bersama," ucap Baskoro yang merasakan ia pun ingin keluar.

"Arrghhh. . . , h h h h . . ,"

"Kenapa saya baru tau kalau ini begitu nikmat, Pak?" tanya Asti yang terbaring disusul dengan Baskoro.

"Karena kamu baru merasakannya. Kamu masih mau?" tanya Baskoro kembali sembari menatap mata Asti nakal.

"Saya tak akan pernah menolak lagi kalau memang senikmat ini. Tapi apakah bapak tidak merasa lelah?"

"Asti, Sayang, tolong jangan membuat kita canggung satu sama lain. Kita sudah melakukan ini hari ini lebih dari 5x. Dan kamu selalu memanggil sayang kepadaku," jawab Baskoro mengusap lembut pipi Asti dengan jarinya.

"Maaf. A. . aku hanya tak terbiasa. Bapak sebagai majikanku sedangkan aku pelayan barumu," jawab Asti sedikit cemberut.

"Hee, kamu tidak perlu khawatir. Kita harus meniadakan rasa canggung di antara kita berdua. Kamu mengerti?"

Asti menganggukkan kepalanya tanda ia mengerti. Baskoro yang melihat itu langsung meraih wajah Asti dan memberikan kecu-pan di bibir. Namun itu bukan sekadar, makin lama semakin memanas dan mereka ingin memulainya kembali.

Ting Tong

Ting Tong

"Si-al-an." Baskoro langsung menarik tubuhnya dan langsung mengambil pakaiannya yang berserakan di lantai.

"Cepat pakai pakaianmu, sebelum Andini masuk ke dalam rumah ini," ujar Baskoro yang sudah menarik tuas pintu. Ia berpaling sebentar lalu memberikan senyuman yang tak bisa dilupakan. "Kita lanjutkan nanti ya, Sayang."

Setelah berkata begitu, Baskoro melangkah pergi meninggalkan Asti yang masih terduduk di ranjang. Asti mengusap wajahnya kasar. Tak menyangka ia bisa berbuat seperti ini bersama dengan majikannya, bukan tepatnya suami majikannya sendiri. Tersadar beberapa detik kemudian, Asti pun beranjak dari ranjang, memunguti satu per satu pakaian yang tercecer. Ia langsung memakainya.

Ting Tong

"Ya ampun, apakah orang di dalam rumah ini sedang pergi? Tapi Asti mana?" gerutuku di depan pintu utama.

Aku mencari ponselku untuk menghubungi Asti untuk membukakan pintu. Aku tak berpikir kalau Baskoro berada di rumah. Biasanya ia selalu pergi bersama dengan teman-temannya.

Baru saja aku akan menekan panggilan kepada nomor Asti, tiba-tiba pintu itu terbuka. Aku segera mengalihkan atensiku dari ponsel dan melihat suamiku sendiri yang membukakan pintu. Senyumannya terukir bahagia. Aku bisa melihatnya.

"Selamat datang, Sayang. Maaf menunggu lama, aku sedang di kamar mandi," jelasnya.

Aku pun lalu membalas senyumannya, "Terima kasih. Pantas saja begitu lama. Asti mana?" tanyaku sembari celinguk ke sana kemari mencari sosoknya.

"Aku tidak tau, Sayang. Mungkin saja dia sedang tidak enak badan. Tak perlu khawatir nanti juga akan normal kembali," jelas Baskoro lagi.

"Tapi, aku. . . ," belum juga aku mengutarakan niatku untuk melihat kondisinya, namun suamiku sudah memotong omonganku.

"Sudahlah. Percaya sama aku. Aku sudah memberikannya obat penurun panas. Dan menyuruhnya istirahat. Omong-omong, apa yang kau bawa itu, Sayang?"

"Oh, ini? Ini makan malam kita. Aku sudah menghubungimu tapi tidak bisa. Dan langsung saja aku belikan makanan ini," jawabku sembari tersenyum.

"Baiklah, biar aku bantu bawakan. Aku rasa itu cukup berat, dan sebagai seorang lelaki kita harus membantu wanita apabila kesulitan bukan?"

Aku dan suamiku lantas masuk ke dalam rumah sembari bercanda tawa seperti orang tua pada umumnya.

"Bas, kamu tidak menyembunyikan sesuatu dari aku kan selama aku pergi?"

Baskoro menatapku lekat.

.

.

.

Bersambung. . .

Kalau tiba-tiba typo Mon maaf. Dosa tanggung sendiri sekali lagi. Maaf 🙏

Bab 3 Merasa Aneh

Baskoro yang awalnya terdiam lalu menatap dengan penuh senyuman. "Tidak ada. Sudahlah jangan berpikir yang macam-macam, ok?"

Aku langsung melangkah pergi meninggalkannya yang masih berdiri di belakangku.

"Kamu yakin?" teriakanku yang berada di depan menggema ke seluruh penjuru rumah. Aku membuang pandanganku seolah mencari sesuatu. "Di mana Asti?"

"Aku sangat yakin 100%, Sayang," jawab Baskoro meyakinkan. "Asti akan datang. Mungkin dia lagi sakit perut sehingga dia gak bisa jemput kamu. Mending kita masuk kamar, yah? Ayo, Sayang," ajak Baskoro sehabis meletakkan belanjaannya ke atas meja dapur.

"Kamu ini aneh sekali, sih. Aku pulang bawa makanan. Emang kamu udah makan? Lagian aku suruh Asti gak usah masak loh. Ya kali kita masuk kamar langsung tidur," jawabku cemberut.

"Ya udah, kamu tunggu di sini dulu. Aku panggil Asti."

Baskoro pun langsung berbalik dan melajukan langkahnya ke kamar Asti. Sedangkan Andini hanya bisa menatap dari jauh kepergian suaminya itu.

"Bisa jadi sih, Asti sakit perut. Ya sudahlah," pikirku.

Andini langsung mengeluarkan makanan yang masih terbungkus rapi dari plastiknya. Menata satu per satu, bahkan ia pun menyediakan air putih di meja.

Sementara itu, di kamar Asti.

"Ya Allah, habislah aku ini. Bakalan dimarahin. Mana Nyonya Andini udah balik lagi. Astaghfirullah!" gumam Asti yang masih mondar - mandir memunguti pakaiannya yang masih berserakan.

Tok

Tok

Tok

Terdengar suara pintu di ketuk.

"Iya. . . Sebentar, Nyonya," jawab Asti dari dalam.

 "Aduh, celana *alamku di mana sih? Ah tau ah, ambil yang baru aja deh," monolog Asti.

"Ti, Asti. Buka pintunya, Asti," teriak pelan Baskoro.

Namun Asti tak menggubris teriakan pelan Baskoro. Lantas lelaki itu pun mengetuknya kembali agar Asti mau membukanya dengan segera.

"Iya, Nyonya sebentar."

Asti yang buru-buru itu pun meletakkan celana *alamnya di atas kasur lalu cepat-cepat membukakan pintu kamar.

Cekrek

Asti menundukkan kepalanya setelah pintu terbuka. "Maafkan saya, Nyonya. Sebentar lagi saya ke dapur. Saya masih sakit perut, Nyonya," ujarnya pelan.

Baskoro yang melihat Asti sudah memakai pakaian daster berdada rendah itu pun langsung mengingatkan gadis itu. "Hust! Asti, ini Mas."

Mata Baskoro masih jelalatan melihat belahan yang terpampang nyata di depan matanya. Tak menyadari kalau air liurnya ingin menetes.

Asti yang mendengar itu langsung mendongakkan kepalanya dengan cepat. "Mas Baskoro? Ih, apaan matanya gitu banget."

"Habis kamu seksi banget. Aku jadi pengen lagi."

"Astaghfirullah, Mas Baskoro! Jangan gitu," jawab Asti sedikit malu.

"Makanya cepetan dikit. Udah ditunggu tuh, sama istri saya. Saya tunggu di meja makan, ya."

Baskoro langsung berbalik meninggalkan Asti yang menatap kepergian tuan rumahnya dengan aneh. "Ada-ada aja si Tuan."

Kembali ke meja makan.

"Lama banget kamu, Bas. Aku sampe makan duluan. Kelaparan nungguin kamu. Padahal cuma manggil Asti doang. Aku jadi curiga kamu ada main sama dia."

"Ya ampun, Sayang. Gak ada 5 menit loh aku panggil dia. Emang bisa main di bawah 5 menit? Kamu mah mikirnya kejauhan. Ini yang paling jauh dari yang jauh," jawab Baskoro menyela.

"Ya mana tahu, sih. Nah, itu dia," aku lantas menunjuk ke arah Asti yang sedang berjalan di mana aku dan Baskoro duduk.

Asti langsung mempercepat langkahnya untuk mencapai meja makan. "Maaf Nyonya, Tuan, saya terlambat. Perut saya sakit," ujar Asti menundukkan kepalanya. Q

"Udah, udah. Gak usah minta maaf terus. Duduk aja kamu di sini Asti," pinta Baskoro sembari menepuk bangku di sebelahnya. Sedangkan Andini memperhatikan sikap Baskoro.

Asti yang melihat itu mengalihkan pandangannya ke arahku, seolah-olah ia meminta persetujuan dariku. Aku yang menyadari tatapan mata Asti langsung tersenyum.

"Duduk, Asti. Gak papa, kamu di situ aja," ujarku sambil tersenyum.

Dengan segera Asti menarik kursi untuk dia duduki. Tangan Asti masih berada di bawah meja. Ia malu untuk mengangkat tangannya ke atas.

Baskoro yang mengerti, segera melancarkan akal bulusnya. Ia sengaja menjatuhkan sendok agar ia punya alasan untuk menyentuh Asti.

"Gak papa, Asti. Ini makanan untuk kamu. Ambil aja. Makan yang banyak ya, habisin." Aku memberikan sekotak makanan yang sama kepada Asti.

"Baik, Nyonya. Terima kasih banyak." Dengan sungkan Asti mengambil kotak itu, dan membukanya. Baru saja ia ingin makan, ia merasakan ada gelayar aneh di betisnya. Untung saja Asti tidak menjerit. Namun, gerakan mengejutkan itu tak luput dari penglihatanku.

"Ada apa, Asti?" tanyaku khawatir. "Apa makanannya gak enak?" lanjutku lagi.

"Tidak, Nyonya. Justru ini enak sekali makanya saya agak terkejut," jawab Asti sembari mende*sah sedikit.

"Oh, ya udah. Habisin ya. Aku nungguin loh, sambil balas chat sama klienku," ujarku.

Yang dilakukan Baskoro di bawah meja itu berhasil membuat Asti merasa nyaman dengan permainannya. Permainan Baskoro tak diketahui oleh istrinya yang berada tepat di depannya, karena terhalang meja makan yang terbuat dari kayu dan Andini sibuk dengan ponselnya walaupun ia masih menunggu.

Tangan Baskoro yang sudah bergerilya dan sampai di pahanya Asti itu pun perlahan masuk ke pangkal paha, dan bermain di bawah sana. Bukan tak tahu, Asti sudah merasa basah dibuat oleh tuannya sendiri. Asti menurunkan satu tangannya dan mere-mas tangan Baskoro kuat. Merasa tak tahan, Asti kembali merem-as tangan Baskoro dengan sekuat tenaga dan ingin berteriak, namun Andini langsung meletakkan ponselnya di atas meja yang membuat kedua orang di depannya terkejut. Baskoro langsung melepaskan tangannya, dan Asti kembali menaikkan tangannya ke atas meja.

"Bas, aku duluan aja, ya. Kalian nikmatin aja," ujarku menatap ke arah Baskoro. "Kamu juga, Asti. Makan tang banyak. Biar kamu betah di sini. Susah cari orang seperti kamu. Ya udah aku duluan," ujarku bangkit berdiri dan langsung meninggalkan meja makan.

"Iya, Sayang. Jangan tidur duluan, ya," pesan Baskoro yang dapat di dengar oleh Andini dan Asti.

Aku tak menggubris teriakannya. Aku langsung pergi meninggalkan mereka berdua di meja makan. Entah rasanya seperti apa, tapi aku tak bisa menjelaskan perasaanku saat itu.

Selepas Andini pergi, Baskoro langsung berpaling ke arah Asti. Ia tersenyum nakal melihat raut wajah gadis itu. "Gimana? Suka?"

Asti hanya menganggukkan kepalanya pelan sembari menyuapkan makanan ke mulutnya. Ia merasa bersalah sebenarnya dengan tindakan tuannya, namun apa yang dilakukan tuannya itu membuatnya melayang.

"Jangan seperti itu lagi, Tuan. Kalau Nyonya tau bagaimana?" tanya Asti kemudian setelah makanan yang ada di dalam mulutnya habis.

"Kamu takut ketahuan? Kamu gak percaya saya?"

"Bukan begitu, Tuan, tapi bukannya kita harus menghargai Nyonya Andini sebagai istri Tuan? Saya merasa gak enak, Tuan," keluh Asti lagi menundukkan kepalnya.

Baskoro mengangkat tangannya dan meraih wajah Asti. Meminta gadis itu menatap wajahnya dengan yakin. Mata Asti berpaling ke arah lain. Ia tak ingin menatap tuannya itu.

"Asti, lihat saya! Saya serius sama kamu. Tunggu saja nanti, saya akan bilang sama Andini!"

Sementara di kamar atas, kamar Andini dan Baskoro.

"Masa gak ada apa-apa sama Baskoro?" pikirku mondar-mandir. Lalu aku berdiam sejenak sembari membuka semua pakaian yang ada di tubuhku, "liat nanti aja deh. Kalau dia memang gak ada apa-apa, dia gak akan berubah sama aku,"

.

.

.

Bersambung. . .

Silakan memvisualisasikan, ya. Mohon maaf kalau kalian yang baca traveling jauh-jauh, ya dosa tanggung sendiri. 🙏

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!