NovelToon NovelToon

Oase Luka Sang Dealova

Bab 1 : Hinaan Dari Para Tetangga Dan Luka Penderitaan Bunda

note : maaf ya aku revisi lagi bab 1 nya. 🙏

dan tolong sekira nya nggak nyaman boleh di skip aja.

untuk yang baca terima kasih aku ucapkan.😊🙏

***

Hinaan, direndahkan dan tak dianggap ada oleh orang – orang dan tetangga sekitar kami , sudah menjadi hal yang biasa bagiku dan mama. Udah makanan sehari – hari gitu istilahnya. Tapi tidak dengan baba.

Pria mokondo yang dulunya bekerja sebagai satpam, pemuja selengki yang kini penggangguran. Tak terima dengan perlakuan para tetangga yang memandang remeh padanya. Baba ku akan selalu mengamuk, memaki dan menyumpahi mereka yang menghinanya dan itu dilakukannya dalam keadaan tak sadarkan diri alias mabuk. Tetangga semakin tertawa senang dan semakin mengejek melihat tingkah baba yang seperti orang dalam gangguan jiwa, begitu kata mereka.

Acapkali mama yang berusaha membujuk baba agar berhenti berkata – kata kotor juga ikut terkena amarahnya baba. Tak hanya itu baba memukuli mama secara tak manusiawi. Walaupun begitu mama tetap menjalankan baktinya sebagai seorang istri dengan baik.

Entah kenapa lah mamaku bisa secinta itu sama baba ! padahal yang nyari kerja banting tulang adalah mama dan laki – laki itu hanya ongkang – ongkang kaki dirumah. Ketika mama gajian dia juga ikut menikmatinya dengan membeli minuman har*m ,berjud*, jajan selengki.. wanita dan banci jadi langganannya.

Mama tak pernah melampiaskan kesalnya pada suaminya tapi ia melampiaskan semua kesal, lelah nya dalam mencari nafkah padaku. Tak segan ia menyab*t ku dengan sapu lidi ketika aku membuang sedikit sisa nasi dalam piring. Mama akan berhenti memukul saat aku berteriak minta ampun dan berjanji takkan mengulanginya lagi tapi ya namanya seorang anak akan kembali mengulanginya lagi karena ya seorang anak merasa *seorang ibu pasti akan selalu memaafkan mu walaupun kamu melakukan kesalahan yang sama berulang kali*.

Kenapa mama bisa semarah itu sama aku waktu buang nasi yang tak habis dalam pinggan makanku? Jawabnya adalah karena hidup kami serba terbatas. Hidup kami miskin , tinggal di rumah yang tak layak huni begitu kata orang – orang yang menghina kami. Aku dan mama juga sering tak makan hingga terlihat seperti orang yang sedang berpuasa senin dan kamis.

Mama udah lama bekerja serabutan mulai dari tukang urut, nitip kue di warung warung dan jadi tukang buruh cuci. semuanya terekam dengan sangat pahit dalam memori otakku. Dulu ketika aku baru lahir, ada orang yang ingin mengadopsiku karena melihat kondisi kami yang memprihatinkan tapi mana mungkin seorang ibu tega memberikan anaknya untuk diadopsi oleh orang lain.

Aku sibuk dengan fikiranku mengulas balik semua kisah yang terjadi dalam hidupku dan mama.sibuk memikirkan ayah kandung ku yang sebentar lagi akan pulang dalam keadaan mab*k.

Braak..

suara pintu didobrak.

Baba mulai berteriak-teriak memanggil mama “ ningsih .. ningsih “ tak lupa ia sambil menenggak air tak lunak dari botol yang digenggamnya.

“ hei, ningsih.. ningsih ! “ suaranya teriakannya semakin kencang. mama menoleh kearah pintu ruang tamu .lalu kami saling pandang dengan wajah ketakutan panik.

“rum, kamu masuk kamar cepat jangan lupa kunci pintu ya nak! cepat !” Titahnya

Aku pun panik dan dengan langkah tergesa – gesa langsung masuk kedalam kamar dan mengunci pintu. Aku takut dan meringkuk disudut kamarku.

Setelah mama memastikan aku sudah benar-benar masuk kamar, mama bergegas keruang tamu menemui baba yang masih terus berteriak dan memaki-maki.

“ ningsih! Ningsiih! Budeg kowe ya ?! “

Lelaki pem4b*k , penj*di itu masih saja terus berteriak seperti orang sak*t j!w4 ! mama segera datang tergopoh-gopoh menghampiri baba.

“ sini kau cepat jal*ng!”

“ iya pak, ono opo tho kok jerit-jerit malu sama tetangga ?”

Bukannya merasa malu atau menjawab pertanyaan istrinya, baba malah menarik jilbab mama..

“ kau liat itu! Bulannya ada dua” ia mulai melantur, efek minuman keras yang ditenggaknya.

Perlahan Mama mendongakkan kepalanya melihat ke langit malam yang bulannya hanya satu. Mama mengurut dadanya dan beristighfar berulang kali. seolah merasa bodoh meladeni ucapan orang mab*k.

Baba tiba – tiba mengendus wangi dari istrinya. baba mencium aroma kerudung mama dengan penuh g*ir4h dan mengg0da sambil berkata “ kau liat bulan itu kan?! Cantik, kayak koe waktu gadis!”

Mama tak menjawab apapun perkataan baba karena fokus mama sedang memandang para tetangga yang berbisik-bisik. Duo biang gosip yang terkenal dengan mulut embernya, Bu Rowo dan Bu Marni.

Baba kembali mengeluarkan kata-kata kasar karena merasa diabaikan oleh mama “ woii. Koe liat itu pekok! Bulannya ada dua.. kok bisa ya?! Aku ndak m4b*k kan ningsih? Koe dan tetangga itu yang m4b*k kan ningsih ?!”

Sesekali ia menenggak air ker4s dari botol bewarna hijau yang masih digenggamnya.

“bulannya ada dua “ ia menunjuk kearah langit dan tetap kekeuh jika bulan itu ada dua.

Karena tak tahan dengan tetangga yang terus mencemooh, mama pun membujuk baba untuk masuk kerumah “ ayok pak’e kita masuk rumah, malu diliatin tetangga..”

Baba mengamuk , ia tak mau menuruti permintaan mama.

akh, peduli set4n aku dengan tetangga-tetangga ni ! koe tau kan kita ndak pernah minta beras sama mereka! Jadi aku ndak peduli ! baba mukul pintu sekuat tenaga.

Buk rowo mengumpat “ oh, udah gila! Buk Ningsih , suaminya kalo masih kayak gitu juga mending angkat dari sini soalnya Pak Amir suka bikin ribut, ya kan buk ibuk?!” sindir nya tajam.

Buk marni dan para ibuk –ibuk yang lain mengangguk.

Buk Rowo merasa banyak yang mendukung, dia semakin menggebu –gebu mengompori para ibuk-ibuk lain “ bener kan? Mengganggu ketenangan aja !”

mama merasa tak enak hati “ maafin suami saya ya buk – ibuk “ mama meminta maaf dengan tulus dan kemudian menoleh kebaba “ayok pak’e masuk rumah “

mama menarik lengan baju baba dengan pelan , mengajak suaminya masuk rumah tapi tak dinyana baba semakin marah. Menatap tajam kearah mama. Ditepisnya tangan mama pada lengan kekar baba. Mama kekeuh tak ingin melepaskan genggaman tangannya dilengan baju suaminya.

“ lepas! Lepas gak aku bilang?! Koe lepas!”

mama mengalah , ia melepaskan genggaman tangannya dilengan baju baba tapi meskipun begitu mama masih tetap membujuk baba yang masih memarahi dan memaki-maki para tetangga yang melihat baba dengan ekspresi jijik.

“ bubar kalian bubar ! sebelum aku bac*k kalian!” tangannya mengibas – ngibas ke udara. Isyarat mengusir.

“ ih, takut .. ada odgj ngamuk! Yuk buk rowo yuk masuk yuk.. nanti takutnya dia buka cel4n* lagi disini !” goda buk marni, tetangga satu ini emang agak mesum otaknya.

“ iya yuk, masuk aja buk, daripada liat odgj ngamuk” bu rowo pun tak mau kalah

Amarah baba semakin menggelegak mendengar olok – olok dua wanita yang ada dihadapannya dan baba merasa tertantang digoda seperti itu , perlahan dia bangkit dan membuka ikat pinggangnya , ingin membuka cel*n4nya.

“ oh mau kalian kalau aku buka cel4n* disini ?! ha sini.. sini!”

Nyaris dibukanya reslet*ng cel*n4nya, untung mama gerak cepat menahan gerakan tangan baba.

Buk marni berlari agak jauh, menghindar karena baba ingin mencoba mendekat kearahnya “ ndak usah pak amir, suami saya juga punya onderdil “ goda bu marni.

Sama – sama g!l4 dan m*b*k sepertinya !

Setelah puas mengolok-ngolok baba , mereka masuk kerumah. Dan sementara itu mama masih berusaha membujuk baba untuk masuk rumah “ ayok pak’e istirahat didalam , disini banyak nyamuk!”

“ akh, minggir kau ! aku bisa bangun sendiri!” baba menepis tangan bunda .

mama mengurut dada sambil beristighfar “ Astagfirullah .. Astaghfirullah”

“ minggir koe!” baba mendorong mama.

mama menepi baba pun berjalan sempoyongan dan tiba-tiba...

“gedubrak “

Baba terjatuh ..

mama kaget dan mendekati baba ingin membantunya berdiri.

“ Astahgfirullah pak, kan udah ibuk bilang, sini ibuk bantu tapi pak’e ndak mau.. ayok bangun pak “

mama mencoba membantu baba bangkit tapi niat baik mama sia-sia.. baba kembali menepis kasar tangan mama.

“ minggir koe! Bud*k kau ya?! Kan aku udah bilang aku bisa berdiri sendiri set*n!”

Kembali Mama beristigfar . Beginilah pernikahan kedua orangtuaku tak harmonis, anehnya mama bisa sesabar itu walaupun saban hari dicaci maki oleh baba.

“ awas ! awas koe, aku mau bangun sendiri!” baba tetap kekeuh dengan pendiriannya ingin berdiri sendiri. dan kali ini mama mengalah , mama membiarkan baba berdiri sendiri walaupun ujung-ujungnya baba kesulitan untuk berdiri karena masih dalam kondisi mabuk.

“ bangs*t! Kenapa gak bantu aku berdiri tadi?!”

“ kan pak’e yang ndak mau ditolong sama ibuk ya tho ?!”

“ ah, alasan kau itu jala*g! Bilang aja koe ndak mau bantu aku berdiri!”

“ astaghfirullah, ya udah sini buk’e bantu” mama membungkukkan badannya untuk membantu baba berdiri.

Bukan nya berterimakasih pada istrinya tapi justru ia memukul istrinya saat lelaki brengs*k itu telah berhasil berdiri. Baba menyiks* mama. Men*nd*ngnya sekuat tenaga hingga mama terjatuh ke lantai tapi baba tetap men*nd*ngnya dan ini adalah peny*ks*an yang kesekian kalinya.

“ mamp*s! Mamp*s!” sembari baba terus men*nd*ng tubuh mama sekuat –kuatnya.

Aku yang sedari tadi meringkuk disudut kamar, tak habis pikir kenapa mama bisa sesabar itu menghadapi baba, semoga surga adalah hadiah terindah untuk mamaku karena lagi-lagi baba akan meny!ks4 mama dengan lebih kejam yakni dengan menyund*tkan ke tangan mama. Baba menatap mama dengan menyeringai dan berjalan mendekati mama.

Mama menggeleng ketakutan dan memohon agar baba tidak melakukan hal itu “ jangan pak’e .. jangan.. buk’e mohon”

“ sini, his*p dulu rok*k ini.. setelah itu nanti baru tanganmu yang aku sund*t!”

Baba mencengkram rahang bunda dengan kuat “ bukak mulut cepat! Bukak!”

mama menggeleng dan memohon “ jangan pak jangan”

Baba malah semakin tertawa menyeringai dan menyumbat kan sejumlah rokok ke mulut mama.

Entahlah, lelaki seperti apa yang tega menyakiti hati istrinya sendiri dan bahagia melihat istrinya kesakitan.

“mamp*s koe! “ sumpah serapah pun keluar dari mulut baba.

Setelah puas menyund*t mama, baba kembali men*nd*ngnya .

“bangun! sekarang kau bangun! Bangun.. bangun! Layani aku, cepat !”. sentaknya pada tubuh yang sudah tak berdaya mama.

Dan malam itu baba melampiaskan keinginannya secara tak manusiawi.

Aku tau karena mendengar suara penuh luka dari mama.

Disudut kamar, aku menutup telingaku gak ingin mendengar suara baba yang menjijikan tapi msih tetap terdengar mau sekuat apapun aku menutup kedua telingaku.

Terdengar isak tangis pilu mama dari kamarnya. Sungguh menyayat hatiku.

***

aku mengira kisah cinta sempurna itu adalah milik semua orang..

Tapi ternyata aku salah..

kisah cinta sempurna itu hanya ada pada dua hal, yakni..

Pada sebuah dongeng dan satunya lagi pada pasangan yang menua

tanpa saling menyakiti hingga mau memisahkan..

seperti cinta Rasulullah dan Para Istrinya..

atau seperti kisah cinta habibi dan ainun..

sempurna tanpa batas!

Tuhan, seandainya bisa mengulang takdir..

Aku tak ingin mereka bertemu..

Aku tak ingin mereka merajut kisah dalam pernikahan..

Dan aku tak ingin hadir diantara mereka

Karena aku tak sanggup menjadi saksi

Atas kesedihan dan kepedihan demi kepedihan ..

Yang dialami seorang bidadari berjuta kesabaran bergelar ibu..

Tuhan, sayap-sayapku telah patah...

Aku tak bisa mengepakkannya lagi..

Dan yang mematahkannya adalah lelaki yang kupanggil ayah.

Yang harusnya jadi cinta pertamaku..

Jadi pelindungku tapi justru ia yang menghancurkannya ..

Dia menjadi seseorang yang menorehkan luka dan trauma padaku..

Asaku telah hilang..

Dan malam ini aku akhiri dengan memeluk luka batin,

***

Bab 2 : Sindiran dan hinaan dari para tetangga

Keesokan paginya, aku bangun ceria .. seolah tak ada apapun yang terjadi kemarin malam. Aku bersiap-siap berangkat sekolah, memasukkan buku-buku kedalam tas usangku. Kupandang tas usang itu, aku mengelusnya dengan perasaan sedih.

Tas usang ini telah menemaniku sejak lama , entah kapan aku bis a membeli yang baru.

‘sabar ya rum, nanti kalo punya uang, pasti dibeliin tas baru sama mama”aku bersiap keluar dari kamar menemui mama. Diruang tamu mama tengah bersiap akan pergi kerja. Terukir seulas senyum dibibirku. Aku berdiri sambil memandang mama.

“ galak sih tapi tetap aja mama yang paling tulus kasih sayangnya” aku terus memandang mama yang terus merapikan jilbabnya didepan kaca.

Kutanyakan tentang yang terjadi semalam “ ma, semalam baba nyakitin mama lagi kan?”.

Mama menoleh padaku “ ndak kenapa-napa, ini cuma lebam sedikit nanti juga sembuh”

“ma, usah bohong, arumi tau pasti sakit, kalau arumi jadi mama .. udah arumi balas itu lelaki brengsek! Arumi ndak bisa sesabar mama!”

Nafasku memburu, emosiku naik turun.

Tapi amarah ku yang menggelegak hanya di balas dengan sikap santai. Bidadari tanpa sayap dihadapanku ini terus meyakinkanku bahwa ia baik-baik saja.

“ iya, benar! mama mboten nopo-nopo.. nanti juga sembuh”.

See ! saat udah babak belur kayak gini pun, mama masih membela suami tercintanya itu !

Bucin nya terlalu ugal – ugalan ! aku nggak akan kayak gitu kalo udah nikah !

Aku masih bersikeras bahwa mama tak baik –baik saja.

“ tapi ma, ini lebamnya parah loh..arumi obatin dulu ya “

Tapi aku malah dikacangin sama mama, beliau malah nyiapin mukenanya untuk dibawa ketempat kerjanya. Dilipat – lipatnya mukenah lusuh dan yang sudah warnanya kedalam kantong kresek hitam.

Aku cuma bisa bergumam “ tuhkan dikacangin, emang boleh se - dikacangin itu ?!”

Setelah selesai melipat mukenanya, pandangan mama beralih padaku “ Arumi, hari ini mama pulang agak malam, kamu kalo laper ngutang endog atau indomie dulu ya di warung buk ida”

Kubalas dengan anggukkan kepala, baru saja aku selesai menganggukkan kepala .. mama bangun dari duduknya dan melangkah dengan tergesa – gesa, mama jadi kayak dikejar-kejar hantu. Ia buru-buru keluar dari ruang tamu.

Aku hanya melongo. Kenapa sekarang kayak tergesa – gesa gitu ? tadi semua nya dilakukan secara santai seolah kayak nggak ada apa – apa! Ah aneh emang !.

Kukira mama akan meninggalkan ku sendirian bersama baba tapi ternyata tidak, mama tak pergi meninggalkanku. ia menungguku didepan pintu.

Aku masih melongo sibuk dengan pikiranku sendiri.

“ wes tho ndang lungo.. nanti kamu telat kesekolahnya, ayok!” suara mama mebuyarkan lamunanku.

tak langsung kuturuti apa yang barusan mama katakan, aku malah celingak –celinguk mencari baba “ baba mana ma?”

“sek turu.. wes, ndak usah ngurusin urusan babamu, ndang cepat kesekolah biar ndak telat, ayok”titahnya lagi.

Aku masih berdiri mematung ditempatku berdiri karena tak kunjung beranjak , kali ini mama benar-benar pergi keluar rumah dan berjalan pelan di halaman rumah.

“ yah .. yah main langsung pergi lagi si mama..bukannya ditunggu”.

“tunggu ma, kita bareng aja ya perginya” teriakku lalu menyusulnya “

Saat keluar rumah, aku dan mama bertemu dua tetangga kepo sejagat raya datang. Bu Rowo dan Bu Marni.

Mulu mereka yang bau sampah mulai menebar racun dari kalimatnya “ hm.. pasti semalam digebukin lagi kan karo bojonya? Kan.. kan? Liat tuh wajahnya udah buk ningsih udah lebam-lebam gitu! Makanya buk ningsih , cari suami tu yang jelas bibit –bebet dan bobotnya.. jangan kayak beli kucing dalam karung.

Mama hanya bergeming menatap mereka. Malas untuk merespon, mama terus berjalan ingin meninggalkan tetangga serba kepo tapi bu rowo terus mencecar dan semakin merasa diatas angin Melihat lawan bicaranya tak merespon, buk marni yang otor { otak kotor } tak mau kalah dengan kehebatan bu rowo, bu marni semangat empat lima membuli mama lewat ucapannya ..

“ ih, iya ya kasian ya ?! tapi bener sih buk, kalo cari pasangan itu harus bibit, bebet dan onderdilnya “ ia tertawa genit.

Aku tau arah ucapan buk marni kemana saat menyebut kata *onderdil*, agak lain emang tetangga satu ini . ok, akan kubalas mereka dengan kata –kata pedasku.

“ ya Allah, bu.. tua – tua gini mesum banget ya otaknya”

Buk rowo mendengus kesal kearahku tapi tak berhenti menyindirku dan mama “ udah miskin, gak tau diri ! ya kan buk marni?!”

Wanita dengan menor itu meminta dukungan temannya yang tak kalah heboh dandanannya.

mama beristighfar melihat kelakuan mereka. Buk rowo dan buk marni tetap tertawa sinis menatap mama, kubalas juga mereka dengan tatapan sinisku “iyalah, si paling tau sama kehidupan orang.. kayak hidup dia udah sempurna aja “.

Buk rowo memonyongkan bibir nya lalu ia menoleh ke arah buk marni . kembali menyindir “eg, buk marni tau gak sih ?! sebenarnya buk ningsih ini keliatannya aja polos tapi sebenarnya suhu ! pura-pura jadi tukang cuci tapi sebenarnya ani-ani hahaha“

Tawanya menggelegar.

mama masih hanya bergeming menatap tetangga yang super peduli dengan kehidupan kami. Alangkah baik mereka hingga mengulik urusan rumah tangga kami sampai ke akar – akar nya.

“eh, maaf ya buk ningsih.. emang kadang mulut saya ni ndak bisa di rem” permintaan tak tulus di lontarkan oleh bu rowo.

“ dirumah gak ada kaca ya buk ? makanya gak bisa ngaca.. mukanya kayak walang sangit gitu!” kuserang dengan kalimat pedas sepedasnya. Wanita yang dandanannya seperti ondel – ondel mendelik kesal. Aku puas dan merasa menang karena berhasil membuat rowo kesal sejadi-jadinya.

Tak ingin pertikaian berlanjut , mama mengajakku pergi

“ arumi, ayok kita pergi nduk,, nanti kamu telat , ayok !”

Aku hanya bergeming , menunggu sindiran buk rowo selanjutnya “ bentar ya ma, kita tunggu dulu si tetangga budiwati ni ngomong apa lagi, arumi mau dengar” kataku dalam hati.

Dan benar saja ia terus menyindir mama “ kerja lembur bagai kuda, eh buk ningsih.. kumpulin dong buat beli rumah yang lebih bagus dari gubuk kalian! Ya kan buk marni ?!”

Buk marni mengangguk. mama tak merespon satu kalimat pun..

ia pergi melangkah kearah jalan. Memang ada benarnya apa omongannya buk rowo, rumah kami memang hanya gubuk yang hampir reot tapi bukan berarti dia bisa seenaknya saja menghina kami..

Dan cara mama menghadapi orang seperti buk marni dan buk rowo udah tepat, memang harus dengan cara tak mendengar apapun omongan mereka. Karena meladeni ucapan mereka sama saja akan membuat sakit hati.

Alih-alih berhenti menyindir mamaku yang semakin pergi menjauh , sekarang giliran buk marni yang menyindir “ buk ningsih, opo ndak sekalian suruh anak wedhok’e jadi buruh cuci , biar ndak puasa senin-kamis terus.. atau itu yang kerja diwarung remang-remang “ teriak bu marni dari jauh. Kini mereka tak lagi mengikuti mama yang sudah jauh.

“bener” sahut buk rowo meledek.

mama gak peduli, di pekak kan nya kupingnya seolah tak mendegar apapun dan terus berjalan semakin menjauh. Aku jauh tertinggal , masih berdiri disamping dua orang tak berperasaan.

Aku yang sedari tadi fokus menghujamkan pandangan ku pada mbu marni dan bu rowo, mulai beralih menoleh ke mama dan memanggilnya.

“ ma, tunggu arumi”

Tapi mama tak menggubris panggilanku. Kukembalikan lagi pandanganku pada dua makhluk jadi – jadian disampingku dan melontarkan kalimat penutup.

“ buk marni, miskin harta boleh tapi jangan miskin adab kayak kalian! Permisi!”

Setelah berkata demikian aku berlari mengejar mama yang sudah jauh dari tempatku sekarang. Masih sempat kudengar omongan terakhir buk rowo.

“ih, mulutnya.. buah tu emang ndak jauh dari pohonnya “sengaja ia membesarkan volume suaranya.

Aku tak memperdulikannya lagi, kutinggalkan duo biang gosip yang masih terus lanjut makan daging bangkai saudaranya semuslim.

“anggap aja anj*ng yang lagi menggonggong “ kataku, aku sudah malas meladeninya karena pasti takkan ada habisnya

Perlahan aku berjalan mendekati mendekati mama yang menungguku agak jauh. Tak ingin lama aku berlari biar cepat sampai ke sama , pada yang sedang menatapku sambil lari tergopoh –gopoh. Dengan nafasku yang masih tak beraturan, aku berdiri didepan mama mendengar semua nasihatnya.

Mata mama menatapku dengan tatapan seperti marah dan kecewa “ kamu ndak oleh ngomong kayak gitu , ndak sopan bicara ke orang yang lebih tua kayak gitu! Ndak sopan nduk! mama ndak senang!”

aku kuusap keringat yang ada dipelipisku “ ndak papa ma biar jadi pelajaran karena gak semua orang semudah itu ditindas, kita gak salah”aku membela diri.

Mama menghela nafas mendengar ucapanku “ pokoknya kamu harus jaga omonganmu nduk! Karna mau sesopan apapun kita kalau yang namanya masih miskin ndak kan pernah dipandang oleh siapapun! Eling seng si mbok wulangke sampai kapanpun.” Tegasnya.

Aku mengangguk dan menunduk takzim seraya menangkupkan tanganku didada “ iya mbok, cah ayumu bakal nuruti opo sing wes diwulangke “

Mama mencubit pinggangku sambil berkata “ malah diguyoni “

Aku tertawa dan tanpa terasa kami sudah sampai diujung gang rumah kami. Aku mengulurkan tangan.

“udah sampai gang ma, saatnya kita berpisah.. salim dulu?!”

mama mengulurkan tangannya.

Aku mencium takzim

“ arumi pergi sekolah ya bund, assalamu’alaikum”

“wa’alaikumussalam” ia memandangi langkahku yang tergesa “ ojo terburu buru nduk, nanti jatuh!”.

“ sip ma” ku acungkan jempolku tanpa menoleh.

Disekolah , Aku keluarkan buku tanpa banyak bicara ke teman – teman kelasku, bukan sombong ..

tapi im introvert!

Kalimat itu udah ngewakilin semuanya tentangku.

Pukul setengah satu siang.

Bel sekolah berbunyi, waktunya pulang.

Kusandang tas dan pulang.

Disepanjang perjalanan, aku merenungi lagi kalimat mama tadi “pokoknya kamu harus jaga omonganmu nduk! Karna mau sesopan apapun kita kalau yang namanya masih miskin ndak kan pernah dipandang oleh siapapun!”

Omongan mama kayak doktrinisasi untuk aku , sometimes aku jadi seseorang yang ‘highly sensitive person dan gak enakan sama orang lain. Kadang juga aku jadi seseorang yang ‘kesabarannya setipis tisu dibelah seribu’.

“ hm, capek karena harus memenuhi mimpi dan ekspetasi orang disekitarku. Bahkan mimpiku hancur karna effort ku untuk memenuhi mimpi dan ekspetasi orang lain. Tapi mau gimana lagi ya jalani aja !.

hari - hariku benar - benar melelahkan, kuhembuskan nafas

Ku tengadahkan wajah ku menatap matahari terik, hari ini benar – benar panas. Sepanas hatiku.

Bab 3 : Terkuaknya Rahasia Kenapa Aku harus Pake Celana Dua Lapis

Langkahku terhenti diteras rumah kami, menatap sepasang sendal milik baba. Berarti mama masih dirumah majikannya. Aku melangkah masuk sambil berdo’a karena firasatku tiba – tiba menajadi tak enak. Kulangkahkan kaki lelahku menuju kamar ku yang sempit. Kuhenyakkan tubuhku diatas kasur, rasa kantuk mulai menyerang. Tak lama akupun tertidur.

Diambang pintu kamar ku yang terbuka, ada sepasang mata penuh nafsu sedang mindai seluruh tubuhku yang masih berbalut seragam sekolah. tatapan liarnya itu seolah hendak menuntaskan hasrat yang selama ini dia pendam. Menunggu moment yang tepat untuk melampiaskannya.

Inilah pria brengs*k pertama yang menumbuhkankan rasa kecewa dalam relung hatiku.

Baba !

Perlahan ia mendekati tubuhku. Lelaki tua bangka tak punya ot*k , begitu aku menyebutnya. Mulai berfantasi menggerayangi bagian – bagian tertentu pada tubuhku. Fantasi liarnya yang membabi buta, sukses menciptakan lenguhan kenikmatan. desahan nikmat yang berkali – kali keluar dari mulutnya yang bau alkohol membuatku terbangun. Sontak aku menjauhkan tubuhku darinya. bandot tua itu menyeringai.

“kamu tenang rum, baba nggak akan rusak mahkota berhargamu! Baba cuma ingin berfantasi menyentuhmu sedikit saja!”

“orang tua g!la ! coba aja kalau berani baba berani rusak mahkotaku! Seumur hidup nggak akan aku maafin!.

“terserah mu! Tapi ingat jangan jangan bilang – bilang ke mamamu tentang hal ini ya! Awas kalau sampai mamamu tau “ ancamannya sambil menempelkan jari telunjuknya pada leher nya sendiri.

Ku tak iyakan , tak jua kulawan lelaki brengs*k yang jadi perantara aku melihat dunia ini. Aku masih terlalu kecil untuk melawan nya saat ini. Sebab jika kulawan mungkin saja dia akan menggagahiku. Sementara dikamar sebelah, mama sedang terisak menyalahkan dirinya yang tak mampu menjagaku dengan baik.

Sayup – sayup kudengar suara tangisnya.

Hiks..

Hikks..

“ternyata mama udah pulang tapi kenapa dia nangis? Apa mama dengar percakapan baba dan aku tadi terus ngerasa bersalah karena nggak berani negur suaminya yang brengs*k itu?!”. aku menerka – menerka penyebab mama menangis. menit demi menit terus berlalu dan berganti jam, sudah satu jam ini mama terus menangis. aku lelah menunggu tangisnya, kuputuskan untuk tidur.

Ditengah malam mama berusaha menyelinap masuk kekamar ku setelah dipastikannya suaminya sudah tidur pulas. ia mengendap – ngendap hingga berhasil masuk kekamarku. Nafasnya yang tertahan membuatku kembali terbangun.aku harus waspada dan nggak boleh kecolongan lagi kali ini.

“rum, kamu belum tidurkan nak?”

“udah tadi tapi jadi kebangun.. kenapa ma?!”

“gapapa, malam ini mama temanin kamu tidur ya”

“ hem, ya!” kusahut dengan datar dan kembali merebahkan diri.

“maafin mama rum, mama sebenarnya tau kalau baba udah sering mau buat hal nggak senonoh sama kamu ! mama udah sering pergoki babamu mau nyentuh kamu tapi mama nggak berani lawan !”

Ia menghembuskan nafas sesal. Aku pun sama.

“itu makanya mama minta kamu pake celana dobel rum! mama cuma takut baba berbuat sesuatu yang nggak baik ke kamu rum!”

“udahlah ma nggak usah dibahas, rum capek! Kurebahkan kembali tubuhku kekasur dan tak lama kemudian tidur.

Sejak kejadian itu, mama sepertinya mulai membenahi sikap bucinnya , mama selalu waspada pada suaminya. Sedikit saja ada gerakan mencurigakan , mama harus segera bergerak cepat dan alasan yang selalu dilontarkan baba adalah membenarkan selimutku.

Secara perlahan sikap bucinnya mma juga memudar. Pagi ini pertikaian panas mereka dimulai. Aku sudah berangkat kesekolah. Mama sedang merenung di ruang tamu. Lelaki brengs*k, pengangguran dan pemalas itu baru bangun. Sambil menggaruk tubuh setengah tel*jangnya, baba membuka tudung saji. Wajahnya yang sedari tadi masih separuh sadar segera tersentak. Wajahnya merah padam, suaranya meninggi , sumpah serapah keluar dari mulutnya dan berujung penyiksaan yang mengerikan karena mama mulai melawan. Dengan brutal dia memukul mama hingga pingsan lalu ditinggalkannya begitu saja.

Aku merasakan ada sesuatu yang buruk terjadi pada mama dirumah, jantungku berdebar kencang. Berkali – kali aku melirik penunjuk waktu yang terpajang di dinding yang cat nya mulai mengelupas. Kutajamkan pendengaran ku menanti bel sekolah berbunyi.

“duh lama banget sih!”aku menggerutu karena bel tak kunjung berbunyi.

Semenit..

Dua menit..

Hingga lima menit kemudian..

Teet..

Teet..

Bel sekolah akhirnya berbunyi, sesi pelajaran usai. Gegas kubereskan buku dan pensilku kedalam tas lalu melesat dengan cepat keluar kelas. Kota depok hari ini mendung, baguslah jadi aku nggak kepanasan dan bisa cepat sampai rumah. Semakin kupercepat langkahku, kakiku ini seakan tak sabar ingin sampai kerumah dengan segera. Belum lagi debaran jantungku yang semakin tak karuan.

“Ada apa sebenarnya ? apa yang terjadi dirumah? Apa terjadi sesuatu pada mama?”batinku terus berkecamuk hingga tanpa sadar aku telah sampai diambang pintu rumah. Dengan nafas terengah kupindai seluruh ruang tamu yang tak terlalu besar, ada tangan orang dewasa yang tergeletak disana. Tangan mama. Aku berteriak dan segera masuk kedalam rumah. Melemparkan tas ku begitu saja.

“ Mama, bangun Ma!” kutepuk – tepuk pipinya berharap ia bangun.

“ Ma, bangun dong Ma.. jangan bikin arumi takut!” kurengkuh kepala mama dalam pelukanku. Aku gemetar dan merasa ketakutan, takut mama ku tiada. Kutepuk – tepuk kembali pipinya , kali ini agak kencang tapi hasillnya tetap nihil.

“ma, pasti ini perbuatan lelaki brengs*k itu kan ma? Tega banget dia bikin mama lebam kayak gini ...” aku makin terisak kuperiksa nafas nya melalui hidung, kuperiksa denyut nadinya di pergelangan tangannya yang penuh bekas luka sundutan rokok. Syukurlah semua masih ada, aku bernafas lega ternyata mama cuma pingsan.

“ arumi ambil air kompres dan kotak p3k dulu ya ma”tetap kuajak bicara walau mama belum siuman. Aku beranjak mengambil dua benda yang aku butuhkan. Setelah mengambil benda yang kubutuhkan, aku segera kembali keruang tamu dan segera kubersihkan dibagian wajahnya yang berdarah akibat dipukuli baba.

“ arumi obatin pelan – pelan ya ma biar nggak sakit , biar nggak perih” kusapukan handuk kecil ke wajah mama yang terluka, mama mengerutkan keningnya menahan rasa perih terkena air pada wajahnya yang memar dan lecet. Mama siuman.

“ kamu udah lama pulangnya rum? jam berapa sekarang?” suara mama terdengar serak saat berbicara.

“baru aja ma, ini jam setengah dua “jawabku sambil membantu mama duduk.

“jam setengah dua ? aduh, mama belum sholat rum”cemasnya dan mencoba bangkit tapi mama segera terduduk karena masih pusing.

“ duduk dulu ya ma, masih pusing kan? Arumi juga belum taruh obat merah di lukanya mama”

“ tapi mama mau sholat dulu rum”

“iya setelah ini ya, sekarang kita obatin dulu ya ma lukanya” bujukku.

Mama menggangguk dan menyandarkan tubuhnya ke dinding. Segera kutuang beberapa tetes obat merah ke atas kapas dan kuusap perlahan ke wajah mama. Mama meringis kesakitan.

“ tahan ya ma walau agak perih “ kutiup – tiup luka memar diwajah mama untuk mengurangi perihnya. Setelah obatnya mengering mama cuma bertayamum karena tak tahan bila lukanya terkena air lalu ia sholat.

hai, teman teman online, salam kenal.. aku baru masih dalam tahap belajar nulis.. tolong bantu support ya dengan ulasan yang baik hihi tapi kalo misalnya mau ngasih emoticon love atau senyum juga gpp kok 😊 hihi thank u🙏😘

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!