NovelToon NovelToon

Sang Penggoda Dari Desa

Menerima misi dari Clara

Arimbi menatap kagum perempuan cantik yang tengah berada di hadapannya. Kata Tatang namanya Clara Fernandez, perempuan kota yang merupakan anak konglomerat. Arimbi sendiri memiliki nama yang tidak kalah bagus, Arimbi Natasya tapi yang jelas Arimbi bukan anak konglomerat, yang ada malah anak konglomelarat. Kalau tidak buat apa dia menemui perempuan yang akan memberikannya misi dengan sejumlah uang yang besar, dan dia harus datang jauh-jauh dari kampung.

Perempuan itu juga memandang Arimbi dari atas ke bawah dengan teliti, sebelum Arimbi di suruh duduk.

"Perfect!" ujarnya pada Tatang, sambil mengibaskan tangannya memberi tanda pada Tatang kalau dia sudah tidak dibutuhkan lagi. Yang Arimbi tahu, teman sekampungnya itu bekerja sebagai supir pada Clara.

"Aku akan memberikamu seratus ribu dollar kalau kau berhasil melaksanakan misi dari ku!" ujar Clara pada Arimbi.

"Maaf nona, pakai uang rupiah saja, aku gak ngerti hitungan dollar. Yang ada nanti kalau dipakai di kampung ku malah ribet, gak laku," tolak Arimbi dengan polos.

Cih! Ternyata tampangnya kampungan banget? Dollar saja gak mau, coba kalau yang lain, begitu dengar bayaran pakai dollar saja bisa sampai ngeces-ngeces. Cantik sih cantik, bodynya juga yahut kalau jadi pelakor, tapi kok kayaknya udik banget? pikir Clara sembari menatap ke arah Arimbi kembali untuk menilai perempuan yang ada di hadapannya itu. Saat itu Arimbi hanya memakai gaun kembang-kembang yang memang jatuh pas di tubuhnya dan juga memperlihatkan lekuk tubuhnya yang seksi itu, tapi tetap saja kalau menurut Clara itu gak banget, mirip sama daster pembantu rumahnya saja.

"Ya udah deh, kalau kau mau tahu berapa seratus ribu dollar itu tinggal kau kalikan sama dengan lima belas ribu! Jangan bilang kalau kau juga gak bisa matematika?" tandas Clara tidak sabar.

Mendengar itu, Arimbi yang walaupun kampungan tapi perempuan yang cerdas juga, apalagi di bidang matematika dan hitung-hitungan, terutama hitung duit. Arimbi matanya langsung membulat sempurna ketika sadar berapa rupiah yang bakal dia terima. Itu sudah merupakan jumlah yang besar buat Arimbi.

*********

"Langsung saja Arimbi! Untuk mendapatkan uang itu sangat mudah, kau gak akan menderita, malah bisa jadi kau akan merasa enak!" ujar Clara tersenyum nakal.

"Emang ada ya pekerjaan seenak itu? Dapat uang, terus malah enak? Nona membuat saya semakin penasaran saja! Apa itu nona?" tanya Arimbi mencondongkan tubuhnya membuat Clara menatap takjub ke arah Arimbi yang jelas-jelas hanya perempuan kampung, tapi bisa memiliki tubuh bak gitar Spanyol.

Rasanya gak mungkin deh cewek kampung gitu ikut gym atau fitnes maupun senam! Tetapi kok bisa punya body bagus gitu sih? Aku saja mau dapat body seperti ini harus sedot lemak di sana sini dan harus nge-gym! Jangan bilang ngebajak sawah bisa bikin langsing! hina Clara dalam hati sambil memandang iri ke tubuh Arimbi yang memang seksi dan indah itu.

"Sini!" Panggil Clara melambaikan tangannya memberi tanda agar Arimbi mendekatkan wajahnya ke Clara, karena saat itu tempat ngopi yang mereka datangi itu sedang lumayan ramai.

"Kau hanya perlu menggoda seorang pria! Kau gak usah takut, bukan bandot tua, masih muda dan ganteng, kalau kau jatuh cinta padanya juga gak pa pa, kalau pria itu sampai mau menikah dengan mu juga gak pa pa, berarti kau sedang beruntung! Karena pria itu juga kaya! Gimana?" Bisik Clara di telinga Arimbi.

"Namanya?" tanya Arimbi.

"Hugo Fernandez!"

"Lho kok mirip nama nona Clara belakangnya?" tanya Arimbi merasa heran.

"Memang kakak ku!" 

"Nah! Memang kakak nona gak laku, sampai harus panggil aku gadis dari kampung untuk menarik perhatian kakak nona?" tanya Arimbi merasa aneh.

"Lho kok dikasih kerjaan malah banyak tanya? Yang penting kan kau turuti mau ku dan kerjakan apa mau ku, tidak perlu tahu alasan apapun, dan aku akan memberikan uang ku janjikan kalau tugas mu selesai! Simpel bukan? Kalau kau banyak tanya lagi gak jadi saja deh!" ancam Clara.

"Baik! Baik! Aku mau, tapi gak ada acara bobok bareng kan?" tanya Arimbi lagi. 

"Gak usahlah, cukup kau kelihatan masuk bareng ke kamar hotel saja, setelah itu kau bisa keluar lagi tanpa melakukan apapun! Kau jangan khawatir, aku akan mbuat buram gambar mu, aku hanya perlu foto kau dan Hugo saja!" ujar Clara tersenyum pada Arimbi.

Dasar perempuan bodoh, mana bisa dihitung kalau gak bobok bareng. Tapi biar masalah selesai, bohongi saja, nanti urusan lain bagaimana menjebaknya agar bisa bobok bareng si Hugo, pikir Clara dengan licik.

"Kalau gitu deal nona, aku gak masalah! Kapan itu?" tanya Arimbi.

"Secepatnya , malam ini jam tujuh malam suatu acara. Aku akan membawa mu dan mengenalkan mu pada Hugo sebagai teman ku! Tetapi sebelum itu aku akan membelikan mu baju dan sepatu yang pantas dulu! Ayo!" ajak Clara langsung bangun dari duduknya. 

"Cepat banget nona!" seru Arimbi kaget dan segera mengambil gelas kopinya dan menghabiskan isinya dengan terburu-buru hingga tandas. Padahal biasanya Arimbi anti minum kopi, takut tidak bisa tidur di malam hari. Tapi tadi dia melihat harga kopi yang begitu mahal itu, mau tidak mau dia habiskan dari pada mubazir.

Huh sungguh kampungan dan rakus! Habis itu cerewet dan banyak tanya lagi! gerutu Clara memandang ke  Arimbi dengan kesal.

"Ini kota neng! Harus serba cepat! Time is money! Tahu gak?" tanya Clara tidak sabar.

"Enggak," sahut Arimbi sambil menggeleng dengan polos.

"Waktu adalah uang! Sudah, ayo cepat!" dengus Clara menjawab dengan tidak sabar  memberi tanda agar Arimbi mengikutinya.

**********

Arimbi merasa kaget ketika melihat bayangannya di depan cermin setelah dia memakai baju berwarna hitam yang cukup seksi dan mencetak ketat di tubuhnya yang sempurna itu.

Belum lagi wajahnya yang terlihat begitu mirip dengan bintang film yang sering dia lihat fotonya di media sosial. Arimbi tidak pernah menyangka kalau dia mempunyai kesempatan tampil seperti itu. 

"Nona kau sungguh cantik!" ujar sang penata rias yang ikut memandang ke arah cermin juga untuk mencari apakah ada kekurangan lagi pada riasannya. 

"Ah bisa saja, ini kan hanya gara-gara kehebatan mbak merias," puji Arimbi yang merasa malu.

Ternyata bukan hanya Arimbi saja yang kaget, Clara juga kaget tidak menyangka kalau Arimbi seperti berubah dari seekor bebek menjadi angsa yang indah. Apalagi ketika Tatang  yang melihat kedua perempuan itu masuk ke dalam mobil. 

Tatang memang sejak dulu tahu kalau Arimbi memang paling cantik di kampungnya, kalau tidak sudah pasti Tatang  tidak akan memberikan pekerjaan dari Clara pada Arimbi, karena Clara sudah berpesan berkali-kali kalau harus membawa perempuan yang cantik. Tatang tidak menyangka kalau Arimbi bisa secantik itu kalau didandani, bahkan nona nya saja langsung kalah total. Kalau ada juri kecantikan yang menilai, pasti Arimbi  yang akan jadi pemenang.

Cantik sih cantik, tapi sayang.....! pikir Tatang menghela nafas teringat kehidupan Arimbi di kampung mereka.

Bersambung.............

POV Arimbi Natasya

Nama ku Arimbi Natasya, sayangnya kehidupan ku tidak seindah rupa dan nama ku. Wajah ku cantik, tubuh sudah pasti termasuk proposional untuk wanita Asia, dengan dada tiga puluh enam, plus cup B lagi, pinggang duapuluh tujuh inch dan tinggi seratus enam puluh tiga centi, sudah pasti aku termasuk perempuan sexy yang bisa membuat mata para pria tidak berkedip, saat aku lewat di depan mereka.

Wajah ku dengan bentuk kwaci dan dagu terbelah menambah keseksian penampilan ku. Ditambah bibir yang selalu terlihat basah karena aku selalu rajin memakai lipgloss. Apalagi aku termasuk berani dan nakal kalau untuk urusan berpakaian. Lebih sering memakai tank top dengan celana jeans pendek, paling panjang juga yang di atas lutut.

Tapi itu hanya berlaku untuk para pria yang tidak pernah melihat ku dan asal ku. Kalau pria di gang tempat ku tinggal, sudah biasa melihat aku, dan mereka selalu berkata hanya numpang lihat tapi tidak ingin memiliki. Bagaimana tidak? Aku mempunyai seorang ibu yang punya sakit jiwa, dan menurut orang-orang sekitar ayah ku tidak pernah diketahui, karena ibu ku sudah gila sejak muda dan tidak tahu siapa yang sudah berhasil membuat ibu ku perutnya melendung hingga aku muncul di dunia fana ini. Setiap ibu ditanya, ibu hanya ketawa-ketawa sendiri dan berkata "ambyar".  Akhirnya aku yang sejak kecil mendengar kata ambyar itu lama-lama tertepa juga . Bahkan akhirnya aku juga dijuluki miss Ambyar di lingkungan ku, gara-gara sering latah mengucapkan kata ambyar.

Tapi aku mulai berpikir kalau ayah ku itu adalah seorang yang tidak baik dan pengecut, mengapa? Tidak mungkin ada seorang pria baik yang bisa-bisanya menyalurkan nafsunya pada perempuan gila. Walau ibu ku gila, penampilannya memang bersih dan cukup manis, walau tidak terlalu cantik, karena ada nenek ku yang merawat ibu dan selalu memandikan ibu. Akhirnya banyak orang-orang di lingkungan ku yakin kalau pria yang sudah menggauli ibu ku adalah seorang pria tampan, kalau tidak bagaimana aku bisa memiliki wajah yang cantik dan kulit yang putih mulus, sedangkan nenek dan ibu ku saja kulitnya berwarna sawo matang. 

"Jangan-jangan ayah mu orang kaya lagi!" ujar si Dodi gendut yang jelas bertujuan mengejek, bukan memuji. Dodi memang suka membuatku jadi bahan lelucon, sejak cintanya ku tolak mentah-mentah. Aku masih waras, walau di dunia ini sudah tidak ada laki-laki selain Dodi, aku lebih memilih tidak menikah seumur hidup. Sebenarnya sih bukan karena alasan gendutnya saja, Ah, aku lupa bilang kalau tidak ada laki-laki di lingkungan ku yang suka padaku, maksudnya yang berasal dari keluarga lumayan berada dan tampang lumayan. Jadi kalau yang sekelas Dodi tidak masuk hitungan. Walau ibu ku gila, aku adalah seorang gadis yang percaya diri dan bisa dibilang tidak punya malu. Aku juga matre, siapa yang ingin hidup susah terus sepanjang hidupnya, kalau punya modal tampang yang seperti artis? Sedangkan Dodi selain gendut, mulutnya kepo seperti ibu-ibu yang suka bergosip, sudah begitu miskin lagi, ayahnya cuman kuli sawah, maksudnya menggarap sawah orang lain dan tidak punya sawah sendiri. Dodi sendiri malasnya minta ampun, bangun kalau hari sudah menjelang siang, kalau kata nenekku sinar matahari sudah di pantat saja masih tidur. Makannya juga rakus, makanya badannya kayak buntelan. Aku tahu jelas karena rumahnya bersebelahan dengan ku. Setiap hari aku mendengar ibunya yang berteriak-teriak membangunkannya dengan susah payah hanya minta diantarkan ke pasar, karena ayahnya pagi-pagi sudah pergi menggarap sawah orang.

Dan di atas semua itu ada yang menyebabkan aku membencinya, karena saat menyatakan suka pada ku saja, sempat-sempatnya dia menghina aku!

"Bi, kau harusnya bersyukur masih ada pria yang menyukai mu setelah tahu ibu mu punya sakit jiwa. Tahu gak kalau menurut penelitian, sakit jiwa itu adalah penyakit yang bisa menurun. Tapi ya sudah, karena kita memang tetangga dan aku suka pada mu, aku akan menerima mu apa adanya," ujar Dedi saat menyatakan rasa sukanya,dengan wajah polos dan tampang tak berdosa, sama sekali tidak sadar kalau ucapannya sudah menyakiti hati ku yang sehalus rambut jagung ini. Bahkan mukanya saja tampak begitu yakin kalau aku akan menerima pernyataannya, dia benar-benar membuat ku merasa terhina saat itu. Untung saja aku tidak muntah di hadapannya karena enek mendengar perkataannya itu. Untungnya aku memang sejak dulu sudah terlatih bermuka tembok dan tidak punya malu, juga berani menyakiti orang yang sudah menyakiti ku terlebih dulu.

"Ha-ha-ha, Dodi ...Dodi ! Apakah kau tengah mimpi di siang bolong? Sebaiknya kau ngaca dulu Dod! Kalau di rumahmu tidak ada kaca aku pinjami! Nih!" hina ku yang langsung mengeluarkan cermin kecil dari tas kecil ku. Memang ke mana-mana aku selalu membawa cermin kecil.

"Tidak perlu Miss ambyar! Aku tahu diri, kalau tampang ku mumpuni, masak aku mau melamar mu yang punya ibu sakit jiwa? Walaupun kau secantik apapun, begitu cowok dengar kabar ibu mu sakit jiwa, aku yakin mereka bakal kabur. Makanya sebelum aku berubah pikiran  sebaiknya kau cepat menerima keberuntungan mu itu!" sahut Dodi menyeringai lebar, akhirnya aku benar-benar tidak bisa menahan rasa mual ku. Saat itu juga aku muntah dan dengan sengaja aku mendekatinya agar cipratan muntah ku mengenainya. Dodi langsung mencak-mencak marah.

"Kau sengaja bukan?" 

"Salah mu sendiri mengapa kau membuat ku mual!" sahut ku tidak mau kalah, bahkan aku menghapus sisa muntahanku di samping bibir ku dengan tapak tangan ku. Sesudah itu aku mengulurkan tangan ku itu ke Dodi.

"Kalau aku salah, aku minta maaf!" ujar ku tersenyum iseng.

"Cih! Ku doakan seumur hidup tidak ada pria yang mau dengan mu! Kau dan ibu mu sama gila, sama-sama ambyar!" sumpah Dodi melengos, membiarkan tangan ku menggantung dan meninggalkan aku dengan marah-marah.

"Bang Dodi! Katakan apa salah ku?" ejek ku tersenyum puas melihat Dodi yang marah saat itu. 

Tapi semenjak itu Dodi selalu menjelek-jelekkan aku, setiap ada kesempatan. Sepertinya dia ingin aku menjalani hidup seperti sumpahnya itu, tidak ada pria yang mau dengan ku. Tapi aku bukan perempuan lemah, aku pun berjanji dalam hati kalau aku akan mematahkan sumpahnya yang tidak bermutu itu. Aku akan membuktikan pada dunia kalau aku bisa mendapatkan pria idaman untuk menjadi pasangan ku! Minimal berwajah lumayan dan memiliki rumah, mobil dan pekerjaan tetap. Tidak terlalu berlebihan keinginan ku bukan? Semua perempuan normal menginginkan itu, termasuk aku yang memiliki ibu tidak normal. Apakah keinginanku salah?

Bersambung................

Keluarga Arimbi

Nama nenek Arimbi adalah Rukmini. Nama Rukmini saja bisa juga dijadikan bahan tertawaan oleh Dodi. Bagaimana Arimbi tidak membenci Dodi?

"Nama neneknya saja rok mini, ya sudah pasti dia suka memakai yang mini-mini!" ujar Dodi pada komplotannya yang isinya lebih banyak pengangguran itu, saat Arimbi lewat. Begitu melihat Arimbi lewat, teman-teman Dodi langsung bersiul iseng dan menggoda Arimbi, membuat Arimbi memasang wajah jutek dan mendengus kasar. Arimbi sendiri setiap melihat Dodi dan teman-temannya itu, merasa kalau dia seperti melihat komplotan si berat yang terdapat pada fiksi Donald bebek. Komplotan penjahat yang suka mengincar harta paman Gober. Andai saja mata mereka diberi penutup topeng hitam pasti akan mirip. Hanya incarannya saja yang beda, kalau komplotan si Berat asli mengincar harta paman Gober, kalau komplotan si Berat Dodi, hanya mengincar perempuan cantik yang lewat, sekedar cuci mata dan menggoda saja. Sungguh hobi yang tidak bermutu!

"Awas kau gendut! Aku lapor ke nenek, biar nenek kasih pelajaran ke kamu!" ancam Arimbi yang tidak sengaja mendengar perkataan Dodi, padahal Dodi memang sengaja biar terdengar oleh Arimbi.

Mendengar itu Dodi dan komplotannya langsung membubarkan diri dan pulang ke rumah masing-masing.

Harus diakui kalau nenek Arimbi sebenarnya perempuan yang hebat dan kuat di usia lima puluh tiga tahun. Nenek Arimbi cukup ditakuti di kampung mereka, bayangkan saja nenek Arimbi pernah berhasil menangkap maling jemuran dan membuat maling itu babak belur. Apalagi kalau maling jemuran yang memiliki kelainan jiwa, yang suka nyolong pakaian dalam wanita, jika ketahuan pasti habis di tangan nenek Arimbi. Makanya untuk sekarang ini kampung mereka cukup aman dari maling jemuran.

Jadi kelompok si Dodi langsung membubarkan diri begitu mendengar Arimbi akan memanggil neneknya itu. Sampai sekarang mereka tidak mengerti nenek Rukmini punya ilmu apa. Padahal tubuhnya kurus kecil tapi tenaganya bisa begitu kuat!

*********

"Bi, kau jangan kerjanya keluyuran terus dong!" ujar nenek Rukmini.

"Aku bukan asal keluyuran nek, aku lagi coba cari kerja," ujar Arimbi sambil menyuapi ibunya makan. Walau sikap Arimbi agak konyol, tapi dia adalah anak yang cukup menyayangi ibunya dan berbakti. Sedangkan Sutini seperti biasa menunjuk ke arah kangkung sambil berkata ambyar, artinya Sutini ingin makan kangkung.

"Tadi pak Tatang datang ke sini tawari pekerjaan buat mu, katanya penghasilannya lumayan besar. Kalau kau sama pak Tatang, nenek masih percaya! Dari pada kau ikut yang lain ke kota," ujar Rukmini akhirnya memutuskan memberitahu tawaran dari Tatang kepada Arimbi, setelah melihat cucunya yang sering kerja serabutan tidak menentu itu.

"Benarkah nek? Memang pekerjaan apa?" tanya Arimbi langsung dengan mata berbinar-binar memandang ke arah neneknya penuh harapan.

"Katanya sih ikut nona nya yang anak orang kaya. Si Tatang di sana jadi supir di keluarga itu. Sepertinya majikannya kaya dan royal, kau lihat saja rumah si Tatang sering direnovasi, bahkan baru lebaran kemaren Tatang membeli tiga anak sapi buat investasi saat dapat THR, katanya lebih menjanjikan daripada investasi emas," cerita Rukmini.

"Siapa tahu nanti kalau kau sudah bekerja juga bisa beli anak sapi bi, nanti anak sapinya nenek yang jaga, buat tabungan mu kelak," sambung Rukmini. Sebenarnya Rukmini khawatir kalau Arimbi bekerja di kota, karena cucunya punya fisik yang cantik, dia sering mendengar kalau ada majikan yang cabul. Tetapi tidak mungkin Rukmini membiarkan Arimbi selamanya tinggal di kampung yang sudah dapat dipastikan tidak ada masa depannya, karena ibunya yang sakit jiwa dan asal usul Arimbi yang tidak jelas. Rukmini juga berharap kalau suatu hari Arimbi bisa menemukan pasangan yang baik di lain kota. Rukmini sering merasa kasihan dengan nasib Arimbi yang selalu dijauhi perempuan dan laki-laki yang seumur Arimbi di kampung mereka.

Mungkin kalau yang laki-laki takut jatuh cinta, kalau yang perempuan iri karena kecantikan Arimbi, pikir Rukmini menghibur dirinya sendiri saat itu.

**********

"Benar ya nek? Aku mau, aku mau bekerja dan ikut pak Tatang! Pekerjaan apapun boleh," sahut Arimbi yang langsung menghampiri sang nenek dan menggenggam pergelangan tangan nenek Rukmini

"Tapi aku gak mau beli sapi nek, kalau uang ku banyak, aku mau bawa nenek dan ibu tinggal di kota lain, agar keluarga kita tidak dihina lagi nek!" sambung Arimbi lagi.

"Sudah! Kau bekerja baik-baik saja dan menjaga diri. Kau bawa baju-baju yang sopan, baju mu yang pendek-pendek jangan kau bawa ya! Ingat kau harus jaga diri dan jangan berpakaian yang mengundang. Soal nenek dan ibu tidak usah kau pikirkan, yang penting kau bisa hidup mandiri dan baik, nenek sudah bahagia. Nenek dan ibu tinggal di kampung tidak bermasalah, lagipula nenek dan ibu mu sudah tua. Selesai makan kau bersiap-siap, di atas tempat tidur mu nenek tadi sudah beliin baju yang lebih bagus, bisa kau pakai saat bertemu calon bos mu!" ujar Rukmini menasehati Arimbi.

"Baik nek, Nenek memang yang paling baik!" ujar Arimbi dengan mata berkaca-kaca karena terharu.

"Sudah! Sudah! Jangan cengeng! Kau kan tahu nenek, nenek paling tidak suka perempuan yang lemah dan cengeng. Ayo habiskan makan mu, setelah itu bersiap-siap, besok pagi-pagi pak Tatang sudah mau balik Jakarta lagi. Aku sudah bilang kalau kau mau, pagi-pagi kau akan ke rumahnya," ujar Rukmini.

"Baik nek, nenek doakan aku sukses ya!" ujar Arimbi memeluk sang nenek.

"Nenek pasti mendoakan yang terbaik buat cucu kesayangan nenek!" sahut Rukmini kali ini tidak menolak dipeluk, padahal biasanya paling anti. Malah Rukmini menepuk-nepuk punggung Arimbi.

"Ambyar! Ambyar!" seru Sutini tiba-tiba yang mengagetkan nenek dan cucu itu.

"Iya Bu, iya, Arimbi suapi lagi ya!" ujar Arimbi segera menghampiri sang ibu dan kembali menyuapi Sutini sambil menatap Sutini dengan sedih.

Maafkan Arimbi Bu, mungkin hari ini terakhir Arimbi menyuapi ibu, besok Arimbi mau ke kota, semoga Arimbi berhasil dan bisa membahagiakan ibu dan nenek suatu hari! janji Arimbi dalam hati.

TES!

Setetes air mata terjatuh, Arimbi cepat-cepat menghapusnya sebelum kelihatan sang nenek yang paling anti melihat perempuan yang menangis.

*********

Itulah yang membuat Arimbi kini muncul di kota. Arimbi sudah memakai baju yang diberikan neneknya agar terlihat sopan, tapi di luar dugaan sang nona pemberi pekerjaan malah menyuruh dia memakai baju hitam yang rasanya lebih seksi lagi dari bajunya yang biasa. Arimbi cukup percaya diri dengan baju itu, sayangnya sepatu haknya yang membuat dia kelimpungan karena tidak terbiasa, maklum saja di kampung biasanya hanya pakai sendal, kadang malah bertelanjang kaki.

"Seperti gini langkahnya, jangan seperti rusa yang habis kena tembak jalannya!" gerutu Clara dengan tidak sabar dan mempraktekkan cara jalan dengan hak tinggi. Entah karena bakat alam atau Arimbi yang pintar meniru, sebentar saja jalan Arimbi sudah lancar walaupun tidak seanggun Clara.

"Gerak mu jangan mencurigakan ya, misi akan segera kita mulai!" ujar Clara.

"Siap nona!" jawab Arimbi lantang, padahal jantungnya berdetak kencang.

Bersambung............

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!