Kaki mungil itu berlari menghentak koridor kampus yang mulai sepi nafasnya terengah-engah menyeimbangkan detak jantungnya.
“Shiit!, gua telat lagi bisa diomeli sama pak Cakra kalau gini mah.” gerutunya dan menghentikan langkahnya didepan pintu ruangan yang sudah nampak sepi, gadis itu menarik nafas sejenak dan tangan mungilnya mengetuk pintu perlahan.
“Masuk!” terdengar suara dari dalam yang sangat ia hapal, gadis itu membuka pintu pelan dan tersenyum memandang dosennya yang sudah menatapnya penuh intimidasi.
“Pagi Pak.”
“Luna,lagi-lagi kamu telat, emang di rumah kamu itu tidak ada jam apa!” bentak pak Cakra dengan nada tinggi.
“Maaf pak jalanan macet.” Luna memberi alasan.
“Alasan aja kamu, kalau sudah tahu macet bangun pagi, jangan jam delapan baru bangun, sudah duduk, mumpung saya lagi berbaik hati pagi ini tidak menghukum kamu.” Luna hanya mengangguk patuh melihat Dosen dihadapannya yang sudah memasang wajah datar dan galak membuat seisi ruangan terkikik melihat Aluna yang kena semprot oleh dosen berkumis tebal itu, terlebih Alex yang sudah membekap mulutnya dengan tangannya sendiri karna melihat wajah sahabatnya yang tidak bisa berbuat apa-apa.
“Sialan lo Lex, ngetawain gua.” Aluna membulatkan matanya sempurna kearah sahabatnya Alex.
“Lagian lo demen banget selalu diomeli oleh pak Cakra, gak bisa apa lo tu gak telat kalau lagi jam beliau, begadang lagi.” tanya Alex menelisik wajah imut sahabatnya.
“Hmm..”
“Dapat berapa?”
“Lumayanlah, habis kuliah, nanti ikut gua ya, seperti biasa ada kerjaan males gua sendiri.”
“Tumben, biasanya lo juga paling demen sendiri.”
“Gak usah bantah kenapa.” ucap Luna sembari mendengarkan pak Cakra menjelaskan materi pelajaran.
“Iya, gua juga lagi butuh duit, nyokap sakit nih.”
“Serius lo.”
“Dua rius dodol.” jawab Alex dengan muka cemberut membuat Aluna hampir saja tergelak dengan keras namun menahannya hingga hanya terdengar cekikikan membuat pak Cakra langsung memandang tajam kearah Luna dan Alex membuat mereka berdua langsung terdiam menahan tawa dan kembali fokus untuk belajar.
Aluna menekuk wajahnya sesampai di kantin kampus, membuat Alex bingung sembari membawa dua mangkok bakso kesukaan mereka.
“Kenapa lo, bisulan?” Alex bertanya dengan enteng membuat wajah cantik Aluna semakin cemberut.
“Lex.”
“Hmm” jawab Alex sembari menyeruput mie bakso dihadapannya dengan nafsu.
“Gua suka sama lo.”
“Uhuk.. uhuk.” Alex langsung tersedak, wajahnya memerah, apalagi ia tadi memberi baksonya sambal yang banyak.
“Ups, sorry.. nih minum.” Luna menyodorkan segelas air minum sembari tertawa jail.
“Gila lo Lun, mau lihat gua mati.” ucap Alex setelah meminum air yang disodorkan Luna tadi.
“Biarin, siapa suruh lo bilang gua bisulan.” Luna menjawab dengan enteng.
“Ok, dah serius, lo kenapa?”
“Beberapa hari ini ada yang minta bantuan gua, setengah maksa sih.”
“Trus..”
“Gua tolak lah.”
“Kenapa upahnya kurang gede.”
“Emang pernah gua narget, gua kan gak butuh duit, kalau pun butuh tinggal ambil saja dari koruptor-koruptor di negeri ini, kaya gua.” Alex tertawa ngakak mendengar cicitan Luna.
“Kok lo malah ketawa.”
“Ya iyalah gua ketawa, secara gua tau sifat lo, gak mungkin suka ma gua, mau rebut gua dari Mira lo, bisa digorok lo.” Luna mencebikkan bibirnya.
“Kalian ngomongin aku,” tiba-tiba suara perempuan terdengar dibelakang mereka.
“Hai Beb, kok baru datang kemana aja,” tanya Alex kepada gadis yamg tak lain adalah Mira, gadis itu langsung tersenyum manja dan duduk disamping Alex membuat Luna memanyunkan bibirnya karna sudah pasti mereka akan membuat drama korea romantis dihadapannya, Luna langsung menyantap bakso dihadapannya yang sudah mulai dingin.
“Tadi aku ke toilet dulu sayang, kenapa Lun, mukanya cemberut gitu.” Mira bertanya heran karna sahabatnya itu dalam mode gak semangat berjuang.
“Ck, gak papa, nanti gua pinjam Alex lagi ya ada yang dikerjain.”
“Ok, boleh ikut gak?”
“Gak, kita kan kerja masa lo ikut, Mir.. nanti malam boleh gak gua tidur tempat lo.” Luna menaik turunkan alisnya dengan imut.
“Sejak kapan kamu bertanya kalau mau tidur tempatku, bukankah rumahku juga jadi rumah keduamu.” Luna tertawa ngakak melihat wajah Mira yang kesal.
“Terima Kasih.”
“Enak saja, kali ini gak gratis kamu harus beliin martabak kesukaanku kalau pulang nanti.”
“Iyalah..iyalah, gampang.” jawab Luna sembari memakan pentol terakhir di mangkoknya.
“Lun, jaga pacar aku ya jangan diembat.” Luna langsung tersedak salivanya mendengar ucapan Mira.
“Muka lo, siapa juga yang doyan ma pacar lo itu, gua bukan pagar yang makan tanaman, mending gua makan aja sekalian rumahnya ngapain pagarnya rugi amat gua.”
mendengar ucapan Aluna dengan mode kesal diwajahnya membuat dua sejoli itu tertawa ngakak sembari saling tatap, yah Aluna selalu saja bikin mereka berdua sakit perut karna tingkahnya yang mengemaskan, siapa sangka dibalik wajah cantik dan imutnya ia adalah Hacker yang paling mematikan di negara itu tanpa orang tahu, apalagi kalau hanya untuk mencuri uang para koruptor di negeri julid ini bahkan data rahasia negara dengan mudah ia retas kalau ia ingin namun ia tak pernah melakukan hal konyol yang akan merugikan negara yang ia tinggali karna itu sama saja ia penghianat negara.
Anak-anak dikelas Luna siang itu dibikin heboh karna tiba-tiba ada tugas mendadak dari bu Susi, membuat seisi ruangan kelimpungan, alhasil akhirnya wajah mereka jadi wajah-wajah putus asa dan seperti tidak ada tanda kehidupan di sana, kecuali Aluna si otak encer yang dengan sentai sudah melenggang keluar ruangan itu karna sudah selesai mengerjakan tugas dari bu Susi, cukup lama ia menunggu sahabatnya si Alex playboy kampus, walau sekarang sudah hilang taringnya karna tergantikan oleh Hendrik mahasiswa baru yang sangat digandrungi para cewek-cewek karna mempunyai wajah bak artis korea, Aluna akhirnya tersenyum melihat Alex akhirnya keluar juga dari kelas.
“Gitu amat muka lo Lex.” sindir Luna.
“Sudah gak usah ngeledek mentang-mentang punya otak encer, kenapa gak mau bantuin gua sih.” sungutnya dengan sebal.
“Gimana gua mau bantuin lo kalau mata bu Susi saja laksana elang yang mau menghancurkan mangsanya, udah gak usah difikirkan lagian banyak yang semen derita lo didalam sana.” Luna terkekeh membuat Alex kontan langsung menarik hidung mancung Luna dengan gemas membuat si empunya hidung langsung membulatkan matanya dengan sempurna.
“Kondisikan tangan lo, bisa patah hidung gua yang manis ini.”
“Ini ni yang buat gua demen temenan ma lo lun, suka nyiksa temen sendiri.” Alex tertawa lepas.
“Yang ada lo yang nyiksa gua dodol, sudah ayo cepetan kita balik, kita langsung ke markas aja ya.
“Ok siip.” Alex langsung mengandeng tangan Luna mengajak gadis itu berlari ke parkiran, Alex mengambil motornya.
“Ayo naik Lun.”
“Ck, kenapa sih lo suka banget bawa motor ini, susah tahu gak naiknya.”
“Udah gak usah cerewet.” Alex turun dari motornya membiarkan Luna memegang pundaknya untuk naik ke motor sportnya setelah itu baru Alex naik ke motornya dan melajukan kuda besi itu dengan lincah keluar dari kampus membelah kemacetan, motor sport itu berbelok kesebuah gang dan tak lama berhenti disebuah Ruko, Aluna langsung turun dari motor membuka pintu ruko agar Alex bisa memasukkan motornya, Alex mengikuti langkah Luna menuju sebuah pintu yang tak jauh dari ruangan yang tidak terlalu besar itu.
Luna membuka pintu itu dengan cepat dan masuk keruangan yang hanya ada satu meja dan satu kursi, Luna memencet dinding yang tak jauh dari mereka berdiri dan tiba-tiba lantai tak jauh dari mereka berdiri bergerak dengan sendirinya hingga terbuka lebar selebar ukuran pintu pada umumnya, mereka berdua pun langsung turun kebawah dengan semangat, ya ruang bawah tanah yang Luna bangun sejak ia masih duduk dibangku awal SMA itu pasti sangat mengejutkan semua orang andai mereka tahu, karna dibawah sana ruangan itu sangatlah luas dan juga lengkap dengan tempat tidur dan peralatan lainnya.
“Boleh aku tidur dulu Lun, rasanya aku selalu mengantuk kalau dibawah sini.”
“Gua tendang juga pala lo, kita mau kerja, katanya mau cepat bawa nyokap lo berobat.” Luna mengingatkan dan langsung menuju sebuah meja lengkap dengan kursi empuk putarnya di sana sudah ada laptop berbentuk apel sisa, kadang Luna juga heran hanya dengan logo bekas gigitan bisa menghasilkan milyaran rupiah, tangan lincahnya sudah mulai menjelajah keyboard laptop dengan sangat bersemangat.
“Kali ini siapa yang kita bantu?” tanya Alex sedikit mengeraskan suaranya karna ia duduk diatas ranjang king size dengan sudah mengambil laptop baru di lemari tak jauh dari tempat tidur membuat Luna hanya geleng-geleng kepala.
“Pak Felik, perusahaannya yang ada diluar negeri diretas orang, kita hanya harus cari perusahaan mana yang sudah berani mau menghancurkan perusahaannya, dan kita kembalikan data pentingnya.
“Itu saja.”
“Hmm”
“Gak asik, kirain kamu minta bantuan aku buat bobol bank.” Alex tertawa ngakak.
“Jangan serakah, kalau bank juga lo mau bobol, lo mau naruh uang lo dimana.” Alex cuma nyengir dan manggut-manggut tanda mengerti.
“Gua cari siapa yang bobol perusahaan mereka setelah itu lo balikin data mereka yang hilang, gimana ok tidak.” tanya Luna santai.
“Ok, gampang.” setelah itu mereka hanya terdiam serius dengan pekerjaan masing-masing, tak lama terlihat senyuman di wajah Luna.
“Gila betul orang-orang kaya, gak perduli saudara sendiri juga disikat, ok gua udah Lex tinggal lo, gua mau bikin mie, lo mau gak.”
“Mau dong.” langsung Alex menjawab.
“Kalau soal makanan aja lo jawabnya mulus tanpa kendala giliran ulangan bu Susi lambat kayak siput.”
“Kan lo tahu sendiri gua sebenarnya gak minat di jurusan kita ini, semua kan karna bunda yang ingin, agar anaknya nanti jadi pekerja kantoran, mie nya yang pedes ya, agar otak jadi encer.
“Iya, beres.” Luna dengan cekatan membuka lemari yang tak jauh dari dapur kecil itu dan langsung menyalakan kompor dan menuangkan air kedalam panci kecil, menunggu air itu mendidih dan tak lama dua mie itu masuk kedalam panci tanpa bisa mie itu protes, Luna memecahkan dua telur dan memasukkan nya kedalam panci tersebut, tak lama Mie itu pun matang sempurna dengan bumbu didalamnya, Luna membawa dua mangkok dan menaruhnya diatas meja lengkap dengan sendok garpunya, bertepatan dengan Alex yang tersenyum karna sudah menyelesaikan tugas pemberian dari Luna dan langsung melompat turun dari tempat tidur.
Alex menatap mangkok berisi mie dan telor dihadapannya dengan mata laparnya dan langsung duduk menyeruput mie buatan Luna.
“Em, pasti enak sekali ini.” gumam Alex.
“Kalau makan tu pelan-pelan, baca doa kek, jadi orang jangan lupa bersyukur, baca doa aja males lo, gitu masih mau disayang ma Tuhan.” gerutu Luna membuat Alex hanya nyengir.
“Iya-iya gua lupa," ucap Alek langsung membaca doa sebelum makan layaknya anak kecil karna berdoanya sangat nyaring, ingin sekali Luna menjitak kepala sahabat yang sudah lama ia kenal itu dengan centongan yang ia pegang, namun mengurungkannya karna ingat pesan dari seorang guru kalau makan tidak boleh bercanda, mereka berdua menghabiskan mie dengan cepat dan tanpa sisa sedikitpun.
“Energiku kembali lagi.” ucap Alex dan langsung kembali ke ranjang membereskan laptopnya.
“Lo jadi menginap ke rumah Mira gak, gua anterin.”
“Kayaknya gak deh, nanti gua nelpon Mira, nih masih ada kerjaan gua, gua transfer duitnya, cepat bawa bunda berobat, salam ma bunda ya bilang gua kangen banget.
“Ok deh, kalau kangen tu datang, sudah seminggu lo gak nongol, bunda juga kangen ma lo, lo kan tahu sendiri lo anak cewek kesayangan bunda gua, gua aja kalau ada lo dilupain.” Alex menekuk wajahnya pura-pura cemburu.
“Iya dong siapa sih yang gak sayang ma pesona Aluna yang cantik, baik hati, dan tidak sombong.” Luna mengedipkan matanya membuat Alex serasa mau muntah mendengar kenarsisan Luna.
“Huek..” aduh langsung sakit perutku mendengarnya.”
“Rese, beneran kamu gak suka sama aku.” rajuk Luna, membuat Alex terdiam mendengar kalimat Luna yang bukan lo gue lagi, Alex mendekati Luna yang masih duduk dimeja makan.
“Kalau gue bilang suka, lo cantik, sudah pasti gua suka plus nafsu setiap lihat lo disamping gua, bagaimana apa kita langsung mulai badan gua udah panas nih minta disalurkan.” Luna langsung mendelik kan matanya mendengar ucapan Alex yang absrud Luna seketika langsung berdiri.
“Jangan becanda deh, gua tadi kan Cuma bercanda, awas jangan macem-macem.” Alex menyipitkan matanya.
“Kenapa, bukankah tadi lo yang ingin, jadi jangan salah kalau gua terpancing.” Alex semakin berjalan mendekat membuat Luna berjalan mundur.
“Lex, jangan gila, gua Cuma bercanda, ingat Mira.” Luna semakin mundur dan tubuhnya mentok di dinding, Alex tersenyum lebih mendekat kedua tangannya memegang tembok mengungkung tubuh mungil Luna ditatapnya Luna tajam, membuat Luna jadi bergidik.
“Lex, jangan bercanda lo, gua tadi Cuma bercanda.” suaranya serak menahan nafas ia tak menyangka kalau candaannya akan membuat Alex beneran serius.
“Gua suka lo dari dulu Lun, tapi lo selalu nganggap gua temen lo, apa sekarang lo nyesel dan mulai suka sama gua karna sekarang gua sama Mira, sudah dua kali hari ini lo bilang suka sama gua, jadi menurutku itu bukan candaan.” Alex mendekatkan wajahnya semakin dekat walau ia harus sedikit menunduk karna tubuh Luna yang hanya sebahunya.
“Iya tapi gua hanya bercanda Lex,” Luna mencoba mendorong tubuh Alex, namun tubuh itu tak bergeming.
“Aku tidak bercanda, Lun, gua cinta sama lo.” Luna menatap mata Alex dengan tajam, mereka saling bersitatap hingga.
“Huahahahaaaa.!!”
Alex tak bisa lagi menahan tawanya melihat wajah pucat Luna, membuat Luna berang dan langsung memukuli dada Alex dengan sebal, karna dikerjai oleh lelaki itu.
“Wajahmu lucu sekali Lun, sumpah, coba tadi gua rekam pasti Mira sangat suka lihat ekspresi wajah lo itu.” Alex masih meneruskan tertawanya sembari memegangi perutnya.
“Dasar kacung kampret awas aja lo ya.!” Luna langsung menggelitiki pinggang Alex membuat lelaki itu justru bertambah tertawa tanpa henti.
“Ampun Lun, nanti gua aduin lo sama bunda.” teriak Alex disela tawanya.
“Bodo.” ucap Luna masih menggelitiki pinggang Alex hingga Alex bergulingan di ranjang, dengan cepat Alex menarik tangan Luna.
“Sudah hentikan mau bikin aku mati tertawa apa.” ucap Alex disela tawanya yang mulai mereda.
“Ck, gua suka lihat lo mati tertawa.” Luna membaringkan tubuhnya tepat disamping Alex.
“Lun, kenapa sih lo belum punya pacar, beneran lo suka sama gua.”
“Muka lo kepedean, gimana ya belum ada yang bikin hati gua berdetak kencang.”
“Kita sedekat ini juga gak bikin lo grogi atau merasa berdebar.”
“Kagak lah, lo itu udah gua anggap sebagai abang gua dari dulu.” Alex mengangguk membenarkan, ia juga merasakan hal yang sama, walau Luna sangat cantik luar biasa namun rasa itu tidak ada mungkin karna ia juga sudah menganggap Luna adiknya, jadi rasa yang ia miliki hanya rasa ingin menyayangi dan melindungi Luna seperti seorang kakak, ponsel Luna berdering, dan secepat kilat ia mengangkatnya.
“Hallo.”
“Terimakasih nona L karna sudah membantu, semua sudah beres, dan uang sudah saya transfer, sekali lagi, terima kasih atas bantuannya.” suara dari seberang sana terdengar sangat ramah.
“Sama-sama, senang bis membantu Tuan.” Luna langsung mematikan panggilan tanpa mendengar jawaban dari orang itu lagi, ya begitulah Luna, kalau sudah menyangkut pekerjaan ia akan tegas dan tak mau berpanjang ria berbicara, karna ia tak mau identitasnya diketahui.
“Asik, gajian.” teriak Alex dengan senang Luna mengecek rekening khusus bisnisnya, matanya membulat melihat berapa jumlah yang orang itu transfer.
“Kenapa lo, kok bengong.”
“Kayaknya ini rezeki Bunda Lex, umroh kan Bunda secepatnya.” Luna menunjukkan ponselnya.
“Gila, banyak betul bisa beli mobil baru Lun.”
“Ogah gua lebih suka naik motor, lagian lo kan tahu kota kita ini selalu padat, males banget gua naik mobil ke kampus.”
“Buat jalan-jalan Lun ini kan halal.”
“Gua mau bikin restoran gua lebih besar lagi.”
“Iya-iya siip itu, tapi ini bunda jadi umrohnya?” tanya Alex serius.
“Ya jadi lah, bunda kan sudah ingin kesana Lex, bilang saja tabungan lo.”
“Ok deh, jadi gua balik ya, nanti biar Mira gua yang kasih tau kalau lo tidak jadi nginep di sana sekalian ngasih pesanan dia tadi." Alex mengerlingkan matanya nakal.
“Dasar bilang aja lo mau berdua ma Mira, tapi bawa berobat dulu bunda ya.” Alex mengangguk dan langsung meninggalkan ruangan itu secepat kilat.
Sementara disebuah gedung pencakar langit seorang lelaki sedang menjambak rambutnya sendiri karna merasa begitu kesal, dihadapannya berdiri seorang lelaki yang hanya menunduk tidak berdaya karna habis terkena omelan.
“Aku tidak mau tahu, cepat selesaikan sekarang juga kekacauan ini, masa IT kita tidak bisa menyelesaikan nya, ini kan hanya hal yang mudah.” bentaknya dengan muka datar dan memerah akibat terbakar emosi namun tak juga menyurutkan wajahnya yang begitu sangat tampan.
“Maaf Tuan semua anggota IT kita sudah menyerah, kali ini peretas ini sangat handal tuan, kita harus juga mencari yang bisa menyeimbanginya kalau tidak perusahaan kita bisa terancam karna data kita bisa saja raib, dan dijual kepasar gelap Tuan.”
“Shiit!! Kenapa bisa sampai seperti ini.”
“Sepertinya orang ini sangat dendam dengan Tuan Juna.” ucap laki-laki itu lagi dengan serius.
“Kau benar Bara, cepat kau cari Hacker terhebat di negara ini, aku tak mau tahu ia dari daerah mana, cepat cari segera dan bawa kesini sebelum semua terlambat.” perintah Juna dengan tegas.
“Baik tuan Juna, segera saya laksanakan, kalau begitu saya undur diri.” Juna hanya mengangguk Bara pun meninggalkan ruangan itu dan langsung mencari informasi tentang beberapa hacker yang mempunyai kualitas yang mumpuni.
“Siapa yang berani-berani menganggu perusahaan ku, akan aku habisi kalian.” ucap Juna menggeram kuat sembari mengepalkan kedua tangannya tanda laki-laki itu sangat emosi, karna ada yang berani mengusik ketenangannya, ia pun langsung beranjak dari kursi kebesarannya dan langsung melakukan meeting mendadak dengan staf kepercayaan nya dalam ruang rahasia, hanya ada lima orang di sana termasuk Juna yang sudah duduk rapi di sofa yang ada di ruangan itu.
“Bagaimana tuan Juna, apa sebegitu parah hacker meretas perusahaan ini.” tanya laki-laki bertubuh kurus dengan kaca mata bertengger di hidungnya.
“Hmm.”
“Lalu bagaimana kita mengatasinya, apa perlu aku carikan IT terbaik di negeri ini.” laki-laki setengah baya dengan rambut yang sudah hampir memutih itu berbicara penuh wibawa.
“Tidak usah aku sudah mengurusnya, aku memanggil kalian kesini karna hanya ingin menanyakan perusahaan mana yang berpotensi ingin menjatuhkan perusahaan ku.”
“Mungkin ER company, perusahaan itu kan pernah hampir Tuan hancurkan karna mereka culas dalam tender terakhir yang mereka ajukan.” sela laki-laki muda berwajah oriental dengan sikap cueknya.
“Itu bisa jadi Bram, tapi apa mungkin mereka berani melakukan ini.”
“Tentu saja berani tuan, apa yang tidak dalam dunia bisnis yang kita jalani ini, siapa lemah maka ia kalah, bukankah begitu.” ucap laki-laki berperut buncit itu sembari terkekeh.”
“Ah, iya tuan, jangan lupakan satu perusahaan yang sering juga bersaing dengan perusahaan kita, Bilfex corp, saya rasa ia juga jadi kandidat yang harus kita waspadai.” sela laki-laki berkaca mata itu menambahkan. Juna memijit kepalanya karna memang musuh perusahaan mereka yang banyak, karna perusahaan Juna adalah perusahaan terbesar se Asia diberbagai bidang.*
Juna melangkahkan kakinya meninggalkan ruangan itu dan langsung meninggalkan kantornya menuju sebuah restoran mewah karna perutnya yang dari pagi belum juga terisi makanan.
“Bruuk!!"
Seseorang menabraknya tanpa sengaja karna sangat terburu-buru ingin ke kamar kecil.
“Hei, apa kamu tidak punya mata!” bentak Juna.
“Maaf tuan, saya tidak sengaja saya buru-buru ingin ke kamar kecil.” Juna langsung mencekal lengan itu dengan kuat, membuat tubuh gadis itu berbalik arah dan langsung mata mereka bertemu untuk sejenak.
“Lepaskan, bukankah saya sudah minta maaf.” gadis yang tak lain Luna itu berkata dengan nada yang tegas, membuat Juna menajamkan mata dan pendengarannya.
“Kau pikir dengan meminta maaf semua bisa selesai.” Luna hanya bisa menghela nafas mendengar ucapan pria yang ada dihadapannya yang terbilang kaku dan juga sok sombong itu, Luna tersenyum.
“Trus tuan mau apa? ganti rugi, saya lihat gak ada yang lecet, kalau gak mau permintaan maaf ya udah saya tarik kembali kata-kata saya, Puuuaaas!.” ucap Luna langsung menghentakkan tangannya hingga pegangan tangan Juna di lengan Luna terlepas.
“Dasar laki-laki aneh.” gerutu Luna sembari berlari begitu saja menuju toilet menyisakan Juna yang terbengong dengan ucapan Luna, membuat Juna semakin dilanda emosi.
“Bukan aku yang aneh tapi kamu gadis sialan bikin aku tambah emosi saja awas saja kalau ketemu lagi akan aku buat kau menyesal karna udah membuat selera makanku berkurang.” Juna lantas melangkah kedalam restoran menuju ruang VVIP yang sudah biasa ia pesan.
“Bos, katanya mau pulang, kok masih disini,” sapa seorang karyawan kepada Luna.
“Iya nih Sil, tiba-tiba pengen kebelakang tadi, makananku sudah siap belum?
“Sudah Bos, tinggal ngambil di resepsionis, bos ada tamu diruang VVIP.”
“Trus,”
“Takut bos, orangnya galak, salah sedikit langsung marah-marah, bisa minta bantuan gak bos untuk ngantar kesana.” Bujuk Sisil dengan wajah yang memelas, membuat Luna hanya bisa mendengus.
“Ok deh, kali ini aja ya, tapi kamu juga ikut, biar terbiasa hadapi orang galak.” ujar Luna tersenyum penuh makna, akhirnya mereka pun sampai didepan pintu VVIP, Luna membuka pintu itu perlahan.
“Malam Pak, saya bawakan makanan pesanan bapak.” ucap Luna ramah sembari mendekat membuat Juna mengangkat wajahnya karna sepertinya ia mengenal suara itu, dan benar saja apa yang dipikirkannya Luna sedang berjalan dengan seorang gadis menuju kearahnya, sedangkan Luna belum menyadari siapa yang ada didalam ruangan itu dan masih terus mendorong troli makanan sampai didepan meja yang ada didalam ruangan itu, dan perlahan dibantu oleh Sisil memindahkan semua makanan keatas meja, dengan masih menundukkan wajahnya.
“Oh, jadi kamu pekerja disini, gitu aja sok-sokan.” mendengar suara sapaan yang tidak ramah, akhirnya Luna mengangkat wajahnya dan mendapati wajah Juna yang sudah menatapnya penuh emosi.
“Kamu lagi, masih marah, kenapa jadi orang suka sekali memperpanjang masalah, orang itu yang baik memperpanjang umur, bukan memperpanjang masalah yang hanya sepele.” pungkas Luna dengan tenang Sisil pun langsung beringsut kebelakang Luna.
“Sepele? Kau sudah merusak mood ku untuk makan, dan itu bukan hal sepele.”
“Astaga, kalau begitu pergi saja ketempat yang lain agar selera makan anda terpenuhi.”
“Beraninya kamu, kamu hanya karyawan disini, panggilkan pak Yanto, aku mau gadis ini dipecat dari restoran ini segera.” perintah Juna kepada Sisil, Sisil memandang Luna sejenak, sedangkan Luna mengangguk pelan akhirnya dengan berat hati Sisil keluar dari ruangan itu untuk memanggil pak Yanto, sedangkan Juna berdiri dan menghampiri Luna, ditatapnya Luna dengan intens,’ kenapa gadis ini sangat tenang sekali, seharusnya ia takut karna akan kehilangan pekerjaannya, ah kenapa dia cantik sekali bibirnya juga begitu merah alami, pasti sangat manis bila aku sesap, hidungnya juga mancung pas sekali dengan wajahnya matanya kenapa begitu lentik, juga alisnya, astaga apa yang sedang aku pikirkan kenapa aku malah mengagumi pelayan ini.’ Juna bermonolog dalam hati ia tidak tahu kalau Luna lah pemilik restoran yang sangat ia sukai masakannya.
“Apa kau takut?” tanya Juna sedikit mengintimidasi.
“Tidak, kenapa aku harus takut.”
“Sebentar lagi, kau akan kehilangan pekerjaanmu.”
“Aku bisa mencarinya lagi, dari pada aku harus berurusan dengan orang kepala batu.”
“Apa?! beraninya kau mengataiku seperti itu, kau tidak tahu siapa aku ha!” Luna menatap Juna dengan tajam, Luna baru sadar kalau lelaki yang dihadapannya ini mempunyai wajah yang tampan pari purna, tapi tak sesuai dengan kelakuannya.
“Kalau begitu aku ganti panggilan nya, menjadi pria otak udang, aku rasa lebih sesuai.”
“Kamu,” Juna langsung meraih pinggang Luna dan memeluknya erat.
“Kamu gila lepasin, beraninya kamu memegang ku.”
“Kamu yang beraninya mengatai ku otak udang, ya karna panggilanmu itu aku jadi gila.”
“Lep-“ belum selesai Luna mengucapkan kalimatnya Juna sudah membekap bibir merah itu dengan bibirnya menyesap bibir merah itu lembut membuat Luna kelabakan dadanya berdetak sangat kencang merasakan bibir kenyal laki-laki itu menempel di bibirnya, bertepatan dengan itu pintu terbuka dari luar dua orang yang masuk itu sangat terkejut melihat adegan live yang mereka saksikan, Luna mendorong tubuh Juna dengan sekuat tenaga dan.
“Plak!!
Sebuah tamparan mendarat dengan keras dipipi Juna.
“Beraninya kamu mencuri ciuman pertamaku!” teriak Luna histeris Juna mengerjabkan matanya tak percaya dengan yang ia dengar menatap Luna yang terbakar emosi dengan mata tak percaya.
“Pak Yanto, usir laki-laki gila ini, jangan biarkan lagi ia masuk ke restoran ini lagi!” nada tinggi Luna masih mendominasi suara dari ruangan itu, Luna sangat jengkel sekali, karna laki-laki yang belum ia tahu namanya itu telah berani mengambil ciuman pertamanya.
“Baik bos.”
“Bos..?” ucap Juna tak percaya dengan yang ia dengar sekali lagi, belum sempat ia berkata lagi pak Yanto sudah menarik lengannya.
“Mari Tuan, silahkan keluar, sebelum Tuan dimakan sama Nuna kami.” Pak Yanto masih berbicara dengan sopan sembari terus menarik lengan Juna, bukan Juna tak bisa melawan ia hanya belum sadar dengan apa yang menimpanya, rasa ketidak percayaan akan ucapan Luna lah yang membuat otaknya tak berfungsi hingga tanpa sadar Juna sudah berada didalam mobil, Juna mengusap bibirnya perlahan.
“Bibirnya begitu manis, sialan kenapa aku tidak tahan melihat bibir ranumnya, benar yang dikatakan gadis itu, aku memang sudah gila, astaga itu ciuman pertamanya, dan aku dengan lancang telah mengambilnya bahkan kami tidak saling kenal, Juna kau memang brengsek, tapi aku menyukainya bibirnya sangat manis, astaga aku bisa gila kenapa aku selalu terbayang dengan bibirnya, gadis itu benar-benar telah menyihir ku.” Juna berkata dengan gusar, dan langsung melajukan mobilnya dengan sangat cepat.
Sementara Luna tidak jadi tidur di markasnya ia membelokkan motornya ke halaman rumah Mira dengan wajah kesal ia mengetuk pintu rumah Mira, rumah Mira berbentuk minimalis namun dibangun dilahan yang luas jadi begitu sangat adem suasananya, tak lama kemudian pintu terbuka dan muncullah kepala Mira, gadis itu kaget melihat Luna yang berdiri didepan pintu rumahnya, karna Alex tadi bilang Luna tidak jadi tidur dirumahnya.
“Katanya gak jadi tidur disini, kok..” belum sempat Mira meneruskan kalimatnya Luna sudah masuk dengan menghentakkan kakinya dengan kesal.
“Lha, kok malah terlihat kesal gitu, ada apa sih?” tanya Mira mengikuti Luna yang sudah naik ke anak tangga menuju kamarnya, dan melihat Luna yang sudah langsung tertelungkup di ranjangnya.
“Kamu kenapa sih Lun, jangan bikin bingung deh, kamu gak kesurupan kan?” Mira terlihat cemas dan duduk ditepian ranjang mengelus rambut Luna lembut.
“Aaa.. laki-laki itu brengsek sekali Mir, dia udah bikin gua gak perawan.”
“What!!” Mira langsung terkejut dengan ucapan Luna.
“Kok bisa, siapa laki-laki itu katakan biar aku hajar, atau kita lapor polisi, ayo kita lapor polisi biar kapok laki-laki itu.” Mira menarik-narik lengan Luna, membuat Luna bangun dan duduk memandang Mira.
“Jadi kamu sudah gak perawan lagi?, katakan Lun, kurang ajar sekali orang itu, ayo kita lapor polisi aja.”
“Emang bisa?”
“Ya bisa lah, sakit banget pasti ya Lun.”
“Gak sakit kok Mir Cuma rasanya aneh.” Mira mengernyitkan alisnya.
“Itu Mu gak sakit, kok bisa.” Mira menunjuk arah bagian sensitif Luna, membuat Luna bingung.
“Bukan situ Mir, tapi sini,” Luna memegang bibirnya membuat Mira langsung tertawa ngakak.
“Sialan kamu Lun, kata kamu tadi kamu sudah tidak perawan, bikin takut aja kamu itu.”
“Emang gua bilang gitu.” Luna memasang wajah cengoh nya membuat Mira meraup wajah Luna gemas, membuat Luna seketika mengerucutkan bibirnya.
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!