NovelToon NovelToon

Si Empat Mata Reborn

02 | Gue Sumpahin lo!

Kelanjutan cerita kemarin...

"Elo, ngapain lo di sini?!"

"Tyo?!" ucap Lisa ternganga.

Seisi ruangan kelas IPA satu yang tadinya ramai menertawakan Denada seketika jadi hening saat ini karena kedatangan anak kelas IPS. Tyo yang baru saja melintas hendak ke kelasnya tiba-tiba masuk ke kelas IPA satu saat melihat mereka membully Denada habis-habisan.

"Udah gak papa!" ucap Tyo sambil menutupi rok Denada yang robek dengan Hoodie-nya.

"Wey, ngapain lo Tyo!" sambar Rendra seketika.

Di sana nampak Tyo membantu Denada yang sudah menangis menggigil ketakutan karena ulah teman sekelasnya. Tyo membersihkan kursi Denada yang dipenuhi Lem dan melepaskan tulisan dari punggungnya.

"Iih, Tyo biarin aja... " rengek Lisa mendekati Tyo sambil memegangi tangannya.

Lisa yang sudah lama mengejar Tyo tentu tidak tahan melihat situasi saat ini, matanya terus menatap tajam ke arah Denada yang masih menunduk di sana.

Setelah selesai membersihkan keonaran lantas Tyo segera pergi melanjutkan langkah ke luar kelas IPA satu sembari mendekati Rendra seraya berkata,

"Kasian, jangan keterlaluan!" bisiknya di telinga Rendra sambil melanjutkan langkah.

Tak lama setelah Tyo pergi Lisa langsung dengan cepat menggasak Denada.

"Woy, seneng lo ya kali ini ada yang nolong!" ucapnya tajam sambil menepuk lengan Denada.

Tak lama,

Teettt... Teet...

Bel masuk yang sedari tadi ditunggu Denada berbunyi juga, Guru Mapel juga segera melangkah ke dalam kelas saat ini lalu dengan cepat Lisa dan yang lain bergegas kembali ke bangkunya.

"Awas lo ya nanti!" ucap Lisa pelan sambil melotot tajam sebelum meninggalkan Denada di sana.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Saat jam Istirahat.

Saat ini semua siswa sudah keluar dari kelas, begitu juga dengan Denada, Ia masih murung memikirkan kejadian pagi ini yang dialaminya. Denada duduk sendiri di tangga Sekolah yang menghadap ke Lapangan Basket dan melihat ke arah anak-anak pria yang sedang bermain di sana.

Dagg... Dagg... Dagg...

Bunyi pantulan bola Basket yang sedang dimainkan Rendra dan Tyo. Mereka adalah tim Basket yang biasa mewakili Sekolah saat ada perlombaan antar Sekolah.

Saat ini Rendra nampak mulai mendekati Tyo dengan melempar bolanya dari dekat.

"Tyo, lo ngapain sih nolongin si culun tadi, ah ganggu aja!"

Tyo nampak dengan santai memantulkan dan melemparkan bola itu ke ring.

"Lo jangan keterlaluan lah, kasihan dia itu cewek, coba kalau lo jadi dia gimana?!" saut Tyo menanggapi Rendra.

"Halah lembek banget lo, orang cuma buat seru-seruan aja, liatin mukanya yang aneh itu geli gue haha!"

"Rendra, Rendra... "

Tyo hanya menggeleng di sana mendengar ucapan Rendra. Mereka terus melanjutkan permainan Basket dan Denada yang duduk dari kejauhan masih terus menatapi Lapangan itu.

Tak lama dari belakang Denada datang Lisa and the geng menyentaknya. Lisa nampak masih kesal terlebih setelah memperhatikan Denada yang terus melihat ke Lapangan Basket.

"Woy, gila... ngeliatin apa lo siang bolong gini, sini lo ikut gue!"

Dengan cepat Lisa menarik baju Denada dan membawanya menepi ke lorong yang sepi tak jauh dari sana.

"Heh, gak usah ngimpi lo ya mentang-mentang Tyo datang nolongin lo tadi, Tyo itu punya gue, gak usah sampe keluar gitu mata lo liatin dia!" sentak Lisa di sana sambil menyandarkan badan Denada ke tembok.

"Enggak kok Lis, gue gak liat apa-apa tadi!" jawab Denada membela diri.

Suasana mulai tegang lagi kini, Geng Lisa berkumpul mengelilingi Denada yang sudah terpojok, membuat pasokan oksigen semakin berkurang.

"Udah ngerasa cantik kali dia Lis!" sambar geng Lisa.

"Oh gitu, ngerasa cantik lo ya! Sini gue dandanin biar jadi cantik beneran!"

Kemudian dengan sigap Lisa mengeluarkan Lipstik dari dalam sakunya, walaupun Sekolah melarang siswa membawa Make Up tapi ini Lisa, peraturan bukanlah halangan untuknya melihat orang tuanya yang merupakan ketua komite Sekolah.

"Rasain nih!"

Lisa dengan lincah mengoleskan Lipstik merah muda melingkar dibibir Denada, kemudian juga di matanya dan terus ke pipinya. Dengan tawa bahagia teman geng Lisa menyaksikan Denada saat ini.

"Jangan Lis... "

Denada yang hanya seorang diri dikepung 5 orang tentunya sulit untuk melawan, terlebih melawan anak-anak orang kaya di Sekolah itu. Walaupun hati menjerit ingin memberontak namun cengkraman tangan Lisa yang lebih kuat darinya membuat Denada tak sanggup mengelak.

"HAHAHAHA... "

Gelak takwa mereka beramai-ramai menyaksikan penampilan wajah Denada saat ini yang penuh coretan Lipstik, Denada lagi-lagi tertunduk diam di sana menahan air matanya. Tak lama bel masuk menyelamatkan Denada.

"Udah cabut!"

Lisa memerintahkan teman-temannya untuk pergi setelah mendengar bunyi bel itu. Kini tinggal Denada sendiri, bergegas Ia pergi ke kamar mandi yang tak jauh dari sana dan mengunci pintunya.

"Hhh, hhhuu, hhhhuu... "

Isak tangis Denada pecah dalam kamar mandi itu, dengan cepat Ia menyiram wajahnya dengan air dan membasuh muka. Air mata yang sudah bercampur dengan air keran, membersihkan noda di wajah Denada sekarang.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Sepulang Sekolah.

Saat ini Denada sudah sampai di rumahnya, Ia berjalan lesu memasuki bilik lalu mengunci pintunya. Denada melemparkan tas ke ranjang dan berdiri di depan cermin dalam kamarnya, sesaat Ia mematung di sana.

Denada terus menatap cermin itu menyaksikan pantulan dirinya sendiri, air mata menetes tanpa izin membasahi kedua pipi Denada.

[Dasar lo jelek... Hahaha Mata Empat, orang Miskin... ]

Terngiang-ngiang oleh Denada di kepalanya ucapan yang terus menggema mengolok-olok dirinya, seketika Denada menutup mata dan kupingnya di depan cermin itu dan berteriak sekencang-kencangnya.

"Aaaaa..."

Habis sudah sesak di dada yang sedari tadi Ia simpan dan tumpah dalam pantulan dirinya di sana, apa yang Ia lakukan sampai semua orang membencinya pikir Denada. Lebih setahun Ia mendapatkan Bullying di Sekolah sampai sudah kelas XI saat ini pun masih ditahannya.

Seketika Denada melihat roknya yang sobek dan masih tertutupi oleh sebuah Hoodie, amarahnya memuncak, tak sepantasnya mempermalukan wanita sampai seperti ini pikirnya.

Lantas Denada melepaskan Hoodie itu dan terus memperhatikan roknya yang sobek, jika tidak ada Tyo tadi entah bagaimana bisa Ia menutupi bagian robek ini.

Rasa malu tentu sudah pasti, namun yang paling sulit adalah melupakan kejadian hari ini dikemudian hari. Kejahilan teman-temannya sudah sangat kelewatan kali ini di rasa Denada, Ia sangat membenci mereka, terlebih Rendra yang seolah tak merasa bersalah setelah melakukan hal ini padanya tadi.

"Rendraaaaa... Gue sumpahin lo ngerasain apa yang gue rasain suatu saat nanti!" pekik Denada mengeluarkan kekesalannya di sana.

Tiba-tiba,

Tok... Tokk...

"Nada...?!"

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Nantikan di Next Bab...

03 | Kecelakaan!

Kelanjutan cerita kemarin...

Tokk... Tokkk...

"Nada?!"

Terdengar suara ketukan pintu kamar Denada saat Ia berteriak mencecar Rendra dari dalam biliknya. Lantas seketika Denada kaget dan langsung membukakan pintunya.

"Ayah?!"

Ya, tentu saja Ayahnya kaget mendengar teriakan Denada dan langsung mencarinya ke kamar.

"Kenapa Nada kok teriak-teriak dari tadi Ayah dengar, loh ini kenapa roknya sobek?!"

Fokus Ayah setelah memasuki kamar Denada di sana, beliau langsung melihat rok putrinya yang robek dan penampilannya yang amburadul.

"Enggak Yah, tadi nyangkut di paku jadi robek," jawab Denada menyembunyikan.

"Aduh Nada kamu ini ada-ada saja, yasudah ganti celana dulu, biar Ayah jahitkan!"

Beruntungnya Denada memiliki Ayah yang sangat menyayanginya. Walaupun rumah mereka nampak kecil dan lusuh karena pekerjaan Ayahnya hanya pedagang bakso keliling, tapi Denada tak kurang kasih sayang dari Ayahnya.

Denada segera membenahi dirinya sembari Ayahnya menjahit rok itu di sana, selang beberapa waktu rok Denada sudah kembali seperti semula.

"Nah ini udah siap, pakai ini dulu ya, nanti kalau Ayah punya uang Ayah belikan yang baru!"

"Gak usah Yah, ini aja udah rapi kok,"

Berusaha tidak terlalu membebani Ayahnya dengan apa yang Ia alami hari ini, Denada tersenyum lebar di depan Ayahnya sambil memegangi rok itu. Walaupun sang Ayah tak juga bertanya tapi mungkin belaian Ayah di rambut Denada mengisyaratkan firasat Ayah padanya.

"Oiya Nada ada yang mau Ayah berikan sama kamu!"

Tak lama Ayah Denada mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari dalam sakunya, lantas Denada segera mengambil dan membuka kotak itu.

"Wah liontin, Ayah beli ini? Apa gak mahal Ayah?!" ucap Denada seketika tercengang.

"Bukan Nada, itu liontin punya Ibu, tadinya mau Ayah berikan saat Ulang Tahun kamu, tapi sekarang aja gak papa!" jelas Ayah.

Setelah itu Denada langsung memakai Liontin peninggalan dari Ibunya. Denada sudah ditinggal Ibunya sejak masih kecil, beliau meninggal karena sakit, sejak itu kehidupan Denada dan Ayahnya menjadi berubah seperti sekarang ini, padahal dulunya mereka masih berkecukupan.

Selang beberapa menit Ayahnya juga memberikan surat peninggalan dari Ibunya.

"Ini ditulis Ibu untuk Nada, maaf baru Ayah sampaikan sekarang, Ayah sengaja tunggu Nada dewasa biar gak nangis bacanya, yasudah Ayah kerja lagi ya Nak!"

Denada terdiam melihat sepucuk surat yang diberikan Ayahnya, tak lama setelah Ayah keluar kamarnya Denada dengan cepat membuka dan membaca surat itu.

[Konon semua bintang,

Memiliki orbit yang unik,

Bintang itu terus mengitari orbitnya di alam semesta yang luas,

Terus mengitari...

Lalu suatu hari ia bertemu bintang lain, dan takdir mereka saling terkait.

Nada sayang jangan pernah merasa sendirian, walaupun tanpa Ibu kamu pasti akan menemukan bintangmu]

Sudah berusaha tak menangis tapi air mata tetap terjatuh setelah membaca surat itu, seketika Denada memegangi bandul liontin dari Ibunya yang berbentuk bola kristal, tak lama Ia melihat cahaya terang keluar dari bandul liontinnya.

Mata Denada terbelalak melihat seisi kamarnya yang tadinya gelap kini dihiasi pantulan cahaya dari liontin pemberian Ibunya, lantas senyumnya pun mulai merekah, seperti magic seketika Ia melupakan penat sesaat yang dialaminya tadi.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Keesokan harinya.

Pagi ini Denada terlepas dari jangkauan Lisa karena ulangan Fisika dadakan membuat kelas IPA satu panik seketika. Denada yang telah selesai lebih dulu dengan lembar ulangannya segera mengumpulkan dan bergegas keluar dari kelas.

Ia pergi membawa Hoodie Tyo sambil terus melanjutkan langkah menuju Lapangan Basket.

Denada terus berdiri di pinggir Lapangan Basket menunggu kedatangan Tyo. Kemarin sepulang Sekolah Hoodie itu sudah dicuci dan di setrikanya dengan rapi.

Denada terus mencium bau wangi dari Hoodie Tyo, sesaat lamunnya muncul sambil mesam-mesem tak jelas, entah apa yang dibayangkan Denada saat itu, sontak bunyi bel istirahat membangunkan Ia dari lamunnya.

Melihat Tyo yang masuk ke Lapangan Basket dengan bolanya, seketika Denada berlari mendekati Tyo.

"Hai?"

Denada menyapa Tyo sambil memberikan Hoodie-nya, Ia menundukkan kepala sambil sesekali membenarkan kacamatanya yang turun.

"Oh, Hai... Oh ini jaket gue kemarin ya, lo anak yang kemarin kan?!" saut Tyo menanggapinya.

Denada mengangguk malu di sana, sesekali Ia menatap Tyo sambil terus membenarkan kacamatanya, maklumlah ini kali pertama Denada berbicara dengan lawan jenisnya.

"Denada... "

Lanjutnya sambil memberikan tangan kanan, Tyo dengan kebingungan juga nampak menyambut salam Denada.

"Ini udah Nada cuci jaketnya kemarin, makasih ya!"

"Ah gak usah repot-repot, oya panggil aja gue Tyo, Mmm gimana cara gue balesnya nih?! Mm lo mau apa?!" tanya Tyo yang merasa sungkan.

Lantas Denada langsung menaikkan pandangannya menatap wajah Tyo, kacamata tebal dan kawat gigi yang sudah di bersihkannya tadi pagi sedikit membuatnya berani. Namun lagi-lagi Nada mulai gugup dan kebingungan menanggapi Tyo.

"Mau gak nikah sama gue?!"

Ucap Denada seketika yang panik keceplosan dengan isi kepalanya. Tentu saja Tyo kaget dan tercengang, seraya berfikir dengan kerutan dahi yang terlihat.

"Mm, yaudah gini aja kapan-kapan gue terakhir makan ya di kantin, kalo gitu gue lanjut lagi ya, thanks jaketnya, bye!"

Ucap Tyo melambaikan tangan setelahnya sambil berjalan kembali ke Lapangan Basket, Denada terus menatapnya dari belakang kemudian Ia melangkah kembali ke dalam gedung Sekolah.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Saat ini di Gedung Sekolah.

Denada kini duduk di tangga yang tepat menghadap ke arah Lapangan Basket, Ia nampak memeluk bukunya dengan sebuah pensil di tangan. Denada terus tersenyum di sana sambil menggambar yang Ia lihat di Lapangan Basket itu. Tyo masih nampak melemparkan bola ke ring, sesekali Denada terlamun.

[Mau gak nikah sama gue]

Nada mengingat dan membayangkan perkataannya tadi kepada Tyo, tentu saja Ia malu.

"Hiisss, Nada, bego baget sih!" ucapnya sambil memukul kepalanya sendiri.

Setelahnya Nada melanjutkan lukisannya tadi, Ia tetap fokus menggambar Tyo dan Lapangan Basketnya. Tiba-tiba dari arah belakang Rendra yang kebetulan lewat sana melihat Denada, seketika niat jahilnya muncul.

"Woy, apaan nih?!"

Rendra segera mengambil buku Denada yang jelas ada gambar Tyo di sana, tentu saja Ia panik dan berusaha mengambil kembali buku itu dari Rendra.

"Rendraa, jangan... balikin buku aku!" teriak Denada sambil melompat mengambil bukunya yang terus dijauhkan Rendra.

"Weeh, Mata Empat lagi gambar apa nih!"

Rendra terus mempermainkan Denada sambil melompat-lompat di sekitar tangga, begitu juga Denada yang masih berusaha merebut bukunya.

Mereka saling tarik dan dorong tepat di pinggir tangga, namun naas kaki Rendra terpeleset tepat di pangkal anak tangga, Denada seketika berusaha menariknya namun tak sempat. Akhirnya mereka berdua jatuh terguling dari tangga Sekolah yang lumayan tinggi itu.

Bruuuuk..

Bunyi hempasan badan mereka sampai di lantai bawah, seketika mereka tak sadarkan diri dengan posisi kepala yang tepat berhadapan.

Koridor sekitar tangga nampak sepi, mereka mengalami kecelakaan dan belum ada orang yang tau. Disaat yang bersamaan seketika liontin yang Denada kenakan mengeluarkan cahaya terang mengelilingi tubuh mereka berdua yang masih tak bergerak di sana.

Tiba-tiba,

"TOLONG...!!"

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Lanjut di Next Bab...

04 | Ini badannya Rendra?!

Kelanjutan cerita kemarin...

"TOLONG...!!"

Selang beberapa waktu setelah Denada dan Rendra terjatuh dari tangga Sekolah, terdengar suara teriakan siswa yang kebetulan melewati koridor itu.

Terlihat Denada dan Rendra sudah tak sadarkan diri dan keluar darah dari hidung mereka, dengan cepat siswa-siswi lain berkerumun ke sana setelah mendengar teriakan suara minta tolong.

"Wei, ada yang jatuh... "

"Astaga apa ini?! Cepat panggil Ambulance!"

Beberapa Guru juga sampai di lokasi kejadian, akhirnya mereka berdua langsung dibawa ke Rumah Sakit terdekat setelah mobil Ambulance datang.

Niinoot...

Niinoott... Niinoot...

Mobil Ambulance melaju kencang menuju Rumah Sakit, Orang tua mereka masing-masing sudah dikabari dan diminta menunggu anaknya di Rumah Sakit dekat Sekolah.

"Cepat langsung bawa UGD!"

Perawat Rumah Sakit sigap memandu langkah setelah kedua anak itu diturunkan dari mobil Ambulance.

"Rendra... Rendra... " teriakan histeris Mama dan Papa Rendra di sana sambil mengikuti ranjang pasien menuju UGD.

"Nada, Ayah di sini Nak... " cemas Ayahnya Denada juga terdengar.

Mereka berdua langsung masuk ke UGD dan mendapatkan penanganan Dokter. Selang beberapa waktu Dokter keluar dari ruang UGD.

"Dok bagaimana anak saya?!"

Kepanikan masing-masing Orang tua dan juga Guru Sekolah yang masih di sana langsung dengan cepat memintai keterangan Dokter.

"Perdarahan ringan karena benturan kepala, tapi menurut hasil CT Scan tidak menunjukkan adanya cidera serius, namun untuk saat ini kedua pasien masih belum sadarkan diri dan nanti akan dipindahkan ke ruangan terlebih dulu, jadi nanti kami tindak lanjuti lagi ya Ibu Bapak!" jelas Dokter sambil melanjutkan langkahnya dari sana.

Suasana tegang menyelimuti mereka yang saat ini masih berdiri di depan UGD, tak lama ranjang pasien di keluarkan dan segera dipindahkan ke ruangan masing-masing. Rendra dibawa ke lantai atas ruang VIP, sedangkan Denada dibawa ke ruang biasa.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Empat jam kemudian.

"Rendra... "

Mama Rendra yang terus memantau kondisi anak kesayangannya tak sengaja melihat jari Rendra bergerak. Saat ini di kamar VIP Rumah Sakit, nampak beberapa keluarga Rendra berkumpul melihat pasien yang masih terbaring menggunakan selang Oksigen di hidungnya.

"Rendra ini Mama nak... "

Samar-samar Rendra mendengar suara, tak lama perlahan Ia membuka matanya dan melihat sekitar dengan jelas.

"Aaauu, sssh... "

Rendra mendapati sakit di tangan kirinya oleh infus yang terpasang, segera Ia bangun dan duduk sambil meraba selang Oksigen yang melekat di wajahnya.

"Rendra... Rendra... "

Semua orang di sana memantau sambil terus memanggil nama Rendra, membuatnya kebingungan kini, Ia melepas selang Oksigen itu dan berupaya turun dari ranjang.

"Eeh, Rendra mau kemana, kamu belum diperiksa Dokter lagi nak!"

"Rendra?! Ayahku mana?!" ucap Rendra dengan suara pelan.

"Ini Papa nak!"

"Bukan... Ayah mana, Ayah... "

Rendra sontak berjalan dari ranjangnya hendak menuju keluar kamar VIP itu, namun tiba-tiba langkahnya terhenti di depan cermin kamar mandi yang pintunya ternganga.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Dilain sisi.

Saat ini Denada masih terbaring di kamar lain, nampak di sana Ayahnya terus memegangi tangan Denada dengan kerutan dahi yang terlihat jelas.

"Mmmh... "

Terdengar suara pelan keluar dari Denada sambil gerakan pelan yang dirasakan oleh Ayahnya di sana.

"Nada... "

Mendengar suara didekatnya membuat Denada membuka mata perlahan, samar-samar Ia melihat cahaya putih di sekelilingnya, lantas Denada langsung terduduk.

Kini Ia mulai meraba-raba sekitar termasuk selang Oksigen di wajahnya. Denada seketika melepaskan selang Oksigen itu,

"Loh, kok gue gak bisa lihat apa-apa?!" ucap Denada sambil mengucek matanya.

Ucapan pelan dari Denada masih terdengar oleh Ayahnya di sana, seketika Ayah Denada memberikan Kacamatanya saat Denada sibuk meraba sekitar.

Denada langsung memakai kacamata itu dengan reflek, barulah Ia mulai merasakan pandangan matanya menjadi jernih.

"Nada, ini Ayah, kepala Nada masih sakit nak?!" tanya Ayahnya yang panik dan terus memantau.

Denada tak bergeming sedikitpun, Ia nampak terus memperhatikan sekitar dan tak ada orang lain di sana selain orang yang di hadapnya ini.

"Bapak siapa?! Mama Papa aku mana?!"

Ayah Denada langsung panik mendengar ucapan anaknya, lantas dengan cepat Ayahnya keluar kamar dan berlari mencari Dokter.

Denada masih nampak kebingungan, Ia terus meraba sekitar dan merasakan sesuatu yang aneh di badannya. Tangannya kini memegangi dada, dan seketika mata Denada terbelalak besar serasa ingin keluar.

Denada yang panik dengan cepat turun dari ranjang dan mencari sesuatu di sekitar Ia berada kini, tak lama Ia menemukan ponsel dan langsung melihat pantulan dirinya samar-samar dari ponsel itu.

Tiba-tiba,

"TIIDAAAAAAKKKK... "

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Kembali ke Rendra.

"TIIDAAAAAAKKKK... "

Teriakan kencang juga terdengar dari kamar VIP Rendra, setelah Ia melihat dengan jelas pantulan dirinya di cermin kamar mandi.

Rendra melihat dengan seksama wajahnya sambil memegangi rambutnya, kemudian reflek mata Rendra turun menghadap sesuatu di bawah sana dalam celana, sontak mulutnya menganga dan berteriak kencang sambil berlari dari kamar mandi itu.

"Aaaaaa... "

"Rendra kamu kenapa nak?!"

Rendra berputar-putar sambil terus berteriak setelah melihat sesuatu dari dalam celananya, otomatis Mama Papa Rendra panik, mereka seketika memegangi Rendra dan mendudukkanya di ranjang pasien.

Gleekk... Gleekk...

Rendra kini menenggak air minum yang diberikan Mama dan mulai tenang dengan sendirinya.

[Gak mungkin, gak mungkin, ini badannya Rendra?! Gue pasti cuma mimpi]

Plaaakk...

Rendra bergumam dalam hatinya kemudian menampar dan mencubit pipinya sendiri. Tak lama Dokter masuk ke ruang VIP kamar Rendra.

"Dok, tolong ini anak saya kok jadi aneh gini tingkahnya?!" ucap Mama Rendra dengan segera.

Kemudian Dokter kembali memeriksa Rendra, lampu senter kecil menyinari pupil matanya, tentu saja terasa silau, berarti ini bukan mimpi pikir Rendra.

"Responnya baik kok, hasil CT scan dan rontgen juga tidak ada cidera sama sekali, kemungkinan pasien mengalami syok setelah kejadian yang dialaminya, nanti akan saya resepkan obat!" jelas Dokter di sana.

"Astaga Rendra kamu ini bikin panik Mama saja... "

Rendra nampak tertegun dan tak bergeming lagi setelah Dokter keluar kamarnya. Ia hanya kebingungan sambil terus memperhatikan dirinya satu persatu.

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Saat ini di kamar Denada.

"Nada kamu kenapa?!"

Ayah Denada masuk membawa Dokter setelah mendengar teriakan Denada di sana. Kemudian Dokter kembali membawa Denada ke ranjang pasien dan segera memeriksanya.

"Aaaau... "

Respon Denada yang kesilauan setelah matanya tersorot senter kecil Dokter itu.

"Bagus kok, pupilnya merespon dengan baik, hasil CT scan juga tidak ada cidera!" lanjut Dokter di sana.

Denada mulai nampak kebingungan dan terus berfikir dalam-dalam.

[Gak mimpi gue, ini badan Denada, gimana bisa gue di sini], bisiknya dalam hati.

"Tapi tadi dia gak mengenali saya Dok?!" sambar Ayah Denada.

"Denada?!" ucap Dokter membangunkan Denada dari lamunnya.

"Hah?! Rendra?! Rendra Mahesa di mana Dok?!"

Dengan segera Denada yang baru saja tersentak dari lamunnya berlari keluar kamar.

"Gak papa Pak, mungkin dia masih syok setelah kecelakaan sama temannya, ini hasil rontgen dan CT scan semuanya baik, nanti saya resepkan obat untuk Nada!" jelas Dokter sambil menunjukkan hasil pemeriksaan Denada ke Ayahnya.

Denada kini berjalan mengelilingi Rumah Sakit itu masih dengan baju pasien yang dikenakannya, Ia terus berjalan ke resepsionis sambil bertanya lokasi kamar Rendra.

"Gak bisa, gue harus liat badan gue dulu!" ujarnya tergesa-gesa setelah itu.

Tak lama,

"Nada?!"

❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀

Lanjut di Next Bab...

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!