Dalam sebuah lorong kelas nampak seorang siswi yang berjalan penuh ragu saat hendak menuju kelasnya. Ia berjalan pelan dengan beberapa buku dipeluknya, sambil terus menoleh kanan kiri memperhatikan sekitar.
Denada Cynthiara nama yang terbaca di atas saku baju Sekolahnya. Lengkap dengan atribut yang biasa Ia kenakan, kawat gigi dan kacamata tebal serta rambut kucir dua yang sudah menjadi identitasnya selama ini.
Pagi ini terasa agak berbeda, biasanya lorong kelas sudah ramai dengan anak-anak yang akan mengejeknya sebelum Ia sampai di kelas IPA satu, tetapi saat kini Ia berjalan lorong itu nampak sepi, namun hal ini malah makin membuatnya khawatir.
"Nada, awas itu kacamatanya jatuh, hahahaha... " ucap beberapa murid pria yang berpapasan jalan dengannya.
Cemoohan dan tertawa anak kelas sebelah seperti itu sudah biasa Ia dengar, rasa malu tak lagi jadi prioritas bagi Denada. Bisa masuk Sekolah unggulan dengan latar belakang keluarga yang sederhana saja Ia sudah bersyukur, Beasiswa yang sudah di dapatnya tentu harus dipertahankan, jadi kenapa harus mendengarkan olokan seperti itu pikirnya.
Tak lama akhirnya Denada sampai di kelas, suasana sepi tak seperti biasanya malah membuat Denada takut, hanya terlihat beberapa teman pria di bangku belakang.
Kemudian Denada meletakkan tasnya di meja dan langsung melanjutkan langkah ke toilet sebelum bel jam pertama berbunyi.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Saat ini di Toilet Sekolah.
Denada masuk ke dalam toilet dengan cepat, biasanya sebelum pelajaran dimulai ia sering ke toilet dari pada mengganggu proses pembelajarannya nanti jadi ia lebih dulu buang air kecil.
Ternyata saat ini dari luar pintu toilet nampak Lisa and the geng mengendap-endap masuk ke kamar mandi hendak mengerjai Denada.
Mereka terlihat sedang menulis beberapa kata dalam kertas karton sambil cekikikan menahan tawanya.
Daaaggg...
"Woy cepetan dong, lama banget sih!"
Ucap Lisa sambil menggedor pintu kamar mandi Denada, tentu saja itu membuatnya kaget. Lantas dengan segera Denada membersihkan dirinya dan bersiap membuka pintu.
"Lama banget sih dari tadi, emang ini toilet Sekolah nenek moyang lo!"
Sentak Lisa setelah Denada keluar dari sana, berniat segera pergi tanpa bergeming namun seketika Lisa and the geng sigap mengepungnya.
"Wwee, ee... Mau kemana lo nyelonong aja, sini bagi duit!"
Lisa yang sengaja mempermainkan Denada dengan cepat mengambil uang Denada dalam sakunya.
"Iss, apaan nih lima ribu, jaman sekarang masih laku bawa duit segini!"
"Lah, maklum aja Lis namanya anak miskin, kotak bekalnya aja cuma tahu tempe, ahahaha... "
Seisi toilet kini penuh dengan gelak tawa anak-anak geng Lisa.
"Jangan Lis, itu uang buat naik Bus nanti," ucap Denada tiba-tiba.
"Oh yaudah, nih ambil aja gue juga gak cukup uang segini!"
Lantas Lisa yang tingginya jauh di atas Denada berusaha menjauhkan uang lima ribu itu darinya, Ia mengangkat tinggi-tinggi uang itu dan saat Denada mendekat anggota geng yang lain menarik rambutnya dengan kencang dari belakang.
"Aaauu... "
"Hahahaha... "
Denada menahan sakit dari rambutnya yang sudah berantakan kini, tentunya hal itu semakin membuat Lisa and the geng kegirangan.
"Yaudah nih gue balikin, mumpung gue lagi baik hati sekarang!"
Ucap Lisa sambil menyodorkan uang itu, lantas saat Denada mengambil uang itu dengan ragu-ragu teman geng yang lain menempelkan kertas karton diam-diam ke punggung Denada.
Akhirnya Denada berhasil mendapatkan kembali uangnya tanpa mengetahui sesuatu yang kini menempel di punggungnya.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Saat ini Denada sedang berjalan dari toilet menuju kelasnya, dari sekeliling nampak anak-anak kelas lain tertawa cekikikan sedang memperhatikan punggung Denada.
...GUE SI MATA EMPAT,...
...TOLONG GODAIN DONG!...
Tulisan jelas terpampang dari sebalik badan Denada tanpa sepengetahuannya, jelas Ia bingung saat semua sedang menatapnya kini, walaupun biasanya juga mereka begitu. Denada hanya berharap bel masuk cepat berbunyi saat ini.
"Nada, cantik deh, eh ada sayur di behelnya nyangkut!" ucap salah seorang pria kelas sebelah lagi sambil mencolek bahu Denada.
"HAHAHAHA... "
Tak tahan lagi dengan jalan yang ia lalui kini Denada dengan cepat berlari ke dalam kelasnya.
Sesampainya di kelas teman-teman yang lain langsung terbahak-bahak melihat punggung Denada, ia segera duduk ke bangkunya tanpa bergeming dan menatap mereka.
Tiba-tiba,
"Nada, sini!" ucap Rendra salah seorang teman sekelas dari depan memanggilnya.
"Kenapa Ndra?!"
"Eh, Sini, ada titipan dari Guru ini buat lo!" lanjut Rendra lagi dengannya.
Kemudian Denada tanpa berfikir ulang langsung bangun dari duduknya namun,
Kreeekkk...
Terdengar jelas bunyi robekan dari rok yang Ia kenakan, sontak Denada kaget dan anak-anak kelas seketika tertawa sekencangnya.
"HAHAHAH... "
Berarti sebelum ini Rendra dan yang lain sudah menempelkan Lem tebal ke bangku Denada.
"HAHAHAHAH... '
"Robek guys, sexy benget, godain dong, hahahah!"
Seisi kelas saat ini sedang terhibur menyaksikan penampilan Denada, air mata yang masih berusaha ditahannya nampak jelas dengan rasa malu dan amarah sambil menatap ke arah Rendra.
"Uupps, lo kenapa Nada?! Matanya kok mau keluar gitu, apa keberatan kacamata udah, mau Rendra bantuin sini?!" ucap Rendra yang seolah tak bersalah di sana.
"Ahahah, nah makin cantik kan kalau dirobek gitu roknya sedikit!" saut Lisa yang baru saja tiba di kelas.
Denada yang kini berdiri menutupi bagian belakangnya yang robek akhirnya jatuh juga air mata di sebelah pipinya, dengan berani Ia mencoba melawan.
"Kenapa sih kalian jahat sama gue?! Kita ini kan teman sekelas!" ucap Denada tiba-tiba.
"Hahahaha... "
Gelak tawa dari yang lain masih juga terdengar jelas setelah perkataannya itu.
"Justru karena teman sekelas itu Nada lo jadi spesial kan!" saut Lisa menjawabnya sambil melipatkan kedua tangan.
Bagai sedang menari dalam kawasan rumput berduri, ingin berlari sekalipun durinya tetap melukai. Lantas Denada masih juga berusaha tegar,
"Kenapa Rendra?! Puas lo sekarang!" tanya Denada meninggikan suaranya.
"What?! Kenapa ya?! Emm, mungkin karena lo jelek, dan lo sendiri yang bilang suruh godain lo!" balas Rendra sambil menunjuk ke tulisan di punggung Denada.
Akhirnya Denada kini mengerti kalau Lisa dari tadi memang sengaja membiarkannya pergi dari toilet. Air mata sudah jatuh tak tertahan lagi sekarang, menunggu kelulusan yang masih sangat lama, sama seperti bunyi bel masuk yang dari tadi ditunggunya.
Tak lama dari arah luar masuk seseorang ke dalam kelas Denada. Nada menatap seorang pria membuka Hoodie dan langsung mengikatkannya ke pinggulnya.
Sontak seisi kelas IPA satu terbelalak menyaksikan hal ini, apalagi Lisa sampai ternganga mulutnya.
"Elo, ngapain lo disini?!"
Ucap Rendra yang melotot sampai hampir keluar bola matanya.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Lanjut di Next Bab...
Kelanjutan cerita kemarin...
"Elo, ngapain lo di sini?!"
"Tyo?!" ucap Lisa ternganga.
Seisi ruangan kelas IPA satu yang tadinya ramai menertawakan Denada seketika jadi hening saat ini karena kedatangan anak kelas IPS. Tyo yang baru saja melintas hendak ke kelasnya tiba-tiba masuk ke kelas IPA satu saat melihat mereka membully Denada habis-habisan.
"Udah gak papa!" ucap Tyo sambil menutupi rok Denada yang robek dengan Hoodie-nya.
"Wey, ngapain lo Tyo!" sambar Rendra seketika.
Di sana nampak Tyo membantu Denada yang sudah menangis menggigil ketakutan karena ulah teman sekelasnya. Tyo membersihkan kursi Denada yang dipenuhi Lem dan melepaskan tulisan dari punggungnya.
"Iih, Tyo biarin aja... " rengek Lisa mendekati Tyo sambil memegangi tangannya.
Lisa yang sudah lama mengejar Tyo tentu tidak tahan melihat situasi saat ini, matanya terus menatap tajam ke arah Denada yang masih menunduk di sana.
Setelah selesai membersihkan keonaran lantas Tyo segera pergi melanjutkan langkah ke luar kelas IPA satu sembari mendekati Rendra seraya berkata,
"Kasian, jangan keterlaluan!" bisiknya di telinga Rendra sambil melanjutkan langkah.
Tak lama setelah Tyo pergi Lisa langsung dengan cepat menggasak Denada.
"Woy, seneng lo ya kali ini ada yang nolong!" ucapnya tajam sambil menepuk lengan Denada.
Tak lama,
Teettt... Teet...
Bel masuk yang sedari tadi ditunggu Denada berbunyi juga, Guru Mapel juga segera melangkah ke dalam kelas saat ini lalu dengan cepat Lisa dan yang lain bergegas kembali ke bangkunya.
"Awas lo ya nanti!" ucap Lisa pelan sambil melotot tajam sebelum meninggalkan Denada di sana.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Saat jam Istirahat.
Saat ini semua siswa sudah keluar dari kelas, begitu juga dengan Denada, Ia masih murung memikirkan kejadian pagi ini yang dialaminya. Denada duduk sendiri di tangga Sekolah yang menghadap ke Lapangan Basket dan melihat ke arah anak-anak pria yang sedang bermain di sana.
Dagg... Dagg... Dagg...
Bunyi pantulan bola Basket yang sedang dimainkan Rendra dan Tyo. Mereka adalah tim Basket yang biasa mewakili Sekolah saat ada perlombaan antar Sekolah.
Saat ini Rendra nampak mulai mendekati Tyo dengan melempar bolanya dari dekat.
"Tyo, lo ngapain sih nolongin si culun tadi, ah ganggu aja!"
Tyo nampak dengan santai memantulkan dan melemparkan bola itu ke ring.
"Lo jangan keterlaluan lah, kasihan dia itu cewek, coba kalau lo jadi dia gimana?!" saut Tyo menanggapi Rendra.
"Halah lembek banget lo, orang cuma buat seru-seruan aja, liatin mukanya yang aneh itu geli gue haha!"
"Rendra, Rendra... "
Tyo hanya menggeleng di sana mendengar ucapan Rendra. Mereka terus melanjutkan permainan Basket dan Denada yang duduk dari kejauhan masih terus menatapi Lapangan itu.
Tak lama dari belakang Denada datang Lisa and the geng menyentaknya. Lisa nampak masih kesal terlebih setelah memperhatikan Denada yang terus melihat ke Lapangan Basket.
"Woy, gila... ngeliatin apa lo siang bolong gini, sini lo ikut gue!"
Dengan cepat Lisa menarik baju Denada dan membawanya menepi ke lorong yang sepi tak jauh dari sana.
"Heh, gak usah ngimpi lo ya mentang-mentang Tyo datang nolongin lo tadi, Tyo itu punya gue, gak usah sampe keluar gitu mata lo liatin dia!" sentak Lisa di sana sambil menyandarkan badan Denada ke tembok.
"Enggak kok Lis, gue gak liat apa-apa tadi!" jawab Denada membela diri.
Suasana mulai tegang lagi kini, Geng Lisa berkumpul mengelilingi Denada yang sudah terpojok, membuat pasokan oksigen semakin berkurang.
"Udah ngerasa cantik kali dia Lis!" sambar geng Lisa.
"Oh gitu, ngerasa cantik lo ya! Sini gue dandanin biar jadi cantik beneran!"
Kemudian dengan sigap Lisa mengeluarkan Lipstik dari dalam sakunya, walaupun Sekolah melarang siswa membawa Make Up tapi ini Lisa, peraturan bukanlah halangan untuknya melihat orang tuanya yang merupakan ketua komite Sekolah.
"Rasain nih!"
Lisa dengan lincah mengoleskan Lipstik merah muda melingkar dibibir Denada, kemudian juga di matanya dan terus ke pipinya. Dengan tawa bahagia teman geng Lisa menyaksikan Denada saat ini.
"Jangan Lis... "
Denada yang hanya seorang diri dikepung 5 orang tentunya sulit untuk melawan, terlebih melawan anak-anak orang kaya di Sekolah itu. Walaupun hati menjerit ingin memberontak namun cengkraman tangan Lisa yang lebih kuat darinya membuat Denada tak sanggup mengelak.
"HAHAHAHA... "
Gelak takwa mereka beramai-ramai menyaksikan penampilan wajah Denada saat ini yang penuh coretan Lipstik, Denada lagi-lagi tertunduk diam di sana menahan air matanya. Tak lama bel masuk menyelamatkan Denada.
"Udah cabut!"
Lisa memerintahkan teman-temannya untuk pergi setelah mendengar bunyi bel itu. Kini tinggal Denada sendiri, bergegas Ia pergi ke kamar mandi yang tak jauh dari sana dan mengunci pintunya.
"Hhh, hhhuu, hhhhuu... "
Isak tangis Denada pecah dalam kamar mandi itu, dengan cepat Ia menyiram wajahnya dengan air dan membasuh muka. Air mata yang sudah bercampur dengan air keran, membersihkan noda di wajah Denada sekarang.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Sepulang Sekolah.
Saat ini Denada sudah sampai di rumahnya, Ia berjalan lesu memasuki bilik lalu mengunci pintunya. Denada melemparkan tas ke ranjang dan berdiri di depan cermin dalam kamarnya, sesaat Ia mematung di sana.
Denada terus menatap cermin itu menyaksikan pantulan dirinya sendiri, air mata menetes tanpa izin membasahi kedua pipi Denada.
[Dasar lo jelek... Hahaha Mata Empat, orang Miskin... ]
Terngiang-ngiang oleh Denada di kepalanya ucapan yang terus menggema mengolok-olok dirinya, seketika Denada menutup mata dan kupingnya di depan cermin itu dan berteriak sekencang-kencangnya.
"Aaaaa..."
Habis sudah sesak di dada yang sedari tadi Ia simpan dan tumpah dalam pantulan dirinya di sana, apa yang Ia lakukan sampai semua orang membencinya pikir Denada. Lebih setahun Ia mendapatkan Bullying di Sekolah sampai sudah kelas XI saat ini pun masih ditahannya.
Seketika Denada melihat roknya yang sobek dan masih tertutupi oleh sebuah Hoodie, amarahnya memuncak, tak sepantasnya mempermalukan wanita sampai seperti ini pikirnya.
Lantas Denada melepaskan Hoodie itu dan terus memperhatikan roknya yang sobek, jika tidak ada Tyo tadi entah bagaimana bisa Ia menutupi bagian robek ini.
Rasa malu tentu sudah pasti, namun yang paling sulit adalah melupakan kejadian hari ini dikemudian hari. Kejahilan teman-temannya sudah sangat kelewatan kali ini di rasa Denada, Ia sangat membenci mereka, terlebih Rendra yang seolah tak merasa bersalah setelah melakukan hal ini padanya tadi.
"Rendraaaaa... Gue sumpahin lo ngerasain apa yang gue rasain suatu saat nanti!" pekik Denada mengeluarkan kekesalannya di sana.
Tiba-tiba,
Tok... Tokk...
"Nada...?!"
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Nantikan di Next Bab...
Kelanjutan cerita kemarin...
Tokk... Tokkk...
"Nada?!"
Terdengar suara ketukan pintu kamar Denada saat Ia berteriak mencecar Rendra dari dalam biliknya. Lantas seketika Denada kaget dan langsung membukakan pintunya.
"Ayah?!"
Ya, tentu saja Ayahnya kaget mendengar teriakan Denada dan langsung mencarinya ke kamar.
"Kenapa Nada kok teriak-teriak dari tadi Ayah dengar, loh ini kenapa roknya sobek?!"
Fokus Ayah setelah memasuki kamar Denada di sana, beliau langsung melihat rok putrinya yang robek dan penampilannya yang amburadul.
"Enggak Yah, tadi nyangkut di paku jadi robek," jawab Denada menyembunyikan.
"Aduh Nada kamu ini ada-ada saja, yasudah ganti celana dulu, biar Ayah jahitkan!"
Beruntungnya Denada memiliki Ayah yang sangat menyayanginya. Walaupun rumah mereka nampak kecil dan lusuh karena pekerjaan Ayahnya hanya pedagang bakso keliling, tapi Denada tak kurang kasih sayang dari Ayahnya.
Denada segera membenahi dirinya sembari Ayahnya menjahit rok itu di sana, selang beberapa waktu rok Denada sudah kembali seperti semula.
"Nah ini udah siap, pakai ini dulu ya, nanti kalau Ayah punya uang Ayah belikan yang baru!"
"Gak usah Yah, ini aja udah rapi kok,"
Berusaha tidak terlalu membebani Ayahnya dengan apa yang Ia alami hari ini, Denada tersenyum lebar di depan Ayahnya sambil memegangi rok itu. Walaupun sang Ayah tak juga bertanya tapi mungkin belaian Ayah di rambut Denada mengisyaratkan firasat Ayah padanya.
"Oiya Nada ada yang mau Ayah berikan sama kamu!"
Tak lama Ayah Denada mengeluarkan sebuah kotak perhiasan dari dalam sakunya, lantas Denada segera mengambil dan membuka kotak itu.
"Wah liontin, Ayah beli ini? Apa gak mahal Ayah?!" ucap Denada seketika tercengang.
"Bukan Nada, itu liontin punya Ibu, tadinya mau Ayah berikan saat Ulang Tahun kamu, tapi sekarang aja gak papa!" jelas Ayah.
Setelah itu Denada langsung memakai Liontin peninggalan dari Ibunya. Denada sudah ditinggal Ibunya sejak masih kecil, beliau meninggal karena sakit, sejak itu kehidupan Denada dan Ayahnya menjadi berubah seperti sekarang ini, padahal dulunya mereka masih berkecukupan.
Selang beberapa menit Ayahnya juga memberikan surat peninggalan dari Ibunya.
"Ini ditulis Ibu untuk Nada, maaf baru Ayah sampaikan sekarang, Ayah sengaja tunggu Nada dewasa biar gak nangis bacanya, yasudah Ayah kerja lagi ya Nak!"
Denada terdiam melihat sepucuk surat yang diberikan Ayahnya, tak lama setelah Ayah keluar kamarnya Denada dengan cepat membuka dan membaca surat itu.
[Konon semua bintang,
Memiliki orbit yang unik,
Bintang itu terus mengitari orbitnya di alam semesta yang luas,
Terus mengitari...
Lalu suatu hari ia bertemu bintang lain, dan takdir mereka saling terkait.
Nada sayang jangan pernah merasa sendirian, walaupun tanpa Ibu kamu pasti akan menemukan bintangmu]
Sudah berusaha tak menangis tapi air mata tetap terjatuh setelah membaca surat itu, seketika Denada memegangi bandul liontin dari Ibunya yang berbentuk bola kristal, tak lama Ia melihat cahaya terang keluar dari bandul liontinnya.
Mata Denada terbelalak melihat seisi kamarnya yang tadinya gelap kini dihiasi pantulan cahaya dari liontin pemberian Ibunya, lantas senyumnya pun mulai merekah, seperti magic seketika Ia melupakan penat sesaat yang dialaminya tadi.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Keesokan harinya.
Pagi ini Denada terlepas dari jangkauan Lisa karena ulangan Fisika dadakan membuat kelas IPA satu panik seketika. Denada yang telah selesai lebih dulu dengan lembar ulangannya segera mengumpulkan dan bergegas keluar dari kelas.
Ia pergi membawa Hoodie Tyo sambil terus melanjutkan langkah menuju Lapangan Basket.
Denada terus berdiri di pinggir Lapangan Basket menunggu kedatangan Tyo. Kemarin sepulang Sekolah Hoodie itu sudah dicuci dan di setrikanya dengan rapi.
Denada terus mencium bau wangi dari Hoodie Tyo, sesaat lamunnya muncul sambil mesam-mesem tak jelas, entah apa yang dibayangkan Denada saat itu, sontak bunyi bel istirahat membangunkan Ia dari lamunnya.
Melihat Tyo yang masuk ke Lapangan Basket dengan bolanya, seketika Denada berlari mendekati Tyo.
"Hai?"
Denada menyapa Tyo sambil memberikan Hoodie-nya, Ia menundukkan kepala sambil sesekali membenarkan kacamatanya yang turun.
"Oh, Hai... Oh ini jaket gue kemarin ya, lo anak yang kemarin kan?!" saut Tyo menanggapinya.
Denada mengangguk malu di sana, sesekali Ia menatap Tyo sambil terus membenarkan kacamatanya, maklumlah ini kali pertama Denada berbicara dengan lawan jenisnya.
"Denada... "
Lanjutnya sambil memberikan tangan kanan, Tyo dengan kebingungan juga nampak menyambut salam Denada.
"Ini udah Nada cuci jaketnya kemarin, makasih ya!"
"Ah gak usah repot-repot, oya panggil aja gue Tyo, Mmm gimana cara gue balesnya nih?! Mm lo mau apa?!" tanya Tyo yang merasa sungkan.
Lantas Denada langsung menaikkan pandangannya menatap wajah Tyo, kacamata tebal dan kawat gigi yang sudah di bersihkannya tadi pagi sedikit membuatnya berani. Namun lagi-lagi Nada mulai gugup dan kebingungan menanggapi Tyo.
"Mau gak nikah sama gue?!"
Ucap Denada seketika yang panik keceplosan dengan isi kepalanya. Tentu saja Tyo kaget dan tercengang, seraya berfikir dengan kerutan dahi yang terlihat.
"Mm, yaudah gini aja kapan-kapan gue terakhir makan ya di kantin, kalo gitu gue lanjut lagi ya, thanks jaketnya, bye!"
Ucap Tyo melambaikan tangan setelahnya sambil berjalan kembali ke Lapangan Basket, Denada terus menatapnya dari belakang kemudian Ia melangkah kembali ke dalam gedung Sekolah.
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Saat ini di Gedung Sekolah.
Denada kini duduk di tangga yang tepat menghadap ke arah Lapangan Basket, Ia nampak memeluk bukunya dengan sebuah pensil di tangan. Denada terus tersenyum di sana sambil menggambar yang Ia lihat di Lapangan Basket itu. Tyo masih nampak melemparkan bola ke ring, sesekali Denada terlamun.
[Mau gak nikah sama gue]
Nada mengingat dan membayangkan perkataannya tadi kepada Tyo, tentu saja Ia malu.
"Hiisss, Nada, bego baget sih!" ucapnya sambil memukul kepalanya sendiri.
Setelahnya Nada melanjutkan lukisannya tadi, Ia tetap fokus menggambar Tyo dan Lapangan Basketnya. Tiba-tiba dari arah belakang Rendra yang kebetulan lewat sana melihat Denada, seketika niat jahilnya muncul.
"Woy, apaan nih?!"
Rendra segera mengambil buku Denada yang jelas ada gambar Tyo di sana, tentu saja Ia panik dan berusaha mengambil kembali buku itu dari Rendra.
"Rendraa, jangan... balikin buku aku!" teriak Denada sambil melompat mengambil bukunya yang terus dijauhkan Rendra.
"Weeh, Mata Empat lagi gambar apa nih!"
Rendra terus mempermainkan Denada sambil melompat-lompat di sekitar tangga, begitu juga Denada yang masih berusaha merebut bukunya.
Mereka saling tarik dan dorong tepat di pinggir tangga, namun naas kaki Rendra terpeleset tepat di pangkal anak tangga, Denada seketika berusaha menariknya namun tak sempat. Akhirnya mereka berdua jatuh terguling dari tangga Sekolah yang lumayan tinggi itu.
Bruuuuk..
Bunyi hempasan badan mereka sampai di lantai bawah, seketika mereka tak sadarkan diri dengan posisi kepala yang tepat berhadapan.
Koridor sekitar tangga nampak sepi, mereka mengalami kecelakaan dan belum ada orang yang tau. Disaat yang bersamaan seketika liontin yang Denada kenakan mengeluarkan cahaya terang mengelilingi tubuh mereka berdua yang masih tak bergerak di sana.
Tiba-tiba,
"TOLONG...!!"
❀༺🪷༻※※※༺🪷༻❀
Lanjut di Next Bab...
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!