NovelToon NovelToon

Serda Lilis

Berita duka dimasa lalu

Letusan senjata laras panjang terdengar. Pemakaman Lettu Samudra berjalan lancar. Seorang sniper yang gugur setelah beradu dengan sniper pemberontak sisi timur negeri ini. Kematiannya merupakan kehilangan besar untuk negeri ini. Almarhum adalah sniper handal andalan. Juga….. duka yang teramat menyiksa untuk Cania. Sang istri yang mengantarnya tugas masih bugar. Dan kini tinggal nama…. Memang sudah resiko. Yaaa, resiko untuk para istri yang menerima cinta dari abdi negara, namun resiko yang tidak pernah diinginkan. Tidak ada satupun…. Tidak ada….

Cania dengan gontai meninggalkan gundukan makam itu. Ayah dan ibunya memapah tubuhnya. Lututnya lemas luar biasa. Tidak menyangka bayinya tak akan pernah melihat ayahnya. Cania mengelus perutnya dengan sayang. Ah, kenapa tidak mati saja sekalian? Bukankah dengan begitu mereka bisa berkumpul? Daripada harus melahirkan dan langsung menjadikan anaknya yatim? Tiba tiba pikiran gila menguasainya. Cania berteriak lagi. Menangis lagi. 

Satu bulan berlalu…..

Keadaan calon ibu muda itu tak kunjung membaik. Hanya air mata yang membuat dia terlihat masih hidup. Atas saran psikiater yang dikunjungi keluarganya, Cania dibawa menepi. Pindah dari hiruk pikuk kota metropolitan ini. Ucapan duka cita, omongan teman, dan kenangan almarhum memperburuk keadaannya.

"Sampai," kata ayahnya ceria. Beliau sendiri yang mengantar putri tersayangnya untuk menepi sejenak. Menghuni salah satu villa miliknya.

"Ayah, Teh Cania," sapa seorang pemuda dengan ceria. Dia lah anak angkat Imam, ayah Cania. Yang mengurus bisnis perkebunan dan villa milik Imam di desa ini. Imam tersenyum. Mengelus kepala Rahmad yang sedang mencium tangannya. 

"Apa kabar kamu?" tanya Imam pada anak angkatnya.

"Aku baik Ayah, sehat," jawab Rahmad sambil tersenyum.

"Kamarnya sudah Rahmad siapkan. Mari masuk," kata Rahmad ramah. Cania pun dengan tatapan yang masih kosong menuju kamar.

Empat bulan berlalu…... 

Pengobatan untuk Cania masih berlangsung. Walaupun tidak meminum obat anti depresi, tapi terapi di pedesaan ini sepertinya berhasil untuk Cania. Perut Cania juga semakin membesar. Kehamilannya sudah memasuki trimester ketiga. Hobi baru Cania adalah merangkai bunga. Bunga bunga segar yang dengan mudah ditemukan di tempat itu. Benar saja saran dari psikiater yang menanganinya. Suasana baru, hobi baru, membuat baru juga semangat Cania. Calon ibu itu merasa damai di tempat ini. Cania kembali ke villa dengan sedikit senyuman. Ditangannya ada segerombolan mawar aneka warna dari kebun belakang villa. 

"Mau aku bawakan Teh?" tawar Rahmad yang berpapasan dengannya. Cania menggeleng. 

"Biar aku bawa sendiri," jawab wanita itu. Dia sekarang hanya berdua dengan Rahmad. Itu pun beda rumah. Orang tuanya datang berkunjung seminggu sekali saja karena kesibukan mereka di kota. Ayahnya adalah seorang pengusaha sukses. Sedang ibunya pimpinan brand air minum kemasan lokal. Cania mengerti kesibukan mereka sejak kecil. Bagi Cania itu tidak masalah sekarang. Dia suka kesendirian untuk menenangkan jiwa dan janin imut dalam rahimnya. Yang sekarang sangat aktif dalam perutnya.

Sebenarnya Cania tidak terlalu menyukai Rahmad. Beberapa kali ia tahu Rahmad ini ternyata tukang mabuk. Kemungkinan menyelewengkan hasil kebun juga ada. Mengingat gaya hidup Rahmad bak tuan besar di desa ini. Akan tetapi Cania abai saja. Dia tidak akan mengusik, kalau tidak diusik. Entah mengapa, selama hamil ini dirinya merasa memiliki sifat mirip Samudera. Diam, anteng, tidak suka mengurusi hidup orang lain. Ah, apa mungkin bawaan bayi? Apa mungkin bayinya akan memiliki watak yang sama dengan Samudera ayahnya??? Ah, Samudera…..

"Aku berjanji akan menjadi ibu sekaligus ayah untuk bayi kita Mas," gumam Cania seorang diri. Wanita berparas cantik dan berkulit putih itu perlahan bangkit dari dukanya. Semangat untuk mengurus peninggalan Samudera yang berharga. Bayi mereka.

***

Perut Cania sudah mulas dari tadi. Bidan desa memang bilang hari perkiraan lahirnya dalam minggu ini. Akan tetapi tidak ada yang menemani Cania. Dia juga belum mengabari orang tuanya. Ketiadaan sinyal di desa ini membuat Cania benar benar terisolasi dari dunia luar. Jadilah dia menahan mulas sendiri. Dan sayangnya semakin sering terjadi. Rahmad melintas di halaman. Pemuda itu nampak tidak sehat. Dirinya memang baru saja berobat di puskesmas desa yang jaraknya lumayan jauh.

" Mad, antar Teteh ke bidan ya… perut Teteh mules," kata Cania tertatih menghampiri Rahmad. Pria itu hanya menatap dingin.

"Teteh baring aja, nanti biar bidannya kesini," kata Rahmad santai. Ini saat yang dirinya tunggu.

Cania pun nurut berbalik kekamarnya dengan tertatih. Meskipun agak aneh dengan sikap Rahmad, tapi mules di perutnya lebih terasa. Akan tetapi justru bunyi 'klik' pintu yang Cania dengar. Yang artinya kamarnya terkunci dari luar.

"Mad, Rahmad!!!" teriak Cania. Tidak ada balasan meski Rahmad berdiri dibalik pintu itu. Kesakitan di perutnya kian menjadi. Tidak sanggup lagi berdiri. Teriakannya pun tak mungkin terdengar warga desa ini. Jarak per rumahnya cukup jauh. Akhirnya Cania melahirkan seorang diri…. Melahirkan tanpa bantuan medis. Cania melihat Samudra menjemputnya. Meninggalkan tangis bayi perempuan itu seorang diri di dunia…..

***

Hai….. saya Utiyem. Apa kabar kalian para pembaca? Selamat menikmati kisah. Semoga anda suka. Jangan lupa vote, kembang, kopi, komen, dan like. Agar penulis recehan ini semangat nulis. Salam sayang😘😘😘

Lilis Jubaedah

Rahmad membuka kamar itu setelah tak ada lagi suara Cania. Sesuai dugaannya. Cania sudah tidak bernyawa. Sekarang tinggal melenyapkan bayi kecil yang belum lelah menangis ini. Rahmad mengambil bantal bersiap membekap bayi merah yang mulai lelah menangis dan menggigil. Akan tetapi….. dia tidak tega. Rasanya pengecut sekali membunuh bayi. Biar bagaimanapun ternyata Rahmad tidak bisa. Akhirnya pria itu buru buru membungkus bayi itu dengan selimut dan membawanya ke dalam mobil.

***

Nur menyelinap perlahan masuk panti asuhan. Melalui celah pagar yang cukup untuk tubuh mungilnya. Bocah tujuh tahun itu sudah separuh badan masuk halaman panti yang gelap. Tertutup oleh bayangan pohon akasia dari luar gerbang panti. Ini sudah dini hari. Nur keasyikan nongkrong dengan anak jalanan. Jika sampai ketahuan ibu panti, dia bisa habis di hukum. Entah hukuman apa lagi. Mungkin ibu panti juga sudah bingung hukuman apa lagi yang harus diberikan. Nur terkenal anak yang nakal.

Tiba tiba sebuah mobil berhenti di gerbang panti. Membawa buntalan dan meletakkan buntalan itu di depan gerbang panti. Orang itu kemudian berbalik mau kabur. Nur tahu buntalan itu adalah bayi. Nur bergegas mengejar. Berhasil memegangi kantong celana jeans orang itu.

"Hei apa yang mau kau lakukan!!" teriak Nur kecil. Orang itu terkaget dan menangkis cengkeraman tangan Nur di saku celana jeansnya dan kabur memasuki mobil. Nur melihat logo perkebunan tercetak pada body mobil bak terbuka itu.

"Hei…. Jangan pergi!!! Jangan pergi!!!" teriak Nur yang tentu saja diabaikan mobil bak itu. Yang pergi dengan kecepatan penuh. 

Teriakan Nur membangunkan bayi kedinginan itu. Bayi itu pun menangis. Teriakan Nur dan tangisan bayi… berhasil membangunkan dua orang ibu panti.

"Nur!!! Apa yang kau lakukan!!" teriak Ibu Sarah, kepala panti itu. Sedang ibu Medy langsung mengambil bayi yang tergeletak. Nur menggenggam erat tangannya. Ada robekan kartu berobat dengan nama Rahmad sebagai nama pasien. Akan tetapi Nur menyembunyikan itu. Bahkan dari polisi yang di telepon pihak panti untuk datang. Haaaa polisi. Nur yang dari kecil tinggal di panti sudah puluhan kali melihat polisi datang saat ada bayi ditemukan. Akan tetapi tidak satupun kasus berhasil mereka pecahkan. Tidak ada anak anak yang dibuang di panti itu berhasil kembali pada keluarganya. Nur hanya tersenyum mengejek. Saat polisi polisi itu pergi melewati pintu gerbang panti yang sedang dirinya cuci. Yaa, hukumannya kali ini adalah mencuci gerbang dan pagar panti asuhan, karena ketahuan menyelinap malam lagi.

Bu Sarah mendekati Bu Medy yang menggendong bayi itu.

"Apa dia tidur?" tanya Bu Sarah. 

"Iya, setelah menghabiskan ini," jawab Bu Medy sambil memperlihatkan botol susu bayi kecil yang kumal. Kumal karena sudah puluhan kali digunakan bayi di panti ini. Susu yang baru saja diberikan juga susu encer murah. Panti ini sebenarnya sudah overload. Tapi perbuatan tidak bertanggung jawab meninggalkan bayi seperti tadi masih ada. Bu Sarah menghela nafasnya.

"Apa kita beri dia nama Bu?" tanya Bu Medy, yang sudah pesimis orang tua bayi ini ditemukan. Bu sarah membelai pipi mungil bayi itu. Pipi kemerahan yang lembut. Bayi ini cantik.

"Cantik, namanya Lilis, Lilis Jubaedah," kata Bu Sarah. Sekali lagi wanita tua itu memberi nama pada bayi terlantar. Lilis dalam bahasa daerah setempat berarti cantik. Sedang Jubaedah artinya wanita.

***

Sementara itu Rahmad tersenyum senang dalam mobil. Sekarang dia lah pewaris satu satunya harta Imam dan istrinya. Anak kandung mereka sudah mati. Pula dengan cucu mereka. Rahmad berencana memalsukan kematian bayi Cania. Pria itu tersenyum sekilas sebelum menelepon Imam diatas bukit. Satu satunya tempat dimana ada sinyal di wilayah itu.

"Halo…… Ayah….. ayah…. Teh Cania Yah……. Teh Cania sudah pergi…. Juga bayinya…" kata Rahmad sambil terisak. Aktingnya sungguh luar biasa. Rahmad mengatakan bayinya sangat cacat dan mengenaskan. Jadi sudah dirinya kuburkan lebih dulu. Sedang Cania dia ceritakan berubah sedikit gila dan terus mengurung diri dalam kamar.

"Aku menemukan Jenazah Teh Cania dikamarnya Yah," ucap dusta Rahmad.

Hari sudah pagi. Jenazah Cania di urus penduduk dan pekerja perkebunan sembari menunggu orang tuanya datang. Imam ingin Cania dimakamkan di desa itu saja. Agar dekat dengan bayinya. Rahmad turut mengantar Cania sampai liang lahat. Menemani kedua orang tua Cania yang sangat terpuruk. 'Sekarang tinggal jadi anak baik, maka harta mereka pasti milikku sepenuhnya!' batin Rahmad bangga. Rencananya sungguh sempurna.

"Sekarang tak ada lagi anak kita Yah," kata ibunya Cania sedih.

"Ada Rahmad Bu, ada Rahmad. Saya berjanji untuk menjadi anak kalian," kata Rahmad sambil mengelus pundak ibu angkatnya. Mereka berpelukan bertiga di dekat makam Cania.

Patah hati pertama

Enam tahun berlalu…..

Bocah kecil perempuan itu berjongkok di pojokan. Sedang dicari oleh tiga orang bocah perempuan lain. Perundungan terhadap Lilis memang sering terjadi. Selain tiga bocah perempuan itu lebih besar usianya, juga karena Lilis terlalu pendiam. Bahkan saat disakiti oleh mereka.

"Ketemu!!" teriak Janitra sambil mencengkeram kerah baju yang Lilis pakai. Bocah itu langsung memucat ketakutan. Tiga orang bocah yang membullynya sudah menyeringai sadis memojokkannya. Janitra sudah menjambak rambut Lilis yang lurus hitam. Lilis meringis menahan sakit. Tiba tiba dua buah sandal melayang mengenai kepala Janitra dan Heppy. Mereka kompak mengaduh.

"Sini kalau berani lawan aku!!" kata Nur geram. Menantang tiga anak perempuan yang sedang membully Lilis. Tiga bocah wanita itu ciut. Berlalu pergi dari gudang panti. Kak Nur adalah pimpinan 'preman' di panti ini. Tidak ada yang berani melawannya. Entah mengapa Lilis selalu berada dalam perlindungannya. Itu yang membuat anak anak panti lain iri dengan Lilis. Terutama Janitra, Heppy, dan Lia.

Nur mendekati Lilis. Memegang kedua bahunya dengan sayang.

"Ada yang sakit?" tanyanya lembut. Lilis menggeleng. Nur tersenyum kecil dan menepuk nepuk kepala Lilis dengan sayang. Merogoh celananya dan memberikan lolipop merah berbentuk kaki. Lilis menerimanya dengan senang. Itu lolipop murah, namun begitu mewah untuk anak panti seperti mereka. 

Nur mengajak Lilis menuju loteng belakang panti. Nur mendudukan Lilis di pagar pembatas. Melingkarkan tangannya di sekitar tubuh kecil Lilis. Bocah itu santai saja di atas ketinggian yang berbahaya. Sambil menikmati lolipopnya. Dia percaya pada penjagaan Kak Nur nya. 

"Aku mau kabur dari panti. Ngikutin anak punk itu," kata Nur. Sambil menunjuk gerombolan anak punk yang lagi ngamen di jalan belakang panti. Lilis langsung menatap horor pada kakaknya itu. Matanya kelihatan takut. 

"Kalau Kakak pergi, siapa yang belain aku?" tanya Lilis kecil khawatir. Nur tersenyum.

"Kau harus bisa melindungi dirimu sendiri. Aku sudah bosan dikekang aturan panti," kata Nur. Lilis menggeleng. Memeluk leher Nur sangat erat.

"Aku mau Kakak disini. Aku takut sama Janitra," kata Lilis sambil menangis pilu. Nur mengeratkan pelukan mereka. Mengelus sayang rambut Lilis.

"Kamu harus bisa ngelindungin diri sendiri. Balas mereka Is," bisik Nur. Lilis menggeleng dalam pelukannya. Bagi Lilis, Nur adalah keluarganya. Pelindungnya dalam panti yang kejam ini. Tentu saja perundungan akan dapat hukuman jika ketahuan ibu panti, jika ketahuan. Akan tetapi Lilis kecil tidak akan berani mengadu. Ya kalau mengadu mereka tidak mengulang. Kalau mengulang lebih sadis, maka Lilis lah yang rugi. Itu sering terjadi pada anak panti yang berurusan dengan Janitra the gank.

"Kamu harus berani melawan Is. Tidak sulit memukul orang. Apa lagi dia menyebalkan untuk kamu," kata Nur sambil melepas pelukan Lilis. Mereka saling pandang. Lagi lagi Nur mengelus kepala Lilis dengan sayang. Sore itu Nur memberi keyakinan Lilis untuk melawan.

***

Rembulan bersinar dengan cantik di atas sana. Nur menyelinap kamar perempuan dan mengelus kepala Is nya.

"Kak Nur harus pergi sekarang," bisik Nur lembut di telinga Is. Entah kenapa juga Nur menyayangi adik pantinya ini. Ikatan mereka terjalin begitu saja. Bahkan Nur rela menjaga Is saat bocah itu demam. Dan menjadi pelindungnya tanpa diminta. Di panti ini hanya Lilis yang tidak pernah diganggu Nur. Entah mengapa Nur sesayang itu...... Mungkin karena Nur yang menemukan Lilis pertama kali. Juga…. Sedikit mengetahui asal usul Is lebih dari bocah itu sendiri.

Nur kembali menaiki loteng belakang panti. Menyandang tas sekolahnya yang kali ini berisi pakaian dan sedikit uang. Nur mau hidup bebas. Sudah di cap sebagai anak nakalnya panti. Salah tidak salah selalu kena marah. Nur bosan dikekang aturan panti. Nur mau bebas seperti para teman teman jalanannya. 

Hup…..

Sekali lompat Nur sudah sampai pagar panti. Tinggal melompat turun sedikit lagi. Nur pun kembali melompat sampai jalan belakang panti. Sudah di tunggu teman teman punknya.

"Kakak!!!" teriak suara yang sangat dikenal Nur. Bocah 13 tahun itu menoleh.

"Kak Nur gak boleh pergi!!!" teriak Lilis lagi kali ini dengan air mata.

"Kak Nur harus disini. Lilis gak mau ditinggal. Lilis mau dijaga," kata Lilis lagi mengiba. Nur berbalik. Melambaikan tangannya.

"Jaga dirimu Is, kau harus kuat untuk melindungi dirimu sendiri!!" seru Nur sebelum berbalik lari. Menaiki truk bersama teman teman punk lainnya. 

Is melorot di lantai loteng. Sendirian menangis memeluk lutut. Itu adalah…. Patah hati pertamanya. Bagi Is yang tidak mengenal sosok ayah, Nur adalah ayah, kakak dan pelindung untuknya. Sekarang tak ada lagi sosok itu. Nur pergi meninggalkannya seorang diri.

Ibu panti mendengar teriakan Lilis. Dirinya berlari keatas. Menemukan Lilis meringkuk sambil menangis.

"Lilis!!! Astaga ada apa?" tanya ibu panti sambil mendekat.

"Kak…. Nur Bu,..... Kak Nur pergi sama teman temannya. Gelantungan di belakang truk," kata Lilis sambil terus menangis. Gemparlah panti malam itu. Beberapa pengurus panti berusaha mencari Nur malam itu. Akan tetapi Nur lenyap seperti asap. Yang tersisa adalah tangis kehilangan Lilis.

***

Lilis sempat demam beberapa hari. Tidak nafsu makan dan lemah. Ibu panti merawatnya dengan ala kadarnya. Bagi panti kecil ini parasetamol saja berharga. Lilis usai mengelap dirinya sendiri dengan air kamar mandi. Hawa dingin menusuk raga kecilnya. Selain tempat dingin, juga karena badannya yang belum sehat benar. 

Lilis membuka lemari bagiannya di panti. Setiap anak panti ini mendapat satu kotak lemari bagian. Berbagi dengan yang lain dalam satu lemari. Lilis menemukan jaket Nur dalam kotak bagiannya. Tanpa pikir panjang Lilis memakainya. Kak Nur pasti sengaja meninggalkan jaket ini untuknya. Kedodoran…. Tentu saja, tapi ini sangat melindunginya dari tempat dingin ini. Kak Nur tahu Lilis cuma punya satu jaket.

"Sudah sembuh kamu?" tanya Janitra yang tiba tiba sudah ada di belakang Lilis. Berdiri lengkap dengan dua teman setianya Happy dan Lia. Lilis menggigil ketakutan. Janitra selalu saja menjadi biang kerok yang akan membuat Lilis tersiksa.

Mereka membawa Lilis ke gudang panti lagi. happy sudah membawa air sisa cuci piring.

“Sekarang menangislah Lis, tidak ada yang akan membelamu. Hahahahaha,” kata Janitra senang. Saat air itu akan menumpah di kepala Lilis, gadis kecil itu teringat perkataan Nur. Dengan gemetar LIlis memegang ember berisi air keruh itu. Mencengkeram erat dengan kedua tangannya. Balik menumpahkannya ke arah Janitra. Gadis kecil itu basah kuyup. Shok juga Lilis berani melawan balik. LIlis dengan cepat mengayunkan pukulannya pada wajah Lia, anggota geng paling kecil badannya. Lia langsung terpelanting ke lantai.

“Itu pukulan pertama,” kata Lilis bangga sambil terengah engah. Tidak semua orang berani memukul dan menyerang orang lain. Apalagi untuk Lilis si bocah pendiam. Lilis meninggalkan tiga anggota geng usil itu kembali ke kamar.

“Rasanya menyenangkan,” gumam Lilis seorang diri sambil tersenyum. Ternyata benar kata Kak Nur. Rasanya menyenangkan memukul orang yang menyebalkan untuk kita. Mulai saat itu Lilis bukan lagi gadis cilik penakut. Akan tetapi gadis yang menakutkan untuk mereka yang berani berurusan dengannya. Walaupun saat tidak di ganggu Lilis tetap gadis pendiam yang cuek.

Apalagi tak lama setelah itu Janitra di adopsi oleh seorang dermawan. Jadilah Lilis dan beberapa anak lainnya damai. Heppy dan Lia tidak segarang dulu saat pimpinan gengnya ada.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!