NovelToon NovelToon

Mengubah Pulau Menjadi Kerajaan Bisnisku

Pulau Terpencil

*

*

"Liam bajingan! Pergi dari rumahku! Tidak Sudi aku menerima orang miskin macam kau!"

"Ya, pergilah! Jangan menambah beban keluarga kami!"

"Miskin ya miskin saja! Mau pinjam uang pada kami, jangan coba-coba! Kau tidak akan mampu membayarnya kembali!"

"Bukankah kita saudara?! Tidakkah aku mengabaikan kalian ketika kalian butuh bantuan dulu?!" Teriak Liam marah.

"Jangan mengarang cerita! Kapan aku meminta bantuan dan dibantu olehmu?!"

"Cih! Pergi sana, tidak usah membuat drama di rumah kita!"

"Benar, pergi, pergi, kami tidak mau terkena imbas dari hutangmu!"

"Bangkrut ya bangkrut saja, jangan so'!"

Teriakan-teriakan penghinaan dan penolakan terus terngiang di kepala Liam. Sudah satu bulan, ia mengalami kegagalan proyek dalam pembangunan tempat hiburan bermain.

Hanya satu bulan, tetapi orang-orang yang dulu sering dibantu olehnya seketika berbalik dan meludahinya. Liam tertawa miris untuk dirinya sendiri, karena percaya pada mereka bahkan setelah mereka berpura-pura tidak kenal padanya di tempat umum. Padahal dulu saudara, tapi sekarang paling cepat berbalik seperti orang asing.

Liam mengangkat koper dan tas yang berisi barang-barang yang sekiranya diperlukan yang telah disiapkan olehnya, lalu menuruni perahu besar dan pindah ke sekoci. Ia hendak pergi ke pulau tanpa penghuni miliknya, yang merupakan satu-satunya aset yang tersisa. Meninggalkan kota yang sudah membuat hatinya dingin.

Setelah perjalanan selama seminggu dan terombang-ambing tanpa makanan yang layak karena uang sisa yang ia punya, hanya cukup untuk ongkos dan sekoci yang bisa membawanya ke pulau miliknya.

Setelah mendayung dengan susah payah, akhirnya Liam sampai. "Brengsek! Kenapa pulaunya berantakan begini?!" Teriak Liam frustasi.

Ia tahu pulaunya tidak bagus, tapi ia tidak menyangka pulaunya akan menjadi seburuk ini. Banyak pohon yang tumbang, rumah sederhana yang sebelumnya ada juga sudah hancur ditimpa banyak pohon. Selain itu, banyak pohon yang mengering di sisi masuk hutannya. Meski hanya sebagian, tetapi buah-buahan yang telah ditanamnya juga ikut hilang.

Liam yang berharap akan adanya makanan yang bisa ia santap begitu memasuki pulau, sirna sudah. Tetapi ia tetap berjalan dan mengambil beberapa daun untuk alas tidur.

Liam ingin memejamkan mata sebentar. Ia terlalu lelah, dan tidak ada tenaga untuk mencari makanan di sekitar pulau untuk saat ini. Terlelap dalam hitungan detik.

BANG! BANG! BANG!

"AH!" Teriak Liam, yang baru saja terlelap, kembali terbangun ketika mendengar suara ledakan yang sangat besar. Tanah yang ditidurinya bahkan bergetar hebat. "Bukan letusan gunung, kan?! T-tapi tidak ada gunung di pulauku!" Teriak Liam dengan tubuh yang sudah tertelungkup, tiarap dengan tangan di atas kepala, melindunginya.

Sampai beberapa saat, ledakan hilang dan getaran berangsur menjadi pelan dan benar-benar berhenti. Liam yang ketakutan, mulai mengangkat kepala dan perlahan bangun dari tiarapnya.

"Sudah selesai? Apa yang terjadi?" Gumam Liam penasaran. "Haruskah aku melihatnya kesana?" Tanyanya pada diri sendiri.

Tetapi kemudian Liam menggelengkan kepalanya, "Tidak, tidak, aku masih harus mengurus diriku sendiri lebih dulu." Ucapnya lagi, seraya menganggukkan kepalanya.

Liam kemudian mengambil pisau di kopernya, dan mengambil kayu. Membuatnya runcing yang bisa dijadikan tombak dadakan untuk menangkap ikan.

Karena tidak akan bisa tidur lagi setelah ledakan, dan hari akan gelap dalam beberapa jam, Liam hanya bisa mencari makanan lebih dulu untuk dirinya sendiri.

Mengecek tempat ledakan, bisa ia lakukan besok. Lagipula, setelah ledakan yang begitu besar, tempatnya mungkin hancur dan panas. Dan jalan ke daerah ledakan juga mungkin tidak akan semudah berjalan di atas aspal.

Liam memerkirakan tempat terjadinya ledakan berada di tengah hutan di pulau tersebut. Jadi, untuk memuaskan rasa penasarannya, ia hanya bisa membekali dirinya sendiri lebih dulu untuk kesana. Selain senjata, juga harus membawa banyak makanan dan air untuk dikonsumsi di sepanjang jalan.

Tanpa mengganti baju yang sudah terlihat lepek, Liam berjalan ke sisi pulau dimana terdapat banyak batu karang dengan air jernih. Yah, pulaunya masih asri, jadi tidak akan ada masalah meski ia hidup sendirian di pulau tersebut. Mungkin hanya akan kesepian.

Melihat air jernih dan beberapa ikan yang berenang, Liam mulai mengangkat tombak kayunya dan menusuk ke arah ikan dengan cepat. Percobaan pertama, kedua dan ketiga gagal. Tapi Liam tidak menyerah.

Sampai akhirnya pada percobaan kelima, Liam mendapatkan satu ekor ikan kakap putih yang kira-kira beratnya 2kg. Yang langsung membuat Liam berteriak saking senangnya mendapat ikan yang bisa ia santap.

Kemudian ia mencobanya lagi, berkali-kali sampai akhirnya matahari mulai terbenam, dan Liam berhasil mendapatkan 5 ekor ikan kakap putih, jenis yang paling bisa ia kenali. Untuk yang lainnya, karena kecepatannya melebihi kakap, dan ia tidak tahu jenis ikan apa, akhirnya Liam menyerah menangkap jenis lainnya.

Dengan ikan jenis kakap, sebanyak 5 ekor, cukup untuk makanan Liam malam ini. Besok pagi, ia akan mencoba peruntungan mencari beberapa jamur dan buah liar di hutan luar pulau. Untuk masuk lebih dalam, ia masih harus mempersiapkan diri dan mengisi banyak tenaga.

Kemudian sebelum benar-benar membakar ikan, Liam yang tidak punya air untuk diminum, hanya bisa menatap pohon kelapa yang ada di tepi pantai. Ia menepuk dadanya, kemudian mulai naik ke atasnya untuk memetik pohon kelapa.

Dulu ia pemanjat handal, jadi tidak terlalu kesulitan meski beberapa kali hampir terpeleset. Pada akhirnya Liam mendapat 3 buah kelapa, yang langsung dilempar ke bawah olehnya. Menghantam pasir putih.

Setelah turun, ia kemudian menyeka kedua tangannya. Ia cukup berpengalaman hidup sendirian di alam liar. Karena meskipun dirinya seorang pengusaha, tetapi setiap 6 bulan sekali ia selalu bepergian sendiri mengunjungi tempat-tempat yang bisa membuat pikirannya segar setelah berbulan-bulan berurusan dengan urusan perusahaan.

Jadi, hidup sendirian di pulau terpencil juga tidak membuat semangatnya surut. Ia bisa menghidupi dirinya sendiri dengan kekayaan alam disekitarnya. Untuk peralatan, ia cukup punya banyak persiapan.

Kopernya berisi baju dan dalamannya, lalu ada handuk dan selimut yang ia bawa. Kemudian tas yang dibawanya berisi garam dan beberapa bumbu lain yang bisa dipakai. Selain itu, ada panci berukuran sedang, pisau dan sendok sup. Selain itu ada gelas, sendok, dan mangkuk yang terbuat dari plastik yang dibawanya. Ada juga pemantik api dan sikat gigi yang wajib ia bawa kemanapun.

"Ahhh, segar sekali." Ucap Liam setelah meminum air kelapa dari kelap yang ia petik langsung dari pohonnya. "Baiklah, mari kita buat ikan bakar untuk mengisi perut!" Ucapnya sedikit bersemangat.

Kemudian Liam mulai membuat api, setelah membersihkan ikan dan menusukkannya ke kayu. Membumbui ikan, dan mulai membakarnya. Seketika, bau harum menguat, memenuhi indera penciumannya.

Perut yang sudah sejak lama diisi hal-hal sembarangan seperti kue kering, mulai bersuara, menyerukan protes minta segera diisi.

Liam tertawa, menepuk perutnya kemudian berbicara. "Sabar, masih belum waktunya. Tunggu waktu yang pas, maka ikannya akan semakin enak nanti!" Gumamnya pada dirinya sendiri.

Seraya menunggu ikan bakarnya matang, Liam beralih pada kelapa, menuangkan sisa air kelapa ke cangkir, lalu mengeruk buah kelapanya dengan sendok, dan menuangkannya ke mangkuk.

*

*

- Karya ini merupakan karya jalur kreatif -

Membersihkan Kekacauan

*

*

Setelah merasa kenyang, Liam kemudian membersihkan dirinya, dan membuat tempat tidur sederhana untuk tidur malam ini. Ia tidak membawa tenda miliknya karena mengira rumah yang dulu dibangun masih ada.

Akhirnya hanya mengambil kayu dan membuatnya terlihat seperti tenda, lalu tambahkan beberapa daun besar di atasnya, berjaga-jaga karena takut tiba-tiba turun hujan. Selain itu, melindungi dirinya dari angin malam, meski tidak ada gunanya karena angin di pinggiran pantai akan terasa besar. Tapi masih ada selimut, jadi ia masih bisa menghangatkan dirinya sendiri pada akhirnya.

Liam pun terlelap dengan cepat. Tubuhnya lelah, dalam perjalanan tidak dapat tidur nyenyak, begitu datang dan ingin tidur sebentar malah terjadi ledakan, pada akhirnya ia bergerak dan mencari makanan untuk mengisi perutnya yang keroncongan. Jadi kali ini, ia benar-benar tertidur dengan nyaman dan lelap.

Sampai keesokan harinya, Liam bangun ketika matahari sudah ada di atas kepalanya. Seolah ia menebus waktu tidur yang terbuang selama diperjalanan menuju pulau, jadi tidur lama ketika dapat kesempatan tidur yang nyaman.

Liam menguap seraya mendudukkan dirinya. Meregangkan tubuh sebentar, kemudian beranjak, membereskan peralatan tidurnya, memasukkannya kembali ke dalam koper dan tas.

Setelehnya ia sarapan, dengan hal yang sama yang ia makan kemarin sore. Ikan bakar dan kelapa yang dipetiknya. Sendirian. Tidak ada suara yang keluar, hanya terdengar angin dan deburan ombak, sesekali terdengar juga suara burung, selama ia makan.

Seraya menunggu makanan tercerna dengan baik, Liam bangun dan melihat-lihat sekitar. Semuanya berantakan. Jadi akhirnya ia bangun dan mulai membereskannya secara perlahan.

Mulai dari daun dan kayu yang berserakan di pesisir pantai pulaunya sampai ia datang ke tempat dimana rumahnya tertimpa pohon tumbang. Dan menghela nafas lelah.

Menilai situasi tumbangnya pohon lebih dulu, sebelum akhirnya masuk ke daerah rumah tersebut. Memang hancur, tapi syukur barang-barang yang terbuat dari besi masih aman. Ada beberapa barang yang ia temukan yang tidak tertimpa reruntuhan rumah dan batang pohon.

Benda seperti kapak dan golok aman, tetapi gergaji yang lebih tipis terbelah menjadi dua, membuat Liam menghela nafas. Benda penting untuk menebang dan menyingkirkan pohon di atas rumah berkurang satu. Benar, semuanya peralatan manual dan tidak ada yang memakai mesin.

Tapi Liam tidak patah semangat. Ia mengambil kapak dan golok yang masih bisa digunakan, lalu mulai menebang pohon yang menimpa rumah, memotongnya menjadi lebih kecil, agar ia bisa menariknya satu persatu.

Liam memotongnya menjadi 4 bagian. Sebelum menarik pohonnya, Liam kembali ke reruntuhan untuk mencari tali atau tambang agar ia bisa menarik pohonnya dengan lebih mudah.

"Tidak ada. Coba aku cari di tas ku, siapa tahu aku membawanya secara tidak sengaja." Gumamnya, seraya berjalan ke arah dimana tas dan kopernya di simpan, tepat ditengah, antara hutan dan pesisir pulaunya. Yang mana ia buat tenda disana kemarin untuk tidur.

Setelah mengecek satu persatu tas yang berjumlah 5 dengan 5 ritsleting tersebut, akhirnya ia menemukan tambang berwarna hitam di tasnya, di bagian paling depan. Meski tidak terlalu panjang, tetapi setengah meter cukup untuk dirinya menarik satu persatu dari ke empat kayu yang menimpa rumahnya.

Setelah mengikat kayu pertama yang menjadi kepala utama yang membuat rusak atap rumah, Liam kemudian berbalik dan menariknya sekuat tenaga tanpa mengeluh.

Demi kenyamanannya di masa depan, maka ia hanya bisa mengorbankan diri membereskan semuanya lebih awal. Musim baru akan tiba dalam beberapa Minggu, jadi ia harus cepat membangun kembali rumah kayunya.

Mengecek sumber ledakan? Lupakan, tunggu ia membereskan rumah lebih dulu. Agar hatinya merasa nyaman. Karena ketika bepergian, begitu pulang, tentunya ingin ada sebuah rumah untuk istirahat. Itulah yang paling penting.

Tapi, memikirkan ledakan kemarin, tidakkah banyak hewan yang terkena ledakan dan bisa ia makan? Memikirkan hewan-hewan gosong di tempat ledakan, perutnya tiba-tiba berbunyi.

Liam menghela nafas, menepuk perutnya yang berbunyi, dan menggelengkan kepalanya. Mengenyahkan pikiran-pikiran mengenai hewan panggang yang tiba-tiba terlintas di pikirannya.

Untuk mengenyahkan pikirannya, Liam kembali mengikat pohon kedua, ketiga, dan keempat, kemudian menariknya satu persatu agak jauh dari rumahnya, agar ketika hendak membangun lagi, tidak terhalangi. Setelahnya, ia mulai memotong-motong kayunya, hendak dijadikan potongan kecil untuk kayu bakar.

Kenapa kayu yang menimpa rumah tidak dipotong untuk digunakan membangun rumahnya kembali? Tidak, terimakasih. Kayunya sudah terlihat bobrok, banyak lubang dan sedikit rapuh. Tentu saja, setelah sekian lama tumbang, kayu terkana angin, hujan, dan banyak hewan kecil yang memakannya, faktor alam yang wajar, kayu disebut mengalami pelapukan. Jadi, untuk dijadikan rumah, jenis kayunya memang cocok, tetapi karena sudah rusak jadi tidak layak dipakai lagi. Jangan sampai membahayakan diri sendiri dengan memakai kayu yang sudah lapuk.

Akhirnya ia hanya bisa menjadikannya sebagai kayu bakar. Membangun rumah, ia bisa menembang kayu baru di hutan. Banyak jenis kayu yang sama, yang bahkan beberapa lebih kuat dari jenis kayu yang tumbang menimpa rumahnya tersebut.

"Aku lapar." Gumam Liam setelah selesai memotong semua pohon menjadi potongan kecil, yang akan digunakan untuk kayu bakar.

Berjalan meninggalkan tumpukan kayu, Liam kembali mengurus ikan untuk makan di sore hari. Menunya masih ikan bakar, karena ia masih belum menemukan sumber air. Sesungguhnya, sumber air agak jauh dari tempatnya, jadi ia hanya bisa meminum air kelapa lagi kali ini untuk memuaskan dahaga.

Dulu, air mengalir dari sumbernya ke kamar mandi di rumah yang ia bangun. Tetapi semua salurannya ikut rusak dan air mengering, tidak ada satu tetes pun yang muncul. Menambah pekerjaan Liam, untuk mengecek apa yang salah dengan saluran dari sumbernya.

Mungkin besok, atau lusa, ia akan mulai melihat situasi sumber airnya. Karena tidak mungkin bagi dirinya terus menerus naik ke pohon kelapa yang tingginya membuat orang geleng kepala.

Setelah makan, Liam kembali ke dekat rumah, membereskan reruntuhan rumahnya sekalian daun-daun yang berserakan di sekitarnya. Sampai hari mulai gelap, dan Liam hanya bisa menghentikan kegiatannya.

Bahkan belum seperempat reruntuhan yang dibereskan, tetapi waktu begitu cepat berlalu, Liam hanya bisa meneruskannya keesokan paginya. Malam hari, tidak ada penerangan, hanya mengundang dirinya terluka jika diteruskan.

Begitu berbaring, Liam menatap langit malam yang bertabur bintang. Bulan bahkan terlihat bulat penuh malam ini. Cuacanya cerah, jadi langitnya terlihat cantik.

Liam tersenyum kecil melihat pemandangan malam di pulau sendirian. Tidak ada rasa takut, yang ada hanya ketenangan, karena ia menikmati waktunya disini.

Ditemani suara deburan ombak dan bebera hewan malam, Liam segera tertidur ketika pikirannya mulai meneriakkan kebencian pada orang-orang di kota.

Setidaknya, untuk saat ini, ia enggan memikirkan mereka. Ia ingin ketenangan sesaat. Biarkanlah dulu mereka, Liam hanya perlu hidup dengan baik lebih dulu, membuat nyaman diri sendiri dulu, saat ini. Lalu setelah semuanya menjadi lebih baik, kelak, ia bisa mulai membuat rencana untuk menghadapi mereka semua.

*

*

- Karya ini merupakan karya jalur kreatif -

Menemukan Sumber Ledakan

*

*

Semakin lama Liam mengalihkan perhatiannya, semakin dirinya terfokus pada masalah ledakan. Ia bahkan terbangun di malam hari dan memikirkan tentang mengecek lokasi ledakan karena semakin lama, ia juga merasa tidak nyaman, tidak aman.

Akhirnya, setelah banyak pertimbangan, ia mengemas tasnya, memasukkan barang alakadarnya yang pastinya diperlukan sepanjang jalan menuju tempat ledakan. Meninggalkan koper di tempat tersembunyi, di beberapa bagian rumah yang runtuh tapi masih ada space kosong yang bisa ia masuki barang.

Dengan pisau dan golok yang dibawanya, Liam pun mengisi perutnya dan pergi ketika langit sudah memutih. Tampilannya sudah seperti seorang petualang, sudah berubah lebih baik daripada ketika pertama kali ia datang ke pulau tersebut.

Dengan membawa kompas dan memperkirakan lokasi ledakan, Liam pun berjalan memasuki hutan. Perlahan, cahaya pun sedikit lebih gelap daripada di luar ketika ia mulai memasuki hutan dalam.

Tangannya tidak pernah melepaskan pisau, sedangkan golok ia simpan di pinggang. Pisau digunakan lebih fleksibel, karena sepanjang jalan Liam juga menembang daun-daun yang menghalangi jalannya.

Selama perjalanan, banyak suara hewan yang terdengar, tetapi Liam tidak berniat berhenti sama sekali karena takut akan menemui hewan buas. Meski ia bisa melawannya, tapi ia enggan. Lebih baik bertemu hewan jinak seperti rusa, bisa ia jadikan santapan untuk makan siang, siang ini.

Tapi yang ditemui Liam adalah beberapa kelinci, yang membuat Liam cukup senang. Ada daging untuk dirinya makan. Liam hanya menangkap dua ekor kelinci dan melepaskan sisanya. Membakar dua ekor kelincinya. Memakannya satu, dan menyimpannya satu untuk dimakan di malam hari.

Setelahnya, Liam kembali berjalan setelah memastikan arah dengan melihat kompas. Karena meski ia pemilik pulau, karena kesibukannya, ia belum pernah menjelajahi semua tempat di pulau tersebut.

Dan hal inilah yang memicu rasa penasaran tentang lokasi ledakan. Tiga kali ledakan besar, juga tidak terlalu jauh, seolah itu berada di sisi ujung pulau lainnya. Yang memicu ledakan besar, Liam lebih penasaran terhadap apa yang memicu ledakannya.

Karena setahu dirinya, tidak ada apa-apa di pulau miliknya ini. Kemudian ia berpikir, apa mungkin ada orang yang datang dan membuang bom di pulaunya? Tapi untuk apa? Kenapa ia melakukan hal ini?

Liam terus bertanya-tanya meski tidak pernah mendapat jawaban selama perjalanan menuju lokasi ledakan. Sampai malam tiba, Liam harus mencari tempat untuk beristirahat. Tapi karena ia tidak memiliki tenda, akhirnya ia hanya bisa tidur di atas pohon yang punya dahan besar.

Memastikan tidak ada hewan apapun di atas pohon, barulah ia dapat dengan nyaman mengisi perut dan mulai tertidur di atas pohon tersebut.

*

Keesokan harinya, Liam bangun dan lupa jika ia tidur di atas pohon, jika ia tidak dengan cepat menyeimbangkan tubuhnya, ia pasti sudah terjatuh sekarang.

Liam menghela nafas karena berhasil bertahan. Kemudian memindai seluruh hutan dari atas pohon, berjaga takut ada hewan buas yang mengawasinya. Jika tiba-tiba diterkam, kan, sangat tidak bagus.

Karena kelinci bakar kemarin habis, Liam akhirnya turun, ia menemukan pohon buah liar ketika ia memindai hutan barusan. Memetik beberapa untuk mengisi perutnya. Untuk membuat perut kenyang, ia akan mencari beberapa hewan kecil selama di perjalanan nanti.

Tapi kemudian, setelah beberapa saat berjalan, bukan hanya hewan kecil yang ia temui, tetapi harimau. Liam mendesah kesal. Betapa buruk keberuntungannya hari ini.

Liam melihat ukuran tubuh harimau, dan berspekulasi jika pertarungan kali ini akan memakan banyak waktu dan tenaganya. "Baiklah, ayo maju!" Pekik Liam seraya mengeluarkan golok dari tempatnya, yang mana menggantung di pinggangnya.

Liam dan harimau sama-sama menatap intens satu sama lain. Mata keduanya sangat tajam, dan raungan pelan dari harimau terdengar. Tapi Liam tidak takut, seolah mendengar raungan kucing, ia bahkan dengan berani maju lebih dulu.

Berlari maju dengan golok, tetapi ketika hampir mendekatinya, Harimau juga sama-sama mendekatinya. Berjaga agar ia tidak diterkam, akhirnya dengan cepat melemparkan pisau ke daerah lehernya.

ROARRGGH!

Auman keras pun terdengar, karena pisau berhasil menancap disana. Auman yang membuat telinga Liam sakit dan membuat hewan-hewan kecil di sekitar berlarian. Bahkan banyak buruk mengepakkan sayapnya pergi dari tempat kejadian.

"Sakit tidak?! Maka menyerah saja!" Pekik Liam pada Harimau yang kini mengucurkan darah dari luka yang tertancap pisau.

Harimau bersiap menyerang. Mendekat dan berlari, kemudian melompat dan membuatnya terbang sebelum menerkam Liam. Tetapi Liam pintar, ia berguling ke arah berlawanan ketika Harimau terbang. Membuat Harimau menubrukkan kepalanya dengan keras ke pohon besar yang ada di belakang Liam.

Liam terbahak melihat Harimau yang terduduk. Sudah pasti sedang meras pusing, suara tubrukkannya sangat keras. Dan tidak menunggu waktu lam, Liam langsung berlari dari belakang, menyerang Harimau selagi ia masih terdiam pusing.

"Huh! Kau yang menemuiku dan cari mati. Jangan salahkan aku karena akhirnya kau terbunuh." Ucap Liam tertawa senang. Meskipun memakan banyak waktu dan tenaga, ia cukup mudah menangani Harimau kali ini. Medan hutannya membuat dirinya beruntung bisa mengalahkannya dengan mudah.

"Asik sekali, makan siang kali ini sangat besar dan ugh, aku tidak sabar merasakan kelezatan daging hewan buas ini!" Pekik Liam senang. Yang langsung menangani Harimaunya. Mengulitinya dan membiarkan bulunya utuh, agar ia bisa membuat mantel untuk membuatnya tetap hangat nanti.

Tetapi karena tidak ada cukup ruang di tasnya, akhirnya Liam mengikat bulu harimau di atas pohon. Tidak akan ada yang mengambilnya karena tidak ada orang selain dirinya disini. Jadi ia merasa cukup aman meninggalkan barang, dan menjemputnya ketika hendak pulang nanti.

Setelah mengikat bulunya, Liam kemudian mengambil beberapa kayu dan mulai membuat api. Selagi menunggu api nyala lebih besar, Liam mulai memotong-motong daging Harimau tersebut. Menyisakan kepala dan keempat cakar serta isi perutnya.

Liam membuangnya agak jauh dari tempatnya karena takut mengundang hewan yang lebih besar. Barulah setelahnya ia membakar daging yang tersisa. Membakar semuanya dan memenuhi tas dengan daging tersebut. Agar beberapa hari perjalanan, ia tidak perlu pergi memburu hewan lainnya hanya untuk sekedar memenuhi keinginan perutnya.

Setelah kenyang, minum air kelapa dalam botol bambu, lalu kembali melanjutkan perjalanan. Dengan isi tas penuh dan agak berat, Liam tidak mengendur, tetap berjalan sesuai arah dan ritme sebelumnya.

Jadi dalam waktu 3 hari, Liam akhirnya sampai di sumber ledakan. Sudah lima hari, dan asap yang ada sudah menghilang. Menyisakan puing-puing tanah dan beberapa mayat hewan yang mulai membusuk. Ada juga beberapa mayat hewan yang sudah habis digerogoti.

Yang mana membuat Liam menjadi waspada. Banyak tulang hewan, artinya ada hewan buas lain yang tinggal disini.

*

*

- Karya ini merupakan karya jalur kreatif -

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!