"Dengar!! aku tidak peduli dengan semuanya, kau yang membuat ku terpisah darinya maka jangan salahkan aku bila aku tidak peduli dengan kehadiranmu......"
".......kau berhasil mendapatkan raga ku tapi tidak dengan cinta ku dan jangan harap kau bisa mendapatkan cintaku."
Eveline tersenyum mendengar ucapan yang di lontarkan oleh laki-laki yang berstatus suaminya itu, katakanlah bahwa ia perempuan bodoh yang tidak membalas ucapan laki-laki itu.
Eveline melangkah maju, ia merapikan dasi yang di gunakan sang suami sembari tersenyum.
"Aku tidak pernah mengharapkan itu, karena dalam hidupku aku tidak pernah di cintai melainkan aku yang mencintai," ucap Eveline sembari tersenyum dan memeriksa pakaian sang suami.
"sudah!" pekik nya sembari melangkah mundur, senyum dibibir nya tidak pernah hilang dari wajahnya.
Sedangkan laki-laki yang berstatus suaminya itu tidak peduli dengan apa yang di ucapkan oleh Eveline, ia mengambil tas nya dan beranjak dari hadapan Eveline tanpa memberikan kecupan di dahi Eveline layaknya pasangan suami-istri di luar sana.
Eveline yang melihat sang suami pergi begitu saja hanya tersenyum dan kemudian berjalan ke arah jendela kamarnya, ia melihat sang suami masuk kedalam mobilnya dan kemudian mobil tersebut meninggalkan pekarangan rumah.
"Aku yang salah dan ini adalah resiko yang harus aku terima."
...----------------...
Hari tepat di usianya yang ke-23 tahun, Eveline mengadakan pesta kecil-kecilan bersama para sahabatnya, hanya ada 6 orang yang duduk melingkar dengan sebuah kue di tengah mereka.
"Happy birthday to you!"
"happy birthday to you!"
"happy birthday, happy birthday!"
"happy birthday Eveline!!!" .
Mereka menyanyikan lagu happy birthday untuk Eveline dengan riang gembira dan terkadang tertawa, ada yang bertepuk tangan dan terkadang ada yang membuat tingkah konyol.
"Tiup lilin nya, tiup lilin nya"
"tiup lilin nya sekarang juga"
"sekaranggg!!! Juga!! Sekarang juga!!"
Prok!! Prok!!
Eveline sudah siap untuk meniup lilin ulang tahun nya namun belum sempat ia meniup lilinnya, mulutnya ditutup oleh salah satu sahabat nya.
"make a wish dulu Ev!!" Pekik Lioni, sahabat Eveline yang miliki pipi chubby.
Eveline yang mendengar ucapan Lioni hanya bisa menampilkan deretan gigi nya.
"sorry lupa," Jawab nya, kemudian dengan segera ia menyatukan kedua tangannya dan memejamkan matanya.
Tak berselang lama ia membuka matanya kemudian tersenyum kearah para sahabatnya nya dan meniup lilin tersebut. Lilin tersebut padam di iringi dengan tepukan dan sorak sorai para sahabatnya yang bergembira.
...----------------...
Sedangkan di tempat lain nampak seorang laki-laki dengan balutan jas hitam sedangkan menatap seorang laki-laki yang berpakaian sama dengannya yang saat ini sedang berada di hadapannya.
"katakan!"
Glekk!!
Seseorang yang mendengar suara nya hanya bisa menelan ludahnya sendiri, ia takut apa yang akan ia katakan membuat sang tuan marah.
"Be....begini tuan, perusahaan kita tidak mendapatkan kerjasama dengan perusahaan Netrix grup, tuan" ucapnya dengan perasaan takut.
"bagaimana bisa?" Tanyanya dengan melayangkan tatapan tidak bersahabat.
Sedangkan yang ditatap hanya bisa menggigit bibir bagian dalamnya sebelum menjawabnya.
"Proposal yang kita ajukan, isi didalamnya sama dengan proposal perusahaan Tyone grup yang dimana mereka lebih dahulu mengirimkan proposal tersebut kepada perusahaan Netrix grup, tuan"
Seseorang yang dipanggil "tuan" mengerutkan keningnya ketika mendengar jawaban yang di lontarkan oleh asistennya.
"bukankan isi proposal itu hanya aku, kau dan divisi pemasaran yang tau?"
"benar tuan"
"lalu bagaimana bisa isi proposal kita sama dengan Tyone grup??" teriaknya yang membuat sang asisten terkejut mendengarnya.
"saya kurang tau tuan" jawab nya sembari menunduk.
Suasana di dalam ruangan tersebut terasa begitu mencekam ketika sang "tuan" sudah berteriak.
"bo'doh! Segera cari tau alasannya dalam waktu 2x24 jam jika kau tidak berhasil mendapatkan nya maka aku akan menurunkan jabatan mu" ucapannya yang membuat tubuh sang asisten bergetar.
"paham!?"
"paham Tuan" Jawab sembari menatap sang "tuan" yang sudah diliputi amarah.
"pergilah!" perintahnya dan dengan segera sang asisten pergi dari ruangan tersebut.
Setelah sang asisten pergi ia melonggarkan dasinya dan memutar kursi yang ia duduk i menghadap kaca besar yang besar yang ada di ruangannya.
"si'alan!!" desisnya dengan penuh amarah yang terpancar di matanya.
Eveline Greycesillia Anastasia seorang gadis yang baru menginjak usia 23 tahun, gadis bersurai hitam dengan kacamata yang selalu bertengger di pangkal hidungnya. Ya! Dia gadis pengguna kacamata karena ia memiliki masalah pada pengelihatan nya.
"Ev!!" pekik seorang gadis yang usianya tidak jauh dengan Eveline, ia Tamara Ayunda salah satu sahabatnya.
Eveline yang saat itu sedang berjalan selepas berbelanja dari minimarket terdekat tak sengaja mendengar teriakkan seseorang yang memanggil namanya dna dengan segera ia mengalihkan pandangannya ke arah sang pemanggil.
Eveline tersenyum ketika melihat Tamara yang memanggil nya dan berlari ke arahnya.
"Hai Ra!!" sapaan akrab untuk Tamara.
"hai.....kamu darimana??" Tamara bertanya kepada Eveline.
"ini!" Eveline mengangkat sebuah kantong plastik yang ia bawa, yang dimana di dalamnya berisi barang-barang kebutuhan seharian.
Tamara mengerutkan keningnya ketika melihat barang bawaan Eveline "Tumben?"
Eveline yang mengerti pertanyaan yang di ajukan oleh Tamara hanya mengangguk-anggukan kepalanya perlahan dan tersenyum.
"Bibi hari ini nggak datang jadi aku harus belanja sendiri, kalau nggak gitu aku nggak akan makan" Jawab Eveline yang mendapatkan respon anggukan kepala dari Tamara.
Status sosial diantara mereka berbeda Eveline seorang anak dengan status sosial yang bisa dikatakan tinggi sedangkan Tamara adalah seorang yang memiliki status sosial menengah.
Jika Eveline mendapatkan semua fasilitas terbaik dengan mudah maka hal itu berbanding terbalik dengan Tamara yang mendapatkan fasilitas pas-pasan bahkan Tamara harus berjualan jajanan pasar untuk memenuhi kebutuhan nya dan keluarga nya.
"Kamu sendiri darimana Ra?" Eveline melontarkan pertanyaan kepada Tamara.
"Hehehe biasa habis antar jajan ke toko yang ada di sana" jawab Tamara sembari menunjuk toko yang dimaksud.
Eveline mengikuti arah tangan Tamara dan ia dapat melihat sebuah toko yang tidak terlalu besar namun rame pembeli.
"tumben jam segini??" Pasalnya ini sudah jam 10 pagi dan setau Eveline biasanya orang jualan jajan selalu di pagi hari.
Tamara kembali menunjukkan deretan giginya, "hehehe aku terlambat bangun tadi Mangkanya jam segini baru aku antar" jawabnya
Eveline hanya menganggukkan kepalanya perlahan dengan bibir yang membentuk huruf "O".
Ketika Eveline ingin mengajukan pertanyaan nya lagi tiba-tiba ponsel Tamara berdering.
"bentar ya Ev!" ucap Tamara meminta izin kepada Eveline.
Eveline hanya bisa menganggukkan kepalanya sebagai jawabannya.
"Iya habis ini aku datang, tunggu bentar ya!" ucap Tamara kepada sang penelpon, sedangkan Eveline hanya bisa melihat lihat sekitar nya saja tanpa mau mengganggu sang sahabat.
"bye!" ucap Tamara yang kemudian mematikan sambungan telponnya.
Eveline yang melihat Tamara selesai menelpon, menaikkan salah satu alisnya sebari tersenyum menggoda.
Tamara yang melihat itu hanya bisa tersenyum malu pasalnya ia yakin Eveline tau siapa yang menelepon nya namun ia berpura-pura.
"Dia??" tanya Eveline yang mendapatkan anggukkan kepala dari Tamara.
"Iya yang bucin banget!"
"hehehe sorry Ev!" jawab Tamara dengan sedikit malu.
"kalau gitu gue duluan ya Ev, udah di tunggu soalnya" pamit Tamara kepada Eveline yang mendapatkan anggukkan kepala dari Eveline.
Tamara yang melihat jawaban Eveline tersenyum dan kemudian berlari meninggalkan Eveline
"hati-hati, nitip ya!!" teriak Eveline kepada Tamara.
Tamara yang mendengar teriakkan Eveline membalas teriakan tersebut "nggak usah aneh-aneh deh Ev!!" jawabannya dengan berteriak tanpa menghentikan langkahnya.
Eveline yang mendengar jawab sang sahabat hanya bisa tertawa kecil dan menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan. Namun sedetik kemudian ia langsung mengubah mimik wajahnya menjadi datar dan melanjutkan perjalanan yang sempat tertunda.
"Nggak boleh iri Eveline!!" batinnya.
Eveline telah sampai di rumah minimalis nya, ya rumah minimalis, ia tidak lagi tinggal dengan kedua orang tuanya karena suatu alasan namun kedua orangtuanya selalu mencukupi kebutuhannya.
Huft!!
Eveline menghempaskan tubuhnya di sebuah sofa di ruang keluarga setelah meletakkan belanjaan nya di meja pantry yang letaknya tidak jauh.
...Rumah Eveline...
"Tuhan!! Eve boleh iri nggak??" Gumamnya bertanya-tanya sembari menatap langit-langit rumahnya.
"Eve juga mau kayak Tamara..."
"ditelpon, diajak ketemuan, makan, jalan-jalan..." lanjut nya bergumam
Namun sesaat kemudian Ia membenarkan duduk nya dan merapikan kacamata yang sedikit kebawah.
"no!! Eve ngga boleh iri, nggak perlu kayak mereka Eve juga bisa sendiri!" pekik nya yang yang melarang dirinya untuk tidak iri kepada orang lain. Namun sedetik kemudian dengan lesu ia kembali menyenderkan punggungnya.
"Tapi pingin!!!!" gumamnya.
...----------------...
Sedangkan di salah satu ruangan yang berada disalah satu gedung tinggi di ibukota terdapat seorang laki-laki dengan wajah emosi memandang ke 6 orang di hadapannya, ia adalah Gevano Andra Mahendra adalah CEO perusahaan Gdraen Grup, sebuah perusahaan yang masuk kedalam 5 perusahaan terbesar di Asia Tenggara.
Saat ini Gevan, sapaan akrabnya sedang menatap ke 6 orang yang sedang menunduk, mereka adalah orang-orang yang bertanggung jawab di bagian divisi pemasaran.
"Katakan padaku bagaimana bisa proposal kita sama dengan Tyone grup!!!" ucap Gevan dengan nada suara tinggi.
Ke-6 orang yang berada di hadapannya tetap diam tak berkutik sama sekali dan tidak ada satupun yang berani menatap ataupun menjawab pertanyaan Gevan.
"Kalian tidak mendengar apa yang aku katakan??" Gevan geram saat tidak ada yang menjawab pertanyaan.
Jika ini bukan hal yang merugikan terlalu besar maka Gevan tidak akan semarah ini, toh marah sama dengan membuang-buang energi saja.
Namun kali ini berbeda kerjasama dengan perusahaan Netrix grup adalah impian nya dan ia berusaha keras untuk dapat bekerjasama dengan mereka namun lihat usahanya kini sia-sia karena kecerobohan seseorang.
"Kita yang meniru proposal mereka atau mereka yang meniru proposal kita??" tanya Gevan dengan raut wajah tanpa ekspresi.
Salah satu diantara mereka mengangkat wajahnya dan hal itu membuat salah satu sudut bibirnya sedikit terangkat.
"T-tuan saya rasa mereka yang meniru kita" jawabnya dengan terbata-bata.
Sedangkan ke-5 temannya yang lainnya hanya melirik dan bertanya-tanya.
Gevan menaikkan salah satu alisnya, "bagaimana bisa??"
Ia melihat kearah 5 orang temannya yang berada di samping nya dengan wajah sedikit takut.
"saya rasa.....ada seseorang yang dengan sengaja memberikan proposal kita ke mereka tuan"
"Maksud mu ada seorang penghianat begitu??" tanya Gevan sembari tersenyum smirk.
Ia menganggukkan kepalanya perlahan menjawab pertanyaan Gevan dan sedetik kemudian matanya melirik ke salah satu di antara mereka. Gevan yang melihat hal itu tersenyum smirk.
"Keluar!!" titah Gevan yang membuat ke-6 orang tersebut terkejut dan bertanya-tanya.
"kecuali kau" lanjutnya dengan menunjuk seseorang yang sedari tadi menjawab pertanyaan.
Sedangkan ke-5 orang lainnya menatap sedih kearah temannya yang tidak diperbolehkan untuk keluar.
Tak lama setelah mereka keluar, suasana hening kembali menyelimuti ruangan tersebut.
"berikan!" titah Gevan yang mendapatkan anggukkan kepala darinya.
Ia mengambil sesuatu dalam saku celananya sebuah flashdisk berwarna hitam, kemudian ia melangkahkan kakinya menuju ke arah Gevan.
Meletakkan flashdisk itu di atas meja Gevan dan kemudian melangkah mundur dan
bruk!!!
"Aishh!!! Sialan lo Gev!" ucapannya sembari menyenderkan punggungnya disalah satu sofa di ruangan Gevan.
Suasana di ruangan tersebut berubah menjadi hal yang tidak terduga.
"berisik!!"
Seseorang itu menaikkan salah satu alisnya dan berdecak kesal mendengar ucapan Gevan.
Ia Edgar Dean Danendra sepupu Gevan. Tidak ada yang mengetahui bahwa mereka adalah sepupu. Gevan meminta Edgar menjadi salah satu tim divisi pemasaran untuk berjaga-jaga apabila ada sesuatu yang tidak di inginkan seperti saat ini misalnya.
"Gila aura lo tadi bener-bener rawrr!! Mengeringkan" ucap Edgar yang tidak mendapatkan respon apapun dari Gevan.
Sedangkan Gevan sedang sibuk melihat rekaman video yang ada di flashdisk tersebut.
Brakk!!
"Si'alan!!!" pekik Gevan yang membuat Edgar menatapnya dengan sebuah smirk yang tercetak dibibir nya.
"permainannya terlalu rapi dan bagus, tapi sayangnya permainan itu terlalu mudah bagi seorang Edgar" ucapan Edgar yang mendapatkan tatapan tajam dari Gevan.
Huft!!
Gevan menyandarkan kepalanya disandarkan kursi kebesaran dengan memejamkan matanya dan berusaha mengatur emosinya.
"Lo nggak perlu khawatir selagi gue masih ada di divisi itu, gue nggak akan biarin dia lolos" ucap Edgar yang mendapatkan acungan jempol dari Gevan.
Gevan membuka matanya dan kemudian segera mengambil ponselnya, Edgar yang melihat hal itu memutar bola matanya malas pasalnya ia tau hal apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Sayang.." ucap Gevan dengan seseorang di telponnya.
Edgar berdecak kesal mendengarnya.
"nasib nasib!"
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!